Disclaimer: Boboiboy © Monsta
Light and Dark
By: May
.
.
Matahari memamerkan sinarnya. Di pagi hari ini, seorang gadis berhijab merah muda, melangkah dengan semangat menuju sekolah -baru- nya. Betapa bahagianya ia akhirnya menjadi siswi SMA. Ia menyapa teman-temannya yang sudah ia kenal dulu di SMP. Senyuman selalu terlukis di wajahnya.
"Ying!" Pekiknya girang sambil menghampiri gadis berkacamata. Gadis itu menoleh, lalu tersenyum ketika melihat sosok merah muda yang berlari ceria ke arahnya.
"Selamat pagi, gadis merah muda yang sangat bahagia.." Sapa Ying. Gadis merah muda itu hanya terkekeh. Sepasang sahabat sedari TK itu pun melanjutkan perjalanan bersama. Mereka sudah asyik bercerita.
"Kau benar-benar semangat sekali Yaya.." ucap Ying. "Tentu! Kita kan sudah SMA! Jadi harus semangat!" Balas Yaya seraya meninju tangannya ke atas dengan semangat yang berkobar-kobar.
DUK!
"Eh..?"
Yaya merasakan kepalan tangannya meninju wajah seseorang -yang sebenarnya tidak sengaja-. Ia mendongak. Seorang pemuda bertopi hitam tengah memegang dagunya yang kesakitan. Ia meringis. "Ma.. Maafkan saya! Saya tidak bermaksud melukai anda!" Yaya benar-benar merasa bersalah. Tapi tunggu.. Yaya seperti mengenal sosok pemuda itu. "..Solar..?" Yaya mendekati pemuda yang masih memegangi dagunya yang lebam. Sementara Ying hanya terdiam bingung menyaksikan mereka berdua. Pemuda itu menatap Yaya tajam. Yaya melihat wajah pemuda itu dengan jelas. "Solar! Kau benar-benar sekolah di sini? Kenapa kau tidak memberitahu ku?!" Yaya merasa semangat lagi. Matanya terlihat berbinar-binar. Sementara pemuda itu masih menatap Yaya tidak suka.
"Solar? Kau ini kenapa sih? Kepalamu terbentur?" Ketus pemuda itu. Ia segera meninggalkan Yaya. "So.. Solar! " Yaya hendak menghampiri pamuda yang ia panggil 'Solar' itu. Tapi 'Solar' tak menghiraukannya dan kian menjauh. Yaya cemberut kesal. "SOLAR! SOMBONG KAU YA! AWAS NANTI!" Teriak Yaya yang ia yakin 'Solar' pasti mendengarnya. Wajahnya masih cemberut. Ying yang sedari tadi hanya menonton menepuk pundak Yaya yang mungkin lupa akan keberadaannya. "Apa yang kau lakukan Yaya?" Tegur Ying. Wajah Yaya yang tadinya ceria berubah menjadi masam. "Tadi aku tak sengaja menonjok Solar.. tapi, hanya masalah sekecil itu dia langsung marah," dengus Yaya. Ying menatap bingung sahabatnya itu. "Dia bukan Solar," Ying yang kenal dengan orang bernama 'Solar' yang disebutkan sahabatnya itu menggeleng. Yaya menatap Ying. "Maksudmu ada dua Solar di dunia ini?" Canda Yaya sambil tertawa. Ying terkekeh dan memukul lengan Yaya pelan. Mereka melanjutkan perjalanan. Namun, Yaya masih memikirkan sosok pemuda 'Solar' itu. Apakah.. dia sudah berubah..?
Yaya menggerutu pelan. Seharusnya hari pertama masuk sekolah ini menjadi penuh semangat dan keceriaan. Namun, dengan adanya 'tragedi' tadi pagi, rasa kesalnya bangkit. Guru tengah memperkenalkan diri di depan. Yaya tidak fokus karena ternyata 'Solar' sekelas dengannya. Pemuda itu duduk di belakang pojok kiri, bersebelahan dengan jendela. Sejak ia masuk ke kelas, 'Solar' sama sekali tak mempedulikannya. Kenapa Yaya jadi cemas begini? Ia takut sahabat baiknya (setelah Ying) telah berubah. Solar adalah anak yang ramah, penuh senyum. Mereka sekelas sejak tingkat 7 dan 8. Namun, Solar pindah sekolah ketika kenaikan tingkat 9. Mereka masih saling menghubungi, hingga mendekati ujian nasional. Yaya tak menerima kabar dari sahabatnya itu. Nomor telefon Solar tidak bisa dihubungi. Yaya murung beberapa hari hingga Ying selalu menghiburnya dengan beribu kata penyemangat.
"Aku yakin Solar pasti memiliki alasan tertentu. Hp nya kecebur di kloset mungkin.."
"Yang pasti dia tidak akan melupakanmu, Ya!"
"Kalian akan saling terhubung. Ikatan persahabatan itu kan kuat!"
"Kalian pasti akan bertemu lagi!"
Begitu lah Ying yang selalu ada untuknya. Yaya tersenyum dan memeluk sahabat baiknya itu seraya melontarkan ucapan terima kasih. Ya... Mereka pasti akan bertemu lagi.
Di sinilah yang Yaya tunggu. Namun 'Solar' yang ia temui sudah berubah. Bukanlah Solar yang selalu tersenyum, melainkan Solar yang selalu memasang tatapan dingin.
Bel istirahat sudah berbunyi. Yaya tidak mood pergi ke kantin. Ia akhirnya memutuskan untuk pergi ke perpustakaan saja. Saat di ambang pintu, Yaya melirik ke kursi di pojok kiri belakang. 'Solar' menatap jendela dengan tatapan kosong. Buku kecil menemani di atas mejanya. Hati Yaya terdiam. "Ada apa denganmu Solar?"
Yaya mengambil sebuah buku novel. Ia membukanya langsung. Matanya berbinar kembali. Ia berjalan menuju tempat duduk. Tanpa sengaja ia menyenggol seseorang. Walaupun senggolannya tidak terlalu keras dan Yaya sudah meminta maaf, saat itu juga ia dimarahi. Maklum, kakak kelas, ujar Yaya dalam hati. Yaya akhirnya duduk dengan perasaan malu karena ia menjadi pusat perhatian seluruh isi perpus tadi.
Yaya membuka bukunya kembali.
"Baru masuk sudah membuat keributan, kau memang tidak berubah.." Yaya yang tadinya membaca kata per kata novel itu langsung menoleh cepat ketika mendengar suara itu. Suara yang sangat ia kenal. Suara yang sangat ia rindukan. "So.. Solar?!" Pekik Yaya ketika melihat dengan mata kepalanya sendiri seorang pemuda bertopi putih dan memakai kacamata khas tengah menatapnya seraya memangku wajah dengan tengannya. Dan reflek di sambut tatapan tajam orang-orang sekitar karena suara Yaya yang 'lumayan'. Yaya mengangguk sopan ketika penjaga perpustakaan menunjuk poster "harap tenang". Saat ia berbalik, pemuda itu cekikikan menahan tawanya. "Tidaka lucu!" Desis Yaya kesal. Tunggu sebentar. "So.. Solar? Bukannya tadi kamu di kelas..? Tunggu.. kau tadi pakai topi hitam.." Yaya berceloteh sendiri, mengabaikan tatapan heran dari orang yang tengah berhadapan dengannya. Sebelum ini semua membuatnya pusing, ia harus mengetes pemuda yang ada di hadapannya kini.
"Siapa namamu?" Tanya Yaya dengan tatapan tajam. Solar menatap Yaya heran. "Memangnya kena.." "Jawab saja!" Yaya memotong perkataan Solar. Solar hanya menghela nafas dan menuruti Yaya. "Solar Boboiboy," "Siapa nama sahabatku sedari TK?!" "Ying, sahabat karib mu, dia orang China, kan?" "Kapan tanggal lahir ku?!" "5 Agustus, terakhir aku memberimu bros bunga melati," "Nice.. Ternyata kau benar Solar," ucap Yaya puas seraya mengangguk-angguk. Solar bertepuk tangan kecil. Terdiam sejenak. "Solar! Ini benar kau?! Kau benar-benar sekolah disini?!" Lagi, Yaya mendapat teguran.
"Maaf ya, aku tidak menghubungimu dulu, hp ku rusak.." Ucap Solar seraya menyeruput es coklat. Yaya hanya manggut-manggut. Kini mereka berada di taman sebelah kantin. Yaya masih sedikit bingung. "Umm.. Solar? Jadi benar kau tidak bertemu denganku tadi pagi?" Tanya Yaya. Sekali lagi untuk memastikan.
"Aku bertemu denganmu," jawaban Solar membuat mata Yaya terbelalak. Jadi, yang tadi pagi itu.. "Aku melihatmu sedang mengorek-ngorek sampah, lalu mengambil bangkai ikan, lalu kau berjalan dengan empat kakimu, lalu kau mengeong.." Selamat untuk Solar yang berhasil mendapatkan cubitan super keras di lengannya. Yaya mendelik tajam, sementara Solar hanya terkekeh seraya mengusap-usap lengannya. Yaya tersenyum. Inilah yang ia rindukan. Solar, sahabat baiknya. Yang selalu tersenyum penuh pesona. Yang selalu ceria. Yang terkadang jahil dan menyebalkan. Bukanlah sosok yang ia lihat di kelas tadi. Tunggu! Permasalahannya belum selesai!
"Solar.. sebenarnya.." Yaya menceritakan kejadian tadi pagi dan apa yang ia lihat di kelas.
UHUK! Solar tersedak yang panik menepuk-nepuk pundak Solar dengan keras. "Orang? Yang mirip denganku? Pakai topi hitam? Aura mengerikan? Sekelas denganmu? Ahahaha" Solar tertawa. "I.. iya! Tidak mungkin aku salah lihat! Dia sangat mirip denganmu! Jadi aku kira.. dia adalah kau.." Yaya menahan rasa malunya karena tadi pagi ia dengan pede-nya meneriaki anak itu sombong. "Kalau aku jadi kau, aku pasti malu sekali," Tebakan Solar menusuk Yaya, sejak kapan cowok itu jadi peramal?
"Ya..., ya.., kan, aku tidak tahu!" Yaya berusaha menenangkan dirinya. Berharap agar Solar berhenti menertawakan dirinya.
"Cowok yang kau temui tadi pagi itu.. adalah adik ku, kami anak kembar," ucap Solar setelah puas tertawa. Yaya mematung. Memang sangat mirip sih .. "Hm.. kau pernah memberitahuku kalau kau punya saudara kembar..tapi aku kan tak pernah melihatnya!" Yaya masih ngotot. Ia sebenarnya lupa kalau Solar punya saudara kembar. Solar menghela nafas. "Dulu aku sempat pisah dengan ayah dan dia, lalu kami bersama lagi.. juga alasanku kenapa pindah waktu itu," ucap Solar. Yaya terdiam. Ya, ada beberapa yang sengaja dirahasiakan Solar. Mungkin karena jika diceritakan akan membuatnya sedih. Yaya menghela nafas. Ternyata dirinya belum bisa menjadi sahabat yang baik bagi Solar.
"Um.. bisakah kau katakan pada adikmu, aku minta maaf soal yang tadi pagi dan semoga dagunya cepat sembuh. Balurkan saja minyak gosok. Itu akan membuatnya lebih baik.. aku benar-benar minta maaf.." ucap Yaya, mencoba memecah suasana yang mulai mendung. Solar menatap Yaya. "Kenapa kau tidak bilang sendiri, kalian kan sekelas," Yaya langsung menggelengkan kepalanya kuat. Dan memohon agar Solar membantunya.
"Hmh. Baiklah.." Solar akhirnya pasrah. "Tapi, sesekali ajak dia ngobrol. Dia memang jutek seperti itu, tapi kalau sudah akrab dengannya, dia sangat baik," ucap Solar. Yaya mengangguk kecil.
"Sudah bel, masuk yuk?" Ajak Solar. Mereka beranjak dari meja taman dan berjalan bersama menuju kelas masing-masing. Solar melirik Yaya dari sudut matanya. Yaya yang tengah bahagia, -karena bertemu dengan sahabat lamanya kembali- tersenyum manis. Pemandangan yang sangat menyenangkan mata. Solar ikut tersenyum.
"Jantungku kambuh lagi..."
TBC
.
.
Note:
Maaf gaje.. lagi iseng corat coret.. masih amatir.. hehe.. jika ada kesalahan, mohon dimaklumi dan dimaafkan.. thanks yang udah mau baca.. :-)