Too Thumb Tho
be better for the best

.

ii : a bedtime fairytale.

©Jo Liyeol

.

.

.

.

.


...

Jungkook membuka buku lamanya, duduk di pinggir kasur sambil memperhatikan Taehyung yang merebahkan diri.

Di usia empat belas, kelas tiga SMP, Jungkook pernah membuat sebuah cerita untuk pelajaran Bahasa.

Kala itu, anak-anak kelasnya menerima tugas rumahan dari Sang guru.

Jungkook menggoreskan tinta hitam penanya ke atas kertas, mengisahkan sebuah dongeng kecil, cerpen yang menakjubkan.

.

.


Pada suatu hari.

Di sebuah kerajaan yang bahagia terdapat seorang pangeran tampan dan menggemaskan.

Namanya Jeon Seagull. Memiliki kulit putih bersih seperti burung camar, hidung runcing, rambut sekelam arang.

Hobinya bermain mengelilingi kompleks istana dan menganggu pekerja-pekerja di sana.

Hidupnya begitu menyenangkan.

Hingga pada suatu ketika, di senja hari tatkala matahari mulai terbenam ia bermain terlalu jauh.

Kaki-kaki kecilnya menyusuri area hutan di luar kerajaan.

Awan semakin redup.

Sang surya tak menunggunya untuk pulang lebih dahulu hingga tatkala gelap menjelma, Sang pangeran kecil baru menyadari hari telah menjadi malam.

Seagull malang tersesat!

Dalam kebingungan ia menoleh ke segala arah, mencari-cari dari mana celahnya berlari tadi.

Tapi semuanya terlihat sama.

Rindang pepohonan yang tinggi dan menyeramkan, bergoyang dan bergemerisik tertiup angin malam.

Tubuh pangeran kecil gemetar.

Ia ketakutan.

Suara burung-burung bersaut pun bagaikan sebuah mimpi buruk, ia berjongkok di tempatnya berpijak, menenggelamkan wajah pada lipatan tangan-tangan mungilnya.

Seram sekali.

Sepi.

Tidak ada siapapun.

Pangeran kecil takut luar biasa, tubuhnya semakin mengigil, ia ingin menangis; tapi ayahnya bilang laki-laki tidak boleh cengeng.

Namun ketakutan itu melilitnya bagai simpul mati.

Pangeran kecil akhirnya kalah, ia tidak menepati janji pada Sang raja untuk menjadi anak yang kuat, air matanya keluar dari pelupuk mata dan tanpa banyak waktu isak tangisnya tersuara di heningnya malam.

Tempat ini menyeramkan!

Seram sekali!

Pohon-pohon yang tinggi itu seolah mengepungnya, dan segala suara berisik di sana seperti melahapnya hidup-hidup.

Seagull ingin pulang.

Seagull ingin pulang.

Seagull ingin pulang.

Seagull janji tidak akan nakal lagi, Seagull janji.

Dalam sesenggukannya ia terus meracau maaf dan maaf sambil meneriaki ayah, ibu juga pengawal Jung.

Hingga sebuah suara menjadikannya tersentak.

Langkah kaki.

Ada seseorang yang mendekat.

Seagull mendongak takut-takut, memperhatikan sebuah siluet tak jauh di sana, mengarah ke tempatnya. Akan tetapi hutan ini terlalu gelap, ia tidak bisa melihat siapa itu.

Maka yang menggempur kewarasannya justru rasa takut yang menjadi-jadi.

Siapa?!

Siapa itu?!

Pangeran kecil kembali menunduk, memeluk lutut-lututnya dan menangis semakin keras.

"Hei. Kamu kenapa?"

Seagull terpekur, tau betul langkah itu terhenti tepat di hadapannya.

Tapi ...

... suara berat ini begitu lembut.

Lantas separuh ragu ia mendongak pelan.

Seagull kecil mengerjap.

Wajahnya yang memerah dan penuh air mata menemukan sesosok figur di sana.

Seorang anak laki-laki lain dengan pakaian mewah khas bangsawan.

"K-kamu siapa?" Seagull mengerjap, suaranya tersendat sisa-sisa isakan.

Bocah lelaki itu mengangkat celananya dan ikut berjongkok di hadapannya, "Hansung, Kim Hansung. Aku pangeran."

Pangeran?

Seagull kembali mengerjap meneteskan genangan air yang tersisa di sudut mata, mengalir di pipi gembilnya, "Tapi ... aku pangeran," cicitnya bingung.

Hansung terperenjat, wajah mudanya yang tampan berpendar riang, "Benarkah. Kalau begitu kita sama-sama pangeran!" ia tersenyum lebar, "Siapa namamu?"

Seagull memiringkan kepala tidak paham, "Sama-sama pangeran?"

Ia sungguh-sungguh tak mengerti.

Ayahnya bilang.

Dia terlahir tidak memiliki saudara seperti pengawal Jung dan adik-adiknya.

Ayahnya bilang.

Dia putra pertama di istana.

Dan ayahnya bilang.

Dia pangeran satu-satunya.

Seolah mengerti rasa bingung bocah lelaki di depannya, Hansung kembali tersenyum lebar dan menunjuk arah belakang ke dalamnya hutan yang gelap, "Istanaku ada di sebrang. Di balik hutan ini."

Maka Seagull hanya mengangguk meski masih tidak terlalu paham.

"Namamu?" Hansung mengulang pertanyaannya lebih fokus.

"Seagull. Jeon Seagull."

Hansung kembali tersenyum lebar, "Namamu indah."

Seagull menunduk malu, "Terimakasih," lirihnya.

Lantas, Hansung kembali bertanya denga ibu jari yang menyeka bekas air mata di pipi anak laki-laki itu, "Kenapa kamu menangis?"

Seagull semakin menunduk, kali ini ekspresinya terlihat sendu, "Aku tersesat, aku takut ... aku ... mau pulang," matanya kembali berkaca-kaca.

Hansung bungkam sejenak, "Di mana rumahmu?"

Seagull menggeleng pelan, "Tidak tau."

Hening tercipta di antara mereka.

Menjadikan Seagull kembali ingin menangis merindukan ibu dan ayahnya.

Maka Hansung menjatuhkan lututnya ke tanah, duduk di antara kaki-kakinya dan menangkup wajah Seagull dalam telapak tangannya yang mungil, "Jangan menangis, jangan takut ... aku ... disini. Bersamamu."

Lantas tatkala Seagull mendongak, ia terpaku pada sekembar hazel Hansung yang mengkilap.

Matanya merah?

Seagul mengerjap lagi.

Indah sekali.

Dan entah mengapa seluruh sentuhan Hansung menjadikannya lebih tenang.

Seagull mengangguk cepat, lalu mengusap wajahnya yang sembab dengan punggung tangan.

Mereka sama-sama mengulas senyum lebar.

Hansung mengarahkan tangannya, "Mau jadi temanku?"

Seagull menyambut ulurannya riang, "Iya!"

Maka tatkala keduanya tertawa memecah hening dengan kehangatan, suara teriakan beberapa orang yang menyerukan pangeran Seagull menjadian keduanya menoleh.

Seagull menemukan benederang oranye obor yang meyala, dan suara pengawal Jung terdengar paling kencang.

Seagull menoleh cepat pada Hansung, ia mengeratkan tangan-tangan mereka bersama senyum lebarnya yang terulas, "Hansung! Mereka mencariku!"

Hansung hanya mengangguk sambil balik tersenyum.

"Ayo ikut! Aku akan memperkenalkanmu pada ayah dan mama!"

Akan tetapi Hansung justru menggeleng.

"Kenapa?"

"Aku juga harus pulang, aku tidak boleh pergi jauh-jauh," kemudian Hansung mengajaknya bangkit, berdiri berhadap-hadapan, anak lelaki itu tersenyum lebih lebar, "Sampai jumpa, Seagull."

Maka Seagull mengigit bibir bawahnya. Tidak. Jika mereka sama-sama pulang, apa itu tandanya ia tak bisa bertemu Hansung lagi?

Maka sebelum Hansung melepas pagutan tangan mereka Seagull mencengkram kembali jemari mungil itu, "Hansung."

Hansung berkedip satu kali, "Ya?"

"Nanti ... kita akan bertemu lagi 'kan?"

Maka hening memenjarakan keduanya beberapa saat.

Dalam gemerisik pohon-pohon dan bagaimana teriakan para pekerja kerajaan yang kuatir terdengar semakin dekat. Hansung melepas tangannya dari genggaman mereka, menjadikan Seagull terdiam kecewa.

Akan tetapi tatkala anak lelaki itu menanpakan cengir dengan bibir kotaknya yang menggemaskan sambil mengangguk semangat, Seagulll kembali menemukan senyum terbaiknya.

"Janji?" ia mengangkat kelingking kanannya.

Maka Hansung menautkan kelingking mereka dengan senyum berbinar, "Janji."

Dengan ini, Seagull tidak lagi ragu untuk memutar tubuh dan berlari ke arah cahaya obor, meninggalkan Hansung yang menatap punggungnya menjauh.

"Pangeran!" pengawal Jung berteriak keras sekali, menyerahkan obor di tangannya ke seorang wanita dan menghampiri Seagull kecil yang berlari ke arah mereka.

Semuanya menghela napas lega tatkala pengawal Jung menangkap Si pangeran kecil dalam pelukan.

"Anda dari mana saja?"

Seagull mendongak dan mengerjap, "Aku tersesat."

Maka pengawal Jung hanya mengangguk dan membawa pangeran kecilnya dalam gendongan. Membiarkan Seagull memeluk lehernya tatkala rombongan kerajaan itu kembali ke istana.

"Pengawal Jung."

"Ya, pangeran?"

"Besok ... boleh aku bermain ke kerajaan di sebrang sana?"

Pengawal Jung mengerjap, ia menoleh pada arah jemari kecil Seagull menunjuk pada ujung hutan.

"Pangeran ..."

"Ya?"

"Tidak ada kerajaan di sana," ia bersuara dengan vokalisasinya yang sabar dan mengajari, kemudian, pengawal Jung membantu Seagull menurunkan tangan kecil itu untuk turun dari acungannya, "Di sebrang hutan ini ... hanya ada kuburan lama. Tempat orang-orang meninggal dimakamkan."

Maka Seagull termenung di tempatnya.

Lantas.

Hansung itu apa?

.

.


"Tamaaat!" Jungkook berseru riang.

Kemudian. Hening yang menyambut sebelum Taehyung melempar kepalanya dengan guling besar, "Bangsat!"

"Aduh!"

"Pantas saja nilai kelulusanmu kecil! Diberi PR cerpen, malah buat cerita horor begitu! Idiot!"

Jungkook meringis, tatapan matanya mendelik jengah pada Sang kakak, ingin sekali menguliti orang itu akan tetapi Taehyung yang melotot ke padanya justru lebih menakutkan.

"Apa lihat-lihat? Kau berani padaku?!"

Jungkook merengut, menunduk dan bergumam lirih, "Tidak, Hyung. Maaf."

Maka Jungkook tidak memiliki pilihan kecuali menghela napas tatkala Taehyung menyuruhnya membacakan cerita lain yang ada di internet.

Iya, kakak brengseknya itu dengan seenak jidat menyuruhnya membaca dongeng untuk penghantar tidur.

Sementara ia duduk di pinggir kasur seperti ini, Taehyung justru begitu nyaman merebahkan diri dengan balutan selimut.

Bajingan memang!

Meski begini—bu, bukannya Jungkook takut loh!

.

.

.

.

.

.

.

.

.

.

tbc.


Wattpad : joliyeol

PS(1): semua typo yang ada adalah kekhilafan.
PS(2): kucinta kaliaaaan ft. titik dua bintang. (tebar sempak dan kecup basah) =3= mumumu
PS(3): thanks for: follows, favorite, and reviews.
PS(4): see you on next chapter.

23.07.2018.