Sebelumnya di Chapter III : Akhir dari Sang Legenda
Laksamana Tarung mengirimkan pasukan pelacak ke Sektor Limbo. Kaizo dan Vargoba bertarung hingga akhirnya Vargoba mati. Fang dan Boboiboy berhasil mengalahkan Bumao. Kaizo menyelamatkan Fang dan Boboiboy dengan lifepod sementara ia terpaksa tinggal di planet itu karena kapasitas lifepod terbatas. Kondisi Kaizo sangat lemah akibat efek racun dari Perak Meredithia. Ia meninggal di sana.
.
Epilog
Supernova
.
.
Lifepod itu terbang meluncur cepat, membawa Fang dan Boboiboy keluar dari planet tersebut. Bertolak dari planet itu, lifepod terus terbang melewati Sabuk Keppler yang diisi milyaran asteroid, akhirnya mereka benar-benar keluar dari Zona Hantu atau Limbo. Komunikasi dan navigasi bisa dijalankan lagi, begitupula dengan sfera dan jam kuasa. Meski mereka telah selamat, baik Fang dan Boboiboy tidak merasa senang. Mereka ingin kembali ke planet itu lagi, terutama Fang. Semenjak Kaizo mengelabuinya dan mendorongnya masuk ke lifepod, Fang tak bisa berhenti menangis dan meringkuk di pintu lifepod. Kata-kata terakhir kakaknya sebelum mereka berpisah terus menggema dalam pikirannya. Fang merasa remuk dadanya mengingat kejadian itu lagi, ia merasa bersalah karena ia selamat.
Boboiboy berusaha menghibur temannya, meski ia juga merasa bersalah dan sedih. Ia memang tak dekat dengan Kaizo, tapi Kaizo juga sudah menyelamatkannya. Terlebih lagi, Boboiboy tidak sampai hati melihat temannya tersedu-sedu seperti itu, ia tak pernah melihat Fang begitu menyedihkan seperti ini. Tubuhnya tampak kecil meringkuk di pintu lifepod, darah yang mengering menempel di baju dan wajahnya. Debu-debu pasir tampak bercampur dengan air matanya, ia hanya memeluk dirinya seraya menangis diam-diam. Suara sesenggukan kecil satu-dua kali terdengar, selebihnya Fang tampak tenggelam dalam pikiran dan perasaannya. Boboiboy merasa matanya agak basah karena air mata juga.
"Janganlah bersedih Fang, habis ini kita akan meminta Komandan Koko Ci untuk mengirim pasukan agar menyelamatkan Kapten Kaizo."
Fang tak mengatakan apa-apa, ia masih sangat shock dan terpukul. Ia tidak bisa cukup tenang untuk membalas dan mendengarkan siapapun. Baginya, jika Kaizo sudah mengucapkan kata-kata seperti itu menandakan mereka takkan bertemu lagi. Mengirim pasukan kesana hanya akan menemui jasadnya saja. Abangnya sudah mati.
Setelah satu hari terbang, lifepod Fang dan Boboiboy akhirnya ditemukan oleh pasukan pelacak Komandan Minto. Mereka berdua langsung mendapat pertolongan medis, terutama Fang yang berada dalam kondisi buruk sekali; luka cukup parah, dehidrasi, dan kondisi psikis yang rapuh. Setelah dua hari mereka dirawat intensif, Laksamana Tarung memberitahu status pelik Boboiboy dan mengatakan ia akan menghadapi pengadilan. Jika Boboiboy mengaku bersalah, maka hukumannya akan diringankan dan proses pengadilan berjalan lebih cepat. Boboiboy bersedia, sementara Komandan Koko Ci dan Laksamana Tarung mengirim permohonan ampunan bagi Boboiboy agar anak itu tetap bisa melayani TAPOPS ke Dewan Kemiliteran Antariksa. Selang satu minggu permohonan dikirimkan dan diinvestigasi, akhirnya Dewan Kemiliteran memutuskan Boboiboy untuk diampuni karena rekam jejaknya yang bagus, tapi harus menjalani skors selama delapan bulan dan melakukan pekerjaan sosial di rumah sakit sebagai perawat.
Sementara itu, Komandan Minto sebenarnya enggan mengirim pasukan pelacak ke Sektor Limbo untuk memburu Kaizo. Meski begitu, itu adalah tugasnya, jadi akhirnya sang komandan hanya mengirimkan dua awak pesawat ke planet tersebut. Planet itu tak bernama dan tak jelas dimana titik koordinatnya, namun Minto dan krunya berusaha menemukan planet tersebut menurut informasi dari Boboiboy dan Fang. Fang ingin ikut, tapi Minto dan Laksamana Tarung menolaknya. Lagipula, dokter juga melarang Fang pergi akibat lukanya masih parah.
Beberapa hari pasukan pelacak mencari dimana tempat kejadian itu dan akhirnya ditemukan. Dua pesawat antariksa masing-masing model GQ-765A dan Macrom Y tampak menyedihkan dan hancur di padang pasir putih tersebut. Menurut laporan Komandan Minto, jasad Vargoba ditemukan agak terkubur di pasir putih, hampir tak terlihat. Begitupula dengan jenazah Kapten Kaizo yang ditemukan di dekat pesawat, ikut berselimut pasir putih. Kedua jasad itu dibungkus dan dipulangkan. Vargoba akan dikremasi atau dibakar, sementara jenazah Kaizo akan dipulangkan ke keluarga terdekatnya untuk dilakukan upacara pemakaman.
Ketika Fang melihat jenazah kakaknya di kamar pemakaman, ia kembali menangis. Teman-temannya ikut menemaninya disana, Boboiboy, Yaya, Ying, dan Gopal. Sai dan Shielda. Papa Zola dan Koko Ci. Laksamana Tarung dan Letnan Lahap juga berada disana. Fang tidak biasa melihat kakaknya tanpa topeng, pedang dan jaket birunya. Kaizo terlihat seperti jauh lebih muda, warna kulitnya yang cerah telah berganti pucat seputih kertas. Wajahnya seperti sedang tertidur, alisnya tak berkerut. Ia tampak tenang sekali, seolah-olah kehidupan tak pernah memberikannya waktu untuk bernafas. Bersemayam tidur di peti matinya, Kaizo hanya memakai jubah putih sederhana seperti kimono, tangannya bersedekap di dadanya layaknya seorang alim yang khusyuk berdoa.
"Putih tidak cocok," gumam Fang, pada Kaizo. "Seharusnya abang memakai biru seperti langit lepas."
Fang meminta semua orang meninggalkannya sendirian. Ia tak mau diganggu oleh orang-orang yang tak mengerti perasaan saat kehilangan semuanya. Bagaimanapun mereka bersimpati, mereka tetap tidak merasakannya sendiri. Semua teman-temannya meluluskan permintaan Fang untuk meninggalkannya, meski mereka tidak ingin. Boboiboy bertahan sebentar sambil meremas bahu temannya dan kemudian pergi untuk menghormati keinginan Fang.
Letnan Lahap juga berdiri sebentar disana. Ia menghampiri Kaizo dan memberikan hormat terakhir lalu beranjak tanpa mengatakan apapun. Fang ingat saat dulu mereka bertiga bersama-sama di pesawat itu, tapi sekarang Fang melihat Lahap hanya sebagai pengingat atas apa yang telah hilang. Ia harap ia takkan bertemu lagi dengan Lahap untuk selama-lamanya.
Fang menggengam tangan Kaizo dan duduk disana berbincang kepada jenazah kakaknya hingga suaranya parau. Ia berbicara mengenai banyak hal, tentang bumi, kawan-kawannya, orang tua mereka, dan rumah pohon mereka. Betapa jauhnya mereka telah melangkah meninggalkan rumah pohon itu dan buku-buku dongeng mereka. Memori mereka di rumah pohon tampak seperti kenangan yang tak pernah terjadi. Di sisi Kaizo, Fang mengatakan banyak hal yang ingin ia katakan, betapa ia menyesal telah meninggalkan Kaizo di sana, betapa Fang menyesai Kaizo mati dalam kesendirian, betapa Fang sangat menyesal tidak menyadari kakaknya mengonsumsi obat terlarang. Di sisi Kaizo pula banyak waktu dihabiskan Fang dengan meringkuk diam-diam dan membasahi lengan bajunya dengan air matanya. Tangan Kaizo terlalu dingin dan pucat, Fang tidak biasa dengan tangan asing ini tetapi ia tetaplah kakaknya, meski ruhnya sudah bersemayam di tempat yang melampaui imajinasi manusia.
Mengapa Kaizo senang sekali pergi ke tempat dimana Fang tak bisa mengikutinya?
Hidup Kaizo seperti supernova, bintang yang terang cemerlang sebelum akhirnya meledak karena terhisap gravitasinya sendiri. Bintang takkan mati karena benda angkasa lain, sebuah bintang selalu mati karena dirinya sendiri. Perumpamaan itu bagi Fang cocok untuk Kaizo yang pergi dalam aturannya sendiri. Semasa ia hidup, tak ada yang bisa membunuh Kaizo hingga akhirnya Kaizo sendiri yang membunuh dirinya dengan rasa keadilannya.
Pintu kamar mayat terbuka, menyadarkan Fang. Seorang perawat tersenyum ramah pada Fang, matanya menyiratkan rasa kasihan. Perawat itu mengatakan Kaizo akan segera disiapkan untuk upacara pemakaman. Fang mengangguk dan melepaskan genggaman tangannya.
Fang menyentuh rambut Kaizo sebelum ia pergi dari sana. Ia tak pernah mencium saudaranya semenjak ia masih kecil, karena Kaizo melarang Fang untuk terlalu dekat. Tapi hari ini Kaizo telah mati, maka Fang melanggar larangan kakaknya dan mencium kening Kaizo. Kulitnya sangat dingin, seperti es. Fang benci es.
Ia membisikkan kalimat selamat tinggal sebelum peti mati itu dimakan api.
Setiap anggota aktif TAPOPS harus mengisi dokumen penting, salah satunya adalah urusan pemakaman. Fang membaca apa yang ditulis Kaizo pada dokumen itu, dan kakaknya hanya menulis apapun yang terjadi pada jasadnya ia tidak peduli. Urusan pemakaman hanyalah urusan orang-orang yang masih hidup, maka Kaizo menyerahkan keputusan pada keluarganya. Fang memutuskan agar Kaizo di kremasi dan abunya ia sebarkan di angkasa lepas, terbang bebas kemanapun arahnya. Seakan-akan kakaknya akan selalu berada di sana, mengawasi galaksi seperti ketika ia hidup diantara mereka. Seakan-akan Kaizo akan selalu berada di tepi langit saat Fang menatap ke angkasa.
Kemana kami akan pergi setelah kami mati?
.
.
Telah lewat dua hari semenjak Kaizo dikremasi dan abunya di sebarkan di angkasa. Berita kematian Kapten Kaizo sang pemberontak legendaris menyebar dengan sangat cepat, seperti hujan diikuti angin. Kematiannya menyentak banyak pihak. Siapa yang cukup kuat membunuhnya? Beberapa mengatakan Vargoba, beberapa mengatakan ia dibunuh diam-diam. Tapi kebanyakan mengatakan sakit parah, karena TAPOPS dan kemiliteran antariksa mengeluarkan berita resmi seperti itu. Kaizo tak bisa diberitakan mati karena obat ilegal, hanya akan mencoreng nama mereka semua.
Fang marah ketika kematian kakaknya malah dibuat seakan-akan ia adalah aib bagi TAPOPS dan kesatuan militer lain. Ia melampiaskan kemarahannya di depan Laksamana Tarung, Komandan Koko Ci, Komandan Minto dan petinggi-petinggi militer lain saat diadakan pertemuan. Sambil menahan air matanya ia berkata karena Kaizo-lah mereka semua bisa hidup dan duduk-duduk manis di ruangan yang aman, kalau saja Kaizo tidak peduli Vargoba pasti sudah mengumpulkan armada yang jauh lebih besar dan membakar mereka semua. Abangnya menelan kapsul itu demi tugasnya dan karena rasa keadilannya, bukan karena ia senang.
"...kalian-lah yang membebankan semua hal yang mustahil kepada Kaizo karena kalian tahu Kaizo bisa melakukan hal yang mustahil! Kalian-lah yang secara tidak langsung mendorong saudaraku untuk menjadi pecandu! Kalian hanya bisa asal perintah dan menghakimi kakakku saja sementara dia sudah melakukan banyak hal untuk kalian, sementara dia mati untuk kita semua. Seharusnya kalian tidak memperlakukan kematian kakakku seperti aib yang mencoreng nama bagus kalian," ujar Fang akhirnya pecah juga tangisannya setelah meneriakkan kata-kata pembelaan.
Tanpa menunggu jawaban, Fang lari dari ruang pertemuan itu ke kamarnya. Jantungnya seperti hendak meledak karena luapan kesedihan dan kemarahannya. Boboiboy berusaha menenangkannya, tapi Fang sedang tak ingin bertemu dengannya. Malam itu, Fang tidak tidur dan hanya menghabiskan waktu berdiam diri di perpustakaan.
Esoknya, Laksamana Tarung mengunjungi Fang di kamar rumah sakit dan duduk di samping ranjang Fang. Laksamana bercerita bagaimana pertemuan pertamanya dengan Kaizo, serta misi pertama mereka. Fang mendengarkan dengan seksama karena ia ingin tahu lebih banyak tentang Kaizo. Laksamana bercerita cukup lama hingga akhirnya Laksamana berkata.
"Aku takkan melupakan apa yang telah Kapten Kaizo lakukan untuk TAPOPS. Kematiannya adalah kemunduran bagi dunia keadilan. Namun kita harus menyembunyikan penyebab kematian sebenarnya pada khalayak ramai. TAPOPS dan kemiliteran angkasa akan kurang dipercayai karena anggotanya memakai obat terlarang. Itu berarti menandakan TAPOPS bersekutu dengan jaringan pasar gelap dan mendukung pemakaian barang ilegal," kata Laksamana Tarung, dengan tenang. Fang menggeretakkan giginya.
"Kematian kakakku bukan aib. Kakakku juga tidak bersekutu dengan pasar gelap," ujarnya menahan amarah. Laksamana menyentuh pundak Fang.
"Tidak. Kematian kakakmu sama sekali bukan aib. Kapten Kaizo juga bukan seorang kriminal pasar gelap. Namun musuh-musuh kakakmu akan menggunakan fakta kalau Kapten Kaizo adalah pecandu obat ilegal untuk kepentingan mereka," kata Laksamana. "Kami hanya ingin melindungi kesatuan militer, seperti yang Kapten Kaizo selalu lakukan semasa ia hidup. Aku mengerti kau masih berduka, dan proses duka itu juga membawa amarah, namun tenangkanlah dirimu dan coba pikirkan apa yang mungkin kakakmu lakukan jika ia masih disini. Jangan lakukan hal-hal yang akan kau sesali, Fang."
Fang tidak mengatakan apapun, memikirkan apa yang diucapkan Laksamana. Apa yang akan Kaizo lakukan jika ia disini? Fang adalah orang terdekatnya, maka seharusnya ia paham. Laksamana kemudian berdiri, hendak beranjak.
"Mengenai jam kuasa Kapten Kaizo, akan kuserahkan padamu," ujar Laksamana sambil berlalu. "Selama kau belum mau mengambilnya, jam kuasa kakakmu akan diamankan di brankas Treasury Vault."
Laksamana pergi meninggalkan Fang di kamar rumah sakitnya. Setelah Laksamana berlalu, Fang melihat Boboiboy berdiri di dekat pintu masuk. Ia tersenyum tidak enak ke arah Fang, sambil membawa bungkusan donat wortel dan beberapa buku yang ia pikir Fang akan suka. Boboiboy memakai celemek putih dan topi perawat juga, tanda ia masih menjalani masa hukuman di rumah sakit Markas Tempur-A.
"Seharusnya ini jam skorsmu, membantu pekerjaan di rumah sakit," kata Fang, lirih. Letih karena emosinya. Boboiboy hanya melemparkan cengiran lebar.
"Kau sedang berada di rumah sakit," katanya. Ia menaruh bungkusan donat dan buku di meja sebelah Fang. "Aku juga dalam jam istirahat, jadi aku bisa mengunjungimu. Tak apa 'kan?"
Fang tidak menjawab. Ia hanya menunduk. Boboiboy mengambil tempat duduk di sisi ranjang Fang.
"Fang, janganlah tenggelam dalam kesedihan sendiri," kata Boboiboy, pelan.
"Aku memang tenggelam dalam kesedihan sendirian karena aku memang sendirian sekarang," balas Fang, dengan nada agak tajam. Boboiboy agak berjengit mendengar itu. Anak remaja berambut hitam itu menarik nafas dalam-dalam. Ia sudah merencanakan apa yang ingin ia katakan, akan ia lakukan sekarang. Fang harus mendengarnya. Fang perlu mendengar ini.
"Fang, kami semua sayang padamu. Kalau saja kesedihanmu bisa kami pikul, pasti akan kami lakukan. Yaya, Gopal dan Ying juga menangis melihat kau. Aku sakit melihatmu seperti ini. Aku tak bisa tidur tenang malam-malam ini karena memikirkan penderitaan kau. Aku tak mau sok tahu bagaimana rasanya menjadi kau sekarang, tapi aku mau kau tahu kita semua ada di sini. Kita anggap kau sebagai saudara, aku menganggapmu sebagai saudaraku juga. Kalau kau rasa tidak bisa bangkit dari kesedihanmu, kalau kau rasa bebannya terlalu berat, kami mau membantumu menjadi lebih kuat," kata Boboiboy, sambil tersenyum tulus. Fang hanya termangu mendengarnya, ia menatap Boboiboy dengan ekspresi yang sulit dibaca.
"Kau itu orang terkuat yang aku kenal," tambah Boboiboy lagi. "Kau pasti bisa melaluinya, Fang."
"Terimakasih..." ujar Fang, lirih. Ia meremas selimut yang ia pakai dengan erat. Tapi aku tidak kuat, pikir Fang.
"Hei! Kenapa kau ada di sini? Kau dicari oleh kepala perawat!" seru seorang perawat tiba-tiba muncul di pintu kamar Fang. Boboiboy gelagapan dan langsung bangkit berdiri.
"Uh, baik! Saya kesana," kata Boboiboy. Ia kemudian melemparkan cengiran khasnya pada Fang.
"Makanlah donatnya, nanti aku bawakan yang lain, oke?" seru Boboiboy sambil berlari keluar. Fang hanya mengangguk. Akhirnya semua orang meninggalkannya. Meski Fang senang dengan kehadiran teman-temannya, tapi ada kalanya ia ingin sendirian. Ia lelah dengan kehadiran orang-orang yang bukan kakaknya.
Fang lalu berbaring dan meringkuk di tempat tidurnya, berusaha untuk tidak menjadi cengeng dan menahan tangisannya. Kaizo benci orang cengeng dan Fang menghabiskan banyak waktu untuk membuat Kaizo bangga. Jika Fang mengenang kembali kata-kata perpisahan Kaizo, abangnya tidak mengatakan ia bangga padanya. Ia hanya mengatakan Fang adalah yang terpenting baginya, Kaizo akan melakukan apa saja demi Fang, dan Kaizo akan selalu menyayanginya.
Mungkin sebenarnya Kaizo tidak pernah ambil pusing apakah adiknya pandai atau tidak, apakah Fang berprestasi atau tidak. Pada akhirnya, yang terpenting bagi Kaizo hanya keselamatan Fang.
Malam itu, Fang bermimpi Kaizo selamat dan tengah membaca buku di sisi tempat tidur adiknya. Fang terbangun dengan perasan cemas ia telah melupakan sesuatu yang penting.
Esoknya, Fang dipindahkan dari ruang perawatan ke ruang pemulihan karena kondisi lukanya sudah stabil. Fang bertanya pada dokternya mengapa ia tak dipulangkan saja ke ruangannya, namun sang dokter hanya tersenyum saja. Kau perlu pengawasan lebih lanjut, katanya. Fang kenal dengan nada itu, itu berarti mereka sedang melakukan upaya pencegahan agar Fang tidak menyakiti dirinya sendiri. Prosedur standar untuk pasien yang sedang dalam kondisi psikis yang rentan.
Fang hanya mengangguk dan mengikuti prosedur. Ia tidak peduli lagi apa yang terjadi di sini, Fang terlalu sibuk dengan kecamuk di dadanya. Rasanya, semua hal menjadi tidak penting.
Kamar barunya tampak lembut dan menenangkan. Warna-warna seperti biru langit dan hijau hutan mendominasi, disusul cokelat hangat. Kamar ini dibuat sedemikian rupa agar pasien merasa tenang dan betah. Selain itu, Fang telah dijadwalkan bertemu konselor atau psikiater pilihannya, tapi Fang tidak ingin. Ia hanya ingin sendirian saja. Namun itu adalah prosedur yang tak bisa dielakkan, maka entah Fang suka atau tidak suka, konselor akan datang padanya setiap 3 kali seminggu.
Malam pertama di ruang pemulihan Fang tengah duduk diam, matanya menatap dua bulan biru di langit malam. Di dalam ruangan ini begitu sepi, tidak ada pasien lain yang sekamar dengannya. Fang bersyukur karena ia sekarang mulai membenci kehadiran orang lain. Ia ingin duduk sendirian mengatur pikiran dan perasaannya. Ia perlu berjalan-jalan dalam kamar pikirannya, menyusun dan membaca lagi semua memori mengenai hidupnya sebelum kematian Kaizo.
Dua bulan biru itu tampak seperti wajah yang tertidur.
Fang memilin ujung gaun rumah sakitnya. Bahannya katun lembut, berwarna biru muda. Ia menatap kedua lengannya yang kecil, sejak kepulangannya dari Limbo ia telah kehilangan berat badannya secara drastis. Tubuhnya terlalu kurus sekarang, ia seperti anak kecil berumur 6 tahun. Kulitnya pucat dan rambutnya tak bercahaya.
Pemakaman Kaizo telah beberapa hari yang lalu, namun ia seperti membawa pergi segalanya ke alam baka, tidak menyisakan sedikitpun untuk adiknya kecuali rasa ingin menyusulnya. Fang menatap lagi dua bulan biru tersebut dan menemukan dirinya mulai lupa cara untuk berhenti berduka.
.
We are brothers by blood
And my love does flood
The thoughts of yesterday,
Two children fast at play
But that was the past
And the memories will last
Because in our dreams, time stands still
There we can view the thoughts of yesterday and tomorrow at will
Tomorrow will come and I'll be there
With unmeasurable amount of love to share
For now, we have our dreams and thoughts
Our should've and oughts
Our fathers and mothers
But... we are brothers
We are brothers by blood
And my love does flood
- Andrew M. Woods
.
3 tahun kemudian
.
Stasiun TAPOPS baru, Sektor Delta-Omega 3-4-9
Komandan Koko Ci tersenyum senang. Di depannya, ada Fang dan Boboiboy berdiri tegap. Yaya dan Ying berdiri di sebelah Koko Ci, sebagai asisten, kedua gadis itu tampak sumringah. Gopal antusias menunggu berita. Boboiboy ikut tersenyum juga, sementara Fang terlihat serius dan gugup. Sai dan Shielda ikut berdiri di sebelah Fang dan Boboiboy, menunggu Koko Ci.
"Hmm, kerja bagus! Kerja keras kalian mencari dan mengorek informasi mengenai Perak Meredithia membuahkan hasil. Kemarin, berkat informasi dari kalian, pabrik pembuatan obat itu sudah ditutup dan sekarang obat itu sudah musnah dari pasar gelap. Semua sfera kuasa yang digunakan pabrik itu juga telah disita dan diamankan," kata Koko Ci dengan nada bangga. Boboiboy mengeluarkan cengiran khasnya.
"Komandan, semua ini berkat Fang. Kalau saja Fang tidak ada, tak mungkin kami bisa melakukannya," ujar Boboiboy sambil merangkul bahu temannya. Fang hanya tersenyum sedikit.
"Hebat kau Fang!" seru Yaya dan Ying. Gopal mengangguk antusias.
"Hm, atas kerja keras dan prestasi kalian, baik Boboiboy, Fang, Gopal, Sai dan Shielda akan dinaikkan pangkat," ujar Koko Ci. Mendengar itu, semuanya bersorak gembira kecuali Fang. Ia hanya melemparkan pandangannya ke jendela besar pesawat itu, menatap angkasa bebas.
"Akhirnya naik pangkat juga! Yaya dan Ying jangan iri ya!" kata Gopal. Kedua gadis itu hanya tersenyum jahil.
"Bagaimana mungkin kami iri, kemarin pangkat kami juga sudah dinaikkan!" kata Ying, bangga. Yaya tertawa kecil.
"Hah?! Aduuh bagaimana ini Boboiboy?!" keluh Gopal. Boboiboy mengacungkan jempol ke kedua gadis tersebut.
"Terbaiklah kalian!"
"Ah, tidak asyik. Omong-omong, marilah kita rayakan ini! Fang, ayo!" seru Gopal memecah lamunan Fang. Remaja berambut biru tersebut menoleh.
"Umm, tapi aku ingin menulis laporan misi dahulu. 'Kan aku yang jadi pemimpin misi tadi."
"Fang jangan memaksakan diri," kata Yaya sambil tersenyum. Ying mengangguk setuju.
"Ha-ah, kau bisa kerjakan itu nanti, kau ini janganlah terlampau serius," timpal Ying. Gopal terkikik geli.
"Alaah, tak ada donat wortel di sini, jadi dia tak bersemangat," kata Gopal. "Tenang saja Fang, akan aku tukar donat biasa jadi donat Mak Cik Timah," tambah Gopal, membuat Yaya, Ying dan Boboiboy tertawa kecil. Fang hanya melemparkan senyuman.
"Aaah, terimakasih. Bungkuskan sajalah, aku juga agak penat mau istirahat habis menulis laporan," kata Fang. Boboiboy mengangguk.
"Okelah, sampai jumpa besok," katanya. Mereka semua berpisah, teman-temannya pergi ke arah ruang rekreasi sementara Fang berbelok ke arah ruangannya.
Ia berdiri di depan pintu itu dan memasukkan sandi. Setelah itu, sidik jarinya dipindai dan akhirnya pintu ruangannya terbuka. Kamarnya tidak terlalu luas, hanya terdiri dari tempat tidur, meja, ruang penyimpanan dan kamar mandi. Fang menghampiri ruang penyimpanan dan membukanya menggunakan sidik jarinya.
Pintu itu terbuka dan tampak ruangan kecil bernuansa putih. Di tengahnya, terdapat sebuah tempat penyimpanan berlapis kaca. Fang menatap jam kuasa manipulasi energi milik mendiang kakaknya tersebut. Ia beberapa kali berniat untuk menggunakannya, tapi setiap kali ia ingin mengaktifkannya, Fang tidak bisa. Jam itu terlalu sakral baginya, seakan Kaizo masih hidup. Namun jika tidak digunakan, jam kuasa itu akan percuma. Kaizo pasti tidak akan senang dengan yang namanya kesia-siaan.
Fang menaruh jam kuasa bayang dia di sebelah jam kuasa Kaizo. Ia lalu meraih jam kuasa manipulasi energi tersebut dengan jari gemetaran. Perlahan, Fang mengalungkan jam kuasa itu di pergelangan tangannya. Rasanya seolah tangan Kaizo tengah menggengam lengannya, bukan jam itu. Fang menyalakannya dan otomatis jam itu menunjukkan waktu.
Fang merasa dadanya kembali bergemuruh dengan rasa sedih. Waktu dan tanggal di jam itu masih menunjukkan kejadian naas 3 tahun yang lalu, saat kematian Kaizo. Ada pesan konfirmasi tertera di layar kecil yang menanyakan apakah waktu dan tanggal ingin disetel ulang. Fang menekan 'yes' dan tiba-tiba muncul pesan aneh.
[Fingerprint is confirmed. Welcome, Private Pang.] | [Sidik jari telah dikonfirmasi. Selamat datang, Private Pang.]
[You have a new message. Open now?] | [Anda memiliki 1 pesan baru. Buka sekarang?]
Jantung Fang berdetak kencang. Jarinya gemetaran saat ia menekan tombol 'open' untuk membaca pesan. Pesan dari siapa? Kaizo-kah? Tapi telah lewat 3 tahun semenjak kematian Kaizo, apakah pesan ini masih berlaku?
Sebuah video termainkan. Sama sekali tak ada wajah Kaizo, hanya sebagian kepalanya saja. Dari video itu, terdengar deru nafas sang kapten yang begitu kesulitan dan lemah, penuh kesakitan. Tampaknya, Kaizo tengah terbaring di pasir berwarna putih tersebut, bercak darah tampak di layar. Fang sadar ini adalah rekaman detik-detik kematian kakaknya dan dadanya terasa sesak oleh rasa duka yang sama. Meski telah lewat 3 tahun, tapi kesedihan itu masih terasa kental.
"...ada yang datang," kata Kaizo, lirih. Suaranya lemah sekali, hampir tak terdengar.
Sebuah deru kencang membuat pasir putih berterbangan kemana-mana. Fang melihat ada sebuah pesawat mendarat tak jauh dari Kaizo dan pesawat GQ-765A yang hancur. Itu adalah pesawat pelacak dan pemburu Komandan Minto yang waktu itu dikirimkan untuk mencari Kaizo dan Vargoba. Selang 3 menit pesawat itu mendarat, pintu pesawat terbuka dan sebuah tangga otomatis terjulur turun. Prajurit yang memakai seragam khusus kesatuan pelacak dan pemburu keluar bergerombol. Mereka kemudian berbaris rapi dalam hitungan detik dan seorang perempuan dewasa berkulit ungu tua turun. Itu adalah Komandan Minto. Wajahnya dingin menyapu bekas-bekas pertempuran Kaizo dan Vargoba.
"Tim C, evakuasi kapal angkasa Macrom Y dan Vargoba. Tim O, ikut aku ke kapal angkasa GQ-765A dan Kaizo," perintah Komandan Minto. Seluruh prajurit serempak meneriakkan kata 'baik komandan' dan langsung berpencar. Komandan Minto mendatangi Kaizo yang masih terbaring lemah di pasir tersebut. Matanya memang sudah buta akibat kapsul Perak Meredithia, tapi Kaizo kenal dengan suara itu.
Di video tersebut Fang melihat Komandan Minto berlutut di dekat Kaizo. Wajahnya tampak lebih mengerikan.
"Kapten Kaizo, sudah waktunya kau mati. Tapi kau masih bertahan hidup padahal tubuhmu sudah hancur karena Perak Meredithia. Keras kepala sekali," katanya. "Memang cocok gelarmu sebagai pemberontak legendaris. Kau adalah orang terkuat yang aku temui."
"Jangan sentuh adikku," kata Kaizo, lemah. Minto hanya menyeringai.
"Tergantung. Tapi aku selesaikan saja disini," ujar Minto sambil meraih dua jarum panjang dari lipatan jaketnya. Ia kemudian menusukkannya ke leher Kaizo.
"..berhati-hatilah Fang..." kata Kaizo, hampir tak terdengar karena sangat lemah suaranya. Rekaman itu kemudian berhenti berputar, menyisakan banyak pertanyaan dan kecamuk di dada adiknya. Tentu ada alasan kuat mengapa Kaizo merekamnya. Ia ingin memberitahu Fang tentang musuh di dalam selimut, agar Fang tahu ada bahaya laten yang menunggunya. Agar Fang tahu kalau ada pengkhianat di antara mereka. Kaizo hanya ingin adiknya selamat dan berhati-hati.
Sayangnya Kaizo tidak memperhitungkan kemungkinan jika Fang tahu penyebab kematiannya yang sesungguhnya maka Fang takkan diam saja. Kaizo terlalu meremehkan betapa besarnya arti dirinya bagi Fang. Tentu saja Fang tidak menggubris niat Kaizo agar ia berhati-hati. Fang hanya peduli dengan fakta kalau abangnya mati bukan karena racun, tapi dibunuh. Dan pembunuhnya masih berkeliaran bebas tanpa hukuman.
Fang mengepalkan tangannya karena rasa amarah yang membakar seluruh tubuhnya. Andai saja hari itu Kaizo diselamatkan, ia pasti masih hidup sekarang. Fang takkan merasakan rasa sedih seburuk ini. Tapi tidak, Minto malah membunuhnya di sana, mengambil kesempatan saat Kaizo lemah akibat racun dan pertarungannya dengan Vargoba.
Fang bersumpah ia akan membalaskan kematian Kaizo. Ia bersumpah takkan tidur dan duduk tenang selama Minto masih berjalan bebas, tidak mendapatkan balasannya. Komandan Minto, kau takkan tahu apa yang akan menimpamu, kata Fang dalam hati, bertekad.
.
Fin
.
Hai!
Saatnya balas review dan tanya jawab!
Untuk misorai, terimakasih feedbacknya! Saya ada masalah dengan format penulisan karena saya memang kurang sabar mengecek ulang, saya rasa saya perlu spell checker atau beta. Ngetik ff 5000 kata di hape itu greget banget. Ke depannya, saya berusaha lebih teliti lagi supaya lebih rapih. Selain itu, terimakasih banyak sudah baca dan review!
Untuk Fanlady, mengenai pertanyaan judul chapter 2, 'My Head is An Animal' sebenarnya adalah foreshadowing/petunjuk dari saya tentang psikis-nya Kaizo. Obat yang ia minum memang membuatnya menjadi seperti hewan, mode bertarung terus, amarah terus. Kalau Kaizo masih hidup, dia pasti kena sanksi, gak mungkin enggak. Tapi abang kacak dan comel sangat ni kedip mata sahaja dah dimaafkan. Hehe, terimakasih sudah baca dan review!
Untuk Ziyuu-chan 145, saya ambil Kaizo/Fang beradu dahi itu dari komik BBB vol 7, pas ibu Kaizo beradu dahi juga sama Kaizo sebelum berpisah. Jadi, Kaizo beradu dahi dengan Fang sebenarnya adalah referensi bagaimana orang yang disayangi Kaizo mengucapkan selamat tinggal, Kaizo juga menunjukkan rasa sedih perpisahan dengan cara yang sama. Tentu saja Fang gak tau ini. Terimakasih sudah baca dan review!
Untuk Shaby-chan, kata-kata Kaizo yang: "Fręrj mâtanzhah de roavãn, dama Pang. Roan sa dama Pang.
Jïyąndzhamęn." - itu bukan bahasa apa-apa, saya ngarang bahasa sendiri. Saya ada bikin grammarnya sedikit, karena saya berencana keluarin lagi bahasa ini di ff KaiFang selanjutnya. Ada beberapa kata dan grammar seperti 'dama Pang'=Pang kecil, 'roan sa'=milikku, menunjukkan kepunyaan kayak watashi no (私の) atau mine, 'jïyąndzhamęn'=selamat tinggal, kata formal yang biasa diucapkan saat pemakaman, dsb. Saya membayangkan pengucapan bahasa mereka seperti bahasa Turki, saya ngarang aja sih, hehe, maaf kalau aneh! Oh, dan terimakasih juga sudah baca dan review!
Sementara kurohimeNoir, Sayaka Minamoto, saya menghargai dukungan kalian! Ayolah sama-sama spam ini fandom dengan KaiFang lebih banyak lagi!
Untuk sequel, belum dipikirkan. Nantilah, hehehe. Tapi saya ada rencana buat ff asal-usul gelar pemberontak legendaris Kaizo darimana. World building-nya dipastikan lebih detil daripada ff ini. Tapi waktu dekat ini saya mau tulis ff oneshot ringan dahulu, parodi canon.
Saya tidak pandai menulis angst, dulu bisa. Saya berusaha menangkap rasa duka Fang sebisa mungkin, tapi bisa jadi banyak kekurangan di chap ini. Silahkan kasih feedback atau komentar.
Akhir kata, saya lega telah tamat ini ff. Saya juga senang kalau kalian menikmati membaca karya saya, karena saya juga menikmati saat menulisnya. Sampai jumpa nanti!
