TROUBLESOME
Cast:
Park Jihoon, Kang Daniel, and others
(Nielwink)
Warning:
Absurd
High school!au
95-96 line: 3rd grade
97-98 line: 2nd grade
99-00 line: 1st grade
.
(Produce 101 / Wanna One)
.
Enjoy!
Hyungseob menilik Jihoon yang sedang (berpura-pura) fokus pada buku pelajaran matematika yang ia tidak tahu mengapa Jihoon repot-repot membawanya ke kantin di jam makan siang. Mungkin Jihoon berupaya untuk tidak terlalu kentara, namun Hyungseob tahu ia sedang berusaha menyembunyikan wajahnya dengan cara menundukkan kepalanya dalam-dalam, wajahnya hampir saja mencium buku yang berada di hadapannya. Tangan kanannya yang digunakan untuk menampu jidatnya pun membuat usaha menyembunyikan wajahnyanya menjadi terlalu jelas. Hyungseob berdecih pelan.
"Yha, Park Jihoon."
"Hm?" Balas Jihoon dengan suara yang berusaha dibuat sesantai mungkin. Matanya tetap fokus pada buku di hadapannya. Hyungseob menatapnya malas.
"Kenapa kau menghindarinya terus, sih?"
"Hm, apa?" Gumam Jihoon cuek. Tangan kirinya meraih cappucino cincau di samping bukunya lalu menyeruput minumannya dengan susah payah, karena ia masih belum mendongakkan kepalanya juga. Alis Hyungseob berkedut melihatnya.
Pletak!
"Ah! Yha! Kau kenapa?!" Desis Jihoon keras sambil memegangi kepalanya yang baru saja digetok dengan tidak santainya oleh Hyungseob. Ia masih enggan menegakkan badannya dan melototi Hyungseob dari balik poninya yang sedikit menutupi matanya. Hyungseob balas melotot. Lihatlah anak itu masih berusaha bersembunyi padahal ia sudah sangat kentara.
"Wae? Kau sendiri kenapa? Kau pikir kau bakal transparan dengan usaha bersembunyi seperti itu? Kenapa kau menghindar terus?" Sembur Hyungseob. Tatapannya menghakimi pemuda di hadapannya.
"Siapa yang menghindari siapa?! Kau tidak lihat aku sedang membaca?" Elak Jihoon. Bukunya sedikit diangkat sebagai penekanan bentuk protesnya. Hyungseob mendeliknya tajam.
"Kalau bukan karena mukamu yang merah dan tingkahmu yang terlalu jelas, aku pasti sudah percaya omonganmu itu." Hyungseob menyindir pedas, matanya sedikit melirik ke arah belakang punggung Jihoon.
Jihoon langsung menyentuh pipinya dengan sigap, "Aku kepanasan, bodoh. Kau tidak lihat cuaca hari ini sangat panas?" Pemuda itu beralasan lagi. Diraihnya kembali cappucino cincaunya dengan santai lalu menyeruputnya dengan agresif, matanya masih melotot pada sahabatnya. Yang dipelototi balas menatapnya malas.
"Ah, begitu? Bukannya kau salah tingkah karena orang yang kau hindari masuk ke kantin dan sedang mengawasimu sekarang?" Tanya Hyungseob dengan seringai tipis di bibirnya.
Jihoon memicingkan matanya kesal. Dengan sedotan masih terapit di kedua belah bibirnya, Jihoon sedikit menoleh ke arah belakangnya. Dari sudut matanya, ia dapat melihat sekelompok siswa yang tanpa ia lihat sepenuhnya pun ia sudah kenal. Mereka baru saja menempati meja yang tak jauh dari tempatnya duduk bersama Hyungseob. Tidak ingin didapati sedang melirik, Jihoon buru-buru menolehkan kembali kepalanya ke arah Hyungseob. Pemuda Ahn itu masih menatapnya tanpa minat dengan kedua alis terangkat, menunggu Jihoon mengatakan sesuatu.
"Apa?" Jihoon mencebik. Ekspresinya berubah datar seraya ia menutup buku pelajarannya.
"Hyungseob-ah, aku lupa aku belum mengembalikan buku yang kupinjam di perpustakaan. Aku mau ke sana dulu, kau duluan saja ke kelas, oke?" Ujar Jihoon dengan ekspresi dibuat senetral mungkin. Ia segera beranjak dan meninggalkan Hyungseob yang terbeliak.
"Yha, Park Jihoon!" Teriak Hyungseob yang tentu saja diabaikan oleh sang pemilik nama. Hyungseob berdecih pelan, "Dasar bodoh. Setidaknya jangan membuat dirimu terlalu jelas. Aktor macam apa kau itu." Pemuda itu bergumam pelan sebelum keluar menyusul sahabatnya tersebut.
Mata Daniel dengan khidmat mengikuti sosok Jihoon yang berjalan keluar kantin melalui pintu barat. Ia dapat mendengar siswa yang tadi duduk bersama sosok itu memanggil namanya namun tidak digubris oleh sang empunya. Seringai tipis terurai di bibirnya.
"Kalau dia berusaha terlihat kalem, dia gagal melakukannya." Celetuk Jaehwan di telinga kirinya. Daniel harus menjauhkan tubuhnya sedikit karena Jaehwan memang tidak mengenal jarak.
"Makan saja makananmu." Ujar Daniel tak acuh. Namun ia membenarkan perkataan Jaehwan. Terlalu jelas apa yang pemuda yang sedari tadi sempat diperhatikannya sedang lakukan. Dan Daniel harus berusaha menahan senyumannya. Karena ia tidak akan membuat dirinya terlihat begitu kasmaran. Tidak di depan teman-teman yang tidak ingin ia akui sebagai teman di hadapannya saat ini.
Namun Daniel tetaplah Daniel. Daniel yang terlalu gampang dibaca oleh manusia tampan namun hanya ketika dalam mode .jpg bernama Seongwoo yang tentu saja sedang mengawasi gerak-geriknya saat ini.
"Aku benar-benar tidak tahu kau suka main kucing-kucingan. Kau sudah terlalu sering melakukannya belakangan ini." Celetuk Seongwoo sambil mengunyah roti sandwichnya. Daniel yang mengetahui maksud pemuda itu hanya berdecih. Ia tidak akan meladeni Seongwoo kalau ia hanya ingin menggodanya. Dilahapnya makan siang yang belum sempat ia sentuh sedari tadi, mengacuhkan pemuda Ong itu. Seongwoo yang diabaikan tidak menyerah begitu saja.
"Yha, mengaku saja. Seandainya dia seumuran dengan kita kau pasti sudah menyerangnya dari dulu." Pancing Seongwoo lagi. Jaehwan hampir saja tersedak minumannya, begitu pun dengan Daniel yang langsung memelototinya tajam.
"Menyerang- yha jaga perkataanmu, sialan." Umpat Daniel tidak terima. Ia hampir saja mencekik Seongwoo jika saja ia tidak ingat sedang berada di mana. Seongwoo yang dipelototi menatapnya tidak paham.
"Wah.. Ini pertama kalinya aku melihatmu berlagak suci seperti ini." Balasnya santai.
"Dia jatuh cinta, dia jatuh cinta." Celetuk Jaehwan ikut-ikutan. Daniel menabok kepalanya keras, membuat si korban hampir memuntahkan makanannya.
"Ah! Setan! Aku hanya berbicara fakta dan kau memukulku?!" Semprot Jaehwan dengan mulut yang masih penuh makanan.
"Berhenti bicara omong kosong dan kunyah saja makananmu itu, dasar menjijikkan." Balas Daniel kesal.
"Omong kosong? Wae? Bukankah kau lebih suka to the point dengan orang yang kau kejar? Kau mau bilang kau menyukainya tapi tidak mau to the point sama dia? Ini sudah berbulan-bulan kau mengejarnya. Kau berusaha jadi malaikat yang ingin menjaganya? Eoh? Eoh?" Cerocos Jaehwan tak henti. Daniel menggeram rendah sebelum mengambil sisa roti sandwich di tangan Seongwoo dan memasukkannya paksa ke dalam mulut cerewet Jaehwan.
"Diamlah, Jaehwan. Berhenti mengangguku." Keluh Daniel pelan sebelum melanjutkan makannya yang tertunda.
"Kapan aku akan menggaetnya? Sebentar lagi kita lulus, bodoh. Kau akan kehilangan kesempatanmu. Lagipula kenapa kau juga tiba-tiba bersikap sok cool begitu padahal kemarin-kemarin juga kau terang-terangan mendeklarasikan rasa tertarikmu padanya."
"..Sampai membuatnya ketakutan pula."
Daniel tidak mengalihkan perhatiannya dari makanannya sama sekali. Siapa itu Kim Jaehwan.
Seongwoo yang menyaksikan sedari tadi menggelengkan kepalanya ke arah Daniel.
"Apa yang anak itu lakukan padamu.."
Jihoon meregangkan badannya setelah duduk berjam-jam di sela-sela rak buku di pojok perpustakaan. Buku yang tadi berada di pangkuannya jatuh begitu saja ke lantai. Pemuda Park itu menguap lebar sebelum mengecek jam yang berada di tangan kanannya. Ia terkesiap begitu mengetahui waktu telah menunjukkan pukul 4 sore, yang berarti ia telah tidur selama dua jam di pojok perpustakaan ini.
Setelah mengembalikan kembali bukunya di rak dengan serampangan, Jihoon bergegas keluar dari perpustakaan (yang untungnya belum sempat ditutup) dan berjalan menuju kelasnya.
Semoga Jung Ahjussi belum mengunci ruangan kelas!
Jihoon bernapas lega ketika mendapati pintu kelasnya masih terbuka. Ia baru saja hendak masuk kelas sebelum ia berpapasan dengan Seonghyuk di depan pintu.
"Seonghyuk!"
"Oh, Jihoon-ah. Kau darimana saja?" Tanya Seonghyuk, matanya mengamati rambut Jihoon yang sedikit acak-acakan dan wajahnya yang terlihat baru bangun tidur.
"Perpustakaan. Yuri Ssaem benar tidak masuk, kan?" Tanya Jihoon memastikan.
Seonghyuk mengangguk, "Um. Yang lain daritadi sudah pulang."
"Oke. Makasih, ya." Jihoon menepuk bahu teman kelasnya tersebut dan beranjak masuk ke kelas.
"Jihoon-ah." Seonghyuk memanggil lagi. Jihoon menoleh dan memberikannya tatapan bertanya.
"Tadi Daniel Sunbae mencarimu." Jawab Seonghyuk singkat. Jihoon mengerjapkan matanya.
"Aku?"
"Iya, kamu. Tadi waktu jam pulang. Kurang tau deh alasannya apa. Omong-omong, aku duluan ya, Ji. Bye." Seonghyuk berpamitan dan beranjak pergi sebelum Jihoon sempat membalasnya. Pemuda itu masih belum beranjak dari tempatnya berdiri.
"Ha..." Jihoon menghembuskan napas panjang setelah beberapa saat.
Untung tadi aku nggak di kelas.
Jihoon bergerak mengambil tasnya lalu meninggalkan ruangan kelasnya. Ia berjalan menyusuri koridor dengan langkah pelan, pikirannya tidak sepenuhnya berada di tempat saat ini.
Apa aku sudah melakukan hal yang benar? Aku tidak menyesal, kan?
Tidak, tidak. Jangan menyesal.
Akh! Memalukan sekali. Seharusnya tidak usah kuberikan. Lihatlah sekarang kau menjadi pengecut. Ini kesalahanmu sendiri, bodoh.
Ani~ Kenapa juga aku terlalu memikirkannya. Itu kan bukan apa-apa, ish.
Sudah lupakan saja.
Berhenti memikirkan hal yang tidak penting!
Jihoon mendesah pelan sambil mengusap poninya, berusaha menghilangkan rasa malu yang masih menghantuinya sejak kemarin.
Dasar bodoh. Park Jihoon bodoh.
Daniel memijat pelipisnya lelah. Ia benar-benar bernasib sial. Sangat bernasib sial. Sepertinya Tuhan benar-benar ingin menguji kesabarannya dengan membuatnya terjebak bersama dua makhluk tidak tahu diri di hadapannya untuk selamanya. Selamanya, karena Daniel benar-benar tidak paham mengapa ia selalu gagal melarikan diri dari kedua orang ini.
"Kau tahu? Kemarin Jisung Hyung bilang persentase keberuntunganku menurun 50% bulan ini, dan aku mulai berpikir bahwa ia memang benar." Ujarnya dengan suara lesu.
"Kenapa? Kau tidak pernah percaya ramalan 'tidak jelas' Jisung Hyung sebelumnya." Jaehwan meladeni seadanya. Fokusnya masih berada pada permainan online di ponselnya, dengan Seongwoo yang ikut membantu di sampingnya.
"Aku harus terjebak bersama kalian selama satu hari penuh, itulah mengapa keberuntunganku turun 50%!" Seru Daniel sambil memukul meja di hadapannya. Seongwoo hampir saja salah pencet di ponsel Jaehwan dan membuat permainannya game over. Keduanya mengalihkan pandangan mereka ke arah pemuda Kang yang sedang geram itu.
"Lihatlah," Jaehwan berkata pada Seongwoo. "Dia merajuk. Pasti karena tidak bicara dengan Jihoonie-nya seharian." Seongwoo mengangguk setuju. Daniel memutar bola matanya jengah.
"Kalian lanjutkan saja kegiatan kalian. Aku pulang." Tukas Daniel sambil berdiri dari kursinya dan meraih tas ranselnya.
"Yha, kita harus diskusi kelompok, bodoh." Tahan Seongwoo cepat.
"Lakukan saja sendiri. Aku akan pindah kelompok. Aku tidak suka ide satu kelompok dengan kalian terus. Bisa gila aku." Balas Daniel ketus.
"Ap-"
"Hey, itu Park Jihoon."
Perkataan Jaehwan membuat Daniel langsung mengalihkan pandangannya ke luar jendela. Benar saja! Ia melihat Jihoon yang sedikit berlari menuju busway yang berdiri depan halte seberang jalan dengan tas ransel yang dipeluk di dadanya.
"Ooohh− yha, aku duluan. Dah!" Dengan gesit Daniel berlari keluar kafe tanpa menghiraukan panggilan kedua temannya tersebut.
"YHA, PARK JIHOON." Teriak Daniel sekuat tenaga. Pemuda yang dipanggilnya tersebut menoleh dan membelalakkan matanya lebar ketika menyadari siapa yang memanggilnya. Jihoon kembali berlari dan menaiki bus yang menunggunya dengan cepat. Daniel menganga lebar. What the-
"Aish!" Daniel segera menyebrangi jalan raya yang memisahkan mereka. Namun sial lagi-lagi sial, bus yang ditumpangi Jihoon telah melaju ketika ia telah sampai di seberang jalan. Daniel berteriak frustasi dan hampir saja menendang tong sampah yang berada di tiang halte.
Apa-apaan ini?! Ada apa dengan nasib baiknya hari ini? Kemana mereka pergi?!
"Demi janggut Merlin," Daniel menggerutu pelan. Dilihatnya Jaehwan dan Seongwoo tertawa terbahak-bahak di seberang sana. Membuatnya menggerutu untuk kesekian kalinya hari itu.
Jengah dengan segala peristiwa yang terjadi dengannya hari ini, Daniel melangkahkan kakinya meninggalkan tempat tersebut. Ia tidak akan pulang dengan kedua kunyuk pembawa sial di seberang sana dan jalan kaki sendirian adalah pilihan terbaik untuk melengkapi hari penuh sialnya ini.
Terima kasih kepada cuaca mendung hari ini, ia tidak harus mengeluh kepanasan sepanjang perjalanan pulang. Sebaliknya, pikirannya tertuju pada pemuda yang seharian ini berusaha menghindarinya secara terang-terangan.
Helaan napas panjang lolos dari belah bibir Daniel.
Kenapa lagi anak itu..
Pikirannya tanpa sengaja kembali ke beberapa bulan yang lalu. Kala itu ketika ia dan Jihoon pertama kali bertemu.
3 bulan yang lalu..
"Lucu, kan?"
Daniel menoleh, mendapati Yongbin berdiri di sampingnya sambil mengamati barisan siswa baru yang sedang menjalani masa orientasi di lapangan utama sekolah. Layaknya masa orientasi pada umumnya, siswa baru mengenakan atribut-atribut aneh yang membuat mereka terlihat mencolok. Tahun ini, mereka di suruh mengenakan tas punggung kecil yang terbuat dari kumpulan bungkusan snack bekas dan membuatnya terlihat semenarik mungkin, serta pita-pita kecil yang selalu menjadi atribut wajib di setiap tahunnya.
"Tas itu.. ide Taemin, kan?" Tanya Daniel pada Yongbin, yang kebetulan adalah salah satu panitia MOS tahun ini.
Yongbin terkekeh, "Tentu saja. Katanya dapat inspirasi dari Taewoo Sunbae. Dasar."
Daniel menggelengkan kepala sambil tersenyum tipis. Tentu saja, duo itu tidak pernah mati. Bahkan setelah Taewoo lulus, keduanya tetap menjadi duo petakilan yang paling populer di sekolah mereka.
Keduanya masih memperhatikan kegiatan di lapangan dengan seksama sebelum mata Daniel menangkap sosok Jaehwan yang terlihat sedang berbicara dengan salah satu siswa baru di barisan tersebut.
"Mwoya? Jaehwan masuk sekolah hari ini?" Tanya Daniel.
Yongbin mengangguk, "Eoh. Dia kan panitia juga. Mana boleh tidak hadir." Jawabnya.
Daniel menggerutu pelan, "Kim Jaehwan sialan." Daniel segera turun ke lapangan dan menghampiri pemuda Kim yang sudah mengelabuinya tersebut.
"Mengaku sedang sakit supaya kau tidak harus menghadapi Jiyong Ssaem sendirian dan malah mengorbankanku. Begitu kan, Kim Jaehwan sialan?" Gerutuan tidak hentinya keluar dari mulut Daniel sampai akhirnya ia sampai di kerumunan senior panitia ospek.
"Oh, Kang Daniel~ Apa yang membawamu kemari?" Sapa Hyunwoo. Jaehwan yang mendengar nama Daniel disebut menoleh dan membelalak horor mendapati tatapan Daniel yang seperti sudah ingin mengulitinya hidup-hidup. Pemuda yang berapi-api itu melesat ke arah Jaehwan, siap menyerangnya.
"Yha, Kim Jae-"
"Sunbae-"
Daniel berhenti ketika suara lain menginterupsi ucapannya. Ia dan Jaehwan serentak menoleh dan,
Demi bulu kucing Rooney dan Peter, ia pasti bermimpi indah tadi malam.
Rambut coklat tua yang terlihat sangat halus tangan Daniel terasa gatal ingin mengusapnya, mata bulat yang memancarkan kepolosan (sudut matanya membentuk sayap dan Daniel tidak pernah melihat mata seindah itu sebelumnya), hidung bangir sempurna, pipi bulat yang sedikit bersemu, dan bibir penuh berwarna pink yang sedikit dikatupkan karena rasa gugup.
Daniel merasa tersihir. Bahkan pita kuning jelek yang melingkari lehernya dan tas bungkusan snack yang dikenakannya tidak sedikitpun mengurangi kepermaian dan kepolosan yang memancar dari sosok di hadapannya. Daniel takjub, terpukau, merasa tertawan.
"Eoh, Jihoon. Kau perlu sesuatu?"
Jaehwan tidak memberitahunya ada anak seperti ini di angkatan baru mereka.
Jihoon. Nama yang indah untuk makhluk yang indah pula. Otak Daniel telah menyebutkan nama itu berkali-kali dan ia menyukainya. Ini baru pertemuan pertama mereka, demi Tuhan.
"A-anu, Sunbae-nim," Suara itu membawanya kembali ke dunia nyata.
"Bisakah aku kembali ke kelas sebentar untuk mengambil topiku? Aku lupa membawanya." Oh, ya Tuhan. Tidakkah tingkah gugup itu terlihat manis? Tatapannya yang terlihat tidak yakin, kedua tangannya yang menyatu dengan ibu jarinya yang bergerak-gerak gelisah. Seketika tujuan awalnya untuk menyemprot Jaehwan menjadi tidak penting lagi. Anak baru ini telah menyita seluruh perhatiannya.
Jihoon yang manis membungkukkan badannya sedikit setelah Jaehwan memberikannya izin dan berlari kecil menuju kelas tempat kegiatan ospek di gedung barat. Tas yang ia kenakan sedikit memantul-mantul dan membuat hati kecil Daniel mengerang akan rasa gemas.
Pandangannya beralih kembali ke Jaehwan yang hampir saja kabur jika saja tidak segera ia cegat."
"Yha, kemari sebentar."
Jaehwan merengek ketika tangannya ditarik. "Niel-ah, maafkan aku. Tapi nanti saja, ok. Aku sedang sibuk." Pintanya, mencari alasan untuk menghindar dari kawannya tersebut.
"Kau tidak memberitahuku tentang Jihoon itu." Bisik Daniel cukup keras. Jaehwan terkesiap dengan perubahan topik tersebut. Ia tadi yakin Daniel datang menghampirinya untuk membunuhnya, bukan ini.
"Ke-kenapa? Kenapa kau menanyakannya?" Tanya Jaehwan dengan rasa panik yang masih tersisa.
"Dia anggota kelompokmu, bukan? Kenalkan aku padanya." Ujar Daniel semangat.
"Mwo?"
Daniel berdecak kesal, "Lupakan. Aku akan menghampirinya sendiri." Katanya sebelum berlari menuju gedung barat tempat Jihoon menuju tadi.
"Hah?! Kang Daniel, jangan mengganggu anak muridku!"
Daniel mengabaikan teriakan Jaehwan dan menelusuri koridor gedung dengan semangat, mencari kelas yang dimasuki Jihoon tadi. Dimana kelas tempat kegiatan ospek itu?
Ia hampir saja menabrak Jihoon yang tiba-tiba keluar dari salah satu kelas jika saja ia tidak reflek mundur satu langkah. Si anak baru terkesiap melihat siapa di hadapannya.
"Oh, maaf Sunbae. Aku tidak melihat jalan." Pemuda yang dicari Daniel itu meminta maaf sambil membungkukkan badannya berkali-kali. Kegugupan terlihat jelas di wajah bersemunya. Daniel tersenyum geli.
"Kau Jihoon, kan? Aku Kang Daniel, seniormu di tingkat akhir." Daniel mengulurkan tangannya ke anak baru, bermaksud menjabat tangan. Jihoon yang melihat uluran tangan itu gelagapan. Ada apa ini?
"A-ah.. Ak-"
"Kang Daniel, jangan menggoda anak muridku."
Keduanya menoleh ke sumber suara dan mendapati Jaehwan memelototi Daniel sambil berkacak pinggang. Daniel mendengus, tangannya yang tadi terulur ikut berkacak pinggang dan membalas tatapan laser Jaehwan.
"Kau mabuk? Siapa yang kau panggil anak murid, pengkhianat?" Daniel balas mencemooh. Jihoon yang berada di situasi itu hanya bisa berdiri canggung di sampingnya.
Yang disinggung pengkhianat berdeham salah tingkah. Ia tahu masalahnya dengan Daniel belum selesai, dan ia akan menyelesaikannya nanti.
"Jihoon, kembali ke lapangan. Kau mau dihukum karena terlalu lama meninggalkan tempat?" Alih Jaehwan pada Jihoon. Anak baru yang malang itu tersentak dan dengan takut-takut membungkuk pelan pada Daniel sebelum berlari kembali ke lapangan. Daniel memandang kepergiaan sosok pencuri hati itu dengan tatapan gondok.
"Sampai bertemu lagi, Jihoon." Seru Daniel tidak tahu diri. Jaehwan sang perusak suasana melemparkannya tatapan mencela sebelum menyusul kembali ke lapangan. Meninggalkan Daniel yang hatinya setengah meradang setengah berbunga.
Hari itu ia habiskan dengan mengamati makhluk menggemaskan dengan atribut menyebalkan itu dari kejauhan. Kepalanya penuh dengan skenario-skenario yang akan ia lancarkan pada anak yang malang itu. Daniel kesemsem. Roket telah siap diluncurkan ke angkasa.
Dan begitulah pertemuan pertama mereka yang singkat. Daniel yang terlalu semangat dan Jihoon yang gelagapan menghadapi Daniel yang terlalu semangat. Sejak saat itu, Daniel dengan gencar melancarkan aksi pendekatan yang awalnya membuat Jihoon kalang kabut dan sedikit ketakutan. Seongwoo yang menjadi saksi pun hanya bisa mendoakan Jihoon yang terbaik dan mengasihani nasibnya karena telah terpilih menjadi target perburuan Daniel yang berikutnya.
Meskipun awalnya terkesan ekstrim, pada akhirnya Jihoon luluh juga. Perilaku Daniel yang gentle dan penuh perhatian (yang harus membuat Jaehwan muntah transparan di depan wajahnya tiap ia melakukannya) membuat Jihoon yang manis tersipu. Lama-kelamaan mereka menjadi akrab. Saling bertegur sapa, bertukar pandang di situasi yang tidak tepat, godaan kecil yang dilemparkan Daniel ketika mereka berpapasan dan wajah Jihoon yang menjadi semerah tomat, traktiran makan yang tak terduga, obrolan panjang sepanjang jam istirahat di perpustakaan (yang kata Seongwoo jauh dari gaya pendekatan Daniel selama ini), 'kencan' dadakan sepulang sekolah, dan masih banyak lagi. Semuanya berjalan lancar. Hubungan mereka berkembang dan penuh bunga. Proses menuju tahap selanjutnya terpampang jelas di depan mata.
Atau setidaknya itu yang ia pikirkan.
Mungkin Daniel terlalu percaya diri. Dalam sebagian besar waktu Daniel berpikir bahwa perasaan mereka berdua setara, mereka sama-sama saling suka. Namun dalam beberapa kesempatan, ia tiba-tiba tidak yakin akan hal tersebut.
Park Jihoon, siswa baru pujaan hati Kang Daniel yang tidak terlalu mengindahkan kekonsistenan dalam sebuah hubungan, di satu waktu akan menunjukkan antusiasmenya yang menggebu-gebu ketika bertemu Daniel dan membuat pemuda Kang itu terenyuh dan merasa tidak pantas. Padahal ia adalah Kang Daniel, manusia dengan tingkat kepercayaan diri di level berbahaya dan berpikir orang lainlah yang tidak pantas bersanding dengannya. Ia merasa Jihoon adalah putra mahkota yang memukau semua mata yang memandangnya dan Daniel adalah rakyat jelata yang bahkan tidak pantas mendongkkan kepala dan menatap kedua bola mata indah itu. Kata Seongwoo, ia sudah terhipnotis dan ia payah.
Namun di lain waktu, ia akan menunjukkan sikap yang sama di awal-awal misi pendekatan Daniel. Bersikap seolah-seolah semua momen manis mereka tidak pernah terjadi. Seolah-olah Daniel adalah orang tua aneh yang membuatnya takut dan harus ia hindari sebisa mungkin. Seperti yang hari ini ia lakukan.
Daniel tidak paham. Ini bukan pertama kalinya terjadi. Ini bukan pertama kalinya mereka menghabiskan sepanjang hari bersama layaknya dua insan yang paling bahagia di dunia dan main kucing-kucingan di hari berikutnya. Jihoon akan manatapnya berseri-seri hari ini dan keesokan harinya akan menatapnya penuh horor. Dan ia membuatnya terlalu jelas! Daniel rasanya ingin murka.
Apakah Jihoon hanya ingin mempermainkanku? Apakah sudah saatnya aku mendapatkan karma atas sikapku yang selalu brengsek kepada barisan para mantanku? Pikiran itu sedikit banyak menghantui Daniel. Dan ia ingin merintih. Ia tidak siap ditertawai oleh Jaehwan dan Seongwoo karena telah dipermainkan oleh anak kecil.
Daniel mengacak rambutnya frustasi.
Jihoon-ah.. Jihoon-ah!
Padahal kemarin mereka sempat bertemu di belakang lab bahasa yang sepi (atas permintaan Jihoon yang mengirim Park Woojin ke kelasnya untuk menyampaikan permintaannya tersebut layaknya merpati pos di masa lalu) dan menyodorkannya hadiah ulang tahun dengan wajah bersemu merah jambu. Ia 100% yakin Jihoon berniat untuk mencium pipinya sebagai tambahan namun dengan cepat pula menahan dirinya dan buru-buru pamit. Setelah sebelumnya mengucapkan "Selamat ulang tahun, Daniel Sunbae!" dengan suara kelewat semangat dan senyum lima jari.
Dan keesokan harinya inilah yang terjadi. Aksi menghindar part kesekian.
Apa yang dipikirkan anak itu? Mengapa ia begitu menyulitkan? Mengapa ia begitu mudah tercapai namun begitu juga mudah terlepas? Mengapa ia harus membuat otak Daniel bekerja keras? Mengapa pula ia menjadi begitu ragu untuk menghampirinya ketika sikap menyebalkan Jihoon muncul lagi?
Ia yakin ia bukanlah orang penuh ragu seperti ini.
Daniel menghembuskan napas lelah, "Apa yang ingin kau lakukan padaku, Jihoon-ah.."
.
.
Hello~
I planned to make this a two-chaptered fic, hehe. Aku gatau ini bagus atau tidak tapi aku semangat buat ngepost ini, haha.
Makasih yang udah sempat mampir baca. Suka tidak suka makasih sudah baca ^^,
komen kritik dan saran pun akan sangat dihargai, hehe.
Semoga suka :)
Kamsa ^^
