Jantung Yaya berdegup kencang.
Sangat.
Belum lagi tak henti-hentinya menghela napas karena gugup luar biasa.
Bagaimana tidak, ia tidak menyangka akan datang harinya, di mana ia dan teman-teman yang lain bertanding dengan membawa nama sekolah barunya. Meski hanya setingkat Pulau Rintis dan sekitarnya, tapi tetap saja Yaya merasa kalau para lawannya tidak boleh dianggap remeh.
Dan ini bukan pertama kalinya ia gugup seperti itu setiap kali mau bertanding.
"Kamu baik-baik saja, Yaya?" tanya Boboiboy di samping gadis itu dengan hati-hati.
Sang empunya nama tersebut setengah terkejut. Saking gugupnya, sampai ia kaget sendiri. Padahal Boboiboy tidak bermaksud untuk mengagetkannya.
"Oh... I-Iya, aku baik-baik saja," Yaya berusaha untuk bersikap biasa saja. "Cuma... Sedikit gugup."
Boboiboy hanya terkekeh pelan sambil menggelengkan kepala.'Dari raut mukamu aja udah keliatan kalo kamu tuh gugup banget. Haha, lucu deh,' batinnya.
"Jangan khawatir. Tetap tenang, dan bermain aja kayak biasa."
Yaya mengangguk sebagai jawaban. "Um, baiklah."
"Dan, atur pernapasanmu supaya lebih rileks." Dan Yaya menuruti arahan Boboiboy, berulang kali.
"Ha, sudah lebih baik?" tanya Boboiboy sambil tersenyum.
Yaya kembali mengangguk sambil tersenyum, tidak lupa dengan pipinya yang sedikit merona. "Terima kasih, Boboiboy."
.
.
.
"Nah, kalian sudah berusaha keras sampai sejauh ini. Saya cuma ingatkan, konsentrasi dan lakukan yang terbaik. Saya menaruh percaya kepada kalian semua," jelas Papa Zola kepada semua pemain SMA Pulau Rintis. "Baiklah, semoga berhasil!"
"Baik, Pelatih Papa!" sahut mereka serentak.
"Dan jangan lupa... Kalian mengerti apa yang terjadi kalau kalian gagal?!" ujar Papa Zola sambil mengeluarkan senjata andalannya- Rotan Keinsafan, juga aura yang mencekam di sekelilingnya. Dan itu berhasil membuat semuanya meneguk ludah paksa.
"Me-Mengerti, Pelatih!"
"Bagus! Sekarang ayo, bersiaplah untuk bertandiiiinnggg!"
"AYO!"
Fall Down and Rise Up
Disclaimer: Monsta
Author: Jovarin
Genre: Hurt/Comfort, Romance
Rate: T
Bahasa: Indonesia
Warning: Grow-up Boboiboy, AU, No super power, Humanise chara, OC, OOC, dan segala macam kekurangan lainnya.
Don't like? Don't read ^^
Chapter 7: The Match - When Love Grows
"Haiya... Mana si Gopal dan Ochobot, sih? Lama banget!" gerutu Ying sambil mondar-mandir tidak sabar menunggu kedua temannya di depan gerbang sekolah. Sesekali melihat jam tangan yang berada di tangan kanannya, kemudian mondar-mandir lagi. Sementara Fang yang bersandar pada dinding gerbang sekolah hanya memutar matanya bosan.
"Eh Twintail Bawel, bisa diam nggak, sih? Capek aku melihatmu mondar-mandir kayak setrika," ujar Fang sarkastik.
"Gimana aku nggak mondar-mandir, Landak Ungu? Udah setengah jam kita menunggu mereka dan kita terlambat melihat pertandingan mereka!" balas Ying kesal. Dan Fang memilih untuk tidak berargumen dengan gadis-tidak-sabaran itu, meski dalam hatinya agak dongkol.
Tak lama, yang ditunggu pun tiba. Sebuah mobil sport berwarna hitam berhenti tepat di samping Ying dan Fang. Tentu mereka sudah hapal pemilik mobil tersebut. Ochobot. Dan tanpa basa-basi, mereka segera masuk ke dalam mobil bagian belakang.
"Dasar, ka-"
"Maaf menunggu lama. Sebelum datang kemari, aku menunggu teman kalian yang di sebelahku ini lama sekali," ujar Ochobot tanpa menoleh dan menjalankan mobilnya, sebelum Ying menyelesaikan pertanyaannya.
"Hehe... Sori. Tadi perutku sakit, jadi bolak-balik ke toilet," cengir Gopal sambil mengancungkan jari telunjuk dan jari tengahnya.
Fang mendesah. "Kalau kamu sakit, jangan paksain diri untuk ikut, Gopal."
"Dey, Fang! Aku nggak sakit, kok. Aku kan ingin melihat Boboiboy dan Yaya bertanding di hari pertama! Emangnya nggak boleh?"
"Haiya... Bukan gitu. Daripada nanti kamu bolak-balik ke toilet lagi di sana." Ying mengingatkan Gopal.
"Nggak bakal, Ying, tenang aja." Gopal tetap bersikeras.
"Hm, terserah kamu saja."
OoOoO
"Boboiboy, boleh aku bertanya sesuatu?"
"Oh, silakan."
Awalnya Yaya ragu untuk bertanya kepada Boboiboy apakah ia masih mengingat pertandingan tingkat SMP yang terakhir dua tahun silam atau tidak, karena Ying telah memberitahukannya kalau pemuda itu...
"Memang kamu bisa ingat. Lah dia? Jangan harap, deh. Dia tuh orangnya pelupa kelas berat, Yaya."
Itulah kata-kata Ying yang ia ingat.
Tapi, rasa penasaran gadis itu semakin tinggi. Jadi, tidak ada salahnya untuk bertanya.
"Kamu masih ingat pertandingan se-nasional tingkat SMP dua tahun lalu?" tanya Yaya.
"Oh, tentu aku ingat," jawab Boboiboy.
"Terus, kamu mendapat juara satu di tunggal putra, kan?"
"Iya. Dari mana kamu tahu?"
"Lawanmu di final waktu itu adalah teman sekelasku dari SMP Johor. "
"Oh! Jadi dia itu temanmu?! Eh, berarti... Kamu juga ikut pertandingan itu?"
"Iya, dan aku pernah melihatmu," jawab Yaya akhirnya. Boboiboy sedikit tercengang dengan apa yang gadis itu katakan. "Terus terang, aku masih nggak nyangka bisa bertemu denganmu."
Boboiboy hampir kehabisan kata-kata mendengarnya. "Wow... Aku bahkan tidak pernah melihatmu sebelumnya, atau mungkin aku lupa. Entahlah." Boboiboy mengendikan bahu.
Dari situ Yaya menarik kesimpulan, Boboiboy memang pelupa, tapi bukan berarti ia tidak mengingat semua kejadian.
"Oh, iya. Kalau akhirnya kita bisa bertemu, apa jangan-jangan... Kita jodoh, ya?" goda Boboiboy.
"Huu... Dasar ge-er," celetuk Yaya sambil menepuk bahu Boboiboy pelan. Sementara Boboiboy hanya terkekeh.
"Boboiboy, Yaya. Cepat bersiap-siap. Kini giliran kalian," panggil Papa Zola tiba-tiba. Pasangan ganda campuran tersebut kaget. "Apa kalian tidak mendengar nama kalian dipanggil barusan? Cepat ke lapangan nomor 5, sekarang!" serunya lagi.
"Baik, Pelatih!" Boboiboy dan Yaya segera mengambil tas. Belum sempat beranjak, tiba-tiba sepasang tangan besar nan kokoh mendarat di bahu Boboiboy dan Yaya sehingga memaksa mereka berhenti di tempat.
"Lakukan yang terbaik, oke?" ujar Papa Zola kepada Boboiboy dan Yaya.
"Terima kasih, Pelatih!" balas mereka serentak.
Pasangan ganda campuran tersebut berjalan menuju lapangan nomor 5, begitu juga dengan pasangan dari sekolah lain yang akan menjadi lawan mereka. Kemudian mereka menaruh tas masing-masing di samping lapangan dan menambil raket.
"Yuk, kita pemanasan dulu," ajak Boboiboy pada Yaya.
Masing-masing pasangan ganda campuran melakukan pemanasan selama beberapa menit. Kemudian wasit menentukan siapa yang melakukan serve lebih dulu dengan menjatuhkan kok di net. Kok tersebut menunjuk ke arah Boboiboy/Yaya.
"0-0. Play game!"
Yaya melakukan ancang-ancang untuk memulai pertandingan. Ia kembali menghela napas untuk tetap rileks dan berusaha untuk tidak gugup. 'Oke, tetap fokus,' batinnya dalam hati.
Sementara Boboiboy was-was di belakang Yaya. Ia bisa melihat tangan gadis itu sedikit bergetar. 'Kurasa dia semakin gugup,' batinnya khawatir. Namun ia sendiri juga harus tetap fokus.
Alhasil, serveyang dilakukan Yaya berhasil dan mereka mengerahkan segala kemampuan masing-masing untuk mendapat skor.
.
"Wah... Nggak nyangka mereka berdua menjadi pasangan ganda campuran."
"Ya, kamu benar."
Sepasang ganda campuran sedang melihat pertandingan Boboiboy/Yaya di bangku penonton. Lebih tepatnya, dua orang tersebut sedang mencari tahu gaya bermain mereka.
"Boboiboy, yang pernah mengalahkanku dua tahun lalu. Tentu aku sangat mengingatnya."
"Dan Yaya, ternyata dia masuk SMA Pulau Rintis. Gaya bermainnya juga tetap sama."
"Hahaha... Menarik. Kurasa kita akan bertanding melawan mereka."
.
.
.
Keempat sahabat Boboiboy sampai ke tempat pertandingan dan langsung duduk di bangku penonton. Mereka mencari-cari di lapangan mana Boboiboy/Yaya bermain, dan akhirnya ketemu.
Namun...
"Game! 2-0. Boboiboy/Yaya win!"
"Hah? Mereka udah selesai?! Yaahh... Kenapa cepat sekali? Padahal aku belum melihat mereka bermain!" seru Gopal kecewa melihat kedua sosok yang dicarinya itu meninggalkan lapangan tersebut.
Tiga pasang mata langsung mengarah ke pemuda gempal itu dengan wajah kesal. 'Yang bikin kita datang terlambat kan kamu sendiri, bodoh!' batin mereka kompak.
"Sudahlah, Gopal. Nanti mereka bertanding lagi," ucap Fang.
"Oh, iya, ya. Hehehe...," cengir Gopal. Namun tiba-tiba, Gopal merasa perutnya kembali mulas. Namun ia berusaha untuk tidak menunjukkannya pada teman-temannya.
"Uh... Teman-teman, aku mau beli minum dulu ya," katanya bohong, kemudian buru-buru keluar ke tempat minum yang ada di lantai bawah- bukan, lebih tepatnya, toilet.
Sementara ketiga temannya melihat kepergian Gopal curiga.
"Mau beli minum kok pegang perut? Udah gitu larinya cepat banget, lagi?" tanya Ochobot heran.
Ying menepuk jidatnya. "Hedeh... Palingan dia sakit perut lagi."
.
Gopal kembali merasa lega setelah keluar dari toilet pria. "Uh... Ini pasti gara-gara tadi pagi aku makan sambal nasi lemak terlalu banyak," rutuk Gopal pada diri sendiri. "Kuharap kali ini aku tidak mulas lagi."
Kemudian ia segera menuju tempat vending machine yang letaknya tidak terlalu jauh dari toilet. Namun, sebelum sampai ke sana, Gopal melihat seorang pemuda yang baru saja lewat.
"Boboiboy!" seru Gopal memanggil sahabatnya dan segera menghampirinya.
Pemuda yang dipanggil itu berbalik. "Eh, Gopal! Kamu datang sendiri? Mana yang lain?"
"Nggak lah. Yang lain juga ada di sini, kok," jawab Gopal. "Tapi sayangnya kami datang agak terlambat. Jadi kami nggak sempat melihat penyisihan pertama kalian, deh."
"Ahaha, nggak apa-apa, kok. Aku senang kalian datang," ucap Boboiboy santai. "Udah ya, aku harus cepat, karena aku bakal bertanding lagi. Daah."
"Ah, sebentar, Boboiboy!"
Boboiboy berhenti lagi ketika hendak beranjak. "Kenapa?"
Dengan santai Gopal merangkul Boboiboy. "Hubungan kalian berdua udah sejauh mana?"
Boboiboy menaikkan sebelah alisnya "Aku dan Yaya, maksudmu? Kenapa kamu tanya begitu?"
"Duh, kamu ini... Malah nanya balik. Sikapmu terhadap Yaya terlihat berbeda akhir-akhir ini. Berarti kamu udah berhasil move on, dong?"
"Kalaupun aku cerita padamu, kamu pasti membocorkannya pada yang lain." Boboiboy berusaha melepas rangkulan Gopal darinya. "Sekarang lepaskan aku!"
"Dey! Kamu nggak percaya pada sahabatmu sendiri?" rengek Gopal dan tetap merangkul. Boboiboy memutar matanya. "Lagian, kamu mau Yaya sampai diambil orang lain lagi?"
"Nggak- Eh, Apa?!"
"Hahaha, skak mat!" Gopal tertawa senang dengan jawaban Boboiboy. Sementara pemuda itu menutup mulutnya dengan wajah merona. "Berarti benar dugaanku. Kamu udah menyukai Yaya," lanjutnya.
"Ish! Kamu mengganggu konsentrasiku!" Boboiboy mengalihkan topik. "Sudah, aku nggak punya waktu untuk membahas hal yang nggak penting!" Akhirnya ia berhasil melepaskan diri dari rangkulan Gopal dan bergegas lari.
"Eh, Boboiboy! Ya, ampun..."
.
"Dari mana aja, Gopal? Beli minum lama banget!" sindir Ochobot.
"Kamu nggak ke toilet lagi, kan?" tanya Ying curiga.
"Dey, aku lama tadi karena ketemu Boboiboy, tahu!" Gopal membela diri, berusaha untuk tidak mengungkit kata 'toilet', tapi juga tidak berbohong.
Sedangkan Fang tidak menggubris ketiga sahabatnya itu dan matanya fokus ke lapangan. Ia melihat Boboiboy dan Yaya tengah bersiap-siap memasuki lapangan dari kejauhan.
"Eh, kayaknya setelah ini mereka bakal bertanding lagi."
"Hah? Benarkah?!"
Sementara itu...
"Boboiboy, dari mana aja? Sebentar lagi giliran kita!"
"Maaf, maaf." Boboiboy segera mengambil raketnya. "Tadi aku bertemu Gopal. Ternyata mereka datang untuk menonton pertandingan kita."
"Oh, ya? Tapi, mereka ada di mana?" tanya Yaya sambil mencari-cari di mana mereka berada.
"Itu mereka!" tunjuk Boboiboy. Yaya mengikuti arah tangan pemuda itu dan mendapati keempat temannya sedang melambaikan tangan tinggi-tinggi dengan antusias dan memberi kode semangat. Mereka berdua pun membalas dengan tersenyum lebar.
"Pasangan ganda campuran Boboiboy/Yaya dari SMA Pulau Rintis, mohon menuju ke lapangan 5."
"Baiklah. Ayo," ajak Boboiboy. Dan Yaya mengangguk.
Yaya berjalan lebih dulu, dan Boboiboy mengekorinya dari belakang. Begitu melihat punggung gadis berambut pendek itu, entah kenapa hatinya mulai berkecamuk. Di sisi satu, rasa-rasanya ia ingin menyatakan perasaanya pada Yaya. Namun di sisi lain, ia takut jika berada di dekatnya, justru suatu hari gadis itu akan meninggalkannya dan pergi bersama lelaki lain. Ia takut untuk mengalami hal yang sama seperti dulu.
Boboiboy ingin, namun juga tidak mau banyak berharap.
'Aargh! Lagi-lagi pikiran ini muncul!' Boboiboy segera mengusir pikiran-pikiran aneh itu dan berusaha kembali fokus ke pertandingan.
OoOoO
Dalam pertandingan, pasti ada pihak yang menang dan yang kalah. Yang menang terus berlanjut sampai ke final, sedangkan yang kalah harus lengser dari pertandingan.
Termasuk...
"Maafkan kami, Pelatih! Kami kalah!" seru Suzy dan Nana.
"APA?! KALAH?!" Papa Zola terkejut. "Bagaimana kalian bisa kalah secepat itu, hah?!"
"Maaf, tapi... Lawan kami terlalu kuat!" jawab Nana.
"Oh, benarkah? Suzy, bisa jelaskan?"
"Begini, Pelatih. Gaya bermain mereka satu langkah lebih hebat daripada kami, sehingga kami terbawa arus permainan mereka. Selain itu, kami mulai kehilangan fokus, jadi kami sulit mengejar ketinggalan," jelas Suzy secara detail.
"Ya sudah. Belajar dari kekurangan kalian, dan pelajari gaya permainan lawan kalian untuk pertandingan kalian ke depan." Papa Zola memberi arahan.
"Baik, Pelatih!" seru Suzy dan Nana kemudian berlalu.
Papa Zola melihat catatan pertandingan yang ada di tangannya. "Satu persatu murid-murid Kebenaran dikalahkan. Dan yang masih bertahan tinggal..."
Ejo Jo (Tunggal Putra)
Amar Deep (Tunggal Putra)
Siti (Tunggal Putri)
Adu Du/Probe (Ganda Putra)
Boboiboy/Yaya (Ganda Campuran)
Dan Papa Zola tersenyum senang dengan nama yang tertera di bagian paling bawah. "Haha... Ini baru murid kegemaran saya..."
.
.
Singkat cerita, suasana gedung pertandingan tersebut semakin riuh. Sampailah ke babak final. Dan mari kita fokus kepada pasangan ganda campuran dari SMA Pulau Rintis yang tengah bersiap-siap memasuki lapangan.
PIhak lawan tampak juga memasuki lapangan, berpapasan dengan Boboiboy dan Yaya sehingga dapat bertemu muka.
"Heh, akhirnya kita bertemu... Boboiboy, Yaya," ucap seorang pemuda dengan senyum seringai.
Yaya terkejut, bukan karena kata-kata pemuda itu barusan. Tapi ia sangat mengenal wajah pemuda itu. "Iwan?!"
Sedangkan Boboiboy hanya menaikkan sebelah alisnya tidak mengerti. Dan juga bertanya-tanya, apakah Yaya pernah bertemu dengannya sebelumnya.
"Iwan?" Boboiboy berpikir sejenak. "Yaya, siapa dia? Padahal aku nggak enal dia, tapi kenapa dia bisa tahu namaku?" tanya Boboiboy polos.
Dan itu sukses membuat Iwan jengkel. "Nggak kenal, katamu?! Akulah lawan yang pernah dikalahkan olehmu di pertandingan final dua tahun lalu, tahu tak?!"
"Oh... Ternyata kamu, toh...," Boboiboy baru ingat sekarang, dan juga mengerti siapa yang dimaksudkan Yaya. "Maaf, aku lupa," cengirnya sambil menggaruk pipinya. Sedangkan Iwan hanya membuang muka sebal.
Kemudian muncul seorang gadis yang mempunyai seragam yang sama dengan Iwan. "Yaya, udah lama nggak ketemu," sapanya ramah.
"Hai, Vinna," sapa Yaya. "Ternyata kalian satu sekolah ya?"
"Iya. Kami nggak nyangka bisa bertemu dengan kalian sebagai lawan," jelas Vinna.
"Benar," sambung Iwan. "Dan kami mau tahu sejauh mana kemampuan kalian sekarang ini. Baiklah, semoga berhasil," ujarnya dan kemudian berlalu.
"Cih, sombong sekali!" rutuk Boboiboy kesal.
"Sudahlah, Boboiboy. Ayo," ajak Yaya. Boboiboy hanya mendumel tidak jelas.
.
"0-0. Play game!"
Vinna melakukan serve lebih dulu. Kedua belah pihak mengerahkan seluruh kemampuan mereka. Alhasil, gaya permainan Iwan/Vinna kali ini lebih kuat sehingga mendapat skor lebih uggul dibanding Boboiboy/Yaya.
Tim Boboiboy/Yaya berusaha mengejar ketinggalan, namun sayang, seolah-olah mereka tidak diberi kesempatan untuk menyerang balik. Hebatnya, Boboiboy dan Yaya tetap mempertahankan kekompakan mereka.
"Ayo, Boboiboy. Jangan putus asa," ujar Yaya sambil mengangkat tangan kirinya. Boboiboy hanya tersenyum dan memberi tos.
Ketika Iwan melakukan serve, sesekali ia memasang wajah meremehkan pada pihak lawan. Tentu Boboiboy yang melihatnya dongkol dan berkata dalam hati 'awas-kau-nanti'.
Dan akhirnya, set pertama berakhir yang dimenangkan oleh Tim Iwan/Vinna.
"Arrgh, sial! Kenapa mereka menjadi kuat sekali?! Seakan-akan mereka udah mempelajari gaya bermain kita, sehingga mereka menggunakan itu untuk ngalahin kita!" ujar Boboiboy kesal sambil mengelap keringatnya dengan handuk.
Sementara Yaya hanya berdiam sejenak sambil berpikir. "Hmm... Kamu ada benarnya juga. Mereka tidak membiarkan kita untuk menyerang."
"Kalau begitu, kita harus membuat strategi baru!" ucap Boboiboy.
"Strategi baru ya...? Ha, jadi begini..."
.
.
.
Set kedua dimulai, Yaya melakukan serve. Kali ini, Yaya mencoba mengecoh lawan dengan teknik netting. Itulah langkah mereka untuk bisa menyerang balik dengan smash mematikan dari Boboiboy. Tentu saja itu membuat Tim Iwan/Vina mulai kelabakan, tidak bisa menyerang balik.
Itu berlanjut hingga ke rubber set. Masing-masing pihak bersaing ketat ketika mencapai match point namun diakhiri dengan kemenangan Boboiboy/Yaya dengan skor 15-21, 21-17, 22-20.
Sorak kemenangan menggema saat itu juga. Terutama pasangan ganda campuran tersebut.
Saking senangnya, secara tidak sadar Boboiboy membawa Yaya ke dalam pelukannya. Yaya memeluk balik sambil menangis bahagia. Mereka berada dalam posisi tersebut cukup lama, sebelum akhirnya Yaya tersadar lebih dulu kemudian langsung melepas pelukannya dengan wajah semerah tomat.
"Oh, maaf," ucap Boboiboy sambil menahan malu atas apa yang dilakukannya. "Tapi... Lama juga kita berpelukan, ya," godanya. Kemudian Yaya memukul pundaknya pelan.
Kemudian Iwan dan Vinna mendekati mereka. "Hebat. Kalian memang hebat," puji Iwan.
"Terima kasih," jawab Boboiboy malu.
OoOoO
"Baiklah, terima kasih atas usaha kalian hari ini," ucap Papa Zola sambil bertepuk tangan, kemudian diikuti para murid.
"Selamat kepada Ejo Jo, juara satu Tunggal Putra. Amar Deep juara tiga Tunggal Putra. Siti, runner-up Tunggal Putri, dan Boboiboy/Yaya juara satu Ganda Campuran. Dan bagi yang kalah, jangan mudah berputus asa. Kalian sudah melakukan yang terbaik, dan kalian harus tingkatkan kemampuan untuk pertandingan berikutnya," jelas Papa Zola. "Tapi latihan keras akan berlaku nanti," sambungnya.
Glek. Semua murid meneguk ludah paksa.
"Sudah, sekarang bubar! Kembali ke bus sekolah!"
.
.
"Fuh... Akhirnya kita menang," desah Boboiboy lega ketika melihat medali emas dikalungkan pada lehernya.
"Iya," ucap Yaya setuju, namun dengan suara agak pelan. "Tapi jangan puas sampai di sini. Masih ada pertandingan lain menanti kita."
"Benar. Tentunya kita harus berusaha la-"
Boboiboy tidak sempat meneruskan kata-katanya ketika ia merasa ada sesuatu yang berat di bahu kanannya. Ternyata Yaya tertidur dan secara tidak sengaja kepalanya bersandar di bahu Boboiboy.
"Aik? Cepat banget tidurnya," ujarnya sambil menggelengkan kepalanya. Takut Yaya terbangun, Boboiboy merilekskan diri dengan posisinya itu. Ia kembali melihat gadis yang tertidur itu dengan tersenyum lembut.
"Kamu tahu, Yaya?" bisiknya pelan. "Aku menyukaimu."
.
.
.
TBC
Haloooooo... Akhirnya saya update juga, setelah fanfict ini update akhir tahun lalu. Hueeee, gomenasai, minna. Saya agak sibuk, dan juga ada rasa malas mau ngelanjutin /plakk
Harap maklum ya, chapter ini banyak mengandung unsur Bulutangkis, karena saya memang suka olahraga itu. Tapi kalian bisa ngikutin jalan ceritanya kan?
Tadinya lawan terakhir Boboiboy dan Yaya itu adalah Sai dan Shielda, karakter baru dari BoBoiBoy Galaxy episode 11. Tapi karena aku udah masukin Iwan ama Vinna (OC numpang lewat) di chapter sebelumnya, ya ga jadi. Nanti saya pikirin lagi deh.
Kalo kalian mau bertanya, "Kok ada Ejo Jo, Adu Du dan Probe?" Yah, anggap aja mereka bukan musuh berat Boboiboy, soalnya mereka satu sekolah, cuma anak-anak bandel tapi bisa diandalkan /gak.
Dan terima kasih bagi yang setia menunggu fanfict saya ini.
Jangan lupa reviewnya ^^