Disclaimer: All characters belong to Hajime Isayama. But this story purely mine. I don't take any profit from this work. It's just because I love it.
Warning: drabbles; au, miss-typo(s), and other stuffs. Rate: T. Genre: romance
Note: untuk meramaikan levihan week day 7. Prompt: winter.
[Selalu ada ingatan-ingatan yang tak lesap pada hari di musim dingin.]
a winter to remember
.
[i] Pagi hari di musim dingin adalah waktu di mana Levi dan Hanji terbangun dengan alarm menyertai dan selimut-selimut hangat yang tersingkap. Umpatan Levi akan terdengar disusul gumamamn kesal Hanji yang bergetar sebab suhu pagi di musim dingin terlampau menggigit untuk dilalui tubuh telanjang. Hanji mengomel lagi dan mengujarkan hal-hal seperti "Salahmu yang tak membiarkanku berpakaian dulu saat kita selesai, Levi!" dan Levi yang hanya menggumam "Hmmm cerewet," disertai pergerakan lambat menuju pinggir ranjang. Ia yang selalu mandi terlebih dahulu dibanding Hanji (kecuali jika Hanji mau diajaknya mandi bersama), dan akan selesai berpakaian lebih cepat dan menunggu Hanji selesai sambil terkantuk-kantuk.
Hingga beberapa saat, dan ia mencium aroma sup ayam pertanda sarapannya hampir siap pagi ini.
[ii] Siang hari di musim dingin adalah waktu di mana Levi mengontak Hanji di antara suapan makan siangnya di kantin yang berepetisi. Hanji akan membalas suaranya dari telepon dengan ucapan tak jelas sebab ada banyak makanan di mulut, dan Levi yang sudah biasa hanya akan merotasi netra dengan sesekali peringatan yang tak pernah dihiraukan. Teleponnya terputus ketika jarum jam menunjuk angka satu tepat. Dan Levi akan bangkit berdiri, merapikan pakaiannya sekali lagi, dan melangkah gegas menuju ruangannya untuk bekerja kembali.
Hingga beberapa saat, dan jam tiga berdentang menandakan waktu kerjanya telah habis. Gegas selanjutnya ia derapkan untuk mejemput Hanji di gedung sebelah.
[iii] Sore hari di musim dingin adalah waktu di mana Hanji bergerak pelan menuju pantry sepulang kerja, memasak air panas hingga teko berteriak nyaring selama Levi bebersih diri, dan menyeduh teh hitam pekat yang menjadi favorit Levi. Menit-menit dan jam yang terlewat selanjutnya adalah kenyamanan, sesapan sesekali, sentuhan tak terprediksi, dan ciuman curi-curi. Tehnya tak akan habis sampai langit berubah gelap dan intensitas suhu berubah menggigit, memaksa salah satunya bangkit mendatangi perapian, menyalakannya dengan sabar hingga yang tersisa adalah kehangatan.
Hingga beberapa saat, dan keduanya berdiri dengan enggan, menyambut sisa pekerjaan yang perlu disiapkan untuk hari esok yang kembali datang lagi dan lagi.
[iv] Malam hari di musim dingin adalah waktu di mana Levi menarik Hanji dari ruang kerja, menyumpal mulutnya yang terus memrotes dengan kecup-kecup ringan dan lengkung-lengkung hangat. Hanji masih protes sampai pintu ditutup, dikunci dari dalam, dan tangan Levi di pergelangan tangannya berpindah menuju pinggang-pinggang. Ada ciuman yang menyusul, napas-napas pendek, dan erangan tak sabar. Tangan Levi bergerak lagi, menuju tengkuk, sembari berjalan dengan sesekali tersandung. Butuh beberapa menit hingga keduanya mencapai ranjang, mengintimidasi sentuhan, dan memanaskan suhu khas menggigit musim dingin dengan tawa-tawa kecil di antara konvergasi tubuh yang tak cukup hanya sekali.
Hingga beberapa saat, dan keduanya terlelap dengan senyum melengkung indah di bibir masing-masing.
Setiap hari, setiap waktu.
Selalu ada ingatan-ingatan yang tak lesap pada hari di musim dingin, bagi Levi dan Hanji.
.
.
(end.)