Sebelumnya di Chapter I: Keanehan terjadi saat jenazah Kaizo diautopsi 3 tahun lalu. Fang akan membobol sistem TAPOPS untuk menyelidiki apakah ada kaitan antara TAPOPS dengan pembunuhan Kaizo. Boboiboy dan teman-temannya telah pergi menjalankan misi. Fang bersiap menjalankan rencana bunuh dirinya.
.
.
Chapter II: Hilang dan Terlupa
.
.
Lokasi - Markas Baru TAPOPS
Waktu - Pukul 02.30 dinihari waktu standar
Fang mengikuti seorang alien mop memasukkan kartu pass miliknya dan memindai sidik jari serta retina si alien. Pintu besar menuju ruang kontrol utama terbuka, dan Fang segera memukul si alien hingga pingsan. Ia lalu menyeret tubuh alien itu ke pojokan. Alien mop yang pingsan tadi adalah tukang bersih-bersih, gilirannya bertugas membersihkan ruang kontrol utama. Fang memerlukan alien itu untuk membukakan pintu kontrol utama menggunakan ID dan kartu pass milik si alien mop itu agar Fang tidak terekam dalam sistem kalau ia membuka ruang kontrol utama jam segini.
Fang segera menuju ruang kontrol utama tempat biasanya Koko Ci dan Laksamana Tarung berada. Tapi jam 2 malam begini mereka pasti sudah tidur― sebenarnya semua personel di TAPOPS pasti sudah tidur kecuali alien yang bertugas jaga malam atau tugas bersih-bersih. Di ruang kontrol utama ini, Fang bisa mencari tahu apakah ada kaitannya antara TAPOPS dengan Kesatuan Militer Angkasa―Fang hanya ingin menyelidiki apakah Koko Ci dan Tarung terlibat pembunuhan Kaizo 3 tahun lalu dan menyembunyikannya dari Fang.
Fang segera duduk di kursi asisten utama komandan dan mengakses log panggilan masuk. Ada banyak sekali, maka Fang segera menyortir hanya Kesatuan Militer Angkasa saja. Masih ada banyak panggilan masuk-keluar, maka Fang spesifikasikan panggilan yang keluar-masuk saat 3 tahun lalu, sekitar saat kematian Kaizo. Fang menemukan beberapa panggilan keluar. Dengan berdebar ia segera membaca perihalnya... dan ternyata nihil. Semua isinya hanya transferan jenazah termasuk laporan autopsi Kaizo dan Vargoba. Fang segera menyalin semua dokumen itu ke jam kuasa miliknya. Ia juga melihat-lihat semua log Kesatuan Militer Angkasa, dan hampir 100% dari itu hanya berisi laporan bulanan saja tanpa ada hal lain. Ketika Fang rasa ia sudah terlalu lama di sini tanpa mendapat barang bukti yang berarti, maka ia memutuskan untuk segera pergi dari sana sebelum ketahuan.
Kesimpulan dari penyelidikannya, bukti kalau Koko Ci dan Tarung tahu perihal kematian Kaizo adalah tidak ada. Mereka tak bersalah. Fang agak merasa lega tapi tetap waspada. Belum pasti 100% kalau Koko Ci dan Laksamana Tarung tidak terlibat, mereka bisa saja berkomunikasi dengan jalur tertutup agar tak terdeteksi dan tak tercatat sistem log. Yang manapun, ia akan segera tahu.
Fang lalu menyelinap keluar dari sana, dan segera menuju ke hanger pesawat. Ia harus menjalankan rencana selanjutnya, yakni pergi dari Stasiun TAPOPS dan sembunyi untuk menyelinap ke markas besar Kesatuan Militer Angkasa. Ia akan melakukan penyamaran agar bisa berkeliaran di markas itu tanpa ketahuan.
Fang memasuki hanger dan ia memanggil sedikit bayangan agar ia tak terlalu terlihat saat menyelinap di antara lorong-lorong. Dengan hati-hati, Fang menyelinap melewati penjaga yang berpatroli dan pergi menuju sebuah pesawat ramping warna hitam bergaris keperakan. Pesawat ini khusus pesawat mata-mata atau stealth dan dilengkapi berbagai fitur untuk menembus radar musuh dan fitur pendukung lainnya. Ada akses khusus agar bisa mengaktifkan pesawat ini dan Fang sudah menyiapkan alat penembus karena ia sudah merencanakan ini jauh-jauh hari. Satu sifat Fang yang sama dengan Kaizo yakni penuh pemikiran dan rencana. Bedanya, Kaizo selalu berani bertindak tanpa keraguan sementara Fang harus terdesak dahulu baru melakukan hal seekstrim Kaizo.
Fang segera mengaktifkan alat penembusnya. Ia mendapatkan sampel gambar retina dan sidik jari milik Laksamana Tarung dari sistem, maka tinggal ia program ke alatnya dan memasangnya pada alat pemindai di depan pesawat. Singkatnya, berkat alat penembus ini sistem pemindai di keamanan pesawat tersebut akan mengira Fang adalah Laksamana Tarung dan membukakan pintu. Dalam beberapa detik, pintu pesawat itu mengeluarkan bunyi 'ping' dan pesan berbunyi 'selamat datang Laksamana Tarung' di layar. Fang segera memasuki pesawat mata-mata itu dan segera menuju ruang kontrol.
Ia segera mengaktifkan pesawat itu, bunyi mesin begitu halus seakan baru terbangun dari tidur. Fang melihat betapa canggihnya pesawat mata-mata ini, ia tak pernah menaikinya tapi Fang sudah belajar banyak dari buku manual sebelum ia menjalankan rencana gilanya. Fang lalu menarik nafas untuk menutupi rasa gugupnya dan duduk di kursi pilot. Seharusnya saat bersiap keberangkatan, pasti ada personel di ruang kontrol hanger yang menghubungi untuk pengecekan lepas landas, tapi karena ini pesawat istimewa maka di sistem takkan tercatat. Fang bisa bernafas lega, ia segera menerbangkan pesawat itu dan segera pergi dari Stasiun TAPOPS menuju Kesatuan Militer Angkasa.
Aku datang untuk menagih nyawa kakakku, Komandan Minto, batin Fang penuh amarah.
.
.
Lokasi - Planet Dhaghar-Ya
Waktu - 12.54 p.m waktu setempat
"Aduuh, penatnya aku... aku pun lapar nih..." keluh Gopal.
"Sabarlah Gopal, nanti sebentar lagi kita istirahat," ujar Boboiboy. Ia lalu menoleh Ochobot yang sedang memindai sebuah gua.
"Bagaimana Ochobot?" tanya Boboiboy pada robot kuning itu saat Ochobot selesai memindai sebuah gua.
"Entalah. Sinyalnya seperti sinyal hantu, lemah dan berada dimana-mana. Sebentar ada di sana, lalu nanti di sini," jawab Ochobot, lesu. Boboiboy menggaruk kepalanya.
"Hmm aneh sekali. Nanti lama-lama kita juga dapat petunjuk," kata Boboiboy.
Mereka berempat―Boboiboy, Gopal, Yaya dan Ying―mendapatkan misi untuk mencari sfera kuasa yang berada di Planet Dhaghar-Ya dibantu Ochobot. Menurut hipotesa Laksamana Tarung, ada sfera kuasa yang membuat planet itu sekarat. Di duga sfera kuasa itu berkekuatan sangat besar hingga satu planet bisa kehilangan hampir seluruh kehidupan mereka, mungkin juga bocor atau di modifikasi. Tapi sudah dua hari ini mereka hilir-mudik mengejar sinyal sfera kuasa misterius itu namun nihil. Sfera kuasa itu seperti pandai menyembunyikan keberadaannya.
Boboiboy mengaktifkan komunikator di jam kuasanya, menghubungi dua rekan perempuannya.
"Yaya, Ying," panggil Boboiboy. "Bagaimana dengan pencarian kalian disana?"
"Entahlah, alat pemindai kami juga tak ada mendeteksi sinyal pasti," keluh Ying.
"Kita berkumpul saja dahulu di lokasi yang sudah kita sepakati tadi dan berdiskusi," saran Yaya. Boboiboy menggumam kecil.
"Hmm ayo kita berkumpul dulu. Sampai nanti disana!" pamit Boboiboy. Yaya dan Ying membalas lalu komunikasi mereka terputus.
"Adduuh akhirnya. Ayolah kita pergi," ajak Gopal. Boboiboy menurut saja.
Mereka menyusuri jalan setapak yang membelah hutan mati ini. Pohon-pohon kering hanya tinggal cabang saja, bau pembusukan tercium keras. Hewan-hewan mati dan mulai terurai bangkai mereka. Planet ini tampak jauh lebih gersang dan sekarat daripada saat mereka mengunjunginya dulu dalam misi mengantar bungkusan dobi. Di planet inilah mereka pertama kali bertemu Laksamana Tarung dan Katakululu.
"Boboiboy," panggil Gopal dengan suara ketakutan. Boboiboy menoleh.
"Ada apa Gopal?"
Gopal mengeluarkan suara rengekan kecil. Ia menarik kuat-kuat tangan Boboiboy.
"Aku... aku ada lihat sesuatu! Dalam gua sana!" bisik Gopal, ketakutan. Boboiboy mengerutkan kening.
"Ayo coba kita cek mungkin bisa jadi petunjuk sfera kuasa yang kita cari," ajak Boboiboy yang diamini Ochobot. Gopal tampak hendak menangis.
"Boboiboy aku lihat itu wajah macam manusia tapi giginya runcing semua! Janganlah kesana!" peringat Gopal. Boboiboy meneguk ludah. Mau tak mau ia merasa agak takut juga dengan deskripsi Gopal barusan.
"Bagaimana ini Ochobot?" tanya Boboiboy, pada sfera kuasa kuning itu. Ochobot menggumam.
"Kau berubah saja Boboiboy, biar terjadi apa-apa kau bisa mempertahankan diri," saran si sfera kuasa. Boboiboy mengangguk dan mengaktifkan jam kuasanya.
"Kuasa elemental! Boboiboy Halilintar!"
Seorang remaja 17 tahun berwajah dingin muncul, dengan atribut berwarna merah dan hitam. Ia menyeringai sedikit. Telah lewat 3 tahun semenjak kejadian Vargoba, selama masa itu Boboiboy sudah banyak membangun kuasa fase duanya. Ia paling sering menggunakan mode Halilintar ini karena serangannya paling fleksibel dan cukup kuat tanpa terlalu banyak menguras tenaga seperti mode Solar. Gopal yang melihat Halilintar langsung merasa agak lega sedikit.
"Ayo, bergerak," ajak Halilintar sambil berlalu menuju gua itu. Gopal dan Ochobot mengikuti dari belakang.
Mereka berdiri di mulut gua. Lubang itu tampak gelap sekali, mereka tak bisa melihat ke dalamnya. Tapi makhluk apapun yang hidup disana, pasti dapat melihat mereka. Halilintar mengeluarkan pedang kembar berwarna merahnya dan bersiap masuk ke dalam.
Tiba-tiba terdengar bunyi lolongan dari dalam gua. Lolongan itu sangat panjang dan tinggi sampai Gopal menangis ketakutan. Lolongan itu mirip suara perempuan yang meratap saat melahirkan anak yang telah mati. Halilintar merasakan perasaan sangat tak enak.
Lolongan itu berhenti. Dan beberapa pasang mata tampak dari dalam gua mengamati mereka.
.
.
Yaya dan Ying sudah tiba di lokasi tempat yang sudah disetujui. Tempat itu adalah tanah lapang dengan banyak batang pohon kering tumbang karena usia dan ditiup angin kencang. Suasananya gersang sekali, langit juga diliputi kabut tebal menghalangi sinar masuk. Yaya dan Ying duduk di sebuah batang pohon dan menunggu kedua rekan mereka datang.
Telah 1 jam mereka menunggu, tapi kedua rekan mereka tak kunjung tiba. Ying tampak agak jengkel.
"Ish apa yang mereka perbuat? Kesini 'kan bisa gunakan kuasa teleportasi Ochobot, sekejap sudah sampai!"
"Tak wajar ini, mereka mungkin menemui masalah," kata Yaya. Ying menekan tombol komunikatornya berusaha menghubungi Gopal, tapi yang bersangkutan keburu menghubungi komunikator Yaya dahulu. Tampak wajah Gopal ketakutan, ia berada di sebuah tempat yang gelap.
"Yaya! Ying! Tolooong!" jerit Gopal, panik. "Kita diserang!"
"Di serang? Kalian dimana sekarang?" tanya Yaya.
"Tadi kita masuk gua! Boboiboy sedang melawan makhluk aneh, gelap sekali disini! Kita jadi tak bisa melihat serangan-AAAA!"
"Gopal!" jerit Yaya dan Ying bersamaan. Komunikasi terputus begitu saja meninggalkan dua gadis itu dalam tanda tanya besar dan kekhawatiran.
"Ayo kita kesana Yaya!" seru Ying mengaktifkan larian lajunya dan berlari kencang. Yaya mengikuti temannya sambil berdoa dalam hati.
Semoga kalian berdua baik-baik saja, bisik Yaya pada dirinya sendiri.
.
.
Halilintar merasa frustasi.
Ia tak bisa melihat apapun disini karena sangat gelap. Ia tadi sudah berubah menjadi Solar tapi kekuatan cahaya miliknya malah padam dan tersedot habis oleh kegelapan. Kegelapan ini bukan kegelapan biasa, ada sesuatu yang lain mempengaruhi. Seperti lubang hitam yang menelan habis semua hal, bahkan cahaya sekalipun―saking gelapnya sampai cahaya tak bisa merambat dengan selamat.
"Mengapa kalian bersembunyi, ha?" bentak Halilintar. "Mari keluar dan hadapi aku!" tantangnya dengan suara lantang. Jemarinya menggengam erat gagang pedang merah kembarnya, telinganya waspada mendengarkan suara-suara kecil.
"Boboiboy, aduh, tolong aku!" jerit Gopal, tiba-tiba. "Lepaskan aku! Aaaaaa!"
"Gopal!" panggil Halilintar. Ia segera menuju arah suara, namun suara Gopal sudah lenyap. Seperti telah hilang ditelan sesuatu. Pertama Ochobot menghilang, sekarang Gopal. Halilintar geram. Ia lalu berteriak pada mereka.
"Kembalikan kawan-kawan aku! Kalau tidak, maka aku akan hancurkan tempat ini dengan sambaran halilintarku!" ancam Halilintar dengan nafas memburu akibat emosinya. Teriakannya tidak dijawab oleh apapun, suara Halilintar seperti memantul dan menghilang begitu saja. Halilintar semakin marah.
"Baiklah, bersiaplah kalian!" ujar Halilintar. Percikan kilat merah mulai terbentuk, energi yang besar mulai terkumpul pada genggamannya. Namun sebelum ia sempat menghancur-leburkan tempat itu, tiba-tiba ada sepercik cahaya lilin menyala, mengusir kegelapan. Ada seseorang muncul membawa lilin, wajahnya keriput sekali seperti kakek-kakek berumur 120 tahun. Kepalanya botak, hanya ada beberapa lembar rambut putih. Tubuhnya kurus sekali dan kulitnya berkeriput kering seperti pohon yang sedang sekarat. Bajunya lusuh dan kotor sekali, terbuat dari anyaman pelepah. Sosok tua itu menatap Halilintar dengan matanya yang putih seperti susu, lalu membuka mulutnya―mulutnya tampak seperti lubang hitam menganga tanpa gigi.
"(***)"
Bahasa asing. Halilintar segera mengaktifkan chip nano di telinganya untuk menterjemahkan bahasa, tak lupa ia juga mengaktifkan chip nano di pita suaranya pula agar ia bisa berbicara. Teknologi ini memang masih belum sempurna, baru memuat 432 bahasa asing alien sementara TAPOPSdan cabangnya harus berhubungan dengan lebih dari 2000 jenis alien dari berbagai galaksi.
"Apa yang kau bicarakan?" tanya Halilintar. Sosok itu membuka mulutnya yang tidak memiliki gigi.
"Ikut aku kalau mau selamat," ujarnya lagi, dengan suara serak sekali. Halilintar malah semakin waspada dan curiga.
"Dimana teman-temanku?" tanya Halilintar dengan nada menuntut.
"Mereka aman, tapi jika kau dan mereka tetap berada disini, energi kehidupan kalian akan diserap habis," katanya. Halilintar mengerutkan alis, mempertimbangkan ajakan sosok keriput itu. Karena tak ada hal lain yang bisa ia lakukan dan sosok aneh itu adalah satu-satunya petunjuk menuju keberadaan Gopal dan Ochobot, maka dengan enggan Halilintar menuruti perkataan sosok itu. Halilintar kemudian berkata.
"Baiklah. Tapi jika kau berdusta dan malah menjebakku, kau akan terkena akibatnya," ancam Halilintar. Sosok itu tak menjawab hanya terus berjalan menuju kegelapan sambil membawa lilin di tangannya. Halilintar mengikutinya dari belakang dengan waspada.
Mereka berjalan menyusuri lantai gua yang penuh bebatuan. Dengan cahaya redup lilin, Halilintar bisa melihat lubang gua ini luas sekali, dipenuhi stalagmit dan stalaktit yang panjang meruncing-runcing seperti tombak. Beberapa pilar-pilar batu yang terbentuk alami tampak berderetan. Onggokan tulang belulang makhluk yang tidak Halilintar kenali ada di sana-sini, menambah kesan mengerikan tempat ini. Bau busuk lembab tercium kuat. Halilintar terus waspada pada sekelilingnya dan setelah beberapa menit mereka berjalan, sosok itu lalu berkata memecah sunyi.
"Hanya cahaya lilin ini saja yang bisa menembus kegelapan mereka," katanya dengan suara serak. Halilintar mengerutkan alis.
"Siapa 'mereka' itu?"
"Mereka adalah sesuatu yang kami masih belum pahami. Mereka adalah hantu-hantu di dalam gua ini."
"Hantu-hantu?"
"Para penjaga kami dari bahaya di luar sana," katanya. "Sudah begitu lama kami terperangkap di gua ini tanpa tahu bagaimana dunia luar."
Halilintar merasa agak kasihan dan setengah tak percaya dengan cerita orang itu. Tapi ia memutuskan untuk terus mengorek informasi lebih jauh agar ia mendapat lebih banyak petunjuk.
"Apa yang terjadi pada kalian?" tanya Halilintar. Sosok itu menghela nafasnya yang gemetar.
"Dahulu kami hidup gembira di luar sana. Tapi suatu hari, ada benda asing jatuh dari langit. Benda itu membuat langit menggelap dan akibatnya tanaman-tanaman mati. Benda itu juga menyebarkan banyak gas beracun dan mencemari air serta udara kami. Banyak yang mati dari kaum kami, tapi hanya sedikit sekali bisa selamat dan bertahan di gua ini. Kau dan bocah gemuk itu sepertinya bukan dari spesies kami, udara beracun di planet ini tidak mempengaruhi kalian..." ujarnya. Halilintar menjadi semakin tidak mengerti, terlalu banyak pertanyaan yang harus dijawab.
"Aku dan Gopal adalah manusia dari Bumi. Racun apa yang bisa membunuh kalian tapi tidak bagi manusia?" tanyanya. Sosok itu lalu berbelok ke kiri, ke suatu liang yang lebih kecil. Halilintar mengikutinya dari belakang.
"Kami tidak pasti racun apa, tahu-tahu banyak yang mati karena sesak nafas. Banyak yang berkata kalau itu adalah oksigen bercampur nitrogen, kukira masuk akal. Kami tidak bisa menghirup oksigen dan nitrogen dalam jumlah sebanyak manusia," katanya.
"Kalau begitu, Gopal dan aku takkan bisa berlama-lama disini karena minim oksigen," tambah Halilintar.
"Tempat yang kalian kunjungi akan ada cukup oksigen. Kami akan mengantar kalian keluar dari gua dengan selamat tapi hanya setengah jalan saja," katanya. "Jika kami terlalu dekat dengan dunia luar, kami akan mati. Aku tahu jalan aman dari hantu-hantu itu."
Halilintar mengendurkan rahang dan pundaknya yang tegang. Ia lalu kembali ke wujud asalnya, atribut baju dan topinya berubah kembali seperti semula.
"Terimakasih sudah mau tolong kami," kata Boboiboy, sambil mengusap lengannya. "Maaf tadi aku kasar sekali."
Sosok itu hanya menggumam mengiyakan. Mereka terus berjalan diantara kegelapan dan batu-batu yang meruncing di gua ini, suhu disini begitu dingin dan lembab sampai Boboiboy merasa baju dan kulitnya agak basah karena banyaknya titik-titik air di udara. Tapi ia diam saja dalam kesunyian mengikuti figur berkulit keriput itu.
Entah sudah berapa lama Boboiboy berjalan, ia tak begitu yakin. Tapi rasanya seperti sudah setengah hari, mungkin juga hanya perasaan Boboboi saja. Nafasnya mulai sedikit berat karena udara ini kurang sesuai bagi manusia. Ketika Boboiboy hendak meminta waktu untuk istirahat sejenak, figur itu berhenti berjalan. Ada sebuah jurang dalam di depannya. Sosok itu lalu berbalik menghadap Boboiboy.
"Kita sudah sampai," katanya. Boboiboy berdiri di dekat jurang dan melihat pemandangan tak biasa.
Ada sebuah kota kecil di bawah jurang. Rumah-rumah terbuat dari batu-batu besar yang bersusun rapi, orang-orang tampak beraktifitas dibawahnya. Anak-anak kecil bermain riang, mereka tampak kurus-kurus. Lampion-lampion menyinari jalanan, api mereka terang. Pemandangan itu seperti pemandangan dari cerita, Boboiboy tak pernah mendatangi kota bawah tanah, jadi ini pengalaman yang luar biasa baginya. Sebuah pemukiman penuh kehidupan ratusan meter di bawah tanah, sementara di luar sana tak ada lagi kehidupan.
Boboiboy hendak mengatakan sesuatu, namun sebelum ia membuka mulutnya, ia jatuh pingsan tak sadarkan diri.
.
.
Lokasi - Markas Baru TAPOPS
Waktu - Pukul 04.35 a.m, waktu standar
Kokoci dan Laksamana Tarung berdiri di depan tiga alien mop, salah satu dari mereka adalah alien yang sudah dipukul Fang sampai pingsan tadi malam agar Fang bisa mengakses sistem log dan arsip lama. Mereka bertiga tengah diinterogasi oleh Laksamana Tarung dan Koko Ci mengenai pembobolan semalam.
Kronologisnya, Koko Ci menemukan alien itu terbaring pingsan di dekat pintu besi ruang kontrol utama, lantas Koko Ci memanggil Laksamana Tarung. Mereka berdua sudah menyelidiki sekitar daerah itu, dibantu beberapa personel TAPOPS kepercayaan Koko Ci, tapi tak ada yang hal aneh seperti tanda sabotase atau sesuatu yang dicuri. Koko Ci lantas membuka sistem log dan melihat ada akses misterius ke dalam arsip, Koko Ci dan Laksamana Tarung lantas menyelidiki arsip apa yang di cari si penyusup. Rupanya arsip yang dicari adalah arsip keluar-masuk Kesatuan Militer Angkasa saat 3 tahun yang lalu.
"Mengapa hanya arsip ini saja?" tanya Koko Ci agak keheranan. Yang dicuri hanya dokumen lama. Laksamana Tarung mengusap dagunya, tampak merenung.
"Dokumen 3 tahun yang lalu ya? Tentang apa dokumen itu? Kita banyak mengirim laporan kepada Kesatuan Militer Angkasa sepanjang tahun itu," ujar Tarung. Koko Ci segera membuka sistem log 3 tahun lalu. Ada beberapa pertukaran dokumen namun kebanyakan adalah laporan bulanan dan detil misi.
"Coba sesuaikan jumlah dokumen yang keluar-masuk dengan apa yang tercatat pada rekaman log. Kita akan segera tahu dokumen apa yang dicuri," kata Laksamana Tarung pada Koko Ci dan beberapa asistennya. Karena banyaknya dokumen yang harus di cek sepanjang tahun, maka perlu waktu 30 menit, padahal sudah di bantu oleh beberapa personel. Mereka terus mencari sampai tiba-tiba seorang asisten komandan berkata.
"Saya sudah ketemu! Dokumen yang dicuri adalah laporan autopsi Kapten Kaizo dan Vargoba."
"Untuk apa gerangan dokumen lama seperti itu dicuri?" tanya Koko Ci. Laksamana Tarung segera berkata.
"Cepat panggilkan Fang!" perintahnya. "Dia mungkin tahu sesuatu."
Koko Ci segera menghubungi komunikator Fang namun tak aktif, padahal komunikator standar TAPOPS dirancang akan selalu aktif terhubung ke ruang kontrol agar bersiap pada hal tak terduga. Mendengar kalau Fang―orang yang rajin seperti itu―mematikan kontak komunikatornya adalah hal yang sangat ganjil. Laksamana Tarung mencium hal yang tak biasa. Ia langsung memerintahkan penjaga untuk mencari Fang.
Sudah 1 jam pencarian, dan Fang tidak ditemukan. Koko Ci sebenarnya tidak ingin berprasangka buruk, tapi semua bukti mengarah kalau Fang adalah pelakunya. Dokumen autopsi Kaizo tak ada. Fang adalah anggota TAPOPS, ia tahu seluk-beluk bagaimana masuk ke ruang kontrol. Di tambah lagi ia mengundurkan diri dari misi bersama Sai dan Shielda. Di kamar Fang tak ada bekas-bekas tanda perlawanan, menandakan ia tidak dibawa paksa. Satu pesawat elit mata-mata hilang tak berbekas, pesawat itu tersembunyi pada hanger rahasia yang hanya beberapa personel saja yang tahu letaknya, salah satunya Fang. Selain itu, ada sedikit sidik jarinya pada komputer pemindai di lift. Koko Ci terpukul dengan pengkhianatan Fang, personel TAPOPS yang dekat dengannya.
"Mengapa ia melakukan ini?" gumam Koko Ci.
"Sepertinya ia tahu sesuatu yang tidak kita ketahui. Sesuatu mengenai kematian Kaizo," terka Laksamana Tarung. "Yang aku tak paham adalah mengapa Fang harus bertindak seperti ini 3 tahun setelah kematian kakaknya? Apakah ia selama ini menunggu kesempatan atau ia baru saja menyadari sesuatu?"
"Yang pasti kita harus panggil Boboiboy dan rekan-rekannya! Mereka pasti bisa menghentikan Fang!"
.
.
Lokasi - Markas Besar Kemiliteran Angkasa
Waktu - Pukul 07.06 a.m waktu standar
"Ini kartu identitasmu, kau mulai bekerja hari ini," kata seorang alien berwujud mirip manusia, hanya saja kulitnya berwarna biru. "Dan ini tiga setel seragammu, kau cuci di tempat laundri blok D-6 khusus pekerja."
Fang menerima semua barang tersebut. Ia lalu menundukkan kepala tanda hormat.
"Terimakasih."
"Ini juga kunci kamarmu, kau sekamar dengan empat tukang bersih-bersih yang lain. Ini pula jadwal piketmu."
"Baik."
"Nah pergi kemaskan kamar dan barang-barangmu, kau akan mulai bekerja 1 jam lagi," ujar si alien sambil berlalu meninggalkan Fang. Fang menghela nafas lega dan mulai berjalan menuju kamar barunya.
Fang sudah sampai di Markas Besar Kesatuan Militer Angkasa, markas itu terletak pada sebuah planet panas yang ditumbuhi banyak pohon-pohon raksasa. Pesawatnya ia sembunyikan di lokasi hutan terpencil, didaratkan di sebuah pohon besar, ia datang ke markas Kemiliteran Angkasa dengan jalan kaki. Fang berhasil menyusup masuk dengan menjadi seorang pekerja bersih-bersih yang baru, karena sehari sebelumnya Fang sudah masuk lewat ventilasi udara dan mengacak-acak database pekerja disana. Fang mengganti data seorang pekerja baru yang sudah lulus pemeriksaan ketat keamanan dan menggantinya dengan wajahnya dan data-data miliknya.
Hari ini Fang datang sebagai pegawai baru, tapi akibat ulah pencurian identitas itu, alien yang seharusnya berada di posisi Fang diusir penjaga karena tak ada datanya dalam sistem. Fang merasa kasihan padanya dan berjanji dalam hati akan membalas alien itu jika Fang selamat.
Fang memasuki kamar asrama barunya untuk menaruh barang-barangnya. Barang-barang yang ia bawa ke kamar ini hanya seragam barunya dan jadwal piket. Jam kuasa Kaizo dan jam kuasa bayang miliknya ia sisipkan pada jaketnya.
Ketika Fang memasuki kamar itu, tak ada siapapun disana. Ruangan ini tak begitu luas dan menampung dua buah tempat tidur bertingkat, dua di atas dan dua di bawah. Fang lihat yang kosong hanya ada di atas, maka ia menaruh seragam dan jadwal piket di sana. Ia lalu mengganti bajunya dan memakai seragam tukang bersih-bersih. Jam kuasa bayang miliknya ia pakai, sementara jam kuasa milik Kaizo ia sisipkan di bajunya. Ia siap memulai misinya untuk membalas dendam pada Komandan Minto.
Baru saja Fang hendak membuka pintu, tiba-tiba pintu itu dibuka duluan oleh seseorang. Ada alien bertubuh seperti tanaman mentimun masuk. Wajahnya tampak kaget melihat Fang, tapi sedetik kemudian ia segera tersenyum lebar sekali. Fang agak canggung.
"Ooh kau pekerja baru itu ya? Namaku Holke! Kau siapa?" tanyanya ramah. Fang balas tersenyum karena tidak enak.
"Eh, pa-panggil aku Kassim," ujar Fang. Holke menyalami tangannya dengan cara asing, menurut istiadat kampung halamannya.
"Kassim, selamat bergabung. Minta tolong saja kalau ada kesulitan,"ujar si alien tanaman mentimun, ramah.
"Salam kenal, mohon bantuannya," balas Fang, sopan.
"Ayo! Aku ajari bagaimana bekerja disini, sekalian lihat-lihat!" ajak Holke seraya menarik tangan remaja itu keluar kamar.
Fang melalui hari itu dengan mengikuti pelatihan kerja seraya mempelajari peta markas itu. Ia dapatkan banyak informasi, dan pekerja kebersihan rupanya tidak berganti demi alasan keamanan. Masing-masing personel ada daerah tanggung jawabnya. Fang kebagian blok J tempat barak prajurit kelas bawah, bersama Holke teman sekamarnya. Fang tak keberatan, asalkan ia sudah masuk ke markas ini ia bisa mencari celah untuk menemukan Komandan Minto.
"Ey, Kassim, kau bersihkan saja baris J-2, biasanya disana tak terlalu kotor. Aku dan yang lainnya bersihkan sisanya, oke? Kau 'kan baru jadi tak usah berat-berat," kata Holke sambil nyengir. Meski alien itu suka bicara ceplas-ceplos, hatinya baik. Fang balas tersenyum.
"Baiklah, terimakasih," kata Fang. Ia kemudian membawa peralatan kebersihan dan segera menuju baris J-2. Blok J itu luas sekali karena menampung sebagian besar prajurit disini. Kalau Fang pikirkan lagi, markas ini sangat besar dan lengkap, 70x lebih luas daripada markas TAPOPS dan Tempur -A. Jika Fang mengunjungi tempat ini bukan karena pembalasan dendam, maka ia pasti akan takjub.
Fang sampai di baris J-2 dan ternyata benar kata Holke, baris ini tak terlalu kotor dibanding baris lain. Dengan cepat Fang memasukkan semua sampah berserakan ke kantung besar, kemudian Fang menyedot debu-debu di lantai dengan alat, habis itu ia harus pel lantai ini. Ia begitu serius menekuni tugasnya hingga ia baru sadar ada dua alien prajurit berlarian di lorong tempat Fang bersih-bersih. Fang segera ke tepi memberikan jalan bagi mereka.
"Cepat! Pesawat Komandan Minto akan datang 12 menit lagi!"
Fang langsung merasa tubuhnya menegang. Komandan Minto katanya? Ia menatap dua punggung prajurit yang sudah mulai menjauh itu, ingin mengikuti mereka namun ia tahan karena ia takut Komandan Minto sadar ia adalah adik Kaizo dan gagal misinya. Fang merasa jarinya gemetaran karena emosi yang membuncah, jantungnya serasa hendak melompat keluar. Si pembunuh sudah ada, sebentar lagi, ia akan membalaskan kematian Kaizo.
Fang lalu meraih jam kuasa milik Kaizo dalam sakunya dan menggenggamnya erat-erat. Jam ini seperti pengganti kakaknya, seperti jangkar yang menetapkan kapal agar tidak terbawa ombang-ambing ombak. Rasanya seperti sedang menggandeng tangan Kaizo. Ia mulai merasa tenang. Fang selalu ingin menjadi seperti Kaizo, dan Kaizo selalu berkepala dingin dalam situasi genting seperti apapun. Fang juga harus tenang jika ingin rencananya berhasil.
Fang tersenyum sinis. Ia tidak akan membunuh Komandan Minto, tapi ia akan membalas lebih menyakitkan daripada luka fisik belaka. Baguslah jika Komandan Minto ada disini, Fang akan bisa melihat seperti apa wajahnya ketika Fang meruntuhkan dunianya. Komandan Minto akan menyesal telah merenggut satu-satunya hal berharga yang Fang miliki.
Ini semua untuk Abang, bisik Fang dalam hati.
.
Bersambung
.
A/N
Halo! Saatnya balas review~
Ziyuu-chan 145: terimakasih sudah review dan baca! Ufufufu rasa penasaran kau akan terjawab, jadi pantengin terus yeah?
Sayaka Minamoto: terimakasih sudah baca dan review! Lahap akan muncul kok tapi nanti ya. Dia akan berperan cukup penting menyusun kejadian hehehe~ dan rasa penasaran pasti akan terjawab di chapter-chapter selanjutnya!
Shaby-chan: terimakasih sudah review dan baca! Semua tanda tanya akan terjawab kok hahaha. Dan ayolah bikin crime/investigasi juga~ Saya sih gak riset sampai dalam banget, pastilah kau bisa juga :D
Nanao: terimakasih sudah review dan baca! Saya usahakan kok selalu ada post fanfic paling tidak seminggu sekali, karena saya senang nulis selama gak telantarkan hal-hal lain. Asupan KaiFang sedikit sekali disini, jadi saya cuma bisa memuaskan dahaga lewat nulis aja hehehe.
Terimakasih juga yang sudah fave dan follow! Semoga chapter ini tidak mengecewakan dan membingungkan pembaca sekalian!
Untuk chapter-chapter depan, semua kejadian di chap ini, termasuk pemukiman bawah tanah di Dhaghar-Ya, akan ada kaitannya dengan kematian Kaizo. Nantilah lihat seperti apa, ok. Ending sudah saya rencanakan bagaimana dan bakalan menggantung gaje bercampur angst dan fluff. Tapi gak bakalan ada sekuel setelah A Hornet's Nest.
Ada saran? Tanggapan? Masukan? Silahkan ketikkan di review, sampai jumpa chapter depan ya!
