Mmmm apa yang harus ku katakan?! Niatku mengurangi story dengan status on going benar-benar gagal dengan mempublish ff ini. Duh.

_

~_~

Chapter 1

Sudah ke sekian kalinya hari ini, Sudah ke puluhan kalinya diminggu ini, dan sudah ke ratusan kalinya dibulan ini. Lebih baik jangan katakan ke berapa kalinya ditahun ini Sasuke menatap gadis berhelaian pink panjang hingga menyentuh pinggulnya. Helaian itu terlihat indah dan halus saat angin menerpanya. Panjang dan lurus. Wajah bulat dengan emerald teduh serta bibir kissable membuatnya selalu merajai atensi Sasuke sejak pertama kali Sasuke melihatnya. Cantik. Itulah kata yang awalnya selalu terlintas dipikirannya setiap kali memperhatikan teman sekelasnya itu. Dan hanya butuh sedikit waktu bagi Sasuke untuk berubah dari sekedar mengagumi jadi ingin memiliki, yang sayangnya sulit diwujudkan. Sebuah keberuntungan baginya bisa selalu satu kelas dengan pujaan hatinya selama lebih dari dua tahun ini. Sekarang mereka menginjak pertengahan semester pertama kelas tiga.

"Kau bisa jadi pemimpi akut jika hanya terus memandanginya. Seharusnya kau sedikit berusaha, seperti yang lainya." Sasuke mendengus remeh mendengar ucapan Naruto yang datang membawa makanannya. Mereka sedang dikantin kalau ingin tau. Dan Sasuke memandangi Sakura yang sedang membaca buku di bawah pohon dibelakang sekolah yang segaris lurus dengan jendela kantin di samping meja mereka. Tentu saja kebiasaan Sakura itulah yang membuat Sasuke memilih meja ini.

"Kau tahu itu sangat sulit." gumam Sasuke. Tentu saja sangat sulit karna Sakura akan histeris jika disentuh seorang pria. Tanpa terkecuali. Terhitung dua kali Sasuke pernah melihat secara langsung tangisan pilu dan bagaimana ketakutannya Sakura saat Sai yang menyukainya memegang tangannya berniat menyapa. Niat Sai urung saat melihat reaksi Sakura. Kedua terjadi sekitar setahun lalu saat adik kelas yang kelebihan hormon penasaran bermaksud membuktikan rumor tentang Sakura. Sasuke yang tak terima dengan beringas menghajar adik kelas kurang kerjaan itu. Dan mulai saat itu Sasuke selalu menjaga Sakura diam-diam. Tatapan mengancam selalu Sasuke layangkan pada setiap pria yang berada didekat Sakura. Siapa yang berani berpikir melawannya? pamannya adalah kepala sekolah disini. Bahkan sekolah ini adalah milik Uchiha. Apalagi dia didukung oleh teman-temannya yang bisa dibilang berandal konglomerat.

"Kalau tidak sulit aku pasti sudah mendapatkanya." Celetuk Sai yang duduk diseberang Sasuke.

"Sebelum itu kau akan mengalami perang dengan Uchiha. Aku yakin itu sangat menyusahkan." Sahut Shikamaru yang duduk disamping Sasuke. Naruto terkekeh mendengar ucapan teman-temannya.

"Mawar berduri itu punya banyak penggemar ya. Aku cukup dengan lavender saja." Sasuke tersenyum mendengar ucapan Naruto. Daripada disebut mawar berduri sepertinya gadis itu lebih tepat di sebut sakura yang rapuh. Onixnya kembali menatap Sakura yang kini tertidur. Senyum lembut terukir dibibirnya. Sakuranya selalu menghadirkan warna pelangi di setiap harinya. Meski terkadang dia sangat ingin berinteraksi dengan wajar pada gadisnya itu.

"Berhentilah berkhayal." Sasuke mengabaikan ucapan Shikamaru yang menyapa pendengarannya. "Apa kau tak bosan selalu melihatnya? Ini sudah lebih dari dua tahun. Kurasa sudah saatnya kau berhenti." Sasuke terdiam mendengar ucapan Shikamaru. Dia mengalihkan pandangannya pada Naruto yang asik menceritakan tentang Hinata - pacarnya - pada Sai. Dan sepertinya Naruto berniat mencomblangkan Sai pada Ino, teman pacarnya yang sekelas dengan Sasuke. Dia tahu karna gadis pirang itu adalah teman sebangku Sakura. Tapi Sasuke tak pernah melihat Sakura akrab dengan gadis itu.

"Kau benar. Aku harus berhenti memperhatikanya. Akan ku jadikan dia miliku." Ucap Sasuke pelan dan yakin.

"Ku rasa itu lebik baik. Dan kau bisa mengenalkanku pada sepupunya." Sasuke tersenyum mendengar ucapan Shikamaru. Dia tahu bagaimana kerasnya Shikamaru berusaha mendekati Temari, sepupu Sakura yang menjabat sebagai ketua osis. Tapi Temari terlalu jantan untuk didekati secara normal.

"Entahlah. Ku pikir akan menyebalkan jika kita bersaudara." Sasuke menepuk bahu Shikamaru seraya beranjak dari kantin karna bel masuk berbunyi. Diliriknya Sakura yang berlari tergopoh-gopoh meninggalkan pohon itu. Sepertinya gadis itu bangun karna terkejut mendengar bel masuk.

Sepanjang pelajaran berlangsung perhatian Sasuke fokus ke depan, bukan papan tulis melainkan Sakura yang duduk diurutan pertama barisan disebelah barisannya. Posisinya yang berada di urutan ke tiga dari depan membuatnya leluasa menikmati wajah cantik Sakura dalam berbagai ekspresi saat gadis itu memperhatikan penjelasan guru.

Bel pulang berbunyi. Sasuke masih setia duduk dibangkunya meski sudah selesai mengemas barang-barangnya. Apalagi alasannya kalau bukan Sakura yang masih duduk tenang menunggu suasana sepi. Gadis itu tak akan tahan berdesak-desakan. Sasuke baru melangkah saat Sakura melangkah meninggalkan kelas.

Sejak menyukai Sakura, Sasuke jadi menyukai aktivitas berjalan kaki. Dia sama sekali tidak tertarik menggunakan mobil mewahnya lagi. Memandang punggung Sakura yang berhias helaian panjang membuatnya tak bisa berhenti tersenyum. Sasuke melihat gadisnya sedikit menoleh kebelakang lalu mempercepat langkahnya. Sasuke terkekeh kecil saat menyadari Sakura ketakutan karna dirinya yang terang-terangan mengikutinya. Tapi bisa saja gadis itu menganggapnya tinggal di daerah itu atau ada keperluan atau apapun dan dia hanya tak mau jaraknya terlalu dekat dengan Sasuke. Entahlah. Pasalnya selama ini Sasuke selalu menjaga jarak aman. Dia sudah cukup puas melihat Sakura pulang dengan aman. Sasuke ikut mempercepat langkahnya berniat mengejar Sakura. Tapi gadis berambut pink itu keburu masuk rumah. Sasuke kembali terkekeh saat melihat Sakura mengintip dari balik gorden jendela. Setidaknya Sasuke berharap Sakura tahu dia yang selama ini mengikutinya, menjaganya. Itupun jika Sakura tahu, Sasuke hanya bisa berharap. Untuk sekarang.

"Menma jemput aku." Bahkan supirnya pun sudah hapal dimana Sasuke berada di jam seperti ini. Berjalan dua kilo meter dari sekolah ke rumah Sakura tidak pernah menjadi hal berat bagi Sasuke selama masih ada sosok Sakura dipandangannya. Tapi jika tanpa Sakura, jangankan dua kilo meter, dua meter saja rasanya sangat berat.

Hari berikutnya, saat Sakura dan Temari membuka pintu pagar rumah mereka, Sasuke sudah berada disana. Menyender pada tembok pagar tetangga Sakura. Saat melihat Sasuke, Sakura langsung berusaha menyembunyikan dirinya di balik tubuh Temari. Melihat itu Sasuke hanya tersenyum sembari melangkah mendekati dua sepupu itu.

"Jaga jarak jika kau tak mau bermasalah Uchiha." Ancam Temari dengan nada tegas khas ketua OSIS. Sasuke mengangkat tangannya menyerah lalu mundur beberapa langkah. "Apa yang kau lakukan di sini? Ku pikir ini bukan kawasan mewah milik Uchiha."

"Hanya ingin menjemput seseorang saja." Sasuke mengangkat bahunya acuh. Sakura menggeleng saat Temari memandangnya bertanya.

"Jadi, siapa yang kau jemput?" Temari melipat tangannya didada dan mengangkat dagunya angkuh.

"Tak mungkin aku menjemput gadis macho sepertimu." Sasuke masih mempertahankan senyum menawannya. Sekali lagi Temari memandang Sakura dan gadis itu menggeleng.

"Maaf jika aku macho. Karna aku macho bisa saja berbahaya untukmu yang mengincar sepupuku. Meski ku akui seleramu bagus tapi kau tetap harus menjaga jarak." Temari melayangkan tatapan mengancam pada Sasuke. Sedetik kemudian dia menarik tangan Sakura dan melangkahkan kakinya menuju sekolah.

Senyum Sasuke masih bisa mengembang meskipun jaraknya terpaut beberapa meter dari sang pujaan hati. Baginya sebuah kemajuan saat keberadaanya disadari oleh Sakura. Bonusnya adalah wajah imut Sakura yang selalu menoleh ke belakang -ke arahnya- meski didominasi raut cemas. Tak masalah. Inilah alasan Sasuke selama ini hanya memastikan Sakura pulang dengan selamat. Karna dipagi hari ada yang menjaga gadis itu.

Kelas Anko sensei harus masuk ke dalam daftar kelas favorit Sasuke saat guru cantik itu menempatkannya dan Sakura dalam Satu kelompok yang terdiri dua orang. Tugasnya menciptakan musik kontemporer. Meski berakhir dengan buruk bagi Sasuke.

"Maaf sensei, bisakah aku berpasangan dengan perempuan saja?" Suara lembut gadis itu terasa indah sekaligus menyakitkan bagi Sasuke. Sakura menolaknya.

"Maaf Haruno-san, aku hanya ingin memberi porsi seimbang pada tiap muridku. Aku tak bisa memanjakanmu seperti guru lainya. Cobalah atasi masalahmu, dan berbaur dengan semua teman-temanmu." Sasuke menyetujui ucapan Anko sensei. Tapi dia juga sangat tidak tega melihat raut pasrah dan tersiksa gadisnya.

Sasuke menghela nafas sembari mengusap wajahnya kaku. Jika Sakura sulit didekati bagaimana nasib tugas mereka. Itu hanya masalah kecil. Masalah yang bagi Sasuke lebih penting adalah bagaimana caranya agar dia bisa bicara dengan gadis yang langsung siaga jika melihatnya. Jika sebelumnya gadis itu hanya menyingkir dengan hati-hati dari para pria -termasuk dirinya- kini Sakura dengan terang-terangan menghindarinya, hanya dia. Cukup menyakitkan kemalangan yang didapatnya.

"Bagaimana tugasmu dengan pujaanmu itu?" Tanya Shikamaru. Shikamaru sekelas denganya sementara Naruto dan Sai berada dikelas yang berbeda.

"Sakura selalu lari ketakutan setiap melihatku. Seolah-olah aku ini virus mematikan." keluh Sasuke. Shikamaru tersenyum tipis seraya menyeruput es tehnya.

"Kelihatannya bicara dengan Sakura lebih sulit daripada bertemu presdir Uchiha bagi kaum pria. Bukankah itu menarik?" Sasuke tersenyum bangga mendengar ucapan Shikamaru.

"Karna itu dia diciptakan hanya untukku." Shikamaru tertawa cukup keras menanggapi ucapan Sasuke.

" Dunia cukup luas Uchiha, kau seperti lebih tua dari usiamu." Shikamaru menghentikan ucapannya untuk meminum es tehnya sekali lagi. "Kita masih sekolah. Tak ada jaminan perasaanmu tak akan berubah saat kita menginjak usia dewasa." Sasuke mengangguk paham mendengar ucapan sahabatnya.

"Akan ku pikirkan nanti. Yang aku tahu dua tahun melihatnya tak pernah membuatku jemu. Untuk sekarang aku sangat yakin jika aku mencintainya."

Ketika bel pulang berbunyi rutinitas Sasuke masih seperti biasa, menunggu Sakura. Sejak Sakura menyadari dia mengikuti gadis itu, kewaspadaan - atau kalau menurut Sasuke adalah kegelisahan - Sakura meningkat. Sakura selalu tak sabar menunggu antrian, dia masih tak bisa berdesakan. Di jalanpun Sakura selalu menoleh ke belakang dan mempercepat langkahnya saat melihat Sasuke. Kadang hal itu membuat Sasuke frustasi tapi juga terkadang menjadi hal yang menghibur bagi Sasuke.

Tapi hari ini Sasuke berniat melakukan sedikit kemajuan. Dia akan membuat Sakura mengatakan sesuatu padanya, terutama tentang tugas musik mereka yang sama sekali tak ada kemajuan. Sasuke menghembuskan nafas menyiapkan mentalnya untuk berbicara pada Sakura. Ini bukan sembarang orang, ini Sakura. Gadis yang selalu menjadi pusat perhatiannya selama dua tahun lebih. Dan ini akan menjadi momen pertama baginya menyapa gadis tersulit didekati oleh pria seantero sekolah, mungkin juga seantero konoha. Sasuke menyejajarkan langkahnya dengan Sakura yang memeluk erat-erat tasnya. Tidak dekat, sekitar satu meter lebih jaraknya disamping Sakura. Tapi cukup membuat gadis itu meliriknya berkali-kali dengan gelisah disela-sela langkahnya yang semakin cepat.

"Sakura..." Sasuke cukup terkejut saat tubuh Sakura menegang saat dia menyebut namanya. Sebenarnya se-anti apa gadis ini pada seorang pria hingga bereaksi seperti itu hanya pada sebuah panggilan. Sasuke mengerang dalam hati melihat Sakura meremas tasnya dan terlihat mulai gemetaran dengan langkah yang nyaris berlari.

"Sakura... apa kau sama sekali tidak mengenalku? Reaksimu membuatku takut." Sasuke tak bisa menahan erangan jengkelnya tetap ditenggorokan. Sasuke mendengus antara jengkel dan bingung harus melakukan apa.

"Oke. Dengar. Aku hanya butuh kepastian nasib tugas kita. Bukan apa-apa, aku tak menyukai angka nol." Sasuke tersenyum tipis melihat Sakura melambatkan langkahnya. Saat Sakura menoleh padanya, dia cepat-cepat memasang raut datar. Dia akan melakukan pendekatan seaman dan sepelan mungkin.

"Aku... tak bisa..." Sasuke melihat Sakura menggigit bibirnya. Sangat menggoda di matanya. Tapi situasinya sangat menyusahkan.

"Ini bukan hanya tentang nilaimu Sakura, tapi juga tentang nilaiku." Sasuke berusaha tak peduli saat Sakura kembali terlihat tegang saat Sasuke menyebut namanya. "Kau bisa tak peduli pada nilaimu, tapi aku sangat tak menyukai nilai buruk." Sasuke yakin ini adalah alasan tepat. Nilainya hanya setingkat dibawah Nara Shikamaru sang juara bertahan.

"Ah maafkan aku. Tapi aku..."

"Apa syaratmu?" Potong Sasuke. Dia sangat tidak ingin mendengar penolakan Sakura lagi. Dua tahun lebih, bukankah itu waktu yang cukup lama baginya hanya melihat Sakura tanpa berniat mengganggu zona nyaman gadis itu. Sekarang, tidak lagi. Jika dia tidak maju sekarang maka sampai kapanpun dia tidak akan mengalami kemajuan.

"A...apa?" Sakura terlihat terkejut dengan pertanyaan Sasuke. Bahkan gadis itu sampai menghentikan langkahnya.

"Katakan syaratmu. Aku hanya butuh tugas kita selesai. Mengertilah." Sasuke setengah memohon setengah memaksa. Dia berharap ini awal yang baik untuk hubungannya dengan Sakura.

"Aku..." Sakura malangkah lambat-lambat memandangi ujung sepatunya terlihat berfikir. "Bisakah kau berjanji menjaga jarak denganku?" Tanya Sakura lirih tanpa memandang Sasuke.

"Itu mudah." Sasuke tersenyum. Sakura akan terkejut jika tahu betapa lamanya dia bertahan menjaga jarak aman dengan gadis itu. Sungguh, mendengar Sakura mulai mengajukan syaratnya batin Sasuke bersorak senang. Dia akan selangkah lebih dekat dengan gadisnya.

"Aku... tak suka pulang saat hari gelap." Ucap Sakura lebih lirih dari sebelumnya. Gadis itu ketakutan atau apapun terserahlah. Saat ini Sasuke hanya mau memusatkan perhatiannya pada gejolak di dalam dirinya. Rasa senang yang masih di tahannya seperti akan meledak. Bukan hal istimewa, hanya karna ada harapan mereka akan duduk berdua sedikit lebih lama dan lebih sering mampu membuatnya laksana ketiban bulan. Jangan pikirkan pribahasa anehnya, pikirkan saja Sakuranya.

"Sepakat. Ada lagi?" Sakura menggeleng menanggapi pertanyaan Sasuke. Syarat yang sangat mudah dibanding hanya melihat selama dua tahun. Sasuke tersenyum saat Sakura mengangguk kecil padanya seolah berpamitan sebelum membuka pintu pagar dan masuk ke dalam rumah. Senyum Sasuke bertahan hingga dia melangkah meninggalkan tempat itu.

"Aaa yesss!!" Sasuke melonjak girang saat dia cukup jauh dari rumah Sakura. Dia tak akan mengambil resiko Sakura melihat saat dia bersikap konyol. Sasuke benar-benar meluapkan kebahagiaannya. Dia tertawa tak percaya, setelah dua tahun akhirnya dia akan selangkah lebih dekat dengan Sakura. Sasuke bahkan tak menyangka sensasinya akan semenyenangkan ini. Sasuke berdehem menetralkan gejolak dihatinya.

"Hhh ini awal yang baikkan Sakura..." Sasuke mendesah berusaha menahan senyumnya meski gagal. Dia hanya tidak ingin terlihat aneh saat menma menjemputnya.

Ruang kelas sudah sepi, hanya tinggal Sasuke dan Sakura. Sasuke menghembuskan nafasnya berusaha menetralkan degup jantungnya. Dalam hati dia menggerutu kenapa dirinya sangat gugup padahal mereka hanya akan berdiskusi sembari berjalan pulang. Mereka kan belum memutuskan akan menggunakan alat apa, kalau ingin tau.

"Kau bisa jalan lebih dahulu." ucap Sasuke tenang -atau hanya kedengarannya- saat melihat Sakura berkali-kali meliriknya gugup. Gadis itu hanya mengangguk singkat lalu beranjak dari tempat duduknya.

Cukup lama suasana hening menyelimuti mereka. Posisi mereka sungguh menyulitkan untuk memungkinkan terjadi sebuah percakapan. Posisinya Sakura berjalan didepan dan sekitar hampir dua meter dibelakangnya Sasuke berjalan dengan tenang. Pria itu tersenyum puas dengan tangan yang masuk ke dalam saku celananya. Bisa mengamati keindahan Sakuranya terang-terangan dalam jarak yang cukup dekat membuatnya lupa akan tujuan awalnya membuat tugas. Atau itu memang hanya sebuah alasan. Sasuke menghentikan langkahnya saat Sakura berhenti melangkah. Dia masih mempertahankan jarak dantara mereka.

"Jika kita seperti ini, kita akan sulit." lirih Sakura. Sasuke meragukan maksud gadis itu sebelum melanjutkan ucapannya. "Kau bisa berjalan disampingku, tidak perlu terlalu jauh..." Sasuke nyaris menyetujui ide Sakura dengan antusias sebelum akhirnya dia hanya tersenyum tipis ketika Sakura melanjutkan ucapannya.

"Tapi jangan terlalu dekat."

"Ya." Sasuke mengangkat bahunya acuh seolah tidak terlalu menganggap penting ucapan Sakura. Dengan santai dia menyejajari langkah gadisnya.

"Jadi, kita akan menggunakan alat apa?" Sasuke menoleh pada Sakura. Sangat menakjubkan mendengar pertanyaan Sakura ketika dia berfikir Sakura tidak begitu perduli pada nilainya. "Apa? Aku hanya tidak menyukai laki-laki. Bukan tidak menyukai pelajaran Anko sensei." Sasuke terkekeh mendengar nada kesal namun masih kental dengan nada ketakutan dan defensif gadis itu.

"Hn. Jadi apa kau punya saran?" Sasuke memutuskan menciptakan suasana aman dan nyaman bagi Sakura, termasuk menjaga jarak kurang lebih satu meter dari Sakura.

"Mungkin ember, tong atau lainnya?" Bisik Sakura. Sasuke tak begitu menyukai cara bicara Sakura padanya yang terkesan enggan. Tapi ini lebih baik daripada tidak.

"Kita akan pikirkan malam ini, dan besok kita sudah harus memilih. Kita hanya punya waktu empat hari sebelum penilaian." putus Sasuke ketika mereka sampai didepan pagar rumah Sakura. Sakura mengangguk setuju. Sesaat Sakura memandang Sasuke seperti akan mengucapkan sesuatu tapi diurungkannya.

"Sampai jumpa besok." Sasuke memberikan senyuman terbaiknya pada Sakura. Dalam hati dia berharap saat mereka bertemu lagi besok Sakura akan bersikap lebih baik lagi padanya.

Sasuke Bangun dengan senyuman. Dia sama sekali tak mampu menyembunyikan raut bahagianya. Selesai dengan urusan mandi dan seragam, Sasuke bergabung dengan keluarganya dimeja makan.

"Beberapa hari ini kau terlihat berbeda. Ada hal bagus yang terjadi?" Tanya Itachi yang duduk disampingnya.

"Hn. Hal yang sangat bagus terjadi." sahut Sasuke seraya memulai sarapannya. Dia menyelesaikan sarapannya dengan cepat. Sungguh Sasuke tak sabar ingin segera melihat Sakuranya. Tidak. Tidak. Sasuke bahkan sudah merindukan suara lembut gadisnya.

"Tou-san, kaa-san, nii-san aku berangkat." ucap Sasuke dibarengi tangannya yang meraih tas disandaran kursi dan melangkah meninggalkan ruang makan tanpa menghiraukan panggilan ibunya.

Sasuke langsung masuk ke mobilnya yang disopiri Menma. Tak perlu mengatakan tujuannya, Menmapun susah tahu kebiasaan barunya setiap pagi. Menma memang selalu mengerti dirinya. Saat sampai didepan pagar rumah Sakura, Sasuke segera menyuruh Menma meninggalkannya.

Sasuke melirik jam dipergelangan tangan kirinya. Harusnya Sakura keluar rumah seka...rang. Sasuke tersenyum lebar menyambut Sakura yang keluar dari rumah. Gerakan gadis itu jadi sangat pelan ketika melangkah dan membuka pintu pagar setelah menyadari keberadaannya.

"Ohayou Sakura." ucap Sasuke dengan nada manis tapi tetap bersikap biasa. Dia tidak akan mengambil resiko Sakura ketakutan jika melihatnya terlalu antusias. Sakura terlihat terkejut dengan sapaan Sasuke. Padahal dia sangat menyadari keberadaan pria itu.

"Ohayou Uchiha." Sasuke kecewa berat Sakura tak menyebut namanya. Tapi melihat Sakura yang meliriknya takut-takut dan berusaha memaksakan senyum untuknya membuat Sasuke melupakan kekecewaanya dalam sekejap. Sasuke mengulum senyumnya saat Sakura berjalan didepanya menuju sekolah. Jika bisa Sasuke ingin perjalanan mereka menjadi puluhan jam agar dia punya waktu berbicara dengan Sakura meski sedikit. Tapi kesunyian menyenangkan yang dirasakannya berakhir ketika suara hiruk pikuk khas sekolah mulai memasuki telinganya.

"Ohayou Ino-chan." Sapa Sakura pada teman sebangkunya.

"Ohayou." Gadis pirang itu menyahuti sapaan Sakura sekilas lalu kembali bergosip ria bersama dua gadis yang berasal dari kelas sebelah. Sasuke mengenali Salah Satunya, Hinata. Pacar Naruto. Dan seorang lagi gadis berambut merah menyala yang Sasuke tidak kenal. Salahkan saja gadis itu yang tidak mampu membuat Sasuke tertarik untuk mengenalnya.

Perhatian Sasuke kembali pada gadis berhelaian pink kesukaannya yang sedang membuka buku pelajaran. Benar. Jam pertama pelajaran Kakashi dan mereka ada ulangan harian. Daripada mengkhawatirkan nilainya Sasuke lebih mengkhawatirkan nilai Sakuranya. Pasalnya gadis itu selalu bermasalah dengan rumus. Memperhatikan Sakura dalam waktu lama membuatnya cukup tahu kelebihan dan kekurangan gadis itu. Bahkan beberapa kebiasaan uniknya.

Ulangan bukan hal sulit bagi Sasuke. Gen berkualitas plus pengaruh positif bergaul dengan si nomor satu membuatnya nyaris tak mengalami kesulitan dalam hal ini. Berbeda dengannya, Sakura akan memasang wajah frustasi dan menyesal saat ulangan selesai dan dia memeriksa catatannya. Sasuke sangat ingin membantu Sakura, tapi segalanya tak ada yang mudah jika menyangkut Sakura. Tak ada yang bisa dilakukannya. Lupakan masalah ulangan.

"Gadismu masih seorang introvert? padahal ku pikir kau sudah lebih dekat dengannya." ucap Naruto setelah menghabiskan semangkuk ramen. Sai datang dengan jus jeruknya yang langsung disambar Naruto.

"Hanya selangkah." Sahut Sasuke masih menatap Sakura yang bersandar pada batang pohon favorit gadis itu yang mungkin juga sudah jadi favoritnya.

"Ishh aku mengantri bukan untukmu." gerutu Sai pada Naruto yang hanya nyengir. "Jadi selangkah itu seberapa berpengaruh pada hubungan kalian?" lanjutnya beralih pada Sasuke.

"Bagiku itu sangat berpengaruh." Sasuke kembali mengulum senyumnya. Ternyata bercerita tentang Sakuranya meski sedikit dapat membuatnya mengenang tiap hal yang sakura tunjukkan padanya. Bagi orang lain mungkin sama sekali tak istimewa. Tapi baginya bisa melihat berbagai ekspresi dan gerak gerik Sakura merupakan hal menyenangkan. "Dan mungkin juga baginya." lanjut Sasuke. Sai hanya mengangguk dan ikut memperhatikan Sakura yang sudah terlelap. Sepertinya gadis itu sangat menyukai tidur.

"Sampai sekarangpun aku masih menyukainya." gumam Sai yang sampai ke telinga Sasuke.

"Aku akan pastikan kau tak akan pernah muncul dihadapanya." sahut Sasuke tanpa mengalihkan perhatiannya dari Sakura. Sasuke mengabaikan suara tawa Sai yang masuk kependengarannya.

"Kau mengerikan." komentar Sai.

"Dari dulu dia memang mengerikan. Jangan terlalu terkejut." cibir Naruto. Sai mengangguk membenarkan ucapan Naruto.

"Karna itu, jangan pernah masuk ke teritoriku." ucap Sasuke dengan senyum manis lalu beranjak meninggalkan tempat duduknya.

"Shika kemana sih?" Tanya Naruto mengabaikan ancaman Sasuke. Sai hanya mengangkat bahunya menjawab pertanyaan itu. Dua orang itu memang sudah hapal perangai Sasuke yang tak suka diganggu dan berbagi. Sasuke tak akan menunggu lama untuk menghancurkan para pengganggunya. Tipe orang yang tak mau mendengar alasan, terutama dari orang yang tak disukainya.

Sasuke melambatkan langkahnya saat jaraknya semakin dekat dengan Sakura yang masih terlelap. Dia berjongkok di samping Sakuranya. Pandangannya terganggu oleh beberapa helaian pink di wajah ayu itu saat tertiup angin. Tangannya terulur berniat menyingkirkan helaian itu dari wajah Sakura. Saat jarak tanganya hanya tinggal beberapa centi lagi dari wajah Sakura gerakannya terhenti. Sasuke menggigit bibirnya ragu. Senyum lembut terukir diwajah tampannya saat Sasuke menarik tangannya menjauh dari wajah Sakura.

"Kau selalu membuatku menahan diri. Padahal aku orang yang tak suka menahan diri." Bisik Sasuke. Setelah berpikir sebentar Sasuke ikut bersandar di batang pohon itu disebelah Sakura. Sasuke memejamkan matanya ingin tahu apa yang dirasakan Sakura saat diposisi ini. Apa yang membuat gadis disampingnya begitu menyukai rutinitas ini. Sasuke menoleh, menatap wajah Sakura dari dekat memberikannya sensasi menggelenyar yang menyenangkan. Menghirup aroma lembut sakura yang selama ini membuatnya penasaran. Sasuke tertawa kecil, apa karna namanya Sakura dan berambut pink gadis itu memutuskan memakai shampo dan parfum dan... apapun yang membuat aroma lembut sakura menguar dari tubuhnya? Terserah apapun alasannya. yang Sasuke tahu, Sakura dan sakura adalah hal terfavorit dihidupnya sekarang.

.

.

.

-_-

Keyikarus

25/10/2017