Gadis bersurai pink panjang terlihat memasuki pintu rumah sakit dengan menggandeng jas dokter di tangan kiri dan menggengam tas sandang berwarna marun di tangan kanannya. Suara ketukan dari sepatu hitam setinggi 4 cm yang terpasang manis di kakinya menggema di ruangan berdinding putih gading yang masih kosong itu.
Senyumnya beberapa kali merekah saat menjumpai orang yang berpapasan saat melihatnya. Haruno sakura, gadis 26 tahun yang baru saja dipindah-tugaskan dari California itu adalah dokter psikiater baru di rumah sakit jiwa bergengsi yang ada di Jepang saat ini. Konoha internasional Hospital.
Ya. Rumah sakit jiwa. Rumah sakit yang berisi orang-orang yang dipertanyakan kewarasannya, orang-orang yang dipertanyakan emosional. Orang-orang yang bahkan tidak mengerti apa itu perasaan dan emosi. Orang-orang yang bahkan dipandang sebelah mata oleh dunia, tanpa peduli mereka manusia atau tidak. Kebanyakan.
Am I Crazy?
Desclaimer : Masashi Kishimoto
Warn : AU, OOC, Typo, Lemon (in very very next chapter), Update 'gak tentu.
Multi Chapter.
If u don't like this story, just leave this page alone.
Menyandang gelar profesor didepan nama ternyata tidak membuat seorang Haruno Sakura lolos dari masa ospek karna memasuki tempat baru. Baru saja dia mendudukkan diri di kursi ruangan tempatnya akan bekerja sekarang, seorang wanita berpayudara sebesar gunung -serius. pertama kali dia melihatnya, otaknya langsung membuat tesis berjudul 'apakah payudara besar akan membuat tampilan terkesan palsu'- memberikan satu pekerjaan yang tak masuk akal padanya. Iya, hanya satu. Hanya satu tapi bisa membuat otaknya yang semula encer menjadi beku. Mencari boneka Anna yang hilang. Demi Tuhan, dia bahkan tak mangetahui siapa itu Anna, bagaimana bonekanya dan mengapa dia yang mengambil pekerjaan tak berbobot dan membuang waktu ini.
Kalau saja dia tidak ingat dia adalah seorang dokter, yang harus menjaga etika demi kesopanan dan pekerjaan nya -terlebih ditempat baru- mungkin Sakura sudah lama akan menusukkan pulpen hitamnya ke payudara wanita itu. Terdengar kejam dan psikopat memang, tapi tak ada jalan lain.
Sudah ada setengah jam Sakura mencari, dan memutuskan untuk menyerah. Tidak ada guna mencari sesuatu yang tak kita ketahui bentuknya. bayangkan saja, boneka itu bisa berbentuk apa saja, mulai bentuk binatang, tumbuhan, ataupun manusia.
Sakura memutuskan duduk dibangku taman, saat netra hijaunya melihat seorang perempuan bersurai pirang panjang mendekat kearahnya sambil tersenyum.
Gadis pirang tadi mendudukkan dirinya disamping Sakura. Mata biru aquamarine nya memandang Sakura dengan tatapan bersahabat. "Apa kau Haruno Sakura? Salam kenal aku Yamanaka Ino." Sakura menyambut uluran tangan Ino lalu, "Apa kau disuruh oleh Tsunade untuk mencari boneka nya?"
Sakura menoleh cepat. Terkejut. "Bagaimana kau tahu? Ah, ternyata aku benar, Apa aku sedang diospek?"
Ino menutup mulutnya yang terkekeh kecil, lalu mengibas-ngibaskan tangannya di depan wajah cantik nya, "Tidak. Tsunade itu pasien di rumah sakit ini sejak 3 tahun yang lalu, para dokter semakin khawatir melihat kejiwaannya dan mengambil boneka bayi yang selalu dibawanya."
"Ah! Begitu rupanya. Aku dibodohi, sial". Entah karna apa Sakura merasa bahwa gadis berpakaian perawat disebelahnya akan menjadi temannya mulai saat ini. Gadis itu baik, dan terlihat polos. Dan Sakura sedang mencari teman yang baik dan terlihat polos.
Ino kembali tertawa melihat Sakura menggerutu. "Kau dokter yang ramah Sakura, biasanya tidak ada dokter yang mau kuajak bicara seperti ini, ego mereka terlalu tinggi untuk terlihat bicara dengan orang yang memakai seragam perawat, hahaha". Mata Ino menatap kolam ikan kecil didepan mereka, "kuharap kita bisa berteman, Sakura".
Sakura mengernyitkan alisnya, lalu menepuk bahu Ino. "Tentu saja". Kalimat yang diucapkan Sakura membuat senyum ramah dipipi Ino.
oOo AIC oOo
Seorang lelaki berkuncir rendah turun dari mobil sport berwarna hitam yang dikendarainya, tangannya menurunkan kacamata hitam dan menggantungnya di lekukan kerah kaos santai barwarna mint miliknya. Di tangannya, terdapat bunga lily putih yang bersinar diterpa cahaya. Matanya memandang tulisan 'Konoha Internasional Hospital' yang terpampang gagah di atas gedung yang memiliki 6 lantai tersebut.
Itachi menghela napas dan mulai melangkahkan kakinya kedalam gedung yang mulai sering dikunjunginya sejak 1 tahun belakangan ini. Kaki jenjang yang dilapisi oleh jeans biru tua itu melangkah ke sebuah pintu yang cukup istimewa -terlihat dari tulisan VVIP di depan pintu tersebut-. Kamar 001. Sekali lagi dia menghela napas, dan mendorong pintu itu kedalam.
Pertama kali dia menginjakkan kakinya kedalam kamar, aroma kayu manis yang maskulin langsung memenuhi sistem pernapasannya. Netra nya melihat sesosok lelaki berambut hitam mencuat sedang duduk di sofa sambil memandang jendela kamarnya sendu.
Senyum tulus merekah dibibir Itachi, "Hai, Sasuke. Bagaimana kabarmu ?" Tanyanya ramah.
Pria yang dipanggil Sasuke ini hanya melihatnya dari ujung matanya sebelum kembali memandang langit biru yang mulai sedikit mendung diluar.
Melihat kondisi pria yang ternyata adalah adiknya ini semakin dingin, Itachi pun menyurutkan senyumannya, lalu memandang sendu Sasuke, "mau sampai kapan kau seperti ini Sasuke ?" Tanyanya lirih.
Sasuke tidak merespon. Dia mati. Hatinya mati. Hidupnya mati. Sampai sekedar mengucapkan salam saja dia tak mampu. Bukan. Dia tidak cacat. Dia tidak sakit. Hanya terluka. Luka yang cukup dalam sampai rasanya tak akan pernah sembuh selamanya.
Itachi menaruh bunga di vas yang ada diatas nakas samping tempat tidur, sebelum berbalik menuju pintu. Untuk apa dia terus ada disini, kalau yang ingin dikunjunginya seperti tidak ingin dikunjungi.
Sebelum kakinya keluar dari pintu, Itachi mengucapkan sebuah kata yang membuat Sasuke tertegun. "Kuharap kau berubah Sasuke. Dia sudah tiada".
oOo AIC oOo
Selasa. Pagi ini, Sakura kembali ketempat dimana dia bekerja sejak sekitar 29 jam yang lalu. Semalam, setelah mengobrol dengan Ino, hatinya serasa lebih ringan dan tulus saat ingin memasuki rumah sakit tempatnya bekerja. Bukan, bukannya selama ini tidak tulus, tapi bayangkan saja, jika kau tak mempunyai teman ditempat dimana kau akan mencari uang, bukankah itu hal yang menyedihkan? Iya.
Sakura duduk di bangkunya dan mulai membuka arsip pasien yang sudah dijadwalkannya untuk hari ini. Hanya ada 2. Seorang pria homoseksual yang ingin merubah orientasi seksualnya yang melenceng dan seorang pria juga yang susah untuk melupakan masa lalunya.
Kenapa ada orang yang susah melupakan masa lalu? Masa lalu itu bagaikan ingus, walaupun terkadang menempel disekitar kita dan menghambat pernapasan, kita bisa membuangnya di tissue, jangan disimpan. Sakura menghela napasnya lelah, semakin hari semakin banyak orang yang terlalu menganggap serius suatu masalah, sehingga orang-orang seperti Sakura laku dipasaran. Iya, orang-orang seperti Sakura. Dokter psikiater.
Tok Tok Tok
Suara ketukan di pintu membuat Sakura menghentikan lamunannya dan mempersilahkan masuk. Pasien pertama. Si pria homoseksual.
Sakura mulai tersenyum hangat, dan duduk di sofa sambil mempersilahkan lelaki berambut hitam klimis didepannya untuk duduk. "Langsung saja, nama anda Orochimaru bukan? Nama saya Haruno Sakura. Salam kenal, jangan sungkan denganku ya Orochimaru-san."
Orochimaru hanya tersenyum tipis melihat Sakura dan membuka mulutnya, "Saya buru-buru, Haruno-san. Jadi, Saya ingin langsung menceritakan permasalahan saya secara lebih rinci saja sekarang. Bagaimana ?"
Sakura menatap mata kuning ular milik lelaki di depannya, "Silahkan, Orochimaru-san".
Orochimaru nampak berdeham sebelum membuka suaranya, "Hal itu dimulai semenjak saya berumur 14 tahun. Saat itu, Saya ditinggalkan sendiri oleh Ibu saya dirumah bersama tante Saya. Kami duduk berdua disofa depan televisi saat dia meraba celana saya. Saya kira, itu hanya main-main. Setelah itu...". Orochimaru menghentikan ucapannya, dan mengangkat bahunya. dan Sakura mengerti maksudnya.
Sakura mengernyitkan dahinya bingung, "Kenapa Anda jadi beralih ke homo seksual saat yang memperkosa anda adalah seorang perempuan ?"
Orochimaru tersenyum sinis, "Jijik. Aku mengganggap semua perempuan sama. Menjijikkan. Maaf, Haruno-san."
Sakura mengangguk paham. "Lalu kenapa Anda ingin kembali ke jalan yang benar ?". Bodoh. Satu kata itu terlintas dipikiran Sakura saat menanyakan hal tersebut. Itu kalimat retoris sebenarnya. Jika, Orochimaru sadar.
"Aku bertemu dengan seseorang perempuan saat mengunjungi kerabatku yang juga diobati disini. Dia gila. Aku tahu. Tapi, entah kenapa untuk pertama kalinya, aku tidak merasa jijik kepada perempuan. Untuk pertama kalinya. Jadi, aku memutuskan untuk kembali ke jalan yang benar dan mungkin akan mengejar wanita itu". Wow. Kekuatan cinta memang tak terkalahkan.
Sakura tersenyum manis. "Itu bagus. Kalau boleh tau siapa nama perempuan yang sudah mengembat hatimu itu?". Sakura melihat ke arah meja kerjanya yang terdapat arsip-arsip mengenai semua pasien yang ada dirumah sakit ini, "siapa tahu aku mengenalnya".
Orochimaru bangkit berdiri dari posisi duduknya dan menatap tepat kearah mata Sakura, "Mungkin lain kali, Haruno-san. Saya harus kembali sekarang."
Orochimaru membungkukan badannya sekejap dan langsung keluar dari ruangan meninggalkan Sakura yang tersenyum senang, "Menarik. Membuatku penasaran saja, hehe".
oOo AIC oOo
Gadis berambut pirang panjang dikuncir dan memakai seragam perawat berwarna putih terlihat sedang memasuki kamar bernomor VVIP 001. Kamar Uchiha Sasuke.
Ino menatap Sasuke yang memandang kosong kearah tembok, "Tuan Sasuke, sekarang adalah jadwal anda konsultasi." Sasuke melirik Ino sedikit sebelum gadis itu membuka mulutnya lagi, "Ayo, saya antar ke ruangan dokter anda".
Ino memandang Sasuke yang memakai seragam khusus rumah sakit berwarna biru muda dengan lengan kaos yang panjang -terkadang digunakan untuk orang yang tingkat kewarasannya sudah memburuk dan menyakiti diri sendiri- , lengan panjang baju itu membuat tangan Sasuke terikat di kedua belakang punggungnya.
Sasuke hanya mendekati Ino dan menjawab, "Hn" sebelum berjalan keluar kamar diikuti oleh 2 orang penjaga keamanan dibelakangnya. Mereka berempat terus berjalan menuju kearah sebuah lorong yang Sasuke kenali. Lorong dokter. Netra hitamnya menilai ke seluruh ruangan, mencari sesuatu yang bisa dipandang selain lukisan abstrak di dinding, noda kopi di samping meja resepsionis, pembuat kopi expresso di sudut ruangan, bangku-bangku yang berjejer kosong. Ya, dia hapal semuanya. Semua, sampai tak bisa dilupakan.
Ino mengetuk pintu bertuliskan 'Haruno Sakura' yang sesaat membuatnya mengerutkan kedua alisnya. Kenapa nama dokternya berubah? Bukankah dokternya seorang lelaki? Sasuke yakin Haruno Sakura bukanlah nama lelaki. Rasa penasaran tidak membuatnya menanyakan sesuatu, dia termasuk orang yang menyimpan rasa penasarannya dan mencari tahu untuk dirinya sendiri. Terdengar mandiri, kan?
Sasuke dibiarkan masuk sendiri demi alasan privasi, saat Sasuke masuk, dia berpikir mungkin matanya harus diperiksakan ke dokter mengenai gejala buta warna. Hidupnya sekarang berwarna pink! Apapun yang dilihatnya hanya berwarna pink. Gorden, buku, pulpen, kacamata, vas bunga, bunganya, bahkan rambut sang dokter pun berwarna pink! Astaga, matanya mulai sariawan.
Sakura yang melihat Sasuke masuk mengembangkan senyumnya sambil bertanya dalam hati patung yunani ternyata bisa mengalami gangguan kejiwaan ternyata. "Silahkan duduk, Uchiha-san. Perkenalkan saya adalah dokter baru yang menangani kasus anda. Haruno Sakura. Anggap saja kita ini teman dekat. Jangan sungkan padaku."
Haruno Sakura. Nama itu terbayang di otaknya. Sakura dimusim semi. Astaga, sekarang hidupnya akan dipenuhi dengan sehala hal yang berhubungan dengan warna pink!
"Hn. Nama yang bagus, Sakura. Kalau kau tidak keberatan kupanggil seperti itu."
"Tidak. Tentu saja tidak. Nah sekarang mari kita lihat". Sakura membuka map biru muda di pangkuannya dan mulai membaca dan meneliti, "Uchiha Sasuke, 29 tahun. Kau menderita traumatik yang sangat tinggi terhadap sebuah kecelakaan yang merenggut istrimu setahun silam, bisa kau ceritakan lebih rinci, kalau kau mau".
Sasuke memandang sendu gypsum bercorak ukiran yang artistik di belakang kepala Sakura, lalu menghela napas. "Tidak ada yang perlu kau ketahui, Sakura". Nada Suaranya berubah dingin dan membuat Sakura merinding.
Sakura menatap tepat dimata Sasuke yang bahkan tak membalasnya, "Sasuke, kalau kau tidak mau membukanya, bagaimana orang lain bisa membantu untuk menutup kerusakannya".
Sasuke menatap tajam Sakura sebelum membuka bibir tipis berbelah miliknya, "Aku sedang tidak ingin membicarakannya, kenapa kau memaksaku?"
"Aku tidak-
"Sudahlah. Bicara yang lain saja". Sasuke menyilangkan kakinya dan menatap tajam ke netra hijau Sakura. "Bagaimana hidupmu. Kau sudah mengetahui hidupku. Ceritakan masalahmu. Semua orang punya masalah, kan?"
Sakura merasa tatapan yang diberikan Sasuke membuatnya merasa tunduk dan lemah. Dia tidak ingin seperti ini. Dia tidak mau kelihatan lemah lagi. "Yang dokter disini adalah aku, Sasuke. Yang terikat dengan baju seperti itu adalah kau. Kau pasienku, harusnya kau yang menceritakan masalahmu padaku"
Sasuke menaikkan sebelah sudut bibirnya keatas membentuk seringai yang kejam dimata Sakura. "Kau tahu, tadi kau sendiri yang bilang bahwa anggap saja kita ini teman, kenapa sekarang hubungan kita sebatas dokter dan pasien. Untuk seseorang yang menyandang gelar Prof di depan namanya, kau sangat tidak konsisten."
Sakura merasakan wajahnya memerah. Perpaduan antara marah dan malu. Bukan, bukan malu karna tersipu, ini lebih karna malu karna direndahkan. Dia merasa rendah sekarang. Tidak! Tidak lagi. Marah hanya akan membuat pria -yang ternyata menyebalkan- didepannya ini menunjukkan seringai senang nya seperti tadi, jadi Sakura menarik napas pelan setelah menghitung angka 1 sampai 10 didalam hatinya.
"Baiklah, Sasuke. Mungkin dipertemuan kita yang selanjutnya kau mulai membuka dirimu untuk menceritakan masalahmu sehingga kita bisa saling kerjasama dalam mencari jalan keluarnya". Sakura berdiri dan berjalan kerah meja kerjanya dan menekan angka 2 di telepon yang terhubung kearah resepsionis. Setelah meminta perawat dan keamanan datang karna Uchiha Sasuke sudah selesai, dia kembali duduk di sofa single yang ditempati olehnya sebelumnya.
"Sasuke ?". Sakura melihat Sasuke yang menyenderkan kepalanya di punggung sofa dengan sebelah lengan menutup matanya. Sakura mendekat, dan seketika dia terkejut. Sasuke, dia keringat dingin. Sakura ingin menyentuh telapak tangan Sasuke yang bergetar sebelum dia mendengar Sasuke berbisik lirih memanggil nama seseorang. Sayangnya dia tidak bisa mendengar bisikan itu. Rasa penasaran membuatnya dengan berani mendekatkan telinganya ke bibir Sasuke yang masih berbisik lirih.
Sedikit lagi. Dia mendengar suara seperti tidak, jangan pergi, dan nama seseorang. Sakura tidak bisa mendengar namanya karna suara pintu yang terbuka membuatnya harus duduk dengan tegak sebelum semua orang berpikir melenceng karna perbuatan menyendernya kearah Sasuke.
Sasuke menurunkan lengannya, dan melihat kearah Ino yang bersiap membawanya kembali kedalam kamar. Melirik sekilas kearah Sakura, setelah itu bangkit mengikuti ketiga orang tersebut.
Ino hanya tersenyum manis pada Sakura, saat Sakura hanya terdiam dengan pandangan kosong. Sakura melihat pintu yang tertutup setelah kepergian Ino tadi, dia memegang dadanya yang entah kenapa berdetak cepat menyakitkan saat mendengar kalimat yang diucapkan pria itu tadi.
"Tidak, kumohon jangan pergi, Karin".
Apa. Apa hubungan pria itu dengan 'dia'.
.
.
To be Continue
.
.
Author's Note :
Hola. Hahahaha. Lama tak berjumpa dengan blue, minna~~ seperti biasa, blue kembali membawa fic multichapter baru hehehe /digampar.
Maap maap maaaaap banget. Kalo ada readers-san yang menunggu kelanjutan fic FOO (Fake or original) atau TWPNB (This why people named bestie), kaloooo adaaaa... blue udah buat banyak chapie untuk dua fic itu tapi ternyata laptopnya rusak dan kena virus. Houft.
u know kan? Kalo review membuat semangat mengetik untuk authornya?
Bacod banget ane ya? Terakhir dan memang terakhir.. Give me a sign take my hand /plak
REVIEW PLEASE, MINNA~~~
\O.o/ see you \O.o/
