Partner in Crime

.

Kwon Soonyoung

Lee Jihoon

Kim Migyu

Jeon Wonwoo

Cast lain akan bermunculan seiring alur cerita

.

Rate : M

.

Warning!

Genderswitch, typo(s), crime

DLDR

.

.

.

-gimmelatte-

.

.

.

Chapter 1

.

.

.

"Kau seharusnya tadi ikuti kata-kataku. Jangan sendirian ke sana, dan lihat sekarang, tanganmu jadi seperti ini." Wonwoo meluapkan semua kekesalannya. Bagaimana ia tak kesal? Sahabatnya ini sudah ia ingatkan tadi untuk terus bersamanya dan jangan memisahkan diri, tapi gadis mungil itu sama sekali tidak mendengarnya. Keras kepala memang.

Jihoon sama sekali tidak menjawab perkataan Wonwoo yang sarat akan emosi itu. Ia melihat tangannya yang sekarang di balut dengan perban. Gadis mungil itu sendiri tak menyangka bahwa lukanya ini mendapatkan 7 jahitan, padahal hanya tersayat pisau saja.

"Kalau aku tidak ada di sana, mungkin kau sudah habis di bunuh olehnya." Seungcheol membuka suara.

"Lain kali dengarkan perkataanku." Jihoon hanya bisa menyandarkan tubuhnya pada kursi kerja miliknya.

"Kapan kita akan menindak lanjuti kasusnya?" Jihoon membuka suaranya –mengalihkan topik pembicaraan.

"Kau sendiri saja seperti ini keadaannya, jadi bagaimana bisa kita menindak lanjuti kasusnya tanpa dirimu selaku kepala detektif di kepolisian distrik Busan?"

"Hei, Jeon, luka ini hanya di tangan, aku masih bisa jalan, aku masih bisa berdiri, aku masih bisa bicara."

"Jahitanmu masih basah, jangan terlalu banyak gerak." Seungcheol mengingatkan dan di sambut anggukan setuju dari Wonwoo.

"Lusa kita akan menindak lanjuti. Panggilkan seluruh detektif dari Seoul, dan Daegu, karena dia mempunyai catatan kriminal juga disana."

"Baiklah." Wonwoo beranjak dari sofa yang berada di ruangan Jihoon dan segera berlalu meninggalkan ruangan Jihoon menuju ruangan kerjanya.

"Kau benar tidak apa-apa?" Seungcheol menatap gadis di depannya dengan perasaan campur aduk.

"Aku tak apa serius."

"Yasudah kalau begitu, aku permisi dulu. Jangan terlalu kerja yang berat-berat." Seungcheol mengelus surai hitam yang di kuncir itu dengan sayang. "Kalau kau ingin pulang, telepon aku, ini sudah lewat tengah malam." Jihoon melirik jam tangan Seungcheol yang menunjukkan pukul 02:17 KST. Gadis mungil itu mengaggukkan kepalanya dan tersenyum. Seungcheol menyempatkan untuk mencubit pipi tembam itu terlebih dahulu sebelum keluar dari ruangan Jihoon.

Gadis mungil itu membenarkan duduknya dan mengambil berkas yang baru di limpahkan tadi pagi. Mata sipit itu membaca dengan seksama semua data yang ada di dalam map biru tua tersebut. Keningnya mengerut saat melihat foto cctv yang menurutnya janggal.

Mata Jihoon langsung terbelalak saat mendengar suara sirine menggeleggar di seluruh penjuru ruangan. Astaga apa lagi ini? Dirinya saja baru kembali dari rumah sakit jam 2 kurang, dan sekarang ia sudah mendapat tugas baru. Hah.

Jihoon langsung bangkit dari duduknya dan langsung bergegas berkumpul di bawah. Ya dia harus merapihkan anggotanya. Namun saat dirinya hendak menuju lift, tiba-tiba saja tangan kirinya di tarik oleh seseorang.

"Sudah, kau istirahat saja."

"Tidak bisa, aku ini kepala, dan tidak mungkin anggotaku bergerak tanpa aku." Pemuda yang berada di hadapan Jihoon memamerkan wajah pasrahnya.

"Tapi di sana, kau jangan banyak gerak."

"Iya, Detektif Choi."

Soonyoung menggeram rendah saat malam-malam seperti ini ada saja yang mengetuk ruangan pribadinya. Astaga, ia baru saja tidur karena sedari tadi sibuk di lab bersama Mingyu untuk mengurus semua hasil autopsy.

"Masuk!" dan tak lama, pintu kayu bercat putih itu terbuka dan menampakkan seorang perawat.

"Uisanim, anda mendapat telepon dari pihak kepolisian." Soonyoung langsung bangun dari tidurnya.

"Aku ke sana nanti." Perawat dengan nametag bordir 'Kim Minkyeong' itu langsung keluar dari ruangan pribadi Soonyoung.

Soonyoung langsung melangkahkan kakinya menuju kamar mandi untuk mencuci muka dan menyikat giginya. Setelah selesai, Soonyoung langsung menyambar jas putihnya dan bergegas meinggalkan ruangan pribadinya untuk turun ke nurse station. Soonyoung menuruni anak tangga dengan cepat, kemudian langsung melangkahkan kakinya dengan cepat menuju nurse station. Jemari tangannya langsung menyambar gagang telepon yang di pegang oleh Minkyeong.

"Yeoboseo?"

"Ah, baiklah, aku dan timku langsung menuju ke tkp." Soonyoung memutus sambungan telepon terlebih dahulu.

"Kalian tolong bangunkan anggota timku yang lain, ada pembunuhan di dekat pelabuhan Busan, dan katakana berangkat setengah jam lagi." Kelima perawat yang berada di nurse station itu mengangguk mengerti dan langsung berpencar menuju ruangan pribadi para dokter forensik hospitalized.

Soonyoung langsung melangkahkan kakinya menuju lobby rumah sakit yang di sana sudah ada ambulance yang stand by untuk membawa tim forensik ke tkp. Pemuda berumur 24 tahun itu berdiri tepat di depan pintu ambulance –menunggu para anggota timnya.

Soonyoung langsung membuka pitu ambulance saat anggota timnya satu persatu keluar dari rumah sakit. Pemuda sipit itu memasuki mobil ambulance setelah semua anggota timnya sudah berada di dalam. Mata sipit itu melihat satu persatu para dokter di depannya.

"Jisoo uisanim, Jeonghan uisanim, nanti kalian ikut aku meneliti tkp, dan sisanya kalian mengurus korban." Titah Soonyoung dan langsung di balas anggukkan oleh mereka.

Soonyoung memakai haircapnya, kemudian melepaskan jas putih miliknya, lalu meriah masker dan sarung tangan karet kemudian mengenakan masker tersebut dan sarung tangan karet tersebut. Dirinya harus cepat dan tanggap kali ini, walau tak bisa di pungkiri kalau dirinya sendiri masih merasakan kantuk.

Soonyoung langsung turun dari ambulance di ikuti oleh Jisoo dan Jeonghan dari belakang. Dengan langkah cepat, Soonyoung langsung menuju tkp yang sudah ramai oleh pihak kepolisian dan para detektif.

"Coba kalian teliti di sebelah sana, aku di sini." Soonyoung berjongkok depat di depan kepala mayat. Pemuda bertubuh berisi itu menarik sedikit kain yang menutupi korban. Matanya membulat saatmelihat tengkorak belakang korban yang hacur. Soonyoung mengedarkan pandangannya ke seliling korban, namun dirinya sama sekali tidak menemukan benda aneh. Pemuda sipit itu menaikkan kain yang menutupi korban hingga ke kepala. Soonyoung bangkit dan langsung berjalan menuju pria yang berseragam detektif.

"Bisa ikut saya sebentar?" detektif itu mengangguk, kemudian berjalan melewati police line dan langsung mengikuti langkah Soonyoung.

"Kondisi tengkorak mayar rusak parah, namun saya tidak menemukan benda yang mencurigakan disini." Soonyoung menjelaskan semua yang ia lihat.

"Detektif Lee, Kepala Kang." Kedua orang yang di panggil menoleh dan langung melangkahkan kakinya mendekati Soonyoung dan pria di sampingnya. Sonyoung berjongkok dan langsung menurunkan kain yang menutupi korban hingga sebahu. Ketiga orang yang berdiri itu meringis ngeri dan ngilu saat melihat kondiri mayat yang sedang di selidiki oleh Tim Dokter Forensik Rumah Sakit Hwasung.

"Apa ada barang yang mencurigakan?" Soonyoung menggeleng ringan, kemudian menolehkan kepalanya kearah Detektif Lee. Senyumnya terulas saat melihat wajah manis Detektif Lee.

"Tapi saya bisa mencium bau besi." Ketiga orang yang masih berdiri itu menajamkan indra penciuman mereka. "Sepertinya tersangka membawa kembali benda yang ia gunakan atau ia akan membuangnya di perjalanan, guna menghapus jejak."

"Uisanim." Ke empat orang yang masih menuangkan pemikiran masing-masing itu menoleh kearah dokter forensik perempuan satu-satunya –Jeonghan- yang berjalan membawa sebuah ponsel berwarna hitam. "Saya menemui ini di samping kaki korban. Saya tidak tahu persis ini punya korban atau punya tersangka."

"Ambilkan plastic." Titah Detektif Lee kepada tim dokter forensik yang berada di depan mobil ambulance –mengurusi kantung mayat. Wanita mungil yang berprofesi sebagai detektif itu berjaalan mendekati salah satu dokter yang membawa plastic, namun saat beberapa langkah lagi untuk mengambil plastic, tiba-tiba terdengar suara tembakan.

"Berpencar!" titah wanita mungil itu dan selanjutnya polisi dan para detektif itu berpencar dan menyisakan 6 polisi dan 2 orang detektif.

Jihoon melambatkan langkah kakinya. Gadis mugil itu menetralkan deru nafasnya yang memburu. Astaga, kenapa hari ini ia sama sekali tidak di beri kesempatan untuk beristirahat sebentar saja?

"Jangan jauh-jauh dariku." Seungcheol menahan tangan kiri Jihoon –agar gadis mungil itu masih dengannya.

"Tadi aku dengar arah suaranya dekat-dekat sini." Jihoon menunjuk gang yang berada di sebelah kanannya, kemudian Seungcheol meraih handy talkienya.

"Detektif Yeo, masuk."

"Silahkan masuk, monitor, ganti."

"Posisi?"

"Kurang lebih 20 meter dari lokasi besama Detektif Jeon, Detektif Lee menghilang lagi dari kami." Jihoon yang mendengar itu mengendus sebal.

"Detektif Lee aman bersamaku."

"Posisi?"

"Jalan lurus, perempatan ke kiri, gang ketiga belok kekanan."

"Kami kesana." Seungcheol kembali menaruh handy talkienya.

"Jangan kemana-mana." Seungcheol mengingatkan kembali gadis di sampingnya, sedangkan gadis mungil di sampingnya itu menganggukkan kepalanya pasrah.

Keduanya berjalan terus menyusuri gang yang lumayan gelap itu, namun langkah mereka terhenti saat mendengar suara derap langkah seseorang mulai mendekat –namun arahnya bukan dari belakang, melainkan dari depan mereka. Keduanya melangkah mundur saat pemuda berpakaian hitam lengkap dengan masker dan topi itu berjalan menghampiri mereka. Pemuda di hadapan Seungcheol dan Jihoon itu menurunkan masker yang ia gunakan dan menyeringai kearah dua detektif itu.

"Aku tahu kalian mengincarku dan kalian menginginkan ini bukan?" pemuda yang mengenakan jaket hitam dan topi hitam serta masker hitam itu mengayunkan palu yang berlumuran darah itu di sisi tubuhnya. Jihoon melirik tangan kiri pemuda di depannya yang merogoh saku jaketnya, entah mengeluarkan apa. Mata Jihoon tiba-tiba saja membulat saat pemuda itu mengacungkan senapan angin kearahnya dengan telunjuk yang bersiap menarik pelatuk.

"Siapkan liang kuburmu, detektif sampah."

"Awas, Ji." Seungcheol membalik tubuhnya –melindungi Jihoon dan selanjutnya bunyi tembakan terdengar. Seungcheol langsung ambruk menimpa tubuh mungil Jihoon.

"Detektif Choi!" Jihoon memegang kedua pundak Seungcheol untuk menyingkirkan pemuda di atasnya. Jihoon mengernyit saat telapak tangan kanannya basah dan ia mencium bau anyir darah. Gadis mungil itu mengangkat telapak tangan kanannya yang berlumuran darah pemuda di depannya ini.

Jihoon menatap bengis kearah pemuda yang tengah berlari meninggalkan dirinya dengan Seungcheol. Ia meneliti ciri-ciri pemuda yang membawa palu tadi, tiba-tiba sekelebat ingatan melintas di orak cerdasnya. Jihoon kembali menatap Seugcheol dengan tatapan khawatirnya. Gadis mungil itu mengarahkan tangan kanannya untuk menepuk pipi Seungcheol.

"Yak, bangun kau!" Jihoon terus menepuk pipi pemuda itu, namun tidak ada reaksi. Jihoon mulai panic sendiri. "Choi, ini tidak lucu, sungguh." Jihoon menepuk pipi itu terus menerus hingga menimbulkan bekas darah pemuda di depannya yang tadi menempel di tangannya. Jihoon menoleh kebelakang saat derap langkah mendekati keduanya.

"Ji, ji." Wonwoo langsung berjongkok tepat di samping Jihoon.

"Panggilkan ambulance cepat!"

tbc


Halo~

Gim back lanjutin ff dengan genre pasaran ini. Gim ga nyangka ada yang penasaran sama kelanjutannya ehehe. Terimakasih buat yang udah review yaaa

Gim gatau mau ngomong apa lagi, jadi udah dulu ya, sampai ketemu di chapter selanjutnya~

Bye~