Halo semua…!
Aku datang bawa chapter tiga. Maaf ya lama banget. Tiba-tiba aku jadi males nulis, heheh. Seperti biasa aku ingetin disini aku pake bahasa loe_gue, jadi maaf kalo ada yang gak suka. Oke, langsung aja…
Silahkan dibaca…
.
.
.
Disclaimer : Boboiboy milik Animonsta Studio
Genre : Hurt/Comport – Family – Drama
Rate : T
Pairing : HaliYaya / GempaYing
Warning : AU – OOC – typo(s) – Bahasa Tidak Baku – EYD berantakan – Author-nya masih belajar – No super power – Alien\Human – Alur Lambat.
Cerita ini hanya fiktif belaka. Apabila ada kesamaan itu hanya merupakan kebetulan semata.
DON'T LIKE DON'T READ
.
..
…
...#C.I.N.T.A#...
…
..
.
Chapter Sebelumnya
"Tunggu Hali!" Seruan ayahnya membuat Halilintar yang baru menaiki beberapa anak tangga terhenti. "Ayah sudah carikan sekretaris baru untuk kamu yang lebih berprestasi dari Suzy, ayah tidak menerima protesan kamu. Dan kamu tidak bisa memecat dia, karna ia dibawah perintah ayah. Mulai besok ia akan mulai bekerja, ayah harap kamu bisa menerimanya," tutur sang ayah datar.
Halilintar tak menanggapinya, ia bergegas melanjutkan perjalanannya ke kamar pribadinya setelah sang ayah selesai berbicara. Sementaraa itu Boboiboy hanya bisa menatap sendu kepergian sang anak.
Sementara itu, tak jauh dari sang ayah berdiri terlihat seorang pria dengan manik mata berwarna kuning emas yang sedari tadi menguping pembicaraan sang ayah dan Halilintar.
"Kakak, kangen kamu yang dulu Hali, juga kamu Upan."
.
.
.
Chapter 3 :
"Sekarang loe pergi dari sini, gue udah enek liat loe," bentak seorang pria paruh baya pada seorang anak kecil berusia sekitar lima tahun. Dengan tidak berperasaan ia mendorong anak itu hingga jatuh tersengkur.
Terlihat si anak meringgis kesakitan lalu mencoba untuk bangun. "Tapi om kalo Api pelgi, Api tinggal dimana?" tanya anak kecil yang bernama Api itu dengan lirih.
"Gue gak peduli mau lo tinggal di jalanan kek, di kolong jembatan kek. Terserah loe, asal jangan pernah loe kembali lagi kesini," tutur pria itu menatap Api sengit.
"Tapi Om Jambul, kalo Api pelgi telus nanti bunda Amy pulang dali sulga dan nyaliin Api tapi Api-nya gak ada gimana?" tanya Api berusaha memberanikan diri.
"Dia gak bakalan pernah dateng lagi. Dan itu semua karna loe. Karna loe gue kehilangan adek gue, keluarga gue satu-satunya," tutur pria yang bernama Jambul dengan nada tinggi. Namun terlihat kilat-kilat kesedihan di matanya.
"Tapi Api salah apa om?"
"Loe tanya salah loe apa? Salah loe karna loe udah bikin Amy meninggal, karna dia nolongin loe Amy ketabrak mobil dan meninggal. Cuma karna loe, karna anak yang gak tau diri kayak loe. Gue gak ngerti, mau-maunya Amy ngurusin anak yang gak jelas asal-usulnya kayak loe sampe ngorbanin nyawa-nya sendiri," tutur Jambul menatap Api dengan mata penuh kemarahan. "Sekarang pergi loe dari sini," bentaknya kemudian.
"Tapi om…"
"Pergi gue bilang."
Dengan kasar Jambul kembali mendorong Api. Api meringgis, terlihat siku tangan sebelah kanannya terluka. Dengan perlahan Api bangkit berdiri, ia lalu berbalik dan melangkah pergi meninggalkan Jambul yang masih menatapnya tajam. Sesekali ia menengok kebelakang, terlihat Jambul yang menyeringai puas kemudian berlalu masuk kedalam rumah.
..
...#C.I.N.T.A#...
..
"Jadi, loe di usir sama kakak ibu angkat loe, kejam amat tuh om-om," gumam Taufan setelah ia mendengar cerita Api.
Saat ini ia dan Api telah berada di kontrakan sederhananya. Kontrakan yang hanya terdapat beberapa ruangan.
Satu ruang tengah atau bisa juga di sebut ruang tamu walau hanya terdapat tikar yang mengalasi lantai, sebuah kipas angin kecil dan lemari kecil yang berisi buku-buku usang serta koran bekas.
Satu kamar tidur yang berisi satu lemari sedang tempat menyimpan pakaian serta sebuah kasur tanpa ranjang, disana juga terdapat poster-poster yang menghiasi dinding, dari poster pemain sepak bola sampai poster pemain musik. Serta sebuah kamar mandi dan dapur yang menyatu dalam satu ruangan. Yang hanya dibatasi sebuah tirai untuk kamar mandi.
Api hanya terdiam menatap Taufan yang duduk didepannya dengan wajah polos.
"Terus selama dua hari ini loe makannya gimana? Gak mungkin donk selama dua hari loe gak makan," tanya Taufan penasaran.
"Api ngamen om, ini." Api menyodorkan beberapa lembar uang sisa membeli nasi lemak tadi pada Taufan.
Taufan mengambil uang yang disodorkan Api, lalu ia menatap Api dengan pandangan meragukan. "Gue gak percaya, emang loe bisa nyanyi? Suara loe kan cempreng,"
"Bisa, dengelin ya om," ucap Api antusias lalu ia pun berdiri dan mulai bernyanyi. "Pelangi.. pelangi alangkah indahmu.. melah kuning hijau dilangit yang bilu.."
Taufan yang mendengar Api yang bernyanyi dengan bahasa cadel dan suara cempreng-nya hanya mengerutkan kening. Tiba-tiba…
KRUUKKK….
Api dan Taufan berpandangan. Suasana mendadak hening. Sampai akhirnya Taufan membuka suara seraya menatap tajam Api yang tengah memegang perut-nya sambil tersenyum canggung. "Suara apaan tuh?"
"Api lapel om, tadi pagi Api gak salapan," jawab Api lirih masih tetap memegang perut-nya.
"Lho, loe punya duit, kenapa gak makan?" Taufan mengerutkan keningnya bingung seraya menunjukan uang yang tadi diberikan Api padanya.
"Tadi Api udah beli makan om, tapi pas Api mau makan, Api liat om sama om jahat tadi, telus pas Api lali (lari) Api lupa makan-nya gak dibawa, jadi makan-nya ketinggalan di taman," jelas Api.
"Jadi nih bocah gak makan gara-gara nolongin gue," batin Taufan merasa bersalah. "Ya udah deh gini aja, karna gue gak punya makanan disini, kita cari makanan di luar," tutur Taufan yang membuat Api tersenyum senang. "Tapi loe mandi dulu gih, kalo penampilan loe kayak gini bikin malu gue," perintah Taufan yang dibalas anggukan Api.
Tak lama kemudian Api selesai mandi dan berganti baju. Karna Taufan tidak mempunyai baju seukuran Api, Api terpaksa memakai baju Taufan yang paling kecil, meskipun baju itu tetap terlihat kebesaran ditubuh mungil Api. Untuk celana, Api terpaksa tetap memakai celana selututnya, karna Taufan tidak punya celana kecil yang pas untuk Api.
Saat Taufan dan Api hendak berangkat. Tiba-tiba…
"Halo Taufan, ayo kita pesta…eh?"
Seorang gadis tiba-tiba masuk dengan mendobrak pintu kontrakan Taufan lalu berteriak manyapa Taufan. Namun gadis itu terdiam ketika ia melihat seorang anak kecil yang tidak dikenalnya berada di kontrakan sahabatnya.
Iya, gadis itu adalah sahabat Taufan. Mimmy. Seorang gadis hyperaktif yang tomboy namun baik hati. Ia seorang anak dari keluarga yang berada, namun ia tidak pernah segan untuk berteman dengan Taufan.
"Loe tuh kebiasaan banget sih Mimmy, kalo masuk rumah orang itu ketuk pintu dulu, jangan maen nyelonong masuk aja," omel Taufan pada sahabat perempuan yang suka seenaknya itu. Sedangkan Mimmy membalasnya dengan cengengesan.
"Hehe… sorry deh, udah kebiasaan," ucap Mimmy seraya menggaruk belakang kepalanya yang sama sekali tidak gatal.
"Eh.. Mimmy lari loe cepet banget sih, ninggalin gue lagi," omel seorang pemuda tampan bersurai raven yang tiba-tiba muncul di belakang Mimmy. Fang.
Fang juga merupakan sahabat Taufan. Ia juga merupakan anak dari keluarga yang kaya raya, sehingga sifatnya sedikit angkuh dan terkadang membuat Taufan kesal. Namun ia juga sering membantu Taufan ketika ia kesulitan uang. Meski Taufan kerap kali menolak karna tidak ingin merepotkan.
"Ya abisnya loe jalan kayak kura-kura, gue tinggalin deh," balas Mimmy santai.
"Enak aja, loe aja yang lari-lari gak jelas karna gak sabar pengen ketemu pangeran loe," tutur Fang dengan seringaian jahilnya yang membuat wajah Mimmy memerah.
"A..apaan sih loe.. ja..jangan asal ngomong loe ya," balas Mimmy gugup.
"Emang bener kan.. loe tuh… adaw.." Ucapan Fang terhenti karna tiba-tiba Mimmy menginjak kakinya dengan keras. "Loe tuh apa-apan sih?" bentak Fang kesal seraya memegang kaki yang baru saja di injak oleh Mimmy.
"Ups… sorry SENGAJA," balas Mimmy sengit.
"Wah… jangan mentang-mentang loe cewek, loe pikir gue gak berani ngelawan loe, hah," balas Fang tak kalah sengit.
"Dan loe pikir gue juga takut sama loe, hah?" Mimmy pun membalasnya dengan sengit. Mereka berdua pun saling melempar pandangan tajam dan bersiap untuk mulai berkelahi.
"Aduuhh… loe berdua tuh berisik ya, kalo mau berantem jangan di rumah gue, mendingan loe berdua pulang deh, jangan bikin rusuh disini," omel Taufan yang kesal melihat pertengkaran konyol kedua sabahatnya. Yang memang sudah menjadi hal yang biasa bagi Taufan.
"Tega banget sih loe Fan, masa sahabat sendiri diusir, lagian kan kita kesini mau ngadain pesta sama loe," rajuk Mimmy kesal.
"Pesta?" ulang Taufan. Owh.. dia baru sadar, bahwa Fang dan Mimmy membawa plastik besar berisikan makanan dan minuman. Taufan tersenyum, lebih tepatnya menyeringai. 'Wah.. lumayan gue gak perlu ngeluarin duit gue buat makan, hehe,' batin Taufan senang.
"Ya udah deh, kalo loe berdua emang mau ngadain pesta disini. Kebetulan gue juga lagi laper." Taufan kemudian berjongkok untuk berhadapan dengan Api yang sedari tadi bersembunyi dibalik kaki Taufan karna takut mendengar pertengkaran mulut Fang dan Mimmy dengan suara keras. "Nah.. Api.. kita gak jadi keluar, kita makannya disini aja," ujar Taufan yang dibalas anggukan dari Api.
"Wah…anak siapa tuh, loe nyulik anak orang ya? Dan loe mau minta tebusan ama orangtua anak itu kan? Wah… loe gimana sih Fan, kan gue udah bilang loe kalo butuh duit bilang aja ama gue, jangan pake cara kotor kayak gini, pake nyulik anak segala, loe gak kasian ama tuh bocah harus pisah ama orangtuanya," tuduh Fang yang membuat Taufan dan Mimmy sweatdrop. Bukan karna tuduhannya, namun karna perkataan panjang lebar Fang. Pemuda itu memang jarang berkata panjang lebar seperti itu.
Taufan yang sadar dari rasa terkejutnya lalu membantah tuduhan Fang. "Wah… sembarangan loe kalo ngomong, ngapain juga gue harus nyulik anak segala," bantah Taufan kesal.
"Terus ini anak siapa? Atau jangan-jangan dia anak loe ya? Loe ngehamilin cewek dan loe gak mau tanggungjawab, terus sekarang tuh cewek pengen loe ngurus anaknya. Iya kan? Lagian kalo diliat-liat nih anak agak mirip loe deh," tuduh Fang kembali. Mimmy yang mendengar itu merasa sesuatu menusuk hatinya. Ia merasa sakit hati mendengarnya.
'Masa sih itu anaknya Taufan' batin Mimmy seraya memandang Taufan kecewa.
"Enak aja loe kalo ngomong. Emang loe pikir gue cowok apaan, lagian gue masih muda kali, masa iya gue punya anak segede ini, ngaco loe," omel Taufan kesel seraya menjitak kepala Fang. Mimmy yang mendengarnya kembali tersenyum cerah.
"Gak usah pake jitak kali, gue kan cuma nanya," gerutu Fang sambil mengelus-elus bagian kepalanya yang dijitak oleh Taufan. "Terus tuh anak siapa donk?" tanya Fang kemudian.
"Nih anak dua hari yang lalu di usir sama keluarga angkatnya, terus dia tinggal dijalanan. Karna gue kasian, gue ajak dia tinggal ama gue deh," jelas Taufan.
"Tumben loe peduli sama orang lain, biasanya kan loe cuek aja," ujar Fang sedikit heran.
"Udahlah Fang, kan bagus kalo Taufan peduli sama orang lain, kita kan harus saling tolong menolong. Lagian kasian kali anak sekecil ini harus tinggal sendiri di jalanan, apalagi anak seimut ini," tutur Mimmy kemudian berjongkok dihadapan Api. "Halo adik manis, nama kamu siapa?" tanya Mimmy ramah.
Namun bukannya menjawab Api malah kembali bersembunyi dibalik tubuh Taufan yang masih berjongkok. Sepertinya ia masih takut dengan Mimmy. Sontak tindakan Api tersebut membuat Mimmy bingung.
"Hahaha.. anak kecil aja takut sama loe Mi, loe galak sih kayak nenek lampir, haha," ejek Fang sambil tertawa terbahak-bahak.
Mimmy langsung memberinya tatapan tajam yang mampu membuat Fang langsung terdiam. Mimmy pun menatap Api kembali seraya tersenyum manis. "Lho.. jangan takut donk sama kakak, kakak gak jahat kok, nih kakak punya lollypop, adik manis mau gak?" tawar Mimmy tersenyum ramah seraya memberikan sebuah permen lollypop yang ia ambil dari plastik yang ia bawa.
Taufan dan Fang melihatnya tercengang. Pasalnya Mimmy tidak perrnah bersikap seramah itu, ia selalu bersikap tomboy dan seenaknya.
Api yang memang menyukai permen pun tersenyum. Dengan mata berbinar ia melangkah berhadapan dengan Mimmy. "Api mau kak," ucap Api senang, melupakan ketakutannya pada Mimmy.
"Jadi nama kamu Api?" tanya Mimmy seraya memberikan permen itu pada Api sambil tersenyum.
"Iya kak, nama Api, Api. Nama kakak siapa? Makasih ya pelmen-nya, Api suka pelmen," tutur Api sambil tersenyum imut membuat Mimmy histeris karna gemas. Kemudian ia memeluk Api dengan erat.
"Nama kakak Mimmy, kamu bisa panggil Kak Mimmy. Nah kalo cowok yang jelek itu," ujar Mimmy seraya menunjuk Fang, "namanya Fang, kamu bisa panggil dia Kakek Fang," lanjutnya santai.
"Enak aja loe, gue gak setua itu," protes Fang, tak terima dengan ucapan Mimmy. Namun Mimmy tidak menanggapinya.
"Kak Mimmy dan Kakek Peng pasti temennya Om Topan ya?" tanya Api. Fang yang mendengarnya Nampak kesal. Sedangkan Mimmy hanya terkekeh geli, tanpa merasa bersalah sedikitpun pada Fang.
Fang pun berjongkok di depan Api. "eh bocah, nama gue Fang bukan Peng, dan gue masih muda, jangan panggil gue kakek," omel Fang. Namun Api hanya membalasnya dengan tatapan bingung.
'Masih mending gue deh di panggil Om daripada dipanggil kakek' tutur Taufan dalam hati.
..
...#C.I.N.T.A#...
..
"Loe disini aja, gue mau ngamen dulu," ujar Taufan pada Api.
Pagi ini mereka tengah berada di depan kontrakan Taufan. Seperti biasa ketika pagi datang Taufan pergi untuk mengamen. Celana jeans hitam dengan lubang di lutut, t-shirt berwarna biru tua dan sebuah topi berwarna biru tua dengan garis putih serta sepatu kets berwarna hitam melengkapi penampilannya pagi ini. Tak lupa gitar akustik yang menjadi alat pencari nafkah untuknya.
Sementara Api kini tengah memakai baju untuk anak seusianya. Kemarin Mimmy memberikannya beberapa pakaian anak-anak. Kebetulan Mimmy mempunyai keponakan seusia Api.
"Tapi Om, Api gak mau tinggal di lumah sendili. Api mau ikut Om ngamen, boleh ya Om?" pinta Api dengan wajah memelasnya.
"Ya elah, udah enak-enak lo tinggal di rumah. Kenapa jadi pengen ikut. Udah lo disini aja, kalo lo ikut, nanti lo pingsan gara-gara kecapekan gimana? Kan repot gue jadinya," tolak Taufan sengit.
"Api gak akan pingsan Om, kan Api juga suka ngamen Om. Api kuat Om. Api janji Api gak bakal lepotin Om, boleh ya Om Api ikut ngamen?" pinta Api kembali.
"Gak bisa," tegas Taufan. Ia lalu berjalan meninggalkan Api, namun Api mengejarnya.
"Om Api mohon, Api gak mau jauh-jauh dali Om. Cuma Om yang Api punya. Jangan tinggalin Api," tutur Api seraya memeluk pinggang Taufan dari belakang.
Taufan menghela nafas pasrah. Sepertinya ia memang harus membawa Api. Wajar saja Api tidak mau jauh-jauh dari Taufan. Ia baru saja di tinggal ibu angkat yang di sayanginya, dan sekarang saat ia mendapat penggantinya, tentu ia tak ingin jauh darinya. Semalam saja saat tidur Api memeluknya sangat erat seolah takut akan kehilangannya.
"Ya udah lo boleh ikut, tapi jangan ngerpotin gue. Awas kalo bikin repot," ancam Taufan.
"Siap Bos," ucap Api seraya berpose ala tentara.
..
...#C.I.N.T.A#...
..
Seorang gadis berusia sekitar 22 tahun terlihat baru saja menuruni sebuah taksi. Yaya Yah, nama gadis itu. Seorang gadis dengan segudang prestasi. Ia baru saja lulus kuliah dengan nilai tertinggi di sebuah unversitas ternama di Malaysia. Tidak hanya cerdas, gadis ini juga mempunyai paras yang cantik.
Terlihat sempurna. Namun kesuksesan karir-nya tidak sejalan dengan kesuksesan cinta-nya. Sampai saat ini Yaya belum pernah mengalami jatuh cinta. Ia tidak tahu apa itu cinta. Masa remaja-nya saat bersekolah, ia habis dengan belajar dan belajar. Masa remaja yang membosankan. Namun itulah yang ia sukai.
Sepertinya kalimat 'Manusia tidak ada yang sempurna' memang benar adanya.
Setelah membayar taksi tadi, ia berdiri memandang gedung megah sebuah perusahaan ternama di Malaysia. Boboiboy Corporation Perusahaan yang akan menjadi tempat kerjanya. Ia masing ingat pembicaraannya dengan pemilik perusahaan ini kemarin, Boboiboy.
.
.
FLASHBACK ON
.
.
"Catatan prestasi kamu bagus dan nilai IP kamu nyaris sempurna. Saya akan senang sekali jika kamu mau bergabung dengan perusahaan saya," puji seorang pria baruh baya, Boboiboy, setelah ia membaca data diri Yaya.
"Terimakasih pak, justru saya yang merasa bangga jika dapat bergabung dengan perusahaan besar seperti Boboiboy Corporation,"
Boboiboy hanya mengangguk dan tersenyum. "Kamu akan menjadi sekretaris anak saya, ia menjabat sebagai direktur di perusahaan ini. Kebetulan posisi itu sedang kosong,"
"Sekretaris direktur? Maaf sebelumnya pak, bukankah jabatan itu terlalu tinggi untuk saya, saya masih baru dalam dunia pekerjaan, saya belum berpengalaman sama sekali," tutur Yaya merendah.
"Saya yakin kamu cocok untuk jabatan ini, meskti kamu belum berpengalaman tapi dengan kecerdasan kamu saya yakin akan cepat menyesuaikan diri," ucap Boboiboy meyakinkan. "Lagipula ada sesuatu dalam diri kamu yang membuat saya menginginkan kamu mengisi posisi ini."
"Sesuatu? Maksud Bapak?" tanya Yaya bingung.
"Kamu sangat mirip dengan 'dia'. Halilintar pasti akan senang bertemu dengan kamu." Perkataan Boboiboy membuat Yaya semakin bingung. "Untuk itu saya akan memberikan kamu tugas khusus dan saya berharap kamu mau melakukannya."
"Tugas khusus?"
"Ya, saya ingin kamu mendekati Halilintar."
Yaya membulatkan matanya mendengar perkataan Boboiboy. "Me..mendekati Pak Halilintar?"
"Ya, saya ingin kamu membuat Halilintar seperti dulu, membuat ia berhenti menyalahkan dirinya sendiri"
"Maaf sebelumnya, memangnya apa yang terjadi dengan Pak Halilintar sehingga ia menyalahkan dirinya sendiri?"
"Dulu Halilintar adalah seorang yang pekerja keras, selalu disiplin dalam mengerjakan sesuatu, ia juga sangat menyayangi keluarganya meski ia tidak pernah mengatakannya. Ia menunjukan rasa sayangnya dengan apa yang ia lakukan bukan katakan." Boboiboy menghela nafas sejenak sebelum kembali melanjutkan. "Namun empat tahun yang lalu semuanya berubah. Semua berubah semenjak kecelakaan yang membuat Halilintar kehilangan istri dan anaknya serta…" Boboiboy berhenti. Ia memejamkan matanya seolah tidak sanggup melanjutkan perkataannya. Yaya yang melihatnya heran.
"Ya.. Hanna, istri Halilintar meninggal di tempat, namun anaknya yang saat itu baru berusia satu tahun tidak ditemukan. Banyak yang menduga ia dimakan binatang buas, namun dugaan itu masih di ragukan karna tidak ada sobekan baju atau apapun yang membuktikannya. Selama ini Halilintar selalu berusaha untuk mencarinya, namun sampai sekarang tidak di temukan.
"Semenjak itu Halilintar selalu menyalahkan dirinya. Ia bersikap dingin dan melakukan apapun sesukanya. Maka dari itu saya sangat berharap kamu bisa mengembalikan Halilintar seperti dulu, mungkin memang sesuatu yang tidak mudah. Tapi saya sudah tidak tau apa lagi yang harus saya lakukan untuk membuat Halilintar berhenti menyalahkan dirinya dan memulai hidup baru."
"Tapi saya tidak yakin saya bisa melakukan tugas itu dengan baik. Saya takut saya gagal, dan saya akan mengecewakan Bapak."
"Saya percaya kamu bisa. Dan hanya kamu harapan saya."
Yaya terdiam. Ia bingung harus menerima atau tidak tugas itu. Ia kasihan pada Halilintar yang harus kehilangan anak dan istrinya disaat bersamaan. Itu pasti sangat menyakitkan, wajar jika Halilintar berubah. Namun jika selalu menyalahkan dirinya itu juga bukan sesuatu yang bagus. Yaya ingin menerima tugas ini, namun ia ragu. Ia takut tidak berhasil. Dan malah membuat semuanya menjadi masalah.
"Bagaimana?" tanya Boboiboy penuh harap.
"Baiklah saya menerima tugas ini."
.
.
FLASHBACK OFF
.
.
Yaya ragu apa keputusannya menerima tugas itu benar. Ia takut keputusannya suatu kesalahan.
Yaya lalu berjalan memasuki gedung megah perusahaan itu. Setelah sebelumnya bertanya letak ruangan Halilintar, Yaya pun sekarang telah sampai di ruangannya. Ia sempat ragu memasukinya, namun memberanikan dirinya. Ia pasti bisa.
Yaya pun mengetuk pintu ruangan itu, terdengar sahutan 'Masuk' dari dalam yang Yaya yakini itu suara Halilintar. Entah mengapa jantung Yaya berdebar mendengarnya. Perlahan Yaya memasuki ruangan itu. Dilihatnya seorang pria bertubuh tegap serta berwajah tampan sedang duduk di kursi kerjanya seraya membaca sebuah berkas.
Yaya tertegun melihatnya. Ia tak menyangka bahwa Halilintar sangat tampan jika melihatnya langsung. Ya, Yaya memang pernah melihat foto Halilintar dalam majalah atau berita online. Halilintar adalah pengusaha muda yang berbakat serta tampan, jadi wajar jika ia ada dalam majalah atau berita-berita online.
Yaya segera menyadarkan dirinya kemudian menghampiri Halilintar. Yaya berusaha sebaik mungkin untuk menengkan jantungnya yang semakin berdebar karna berada didekat Halilintar.
"Permisi Pak, saya sekretaris baru yang menggantikan Mbak Suzy," tutur Yaya sopan.
Halilintar yang sedari tadi focus pada berkas yang ia baca pun mendongkak. Ia terkejut melihat Yaya. Ia berdiri seraya menatap Yaya dengan pandanggan tidak percaya.
"Hanna.."
Yaya mengerutkan dahinya bingung. "Ma..maaf pak. Nama saya bukan Hanna, saya Yaya Yah. Ini berkas data-data diri saya. Pak Boboiboy yang menyuruh saya untuk menyerahkan-nya pada Bapak, kata beliau saya sudah bisa memulai kerja sekarang."
Halilintar terdiam. Mencerna baik-baik perkataan Yaya. Ia masih memandang Yaya dengan tidak percaya membuat Yaya sedikit risih dan canggung. Namun kemudian ia mengalihkan pandangannya.
"Keluar."
Yaya tersentak mendengar nada dingin Halilintar.
"Saya bilang keluar," ujar Halilintar datar.
"Em.. maaf pak. K..kalau begitu saya permisi dulu," pamit Yaya seraya tersenyum gugup. Kemudian ia pun keluar dari ruangan Halilintar setelah sebelumnya menaruh berkas data dirinya di meja Halilintar.
"Ini pasti akan sangat sulit," batin Yaya setelah ia berada di luar ruangan Halilintar.
..
...#C.I.N.T.A#...
..
"Kak Gempa, Kak Hali lihat Upan dapat nilai sepuluh," teriak seorang anak kecil berusia sekitar 6 tahun. Ia berlari menghampiri dua orang remaja laki-laki yang sedang asyik menonton tv. Ia kemudian menyusup duduk diantara dua remaja itu. "Lihat Upan dapat nilai matematika sepuluh," tunjuk anak itu seraya menyodorkan sebuah kertas yang dibawanya.
"Wah… Upan hebat, pinter adik kakak. Nanti belajar lagi ya, biar dapat nilai sepuluh lagi," tutur salah satu remaja yang berusia sekitar 16 tahun. Gempa.
"Iya kak," balas anak itu dengan ceria.
"Cih.. biasa aja kali, gak usah pake teriak segala. Baru dapat nilai sepuluh sekali aja bangga," ucap remaja yang lain yang terlihat lebih muda, sekitar berusia 13 tahun.
Perkataan remaja itu sukses membuat anak kecil yang tadi tersenyum bahagia menjadi cemberut. "Kak Hali kok gitu, kak Hali nyebelin," ucap anak itu seraya melipat kedua tangan di dada lalu membuang muka dari remaja yang ia panggil dengan 'Hali'.
Gempa tersenyum. Ia kemudian mengusap puncuk kepala anak kecil itu yang dipanggil Upan itu dengan lembut. "Hali kamu gak boleh gitu donk, harusnya kan kamu bangga, itu artinya adik kita pintar," tutur Gempa menasehati Hali.
"Tuh dengerin," kata Upan dengan 'songong'nya membuat Hali mendelik kesal. "Upan gak mau ah punya kakak kayak Kak Hali, Upan mau punya kakak kayak Kak Gempa aja," kata Upan seraya memeluk Gempa yang tentu saja dibalas oleh Gempa seraya tersenyum.
"Oh gitu, kamu gak mau ngakuin aku, oke rasain nih," ucap Hali yang kemudian menggelitiki pinggang Upan membuat sang empunya tertawa geli sehingga melepaskan pelukannya dari Gempa.
"Hahaha.. udah kak Hali hahaha geli… hahaha," kata Upan seraya berusaha menyingkirkan tangan Hali.
"Gak mau, suruh siapa kamu gak mau ngakuin aku, hah,"
"Hahahaha.. udah.. hahaha.. maaf.. hahaha kak Gempa tolong.."
Gempa yang melihatnya hanya tertawa kecil.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Hah..hah..hah..hah.. sialan gue mimpi itu lagi hah..hah.." umpat Taufan sambil berusaha mengatur nafasnya yang tengah memburu. Ia baru saja bangun dari tidurnya karna sebuah mimpi yang selalu hadir dalam tidurnya.
Ia lalu mengambil air minum disampingnya dan meneguknya. "Siapa sih sebenernya mereka? Hali? Gempa? Apa mereka saudara gue ya. Dan Upan? Apa anak kecil itu gue, Taufan," gumam Taufan bingung.
Ia kemudian berdiri dan menghampiri lemari pakaiannya, disana ia mengambil sebuah topi peraduan warna biru dan putih serta sedikit warna kuning. Ia memutar topi itu sehingga terlihat sebuah nama dibelakang topi. Taufan B.
"Cuma topi ini yang jadi petunjuk untuk ketemu keluarga gue. Gue yakin 'B' itu pasti nama keluarga gue, tapi apa? Kenapa harus di singkat sih, kalo gak kan gue gampang nyari-nya," gerutu Taufan.
Pandangannya lalu teralihkan pada Api yang tengah tertidur dengan lelapnya. Sepertinya ia kelelahan karna mengamen tadi siang. Taufan tersenyum melihat wajah lelap Api. Ia merasa beruntung membawa Api bersamanya.
Api sepertinya memang membawa keberuntungan baginya. Siang tadi penghasilan mengamennya lebih banyak dua kali lipat dari biasanya. Banyak orang-orang yang menyukai Api dan menganggapnya lucu sehingga memberikan uang lebih pada mereka.
Namun bukan hanya itu yang membuat Taufan merasa beruntung. Bukan hanya karna Api penghasilannya menjadi meningkat, namun juga karna adanya Api membuat ia merasa memiliki 'teman'. Taufan memang mempunyai banyak teman bahkan sahabat seperti Mimmy dan Fang. Namun mereka berdua tidak bisa terus selalu disamping Taufan, mereka memiliki kegiatannya masing-masing.
Taufan mengerti, ia tidak menuntut mereka berdua untuk selalu di samping Taufan. Namun terkadang Taufan merasa kesepian. Ia butuh seseorang yang bisa dianggapnya 'keluarga'. Sebuah keluarga yang tidak pernah ia punya selama hidup yang ia ingat. Keluarga yang selama ini selalu ia dambakan.
Dan entah mengapa adanya Api membuat ia merasakan memiliki keluarga. Ia merasa dekat dengan Api. Ia merasa memiliki suatu ikatan dengan Api. Ikatan yang ia tidak tau apa itu.
Meski ia selalu bersikap kasar padanya dan berkata seolah ia tidak menyukai keberadaan Api, namun dalam hati ia merasa senang di dekatnya. Ia berjanji dalam dirinya untuk selalu menjaga Api, menjaga satu-satunya 'keluarga' yang ia punya.
Taufan pun berjalan menghampiri Api, ia lalu mengusap rambut hitam Api dengan lembut. "Hali? Gempa? Buat apa gue susah-susah cari mereka, belum tentu juga mereka saudara gue. Karna mulai sekarang loe saudara gue, jadi gue bakalan ngejagain loe, gue gak akan biarin siapapun ngelukain loe," tutur Taufan seraya tersenyum. Ia lalu membaringkan kembali tubuhnya disamping Api dengan tangan yang masih mengusap rambut Api lembut.
..
...#C.I.N.T.A#...
..
BERSAMBUNG…
.
.
.
Chapter tiga selesai. Aku yakin deh readers semua pasti udah bisa menebak alur ceritanya kayak gimana. Hehehe alurnya emang kayak sinetron banget, jadi maaf kalo gak suka. Apa perlu aku ganti genre jadi drama ya? Maaf banget ya aku kurang paham masalah genre. Jadi kalo ada salah tolong di koreksi, tapi pake bahasa yang sopan ya, hehehe….
Ying, Air sama Gempa belum muncul ya, Gempa sih emang udah muncul tapi Cuma sebentar doank, tadinya sih aku mau munculin mereka disini, tapi takut kebanyakan jadi readers bosen nanti bacanya. Hehe (bilang aja males nulisnya) Chapter depan InsyaAllah mereka muncul..
Oh ya, aku kurang ngerti sama dunia perusahaan bisnis kayak gitu, jadi maaf kalo ada yang salah…
Sebelumnya maaf aku gak bilang dari awal, fanfic ini aku terinspirasi dari cerbung SMASH yang aku baca di google, tapi aku lupa judulnya apa soalnya udah lama bacanya. Takutnya ada yang udah pernah baca. Tapi ceritanya gak sepenuhnya sama kok, aku Cuma ambil konfilk-nya dan beberapa adegan(?) hehe… tapi kalo ada yang udah baca kasih tau aku ya judulnya apa, pengen baca lagi, soalnya waktu itu belum selesai cerbungnya jadi belum baca semua…
Maaf ya untuk sekarang aku gak bisa bales dulu reviewnya, maaf banget. Banyak yang ngasih kritik saran kemarin, aku seneng banget. Terimakasih…
Yang kemarin review : Vanilla Blue12 – Delia Angela – Rizki5665 – Nakamoto Yuu Na – IntonPutri Ice Diamond – Chikita466 – Rampaging Snow – EruCute03 – Meltavi – nufuruu – Luna Nightingale – roza blaze ice – Hanna Yoora
Ya udah deh, segitu aja catatannya..
Seperti biasa KRITIK DAN SARAN sangat dibutuhkan…
Makasih udah mau baca
