TROIS HOMMES
(Tiga Lelaki)
Title:
TROIS HOMMES
Author:
Elixir Edlar
Pairing:
CHANBAEK and others
Cast :
Byun Baekhyun as Byun Baekhyun
Park Chanyeol as Chan Park
Kim Jongin as Kai Alexander
Kim Jongdae as Kim Jongdae
Oh Sehun as Ozanumi Sehun
Zhang Yixing as Zhang Lay
Kim Minseok, Do Kyungsoo, Kim Suho, Kris Wu, Tao Huang
Genre:
Adventure, Romance
Rate:
Teenager (T) menjurus Mature (M)
Length:
Chaptered
Disclaimer:
All cast belong to God, their parents and SM. Ent. I do not own the characters.
This story is ORIGINALLY from my OWN mind.
Warning :
Boys Love, Typos, EYD-failed, Alternate Universe, Unbeta-ed.
Out Of Character (OOC)
Read On Your Own Consent! Thank You~
.
Elixir Edlar Presents
.
.
Trois Homme©2016
.
.
Seminggu sudah Baekhyun berada di kediaman Ric Voltaire. Selama seminggu itu pula Baekhyun hanya dibiarkan menganggur, tidak ada instruksi ataupun tugas yang harus ia kerjakan. Lama-lama ia pun bosan, sehingga ia akan pergi berkeliling mansion setinggi lima lantai itu dengan luas bangunan kira-kira seluas lapangan bola untuk mengatasi kebosanannya. Terlebih pekarangan mansion yang menyerupai hamparan lapangan golf daripada pekarangan sebuah 'rumah', karena luasnya yang memang luar biasa. Di sisi kiri mansion terdapat sebuah labirin raksasa yang sayangnya akses masuknya terkunci sehingga ia tidak bisa menjelajah dan tersesat di dalamnya.
'Di dunia ini, tidak ada pintu yang terkunci. Tapi—main-mainnya besok-besok sajalah,' gumamnya dalam hati, sementara wajahnya menyembulkan seringaian tipis yang tidak kentara.
Saat ini Baekhyun tengah berjalan-jalan di sisi kanan mansion yang terdekorasi oleh berbagai macam jenis mawar. Mungkin Mr. Voltaire seorang pecinta mawar, pikir Baekhyun. Karena sejauh matanya memandang, yang ia tangkap hanyalah hamparan bunga berkelopak cantik nan berduri tersebut.
"Wow..Black Rose!" binar matanya nampak ketika mendapati spesies mawar langka yang biasanya ia lihat di laman internet saja selama ini.
Baekhyun berniat untuk menyentuh bunga tersebut, namun urung dan segera menarik tangannya kembali. "Peraturan agen rahasia nomor sebelas, jangan mudah terpesona oleh hal-hal yang menarik perhatian. Oke, bisa saja mawar ini adalah sejenis mutant yang durinya bahkan lebih beracun dari bisa ular laut! Aku harus ekstra waspada di sini," ia memperingatkan dirinya sendiri.
Sepanjang perjalanan di sekitar mansion, ia banyak bertemu dengan 'orang-orang' Mr. Voltaire, baik pelayan, pengawal pribadi, butler, juru masak, housekeeper, maupun tukang kebun. Ia juga sudah berulang kali menyapa mereka, mengajak berkomunikasi, bahkan bertanya-tanya tentang Mr. Voltaire. Tapi entah kenapa, mereka semua selalu mengalihkan pembicaraan ketika disinggung perihal majikannya tersebut. Sepertinya, semua orang sengaja menutup mulut untuk beberapa alasan, pikir Baekhyun. Ia tidak terlalu heran mengingat Mr. Voltaire merupakan mantan pimpinan organisasi agen rahasia sehingga sudah tentu beliau mempekerjakan orang-orang khusus yang memang setia dan dapat dipercaya—yang tidak akan seenaknya membuka mulut untuk orang-orang baru yang 'asing' bagi mereka.
Baekhyun masih asyik mengamati jajaran mawar cantik aneka warna di hadapannya ketika seseorang, yang ia ketahui sebagai caretaker Mr. Voltaire, tergesa-gesa menghampirinya.
"Mr. Byun! Kau di sini rupanya, Mr. Voltaire mencarimu kemana-mana. Beliau pikir kau hilang atau diculik oleh seseorang dari mansion ini," katanya dengan napas masih terengah.
'Memangnya aku anak kecil yang semudah itu hilang atau diculik orang? Yang benar saja,' gerutunya dalam hati. Namun di hadapan caretaker tersebut, ia tersenyum lebar—yang tentunya palsu—dan berujar, "Well, aku hanya merasa bosan. Jadi kuputuskan untuk berjalan-jalan di taman, Kyungsoo," ucapnya dengan nada sesopan yang ia bisa pada Kyungsoo, caretaker Mr. Voltaire.
"Oh, begitukah?" Kyungsoo terkekeh pelan, "Jadi, bagaimana kalau kau ikut aku masuk ke dalam untuk menemui Mr. Voltaire. Beliau sepertinya sudah menyiapkan tugas pertama untuk kau kerjakan," jelasnya.
Baekhyun menghela napas panjang sebelum berbicara, "Ide bagus, karena aku sudah tak sabar untuk menyelesaikan tugas pertamaku itu," ujarnya dengan senyuman yang terbingkai di wajah tirusnya.
Keduanya pun berjalan menyusuri taman bunga dan masuk ke dalam mansion megah nan mewah tersebut. Hawa sejuk langsung menguar tepat ketika mereka menginjakkan kaki ke dalam mansion mantan orang nomor satu di Exordium itu. Setelahnya, ia bersama dengan Kyungsoo menuju lantai tiga, tempat dimana sang majikan mendiami ruang kerjanya.
Pintu diketuk dari luar oleh sang caretaker. Segera setelah mendapat sahutan 'masuk', dari dalam, mereka berdua pun beranjak masuk ke dalam ruang kerja Mr. Voltaire tersebut.
"Ah, Mr. Byun! Kau sudah datang rupanya. Silakan duduk dan mari minum teh dulu bersamaku," ajak Mr. Voltaire seraya menampilkan senyuman yang menawan.
Baekhyun tersenyum—sekadar formalitas—dan mengambil tempat duduk di hadapan Mr. Voltaire, mengabaikan si caretaker yang hanya berdiri saja di belakangnya. "Thank you Mr. Voltaire, merupakan suatu kehormatan untukku bisa mendapat jamuan minum teh bersamamu," Baekhyun berusaha meniru gelagat yang sering Luhan lakukan ketika berbaur dengan 'orang-orang penting'.
"Tidak perlu terlalu formal begitu. Natural saja Mr. Byun," Mr. Voltaire menatap hazel gelap Baekhyun dalam-dalam, membuatnya sedikit tidak nyaman. Ah, Baekhyun lupa kalau orang tua di depannya ini punya kemampuan membaca pikiran, meski belum terbukti secara ilmiah sih.
Baekhyun menghela napas dalam lalu mengembuskannya dengan keras. Sepertinya percuma saja berakting di hadapan lelaki tua ini, pikirnya. "Eum, Mr. Voltaire, sejujurnya saya lebih suka kopi daripada teh jika anda tidak keberatan," Baekhyun tersenyum lebar seraya menampilkan eyesmile-nya yang begitu manis. Kali ini senyumnya tanpa ditambah pemanis buatan rupanya.
"Oh, begitukah? Baiklah aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan kopi untukmu. Kopi apa yang kau mau Mr. Byun?" Mr. Voltaire mengisyaratkan Kyungsoo untuk menyuruh pelayan membuatkan kopi untuk Baekhyun.
Baekhyun terkesima, tak disangkanya lelaki tua yang notabene majikan barunya ini tidak marah sama sekali ataupun menunjukkan gelagat tidak suka. Ia tetap kooperatif dan tenang. Mungkin karena ia sudah uzur, pikir Baekhyun.
"Biasanya aku akan membuatnya sendiri dengan sebuah coffee-maker. Tapi sepertinya—akan sangat merepotkan jika harus membawa seperangkat coffee-maker beserta biji kopinya kemari. Kalau begitu, aku mau secangkir espresso saja tanpa ampas dan buih. Dan jangan tambahkan gula. Kalau bisa, tolong berikan gula kubus yang disajikan terpisah saja. Terima kasih sebelumnya," Well, Baekhyun mulai menunjukkan karakter aslinya yang super cerewet dan banyak maunya itu.
Mr. Voltaire terkekeh pelan, suaranya terdengar begitu dalam, "Tak kusangka kau cerewet juga ternyata," ia menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Eum, Tuan sendiri yang memintaku untuk tidak terlalu formal. Dan inilah tampilan diriku yang natural," ucapnya dengan penuh percaya diri, sementara Mr. Voltaire menganggukan kepalanya sambil tersenyum tipis.
Mr. Voltaire—menurut pandangan Baekhyun, adalah seorang lelaki tua berusia delapan puluh tahun yang lebih terlihat seperti lelaki lima puluh tahunan dengan pesona kharismatik a la James Bond. Tubuhnya tinggi menjulang; mungkin sekitar 186 cm, dengan bahu yang tegap, dan lengan kokoh yang masih tampak kekar meski usianya sudah tidak muda lagi. Surainya kini berwarna abu, mungkin saja semasa mudanya, lelaki tua ini bersurai blonde atau cokelat terang. Mr. Voltaire juga memelihara kumis dan jenggot yang menutupi sebagian wajahnya, sehingga tampak seperti aktor kawakan India—Amitabh Bachchan. Namun, satu hal yang dirasa ganjil oleh Baekhyun. Lelaki tua ini tampak tidak asing bagi Baekhyun. Seolah-olah mereka pernah saling mengenal sebelumnya. Entahlah, mungkin ini semacam de javu, pikirnya.
"Permisi Mr. Byun, ini pesananmu. Secangkir espresso tanpa ampas dan buih, beserta gula kubus yang disajikan terpisah. Selamat menikmati~" seorang wanita paruh baya meletakkan baki minuman di atas meja sembari tersenyum manis.
"Terima kasih Mrs—" Baekhyun menjeda kalimatnya belum tahu nama pelayan wanita itu.
"Ailee—Mr. Byun," sahutnya tanpa melepaskan senyum yang terpatri di wajahnya.
"Oh, thank you Mrs. Ailee," Baekhyun tersenyum ramah, mood-nya seketika bagus begitu aroma kopi yang harum menyapa indera penciumannya. Dasar pecinta kopi.
Mrs. Ailee segera undur diri begitu selesai menyajikan minuman untuk Baekhyun, meninggalkannya bertiga saja dengan Mr. Voltaire, dan Kyungsoo yang masih betah berdiri. Memangnya tidak lelah berdiri terus? Pikir Baekhyun.
"Have a drink Mr. Byun, sementara aku akan memberitahukan tugas pertamamu sebagai asisten pribadiku."
Baekhyun mengangguk dan mulai mendengarkan kata demi kata yang diucapkan oleh majikan barunya tersebut.
.
.
Sebuah ruangan berundak-undak dari bawah sampai atas, dengan jejeran kursi yang terlipat tegak di setiap undakan. Sebuah layar besar terpampang di seberang undakan tersebut. Ya, ruangan itu adalah gedung bioskop pribadi milik Mr. Voltaire yang berada di dalam mansionnya sendiri. Luar biasa! Kekayaan seorang milyuner lanjut usia—namun tidak renta—benar-benar tidak bisa diremehkan, batin Baekhyun.
Tugas pertama yang diberikan oleh Mr. Voltaire pada Baekhyun selaku asisten pribadinya adalah menganalisis sebuah film. Menurutnya, ini adalah tugas termudah sepanjang perjalanan karirnya sebagai agen rahasia. Ternyata melakukan misi sebagai agen external-insider tidak buruk juga, pikirnya. Ia bahkan diberi bekal berupa popcorn, nachos, cola, cider, biskuit, keripik kentang, dan berbagai macam snacks lainnya yang sudah lama tidak ia temui setelah menjadi seorang agen rahasia.
.
Baekhyun mengambil tempat duduk di bagian tengah kursi penonton, tangannya menata perbekalan yang ia bawa di sisi kanan dan kiri tempat duduknya. Ia memilih popcorn sebagai camilan pertama yang akan menemaninya nonton film. Sesaat kemudian lampu utama mati dan sebuah proyektor dinyalakan, menampilkan cuplikan iklan di sebuah layar besar di depan sana, sebelum film utama diputar. Setelah cuplikan iklan selesai, muncullah sebuah tulisan berjudul Woody Woodpecker, menampilkan gambar animasi burung pelatuk berwarna dominan merah dan biru.
Baekhyun manggut-manggut menantikan frame demi frame film diputar, ia raih kaleng cola-nya dan mulai menenggaknya. Namun segera disemburkannya lagi, begitu adegan pertama dalam film tersebut mulai diputar—matanya terbuka lebar dan ia langsung tersedak.
"Uhuk! Uhuk! Uhuk! Oh, shit! It's porn for my popcorn's sake!"
Baekhyun cukup terkejut ketika menyadari bahwa film yang akan ditontonnya adalah film dewasa yang menampilkan adegan seks antara pria dan wanita. Bayangkan, layar bioskop sebesar itu menampilkan film biru! Dan kau terjebak sendirian di tengah kegelapan dan dinginnya ruangan.
Namun—hal itu sebenarnya tidak berpengaruh bagi Baekhyun, karena pada dasarnya ia memang bukan pecinta makhluk bernama wanita. Hasilnya, ia hanya terkejut sesaat lalu kembali ke mode santainya seperti semula—sambil menikmati camilan yang ia rasa jauh lebih nikmat daripada sekadar menyaksikan dua orang berbeda jenis yang saling menyatukan kelamin mereka masing-masing.
"Slruuup..nyam nyam nyam. Film seperti ini apanya yang mau dianalisis? Adegannya saja monoton begitu. Masuk-keluar, masuk-keluar, lalu ahh-ohh, ahh-ohh, kemudian aaahhhh! Apanya yang menarik? Aneh sekali," Baekhyun meracau sendiri sampai filmnya habis setengah jam kemudian. Ia lebih memilih menyibukkan diri dengan snack-snack yang masih menggoda untuk dihabiskan. Setelah sekian lamanya tidak berjumpa dengan snack-snack semacam itu, akhirnya Baekhyun bisa menikmatinya juga.
Film pertama usai, layar di depan Baekhyun masih sibuk menampilkan iklan-iklan yang sama sekali tidak ia perhatikan. Ia sudah paham jika film yang kedua ini tidak akan berbeda jauh dengan film yang pertama. Ia bahkan telah memprediksi bahwa film yang kedua nanti adalah film biru sesama jenis.
Logikanya mudah saja bagi Baekhyun, setelah film biru heteroseksual tidak mampu 'menggugahnya', maka diputarkanlah film biru homoseksual, dengan tujuan yang sama—dan Baekhyun sudah menduga tentang hal ini sebelumnya.
Jreeeeng...
Layar di depan menampilkan adegan pertama dari film kedua yang diputar.
"Nah, kubilang juga apa!? Kalau tadi permainan antara stop kontak dan colokannya. Kali ini adalah lomba mengebor sumur. Bor yang lebih besarlah yang berhak masuk ke dalam sumur, seperti biasa. Huft—whatevs, mari kita saksikan film ini sampai habis," seru Baekhyun dengan nada malas yang begitu kentara dalam kalimatnya.
Seperti reaksinya sebelumnya, Baekhyun hanya menyaksikan adegan demi adegan film di depannya sambil memasukkan berbagai macam makanan ringan ke dalam mulutnya—sesekali menguap malas. Kini ia malah merasa mengantuk akibat perut yang terlalu penuh oleh junk food.
Tepat ketika ia nyaris menuju ke alam mimpinya, lampu utama di ruang bioskop itu menyala terang sehingga menyakiti mata Baekhyun yang kelopaknya sudah terasa sangat berat.
"Oh, sudah selesai. Astaga, aku ketinggalan bagian akhirnya! Lalu bagaimana menganalisisnya? Apa filmya tidak bisa diputar ulang?" ujar Baekhyun, sengaja mengeraskan suaranya.
"Kalau film yang pertama sih tidak usah di-anal-isis, karena memang tidak ada adegan anal-nya. Nah, kalau yang kedua? Bukankah adegannya itu anal semuanya? Lalu apa lagi yang mau di-anal-isis?" Baekhyun bermonolog sambil beranalogi.
Sedikit konyol memang, tapi Baekhyun harus melakukannya. Ia harus berakting dengan baik sampai Mr. Voltaire tidak mengetahui kalau ia sedang berakting. Sejujurnya Baekhyun mengerti benar alasan utama di balik tugasnya untuk menganalisis film porno itu. Ingat, Baekhyun tidak sebodoh itu. Baekhyun sadar sepenuhnya kalau mereka—dalam hal ini Mr. Voltaire dan kroni-kroninya—hanya ingin mengulik orientasi seksual seorang agen unggulan Exordium yang sampai saat ini masih menjadi misteri.
Mr. Voltaire menghampiri Baekhyun yang masih terduduk nyaman di kursinya. Mengambil satu tempat duduk yang berjarak dua kursi dari kursi yang ditempati Baekhyun saat ini. Terang saja, dua kursi itu penuh dengan snack-snack makanan beserta bungkusnya yang berserakan. Sungguh sangat tidak cinta kebersihan.
"Well, Mr. Byun, kurasa kau..." belum selesai Mr. Voltaire berbicara, Baekhyun menyela.
"Aku aseksual!" selorohnya cepat, gurat kejengahan tercetak jelas di air mukanya. "Mr. Voltaire, terima kasih atas film dan makanan gratisnya sebelumnya. Tapi jujur, aku sedikit tersinggung dengan cara anda mengulik orientasi seksual seseorang. Itu sangat tidak etis menurutku. Anda seharusnya bisa bertanya langsung, bukannya menyuguhkan film biru seperti yang anda lakukan terhadapku tadi."
Mr. Voltaire mencoba berbicara namun tampaknya ia kehilangan kata-katanya. Benar-benar kalah telak oleh Baekhyun kali ini. Baekhyun memang tidak terduga dan tidak bisa ditebak semudah itu. "Um, Mr. Byun kau pasti salah sangka karena..."
"Cukup Mr. Voltaire! Apakah anda berharap aku straight atau gay? Sehingga aku akan bermasturbasi di tengah kegelapan dalam dinginnya ruangan ini? Mendesah-desah seperti jalang yang butuh belaian kasih sayang? Apakah anda pecinta sesama jenis? Apakah anda pedofilia? Apa tujuan anda Mr. Voltaire?" Baekhyun membombardir Mr. Voltaire dengan pertanyaan-pertanyaan yang pedas dan begitu menusuk. Ia menantikan reaksi Mr. Voltaire, sedikit berharap lelaki tua itu akan marah padanya kemudian mengembalikannya ke Exordium.
Di luar dugaan, Mr. Voltaire justru tersenyum ramah, "Mr. Byun, aku benar-benar menyesal karena telah melanggar batas privasimu dan aku minta maaf untuk itu. Aku hanya—melakukan sedikit tes. Aku hanya ingin tahu kemiripanmu dengan seseorang di masa lalu yang juga merupakan salah satu mantan agen rahasia terbaik Exordium. Aku benar-benar tidak tahu kalau hal itu membuatmu begitu marah. Sekali lagi aku minta maaf Mr. Byun."
Baekhyun geming di tempatnya, tampak melamun atau tepatnya bermonolog dalam hati. Sejujurnya jika Mr. Voltaire atau siapa pun bertanya tentang orientasi seksualnya, ia selalu menjawab dengan, 'Maaf, kurasa aku berhak untuk tidak menjawab pertanyaan itu', jadi Baekhyun tadi sekadar basa-basi saja.
"Mr. Byun?" Mr. Voltaire menyentuh bahu sempit Baekhyun, membuatnya sedikit berjengit karena sentuhan tangan besar Mr. Voltaire.
"Eh, iya?" Baekhyun nampak bingung. Namun dengan cepat ia menguasai dirinya. "Oh, um—begitukah? Jadi, anda ingin melakukan uji kemiripan antara aku dengan mantan agen Exordium sebelumnya?" tanya Baekhyun ragu-ragu. Ini sungguh di luar dugaan.
"Well, aku benci mengatakannya, tapi sejujurnya memang iya. Kau diberi misi untuk—diuji coba Mr. Byun. Kami akan mengadakan beberapa uji coba untuk menyiapkanmu dalam misi yang jauh lebih besar. Top Secret Mission, khusus untuk agen grade-A berlencana platinum. Kau memang agen grade-A, tapi lencanamu masih gold. Kau perlu di-upgrade Mr. Byun," jelasnya pada Baekhyun.
"Mm, begitukah? Sejujurnya aku penasaran. Kalau anda tidak keberatan, bolehkah aku tahu siapa mantan agen rahasia yang anda jadikan perbandingan denganku itu?" Baekhyun bertanya, entah mengapa tiba-tiba ia penasaran.
"Namanya Byron Bucketter..." jawab seraya menatap manik gelap Baekhyun dalam-dalam. Dan Mr. Voltaire mengingat cuplikan memori antara dirinya dengan seseorang yang bernama Byron Bucketter tersebut.
"Seorang manusia akan kehilangan jati dirinya sebagai manusia apabila melanggar batas-batas kemanusiaan dengan melakukan berbagai hal yang tidak manusiawi. Betul begitu Mr. Byun?" tanya Mr. Voltaire.
Sebuah kernyitan bingung muncul di dahinya, kenapa tiba-tiba bertanya seperti itu? "Mm, kurasa iya," jawabnya sekenanya.
"Manusia yang melakukan percobaan terhadap manusia bernyawa lainnya, tidak ada bedanya dengan seorang kanibal karena secara tidak langsung ia telah merampas hak hidup orang lain, meskipun ujungnya tidak selalu berakhir dengan kematian. Kau setuju Mr. Byun?" tanya Mr. Voltaire lagi membuat Baekhyun semakin tidak mengerti dengan apa yang sedang dibicarakan majikannya itu. Apakah ini sebuah tes? Pikirnya.
"Ya, aku setuju. Apa gunanaya dibuat Universal Declaration of Human Rights pada tanggal 10 Desember 1948 di Palais de Chaillot, Perancis—jika masih ada praktik kanibalisme? Bukankah ini termasuk kategori pengebirian hak asasi manusia?" jawabnya sambil beretorika.
"Hmm, Mr. Byun. Dua pertanyaanku tadi adalah pernyataan yang pernah dikatakan oleh Byron Bucketter ketika masih seusiamu dulu," Mr. Voltaire tersenyum. "Hari ini, cukup sampai di sini tesnya. Maaf jika telah membuatmu sedikit terkejut dan beristirahatlah Mr. Byun!" Mr. Voltaire meninggalkan Baekhyun yang masih belum berhasil menyinkronkan antara situasi yang terjadi dengan sel-sel syaraf abu-abu di otaknya.
"Jadi—tesnya hanya itu? Dua pertanyaan? Apa-apaan." Baekhyun ling-lung. Disambarnya bungkusan snack yang masih tersisa di kursinya dan dilahapnya dengan penuh nafsu. 'Sial, satu—kosong,' batin Baekhyun.
.
.
.
Markas Utama Exordium
Duo killing squad, Kim Minseok dan Zhang Lay tengah berada di ruangan bos mereka, Kim Jongdae—yang seperti biasa, mengenakan atribut kebesarannya. Jubah hitam lengkap dengan tudungnya, topeng anonymous, beserta sebuah voice-converter tersemat di balik topengnya. Kedua eksekutor tim Clover ini tengah menantikan misi yang harus mereka jalankan untuk bulan depan.
"Minseok, ini misimu. Batas waktumu dua bulan. Targetmu adalah seorang agen ganda yang membelot ke Rusia. Dia mantan agen unggulan CIA yang tergiur oleh bayaran yang jauh lebih tinggi. Dan yeah—pihak CIA mengatakan bahwa orang tersebut telah membocorkan sejumlah rahasia Amerika kepada Rusia. Kau tahu lah? Kedua negara itu masih bersitegang meskipun semuanya kelihatan baik-baik saja. Padahal kenyatanya mereka tetap saling bersaing dan adu kecanggihan persenjataan militer meskipun dilakukan secara diam-diam," Jongdae menyerahkan sebuah amlop berisi file misi yang harus dikerjakan oleh Minseok.
"Oke, ini mudah. Dua bulan itu waktu yang lebih dari cukup," selorohnya begitu santai. Minseok mulai membolak-balik lembaran misinya seraya mengangguk-angguk. Seolah langsung mengerti langkah apa saja yang harus diambilnya setelah ini.
"Haha, makanya jangan jadi penghianat jika tidak ingin dieksekusi. Benar begitu agen Minseok?" Jongdae menyeringai, sedikit terkekeh.
"Tentu saja. Menjadi agen ganda itu sama saja dengan memilih kuburannya sendiri. Makanya—untuk menjadi seorang agen, jenius saja tidak cukup. Dia juga harus setia sepenuhnya kepada organisasi," Minseok menjelaskan.
"Aku setuju! Menjadi agen ganda itu sama saja cari mati. Apa gunanya jenius jika pada akhirnya membelot?" tambah Jongdae seraya mengusap-usap dagunya.
"Membelot dan akhirnya diburu sana-sini untuk dieksekusi mati—Sudah jangan bicara terus Bos. Kau lupa ya kalau di sini masih ada satu agen lagi yang tengah menunggu misinya?" Minseok melirik seseorang yang duduk di sebelahnya.
Jongdae menepuk dahinya sendiri yang terlingkupi topeng anonymous-nya. "Oh, maafkan aku Lay, aku kelupaan. Targetmu kali ini adalah seorang taipan kaya yang akan mewarisi bisnis Yakuza milik ayahnya. Dia blasteran Jepang-Korea, usianya kira-kira seumuran denganmu—" Jongdae menjeda kalimatnya.
"—Bos besar menginginkan kematiannya demi upaya memutus mata rantai salah satu organisasi kemafiaan terbesar di wilayah Asia Timur. Ini adalah target yang mudah menurut Bos besar, karena—orang ini dianggap kurang piawai dan sedikit lemah. Benar-benar berbeda jauh dari ayahnya yang dijuluki sebagai Hiu Sirip Emas di seantero Asia. Baca saja dulu profilnya. Dan waktumu hanya dua minggu, jadi kau harus cepat," Jongdae menyodorkan sebuah map berisi beberapa lembaran misi yang harus diselesaikan oleh Lay.
Lay mengamati satu demi satu lembaran yang ada di hadapannya saat ini. Lokasi targetnya saat ini ada di Kobe, Jepang.
"Sindikat gangster Jepang, Kuroi No Bara, atau mawar hitam, merupakan kelompok Yakuza terbesar di Jepang, dan termasuk salah satu gangster terkaya di dunia. Kelompok ini melakukan kejahatan terorganisir berupa; pemerasan, penjudian (pachinko), industri seks, penjualan senjata ilegal, obat-obatan terlarang, serta skema penipuan real-estate dan konstruksi—" Lay menjeda bacaannya.
"—Kelompok ini juga terlibat dalam manipulasi pasar saham dan internet pornografi, yang menghasilkan milyaran dollar Amerika setiap tahunnya. Wow, mengerikan! Ini adalah bisnis bawah tanah yang benar-benar menjanjikan. Tidak heran anggota mereka hampir seluruhnya berpenampilan mewah," Lay terkagum-kagum.
"Tentu saja, uang mereka mengalir deras layaknya air terjun niagara setiap harinya. Bagaimana tidak kaya kalau begitu?" Jongdae menimpali. Sementara Lay masih mengamati misinya baik-baik. Ia membuka lembar selanjutnya yang berisi profil targetnya.
Ini kan...
"K-Kim Suho?" mata Lay terbelalak sempurna ketika membaca sebuah nama—Kim Suho yang notabene merupakan pewaris gangster terbesar se-Asia Timur, Kuroi no Bara.
Jongdae mengernyit, "Kau mengenalnya?" tanyanya, sedikit curiga dengan gelagat Lay yang terlihat begitu aneh.
"T-tidak. A-Aku sama sekali tidak mengenal orang ini," jawab Lay, mengubah ekspresinya dengan cepat agar tidak dicurigai oleh atasannya itu.
"Kalau begitu, segera laksanakan misimu Lay. Ingat waktumu hanya dua minggu. Kau harus gerak cepat," perintah Jongdae. Sementara Minseok sedari tadi hanya diam memperhatikan kedua orang lelaki yang bersamanya tersebut. Mungkin ia mengetahui sesuatu—mungkin juga tidak.
'Aku tidak mengenalnya. Tapi aku sangat-sangat mengenalnya. Kim Suho, mantan kekasihku...' gumam Lay dalam hati.
.
.
.
TBC
.
Minggu, 28 Agustus 2016
04:40 PM
.
.
REVIEW YA~
