Ini fic pertamaku yang mengambil set kerajaan, jadi mohon maaf kalau banyak kekurangan.


Title : The Missing Moon

Main Cast : Taehyung - Jin

Taehyung as King / Lee Jun / Lee Taehyung

Jin as First Prince / Lee Jeong / Lee/Kim Jin

Rap Monster as General / Nam Joon

Suga as Commander / Yoon Gi

J-Hope as Prince / Lee Seok / Ho Seok

Jimin as Cousin's King / Doctor / Park Ji Min

Jungkook as Third Prince / Lee Jae / Lee Jungkook


Dahulu kala di Era Joseon, melahirkan sepasang anak kembar adalah sebuah kesialan dan kutukan.

"Tidakkah kamu lihat? Selir Ho sudah melahirkan seorang bayi! Seorang putera! Kelak puteranya akan menjadi seorang Daegun! Sudah dipastikan ia menjadi Hee-bin sekarang!" ujar sang ayah marah.

Permaisuri diam tak berkutik. Ketika sang ayah yang merupakan seorang Perdana Menteri datang ke kediamannya untuk memberi tahu bahwa Selir Ho sudah melahirkan seorang anak laki - laki, yang tentu mengancam keberadaannya di Istana.

Sesungguhnya ia dan selir Ho sama - sama mengikuti tes pemilihan permaisuri dahulu, dimana selir Ho lah yang dipilih menjadi Ratu namun tiba - tiba wabah penyakit menyebar di Joseon dan termsuk menjangkiti Selir Ho. Berbeda dengan Ratu Kim yang baru saja pulang dari pulau Tanma. Ia tak terkena penyakit itu sama sekali hingga pada akhirnya dirinyalah yang menjadi Puteri Mahkota dan sekarang menjadi Ratu atas Joseon. Namun, untuk menghargai Selir Ho, ia diangkat menjadi selir Raja. Satu hal yang harus ia tahu bahwa Raja lebih menyukai Selir Ho dibanding dirinya sehingga Raja lebih sering bermalam di kamar sang Selir dibanding Ratu.

"Aku akan membuat Raja bermalam dikamarmu dan pastikan kau akan melahirkan seorang putera" lalu sang ayah pergi.

Permaisuri menghela nafas lelah, dan memejam matanya sesaat.

Sang ayah menepati janjinya. Raja datang untuk 'menghampirinya', Tapi ia sadar...

Dimata itu, tersirat kesakitan yang amat sangat.

Bahkan suaminya sendiri tak ingin menyentuhnya.

"""

"Heo sanggeong. Bagaimana hasilnya?" ujar sang Ratu harap - harap cemas.

"Mama, anda dinyatakan mengandung bayi laki - laki!"

Senyum kebahagiaan terpatri di wajah Ratu Kim

Hal ini juga sama dirasakan oleh sang ayah, dan para rakyat Joseon ketika melihat iring - iringan permaisuri dengan perutnya yang sudah mulai membesar.

Tapi kebahagiaan ini tak berlangsung lama. Selir Ho terpaksa dipindahkan ke Istana yang diluar kerajaan dengan alasan bahwa Selir dan puteranya akan menghambat rahmat 'Matahari' yang akan turun kepada calon 'putera mahkota' ini. Hal ini tentu membuat Raja kesal dan tak pernah lagi singgah ke kediaman istana permaisuri. Hanya satu yang bisa ia lakukan saat ini berusaha sekuat tenaga untuk tetap menjaga bayinya sehat selalu.

"Lee Seok...artinya bukankah Kesempurnaan? Nama yang bagus" ujar sang Ratu saat Selir Ho datang membawa puteranya atas titah Ratu. Sang anak sendiri yang baru berusia tiga tahun begitu terpukau melihat perut sang Ratu yang besar.

"Kalau boleh hamba tahu, sudah berapakah usia kandungan mama?"

"Menuju tujuh bulan"

"Mama, mungkin ada baiknya anda segera memeriksa kandungan anda kembali. Karena, mohon maaf apabila saya lancang ukuran perut mama tampak lebih besar dua kali dari ukuran normal biasa ketika perempuan mengandung"

Kehinangan terjadi beberapa saat ketika suara tawa renyah Lee Seok menyadarkan mereka.

"Eommoeni! Adik kecilku baru saja menendang ketika aku mengelus perut mama!" ujar Lee Seok melapor pada ibunya mengundang tawa semua orang yang ada di pendopo itu.

Tetapi didalam hati sang Permaisuri ada banyak hal yang menganggu pikirannya.

"""

"Jadi bagaimana sanggeong? Apa yang terjadi pada kehamilanku?"

"Mama, anda mengandung dua bayi laki - laki"

Pertanda buruk.

"Mama, mau tidak mau kita harus membunuh salah satu diantaranya. Kalau tidak, salah satu diantara mereka akan membawa kesialan"

Permaisuri tersebut menggigit bibirnya kuat - kuat. Ia tak ingin membunuh salah satu diantara puteranya, dan sang Sanggeong tahu akan hal itu. Permaisuri sudah terlalu banyak menderita, ia tak mendapat cinta dari ayah dan suaminya dan sekarang ia harus membunuh salah seorang dari anaknya.

"Mama, bagaimana kalau kita ke Hutan Terlarang dan meminta penglihatan dari salah seorang cenayang disana?"

"Heo sanggoeng, siapkan kuda untuk kita"

Malam itu mereka menuju Hutan Terlarang, kabut dan dingin angin malam tak menyurutkan semangat sang permaisuri untuk menemui cenayang tersebut. Namun ditengah perjalanan salah satu dari bayi itu menendang perut sang Permaisuri membuat kuda permaisuri berhenti sejenak.

"Sanggoeng perutku sakit sekali..." ujar sang Permaisuri membuat pelayan setianya tersebut menuntunnya kebawah dan berbaring disebilah pohon. Tak disangka - sangka mereka melihat seorang perempuan terbujur luka di pohon tersebut

"Sanggoeng! Sepertinya ia habis dijarah perampok disini! Ayo bawa dia ke rumah cenayang itu, ia terlihat kehabisan darah!" ujar sang Permaisuri.

"Tapi bagaimana dengan perut anda?"

Dan permaisuri baru menyadari. Bayinya, tak menendang perutnya lagi.

"""

Sesampai disana mereka disambut dengan seorang anak perempuan berumur tujuh tahunan bernama Ara, perempuan yang mereka selamatkan tadi rupanya adalah cenayang yang mereka cari.

"Salah satu bayimu telah menyelamatkanku, mama..." ujar sang cenayang ketika telah selesai diobati, sedangkan Ara memandang perut itu dalam - dalam.

"Ara apa yang kamu lihat...?" ujar sang cenayang.

"Yang satu diberkahi Matahari... yang satunya lagi...diberkahi...Bulan?" ujar Ara membuat Permaisuri Kim dan Heo Sanggoeng kebingungan.

"Ara adalah salah satu anak yang diberkahi kekuatan yang sama denganku" ujar sang cenayang yang ternyata bernama Yeon Hui tersebut. Lalu giliran Yeon Hui yang memandang kandungan Permaisuri tersebut.

"Yang diberkahi bulan akan menjadi kakak (yang terlahir lebih dulu) namun merelakan Hak Kesulungannya kepada sang adik. Ia tahu bahwa ia tak akan lama hidup...yang diberkahi bulan inilah yang menolongku...Dia baik, tulus, dan...mempunyai 'kecantikan' yang sama dengan permaisuri. Begitu ia lahir lambang bulan sabit akan ada di dada sebelah kiri. Sang adik yang diberkahi matahari akan menjadi kakak, lambang matahari bulat penuh di dada sebelah kanannya menandakan kekuasaan dimasanya akan gemilang secerah matahari. Ia mewarisi ketegasan dan kebijaksanaan ayahnya" ujar Yeon Hui kemudian.

"Jadi aku harus..."

"Kau tidak boleh membunuhnya mama... akan ada masa dimana kita membutuhkan 'berkat bulan'" ujar Yeon Hui.

Permaisuri tak mampu menahan tangisnya. Ia kebingungan sekarang dan tak tahu harus berbuat apa. Mereka pamit pulang meninggalkan Ara yang memandang keduanya yang telah ditelan kabut malam.

"Ahjumeoni, aku merasakan mereka akan membunuh yang terlahir dengan bulan...padahal dia sudah mendapat teman..." ujar Ara

"Teman...?"

"Aku melihat seorang anak tiga tahun pernah menyentuh kakinya ketika ia menendang" ujar Ara.

"Eommoeni! Adik kecilku baru saja menendang ketika aku mengelus perut mama!"

Yeon Hui tersenyum.

'Mama...di istana tak ada seorang pun yang melihat keindahan anda... tapi bulan itu... akan menarik segala mata orang kepadanya...termasuk sang raja sendiri...'

"""

Hari kelahiran pun tiba.

Sesuai dengan prediksi cenayang tersebut. Salah satu bayinya ada yang mendorong bayi yang lain untuk keluar.

Dan bayi yang keluar pertama itu bertanda lahir bulat hitam di dada sebelah kanannya. Lalu bayi yang kelar setelahnya mempunyai tanda lahir bulan sabit didadanya sebelah kiri. Saat ia terlahir ia tidak menangis keras. Seakan - akan ia tahu bahwa keberadaannya tak boleh dilihat oleh orang lain. Ia hanya membuka mata beningnya perlahan dan tertawa kecil ketika melihat wajah ibunya.

Sang permaisuri menangis.

"Mungkin ia akan dinamai Jeong... Lee Jeong...karena ia begitu murni dan hangat...Sanggoeng, cepat bawa dia sebelum aku tak kuasa untuk merelakannya pergi.

Sanggoeng pun pergi. Tapi ia tidak menuruti keinginan sang mama untuk membunuh bayinya, ia pergi kerumah Yeon Hui yang berada di hutan terlarang.

"Rawat bayi ini...tapi jangan pernah dekatkan ia ke istana. Ia tak boleh ada disana" ujar Sanggoeng melihat bayi itu terakhir kali dan melakukan penghormatan dan berlalu pergi dengan air mata mengucur.

"Ahjumeoni, bayi ini dinamakan Lee Jeong oleh ibunya" ujar Ara bermain dengan bayi yang ada digendongan Yeon Hui tersebut.

"Ara...kita tak bisa melawan kehendak langit...pada akhirnya ia akan bersama dengan matahari...ia ditakdirkan untuk dekat dengan matahari?"

"Huh...?"

"Bahkan matahari sendiri yang akan menjemput hartanya...mutiaranya...permatanya...Jin...?"

"Jin? Wah baik Jin dan Jeong-"

"Panggil dia Jin, namanya adalah Kim Jin dari sekarang. Tidakkah kamu dengar bahwa ia tak boleh berhubungan dengan istana? Sekarang bawa bayi ini kedalam" ujar Yeon Hui menaruh bayi tersebut kedalam gendongan Ara yang mendumel sendiri dan membawa masuk bayinya tersebut.

'Tapi bukan berarti ia tidak berhak memakai marga ibunya' batin Yeon Hui

"""

20 Tahun Kemudian

"Jeonha~! Bagaimana bisa anda menyalahkan kehendak langit! Hujan tidak turun sudah satu bulan dan anda masih tidak ingin mencari seorang permaisuri" ujar salah satu gosam yang melayaninya yaitu Hyun Seung.

"Bagaimana dengan persediaan air kita?" ujar sang Raja masih sibuk dengan buku bacaannya.

"Rakyat dan kerajaan masih mempunyai persediaan air selama tiga bulan kedepan, tapi Jeonha-"

"Hyunseung-ah. Lebih baik kau urusi kepentingan rakyatku dibanding dengan sibuk mencari perempuan - perempuan untuk ku jadikan permaisuri karna aku masih sama sekali tidak berminat"

"Tapi, jeonha-"

"JEONHA~! DAEGUN DAN WANGJA DATANG MENGHADAP"

"Suruh mereka masuk!" ujar sang Raja kemudian.

Lalu datanglah kedua orang memberi salam. Yang satu memakai pakaian berburu, dan yang satu lagi membawa bunga Daisy berwarna putih.

"Hyunseung, ini bunga untukmu" ujar yang membawa bunga tadi memberikan kepada Hyungseung dengan wajah kebingungan.

"Eh lalu yang mana untukku?" ujar sang Raja untukku

"Oh untuk Jun hyungnim? Tentu saja tidak ada karna bunga ini dari eommoeni khusus dibuat untuk orang - orang yang sekuat tenaga memaksa hyungnim untuk menikah!"

"Yak! Lee Jae!" ujar sang Raja kepada pangeran yang membawa bunga tadiyang tak lain dan tak bukan adalah adik bungsu diantara mereka bertiga, Lee Jae

"Tidak baik seorang Raja mengumpat kepada adik sendiri, Lee Jun" ujar Lee Seok yang merupakan putra dari selir Ho sekaligus menjadi kakak tertua mereka dengan nada sindiran yang penuh candaan.

"Kalian semua bersekongkol dengan Hyunseung rupanya. Aku sedang tidak berminat untuk menikah mengapa kalian memaksaku untuk menikah. Dan hyungnim juga, sudah ingin pergi berburu lagi? Tinggallah di istana ini lebih lama" ujar sang Raja.

"Aku tidak boleh lama - lama disini. Para menteri akan-"

"Aigoo~~ yang satu tidak laku - laku yang satunya lagi tidak betah di Istana! Mengapa Engkau berikan aku dua hyungnim seperti ini!? Apakah aku melakukan kesalahan besar di waktu lalu sehingga- aww! Hyungnim!?" ujar Jae terhenti kala kepalanya terkena lemperan gulungan surat yang berasal dari meja sang Raja.

"Aku bukannya tidak laku hanya pemilih - milih!" ujar sang Raja membela diri.

"Banyak bunga bermekaran di Joseon ini, tapi tak ada satupun yang menyenangkan hatimu?" ujar sebuah suara lembut membuat ketiga namja tampan itu dan yang lain menunduk hormat.

Sang permaisuri tiba di ruangan Raja sambil membawa teh chrysantimun buatannya.

"Eommoeni, mengapa tidak mendengar nasihatku. Eommoeni masih saja merangkai bunga dan membuat teh. Kesehatan anda saat ini tidak baik. Eommoeni harusnya banyak - banyak beristirahat" ujar sang Raja.

"Melihat kalian bertiga akur membuat ibu sudah sehat" ujar sang Ibu tersenyum sambil memandang bunga Daisy putih tersebut.

'Jika ia masih hidup...sebesar dan secantik apakah dia...apakah sesuai dengan perkataan Yeon Hui dahulu...?'

Kesakitannya sekarang ini...timbul karena rasa bersalah karena membunuh puteranya sendiri yang ia tidak ketahui bahwa ia masih hidup.

"""

"""

...yang diberkahi bulan inilah yang menolongku...

Tampak seorang namja tengah mengobati seekor anak Rusa yang rebah di tanah akibat dipanah.

"Aku akan mencabut panahnya sekarang tetapi kamu harus diam supaya Tuan Pemburu itu tidak mengetahui keberadaanmu" ujar pemuda itu khawatir.

Dia baik, tulus, dan...

Rintihan suara anak Rusa itu terdengar begitu lemah dan memprihantikan. Dalam sekali tarik, luka bekas panahan tadi langsung mengucurkan darah begitu banyak. Ia tak punya banyak waktu karena sepertinya ia mendengar jejak kaki. Segera ia mengobati luka Rusa tadi dengan reramuan dan memperbannya dengan merobek sokgui miliknya dan mengikatkannya diluka Rusa tadi. Tak lupa, ia menuliskan sebuah kalimat diatas tanah dan berlalu pergi dengan berlari sekuat tenaganya.

Mempunyai 'kecantikan' yang sama dengan permaisuri.

Angin nakal menerbangkan surai emas miliknya ketika ia berlari di hutan belantara membuat kita dapat melihat tubuhnya seputih porselen, matanya yang bening dan bibirnya yang merekah semerah buah ceri. Pakaiannya yang berlumuran darah membuat pakaiannya sangat kontras dengan wajahnya. Ia berlari dengan wajah tegang namun bahagia karena dapat menyelamatkan anak Rusa tadi

Namun senyumnya tak bertahan lama ketika melihat noona dan Bibi angkatnya didepan rumah dengan wajah marah sekaligus khawatir.

"Jin-ah! Kamu berlari ke pinggiran Hutan lagi!" ujar sang Bibi yang tak lain dan tak bukan adalah Yeon Hui.

Ya. Pemuda polos yang kita bicarakan tadi tak lain dan tak bukan sang 'Bulan yang terbuang'

"""

Jae kebingungan melihat hyungnimnya yang baru selesai berburu, padahal hari masihlah senja. Biasanya ketika berburu paling cepat hyungnimnya pulang sekitar seminggu kemudian. Ditambah lagi ia membawa anak Rusa yang dibalut pahanya.

"Aku habis menangkap Rusa ini di Hutan Terlarang dan sepertinya 'penunggu' disana tak menyukainya" setelah mengatakan hal tersebut membuat Jae menjadi heboh sendiri.

"Wah! Ternyata cerita tentang Hutan Terlarang bukan isapa jempol belaka. Hyungnim! Kau harus bersyukur dapat pulang dari sana hidup - hidup ku dengar hantu - hantu disana tidak bersahabat! anak Rusa ini juga-"

"Aku berniat memeliharanya"

"Heh?" ujar sang adik bingung yang ditanggapi sang kakak dengan tepukan di bahunya dan berlalu pergi.

'Tuan pemburu, begitu banyak kekayaan di Alam ini akan lebih baik jika Tuan merelakan anak Rusa yang terbujur lemah ini'

Setidaknya kalimat di tanah itu mengunggah senyuman sang pemburu tadi.

"Aku tidak akan 'melepaskanmu' begitu mudah, beraninya dirimu hinggap dipikiranku" ujar Seok kemudian saat menaruh anak Rusa tadi didalam kandang lalu tersenyum lucu kemudian.

"""

"Noona, mengapa imo tidak suka melihatku pergi ke pinggiran Hutan?" ujar Jin ditengah malam melihat sang noona tengah berlatih pedang di halaman belakang rumah mereka.

Rumah mereka ini memang terletak di jantung Hutan. Hutan yang mereka diami ini bukan sembarang Hutan, Hutan ini terletak di tengah gunung dan dinamai warga setempat sebagai Hutan Terlarang karena banyaknya orang yang datag kemari dan tak pernah pulang kembali. Banyak mitos yang beredar bahwa kabut tebal disini diselimuti oleh roh - roh gentayangan. Adajuga yang bilang bahwa hewan - hewan disini merupakan hewan keramat.

Tapi tidak bagi Jin. Hutan ini terlampau sangat cantik dan hewan disini sungguh bersahabat, bahkan Jin punya tempat persembunyian khusus. Yaitu di sebuah gua yang tertupi oleh air terjun yang airnya membentuk sebuah kolam yang ketika malam hari memantulkan refleksi bulan. Imo dan noonanya tak tahu akan hal ini.

"Pinggiran hutan sudah sangat dekat dengan desa di kaki gunung. Tak baik jika kita pergi kesana, itu bukanlah dunia kita" ujar sang noona membuat Jin merengut.

"Noona dan Imo sendiri pergi kesana dan pulang kembali dengan selamat, masa aku tidak boleh kesana? Aku sebentar lagi akan menginjak dua puluh tahun! dua puluh tahun!"

"Sekali tidak! Tetap tidak!" ujar sang noona yaitu Ara dengan suara tinggi membuat Jin tersentak kaget dan berlalu pergi.

"Jin! Jin! Kau mau kemana!?" ujar sang noona melihat punggung Ji yang bergetar telah menghilang ditelan kabut malam.

Ara menghela nafas pasrah. Ia tahu hal ini akan segera terjadi, Jin akan menginjak umur dua puluh tahun tepat saat salju pertama. Ia masih ingat di salju pertama itu, Jin memandang kuda pelayan ibunya yang berlalu pergi. Mata Jin yang masih bayi itu mengeluarkan air mata namun tidak dengan isakan.

"Ahjumeoni...Dia semakin dekat dengan Matahari..."

"""

Jin berlalu pergi dengan air mata mengucur di wajahnya. Ia akan buktikan bahwa dia bisa ke desa tanpa Imo dan noonanya. Dia segera berlari pergi ke pinggiran Hutan dan ketika ia mencapai ke sana ia melihat sebuah desa di kaki gunung sana. Kakinya lecet akibat ia berlari tanpa sendal, bajunya tampak lusuh dan robek dimana - mana akibat terkena cabang ranting dan pohon. Wajahnya penuh luka kecil dan kotor.

Dia sudah tiba disini...

"Joseon...?" ujar Jin takjub melihat pemandangan disini. Dan tiba - tiba sepucuk es menyentuh hidungnya.

Salju pertama.

Ia genap berumur dua puluh tahun sekarang.

Sepertinya Tuhan mengabulkan doanya sebagai hadiah di ulang tahunnya ke dua puluh tahun.

Tapi tubuhnya tak sanggup setelah berlari semalaman penuh, tubuhnya hampir saja ambruk jika seorang pemuda memakai durumagi berwarna hitam dan wajahnya ditutupi dengan gat itu menahan tubuhnya. Tapi Jin masih bisa melihat wajahnya dengan jelas. Surai hitam, hidung yang menjurus keatas, bibir tipis dan mata yang teduh namun tegas. Jin bahkan bisa merasakan jantungnya berdetak tidak karuan.

"Go...gomapseumida dari...maaf...maafkan aku telah mengotori baju anda..." ujar Jin kemudian berdiri sambil bersujud memohon ampun.

Jun yang melihat bahwa Nam Joon mengambil ancang - ancang untuk mendekat diberikan kode oleh Jun untuk segera kembali bersembunyi.

Hari ini ia berencana menyamar dan pergi keluar dari istana untuk melihat salju pertama sekaligus merayakan hari ulang tahunnya. Ia ditemani Nam Joon yang menjaganya dari jarak jauh, tetapi belum lama ia keluar dari Istana seorang pemuda compang - camping menabrak dan mengotori pakaian mahalnya. Namun anehnya pemuda ini tidak membuatnya kesal. Hatinya seakan berkata bahwa ia telah lama menunggu pemuda ini.

"Angkat tubuhmu aku tidak akan marah. Apa tuanmu tidak memberimu makan hingga kamu kabur?" ujar Jun kemudian, sontak Jin berdiri karena kesal.

"Aku bukan budak!" ujar Jin sontak langsung menghadap wajahnya kesal.

Jun ingin memarahinya karena kesal, namun kekesalannya berhenti ketika melihat kondisi Jin.

"Pertama - tama kita urusi dulu kondisimu" ujar Jun membuat Jin memerah malu karena melihat kondisinya yang memang tampak seperti budak yang kabur dari rumah tuan-nya.

"""

Jin tidak tahu harus berbuat apa. Ini pertama kalinya ia memasuki istana. Para dayang dan pengawal tampak ingin memberi hormat pada pemuda disampingnya. tetapi pemuda ini menolak dan memberi tanda bahwa tidak ada yang boleh memberi hormat kepada dirinya. Sesuai dugaanya bahwa ia memang bangsawan kerajaan. Apakah ia akan dibunuh?

'Jika dia tahu aku Raja, dia tak akan berani berjalan sejajar denganku' batin Jun dalam hati

"Nah kau akan dilayani dan diberi makan disini nanti kita akan bertemu dimalam hari" ujar Jun namun tangannya ditahan oleh tangan Jin.

"Kau tidak akan membunuhku kan? Ak...aku benar - benar minta maaf karena telah mengotori baju mahalmu" ujar Jin harap - harap cemas membuat Jun tersenyum geli.

"Tidak, justru aku akan menolongmu...jadi cepat ganti pakaianmu dan temui aku nanti malam"

"Kalau begitu setidaknya beritahu namamu...jadi jika orang menanyakanku...aku bisa mengatasnamakan namamu..."

"Namaku adalah Lee Ju-" ucapan Jun terhenti ketika Jin menatapnya penasaran. Tatapannya polos sekali, seakan - akan semua yang dipikirkannya terpancar dimata itu.

"Taehyung. Namaku Lee Taehyung. Apa ini sudah cukup meyakinkan bahwa aku tidak menyakitimu?" ujar Ju atau Taehyung kemudian sehingga ia pergi ditemani dayang - dayang tersebut, dan tak lama kemudian ia melihat Nam Joon mendekat padanya.

"Jeonha, mengapa Jeonha membawanya ke Istana, kita tidak tahu siapa dia, dia bisa saja mata - mata musuh anda" ujar Nam Joon

"Aku memikirkan ramalanku Nam Joon. Ramalan ketika aku berumur lima belas tahun. Seseorang akan muncul dikehidupanku pada umurku yang dua puluh tahun. Ia akan membantuku menjaga Joseon ini. Maka dari itu mungkin pemuda ini yang dimaksud. Aku menyuruh cenayang Shin untuk melihatnya" ujar Taehyung sambil berjalan ke kediamannya.

"Tapi bukankah berlebihan anda memberi tahu nama anda ketika kecil? Mengetahui nama anda saja sudah merupakan suatu penghormatan apalagi nama kecil-"

"Diamlah Namjoon, kau juga boleh memanggilku begitu" ujar Taehyung kemudian.

'Karena entah mengapa aku tidak ingin dipandang sebagai seorang Lee Jun, Raja atas Joseon. Aku ingin dipandang sebagai Lee Taehyung yang bisa dekat dengannya kapanpun aku mau...'

"Cenayang Shin, bagaimana? Apa yang engkau lihat dari pemuda itu?" tanya Taehyung melihat salah satu cenayang yang memandikan Jin tadi. Jin sendiri tidak tahu akan hal ini bahwa salah satu pelayan tadi ada yang merupakan seorang cenayang.

"Jeonha...kasus ini sangat langka sekali...ini sangat aneh Jeonha..." ujar cenayang Shin takut - takut sekali.

"Ceritakan semuanya, tanpa kebohongan" titah Taehyung tidak sabar.

Baik Namjoon, Taehyung, dan Hyungseung tercengang mendengarnya.

"Jeonha...jangan bilang bahwa anda akan melakukan..." ujar Hyungseung cemas.

"Rahasiakan semua ini dari siapapun juga termasuk engkau cenayang Shin" seru Taehyung. Cenayang tersebut pamit undur diri yang tersisa hanya mereka.

"Hyungseung dimana Jin?" ujar Taehyung masih dengan mode kagetnya

"Dia ada diruangan anda tepatnya di ruang rahasia anda, dibalik sketsel pembatas ruangan" ujar Hyunseung.

"Jeonha, bagaimana bisa anda melakukan ini kepadanya?" ujar Namjoon kemudian.

"Jangan beritahu apapun mengenai ini kepadanya, dan sembunyikan keberadaannya dari orang - orang kerajaan"

"""

"Jin-ah keluarlah..." ujar Taehyung saat memasuki kamarnya.

"Oh kau disini-" Jin terkejut melihat sokgui putih milik Taehyung.

Ohjoeryongbo...

"Taehyung...kamu..."

"Ya benar aku ini pemilik negeri ini..." ujar Taehyung mendekat.

Jin dihadapannya tampil dengan hanbok putih bersih. Sangat pas ditubuhnya, Ia juga bisa melihat wajah Jin lebih jelas dari sebelumnya. Tubuh Jin bergetar ketakutan.

"Jeonha, dia diberkahi anugerah dari bulan...dia punya lambang bulan sabit didada kirinya"

"Jeo...jeonha...mian...mianhamnida...karena telah-" ujar Jin takut karena Taehyung tinggal selangkah lagi dihadapannya. Dengan segera ia melepas pita pengait jeogori milik Jin dan menyingkap bagian kiri tubuhnya. Disana anda lambang bulan sabit berwarna hitam didada kirinya.

"Ini bulan yang kita tunggu. Jeonha...tanda lahirnya pertanda bahwa ia pasangan anda karena Jeonha punya tanda lahir matahari didada kanan Jeonha. Jika jeonha 'bermalam' dengannya mungkin akan turun hujan yang akan menghapus kekeringan yang melanda joseon akhir - akhir ini...tapi Jeonha dia adalah seorang laki - laki tulen"

Ucapan cenayang itu benar. Jin benar - benar punya tanda lahir itu didada kanannya.

"Jin...kau..."

"Hiks...jeonha...tolong ampuni hamba...hamba telah berbuat kesalahan besar...hiks...jeonha telah berjanji untuk tidak menyakiti saya...hiks..." tangisan milik Jin tumpah begitu saja melihat wajah Taehyung tinggal seinchi dari wajahnya.

Taehyung terbujur kaku.

'Apa yang sebenarnya telah aku lakukan!?' batinnya kaget.


Footnote :

1. Daegun : Gelar untuk pangeran sulung dari pernikahan Raja dengan Selir / Permaisuri namun tidak menjabat sebagai Putera Mahkota. Gelar ini berarti 'Pangeran Besar'

2. Wangja : Gelar untuk Pangeran

3. Sanggeong : Sebutan untuk pelayan permaisuri atau dayang Permaisuri

4. Gosam : Sebutan untuk kasim *di Korea sendiri Gosam itu bisa jadi artinya 'Anak SMA'*

5. Mama : Sebutan bawahan atau rakyat kepada Permaisuri

6. Jeonha : Sebutan bawahan atau rakyat kepada Raja

7. Hee-bin : Sebutan untuk selir yang disayangin. Hee sendiri berarti 'Yang Bersinar'

7. Eommoeni : Sebutan Ibu pada zaman dahulu

8. Imo : Sebutan untuk Bibi

9. Hyungnim : Sebutan untuk adik laki - laki kepada kakak laki - laki pada zaman dahulu

10. Noona : Sebutan unutk adik laki - laki untuk kakak perempuan pada zaman dahulu

11. Ahjumeoni : Sebutan untuk Nyonya pada zaman dahulu

12. Dari : Sebutan untuk Tuan pada zaman dahulu

13. Ohjoeryongbo : sebutan untuk lambang Naga lima jari. Hal ini ia berarti menandakan bahwa ia adalah seorang Raja

14. Sokgui : Bagian dalam dari Jeogori. Bisa disebut dengan juga ini merupakan Pakaian Dalam. Biasanya berwarna putih

15. Jeogori : Pakaian bagian luar yang kedua sisi kiri dan kanannya dikaitkan dengan pita. Ini yang biasanya berwarna - warni dan panjangnya mencapai sebetis.

15. Durumagi : Sejenis coat panjang yang dipakai sebagai luaran dikala angin sedang berhembus dingin-dinginnya. biasanya dipakai oleh bangsawan atau pegawai kerajaan.

16. Gat : Topi tradisional Korea yang dikenakan oleh pria pada saat pergi keluar rumah atau menghadiri acara-acara penting. Memiliki pinggiran yang luas dan lebar yang dinamakan Yangtae, dan bagian tengahnya berbentuk tabung tinggi. Pengencang Gat adalah tali yang diikatkan di bagian bawah Dagu

14. Matahari : Diindetikkan dengan Raja

15. Bulan : Diindetikkan dengan Ratu

16. Bunga yang bermekaran : Ungkapan untuk menandakan ada banyak gadis cantik disuatu tempat / wilayah.

17. Memanggil nama kecil bangsawan menandakan bahwa anda merupakan orang terdekat / tersayang bangsawan tersebut


Ini fic pertamaku jadi mohon maaf apabila banyak kekurangan. Jika ada info yang salah atau ada hal yang dikoreksi bisa review di fic ini.

Jangan lupa RnR dan Fav&Follow!~