Chapter 5

Mayimaginations

.

Disclaimer: Boboiboy © Monsta

.

.

Light and Dark

.

.

Chapter 5

Morning with Solar

("Lho, tunggu.. kok..? SOLAR! KAU YANG GANTI JUDULNYA YA?!")

.

.

Chapter 5

(deleted)

"Thor! Tega amat sih! Kenapa dihapus?!" (Solar)

.

.

Chapter 5

Taman Kota

("Maaf Solar, tapi memang inilah kenyataannya")

.

.

Yaya mengelap dahinya. Ia menghela nafas.

"Bisa ga?" Solar nongol di sampingnya, menatap remeh gadis di hadapannya. Tak lupa ia memasang wajah super menyebalkan guna mengejek Yaya.

"Tidak semudah yang kau pikirkan, S-o-l-a-r." Yaya menggunakan senyum kesabaran terakhirnya untuk menghadapi pemuda itu. Sebenarnya tangannya tak sabar ingin menjambak kacamata 'cool' yang dipakai Solar.

"Aku memang berpikir itu tidak mudah, kok," ucap Solar. Yaya hendak membalas namun ia tak berdaya. Kenyataannya memang benar apa yang dikatakan Solar. Sudah lima belas menit ia menghabiskan waktu memperbaiki rantai sepedanya yang kendur. Tangannya sudah belepotan dengan oli.

"Sudahlah, ayo kita bawa ke bengkel," bujuk Solar.

"Tuh kan, kau sendiri tidak bisa," Yaya mendengus puas.

"Memang tidak bisa," Solar mengangkat bahu. Ia berjongkok, tangannya bersedekap di atas lututnya. Menatap rantai sepeda yang sejak tadi tidak mengalami kemajuan.

Solar speechless. Sekarang ia tahu kenapa sepeda Yaya tidak bisa berfungsi.

"Rantainya putus, Ya"

.

.

.

.

"Aku bisa, Solar! Aku bisa memperbaikinya! Aku sudah biasa mengurusi rantai sepeda yang lepas!" Solar menirukan gaya bicara Yaya, sementara gadis yang berjalan di sampingnya memasang wajah masam. Solar cekikikan. Seru sekali memandang wajah Yaya yang sekarang.

.

Mereka berdua mendorong sepedanya masing-masing, menuju bengkel sepeda terdekat. Sepeda Solar baik-baik saja, ia hanya ingin menemani sahabatnya itu. Namun, sangat di sayangkan, ternyata bengkelnya belum buka.

Entah apa yang bisa menggambarkan ekspresi Yaya saat ini, saya pun bingung menjelaskannya. Solar menghela nafas.

.

"Ya udah, yuk, jalan aja." Ujar Solar. Ia memasang standar sepedanya.

"Eh? Kenapa? Sepeda mu baik-baik saja, kan?" Yaya menatap Solar heran.

"Baik, Alhamdulillah. Bagaimana denganmu?"

"SOLAR!" Yaya melotot, sementara yang dipelototi hanya tertawa tanpa rasa bersalah.

"Ya sudah, kau maunya gimana? Mau ku bonceng?" Solar menawarkan. Yaya menggeleng tegas. Ia tidak mau dibonceng.

"Maksudku, Solar saja yang naik sepeda.. aku akan jalan kaki.. oke?" Yaya menyarankan yang lain.

"Ga seru naik sepeda sendirian," ucap Solar sambil bersedekap. Yaya menghela nafas. Ia habis pikir menghadapi sahabatnya itu. Maunya apa? Kemarin, Solar bilang, ia ingin sekali naik sepeda ke taman kota. Sudah lama ia tidak bersepeda katanya. Sekarang Solar malah ingin jalan saja, karena sepeda Yaya harus dibawa ke bengkel dan pemuda itu tidak mau bersepeda sendirian. Sejujurnya, Yaya merasa sangat bersalah. Wajahnya semakin murung.

"Ayo dong! Masih pagi jangan murung! Semangat!" Solar mengusap-usap kepala Yaya dengan brutal.

"Iya, iya! Stop!" Yaya berusaha menghindari tangan Solar. Pemuda bertopi putih itu hanya terkekeh geli. Yaya mendengus, ia merapikan hijabnya yang menjadi berantakan akibat ulah Solar.

"Terus, sepedanya mau di tinggal di sini, nih?" Tanya Yaya.

"Of course, mau ditaruh dimana? Mau di dorong lagi sampai taman kota?" Ujar Solar lagi. Entah kenapa sejak tadi ia tidak pernah menjawab pertanyaan Yaya dengan serius.

"Tenang saja, daerah ini aman, oh, aku akan minta tolong ke Hali supaya dia mengambil sepeda kita," Solar mengetik sesuatu di handphonenya. Yaya hanya menatapnya tidak percaya. Apa? Minta tolong sama anak es itu? Pasti Solar sedang bercanda -lagi.

.

"Jadi.. jalan aja nih?" Tanya Yaya sekali lagi untuk memastikan.

"Tidak," Solar menatap lurus jalanan membuat Yaya meremas tangannya dengan gemas. Sudah berapa kali Solar mengerjainya hari ini?

"Kita LARIII!" Solar mengayunkan kakinya dengan cepat, memecah angin segar di pagi yang dingin ini. Meninggalkan Yaya yang masih terbengong mencerna keadaan. Yaya terkesiap. Ia baru tersadar. Solar telah memulai perlombaan. Yaya cepat-cepat memacu langkahnya.

"SOLAARR!"

.

.

.

.

Langit dihiasi awan kelabu. Cuaca pagi ini mendung. Air hujan masih bertengger di dedaunan dan rumput bekas hujan tadi malam. Terbentuk pula genangan air kecil di daerah pejalan kaki taman kota. Bulan ini memang sudah memasuki musim penghujan. Udara dingin bertiup menyapa seluruh penduduk yang sedang menikmati pagi.

"Ya, istirahat dulu, yuk?" Ajak Solar yang sudah terengah-engah.

"Baru sepuluh putaran lho! Ayo lagi!" Seru Yaya bersemangat. Ia sudah lari meninggalkan Solar yang sudah tidak kuat lagi di belakang.

Solar ternganga. Taman Kota Pulau Rintis ini lumayan luas. Mereka berdua mengelilingi Taman Kota sejak tadi. Berlomba siapa yang paling kuat lari mengelilingi taman besar itu. Yang kalah harus meneraktir sekoteng. Solar yakin bahwa Yaya pasti sudah menyerah setelah putaran ke lima. Namun semuanya terlihat jelas sekarang. Yaya memiliki stamina yang kuat sekali. Solar menciut. Ia memang lelaki yang payah. Lain kali, ia tidak akan mengajak Yaya bertanding lari lagi.

.

"Maliiiiing!"

Solar tersentak. Terdengar derapan langkah dari belakang. Semua orang terlihat was-was.

"Ckck, pagi-pagi sudah ada aja yang jadi maling," gumam Solar sambil geleng-geleng kepala. Solar kembali berlari, hendak menyusul Yaya. Ia tidak boleh kalah.

Tiba-tiba sekumpulan orang mengerumuni, lalu memukulinya. Mimik wajah mereka terlihat marah. Solar mengaduh kesakitan. Ia berusaha menahan pukulan orang-orang marah tersebut.

Sebenarnya ia sama sekali tidak tahu kenapa ia dipukuli. Padahal tadi ia baik-baik saja, tidak, ia tadi sedang kelelahan. Lalu kerumunan orang berteriak "maling". Dan sekarang inilah yang terjadi. Solar menjadi korban kesalahpahaman. Solar berusaha keluar dari kerumunan itu, hendak menjelaskan atau malah ingin bertanya apa yang sebenarnya terjadi. Namun, manusia-manusia itu sudah dibutakan oleh amarah.

"HENTIKAN! INI TEMAN SAYA!" Suara itu melengking menerobos kerumunan pemarah itu. Tidak di dengar, gadis itu berusaha masuk ke dalam kerumunan. Ia mendorong orang-orang yang berani mendekati temannya itu.

"KALIAN SALAH ORANG!" Yaya menjerit lagi. Ia sudah berada di samping Solar. Orang-orang berhenti memukulinya. Tiba-tiba seorang ibu maju menghampiri mereka berdua, mengamati Solar lekat-lekat. Sepertinya ibu itulah yang menjadi korban kemalingan. Lalu, beliau terlihat terkejut. Kakinya gemetar.

"Ma.. maaf ya, dik.." ibu itu gelagapan setelah mengetahuinya. Orang-orang pemarah itu kini bergumam, "Ya ampun, ternyata salah orang."

Orang-orang itu tidak bisa berkata apa-apa lagi. Ada yang minta maaf sekilas, ada yang langsung pergi karena tidak ingin terlibat, namun ada juga yang menawarkannya untuk segera diobati. Solar menolaknya dengan halus. Ia mengatakan bahwa hanya lebam-lebam, tidak terlalu parah. Ia masih bisa berjalan. Ia juga menyarankan orang-orang itu untuk segera mencari maling yang sebenarnya.

Yaya menatap Solar dengan kesal. Mengapa Solar malah mengatakan dirinya baik-baik saja padahal matanya sudaha bengap? Jujur, ia sangat khawatir dengan keadaan sahabatnya itu. Ia hampir berteriak memarahi orang-orang yang sudah memukuli Solar. Namun, pemuda itu menahannya. Ia berusaha meyakinkan Yaya bahwa ia baik-baik saja.

.

.

.

"Sakit?" Tanya Yaya yang tengah menekan luka lebam di mata Solar dengan es yang dibalut kain lap milik penjual es cincau. Solar menggeleng -yang malah membuat Yaya cemas. Yaya beralih menempelkan es pada lengan Solar yang menjadi sasaran terbanyak pukulan tadi.

"Harusnya kau tidak diam saja," Yaya menghela nafas. Ia kasihan melihat tangan sahabatnya itu babak belur. Solar terkekeh.

"Kalau aku melawan, aku pasti tidak akan diperhatikan mu seperti in.. aduhh," Solar mengaduh, Yaya menekan lebam di tangan Solar dengan kuat.

"Jangan bercanda, Solar Boboiboy. Aku serius sekarang," Yaya menatap Solar dengan tajam. Pemuda bertopi putih itu masih saja terkekeh walau Yaya sudah memperlihatkan aura keseriusannya.

"Hei, sudahlah, coba lihat! Untung saja aku tidak difitnah maling beneran. Dibawa ke kantor polisi, lalu dipenjara. Author kita tidak akan tega memasukkan aku yang tampan ini ke dalam penjara." Ujar Solar enteng. Yaya menghela nafas. Ia tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Yang penting Solar masih tersenyum sekarang.

.

.

Yaya memesan dua bungkus es cincau. Harusnya Solar meneraktir sekoteng. Tapi sudahlah. Dengan riang, ia mengambil pesanan dan kembali menuju tempat Solar berada.

Tunggu. Yaya terdiam sejenak. Ia mendapati Solar tengah mengibaskan topi putih ke wajahnya yang terasa gerah -padahal sedang mendung. Kacamatanya tidak ia kenakan. Tentu saja kacamata itu patah karena serangan orang-orang tadi. Yaya masih terdiam menatapnya. Pikirannya tampak berusaha keras mengingat sesuatu.

.

.

.

Entah beberapa hari yang lalu.

.

.

"Huh!" Ying mendengus sebal. Mata safirnya memelototi handphone yang ia pegang. Yaya yang tengah membaca, langsung melirik sahabatnya.

"Kenapa, Ying?" Yaya mendekati Ying penasaran. Gadis berkacamata bulat itu langsung menunjukkan handphonenya di depan wajah sahabatnya. Yaya mengernyit heran, membaca judul yang bercetak tebal. "Kamutuber muda yang berbakat"

"Coba liat, Ya! Anak ini, seumuran sama kita! Dapet gaji satu miliar per tahun cuma gara-gara jadi kamutuber!" Seru Ying ketus. Yaya hanya tertawa kecil.

"Memang kenapa? Bagus kan, masih muda tapi sudah berpenghasilan," tanggap Yaya senang. Ying cemberut, "masa dapet uang semudah itu, bikin iri aja."

"Bicara di depan kamera tidak semudah itu, Ying," jelas Yaya lembut.

.

Ying kembali men-scroll gawainya. Jemarinya berhenti sebentar. Ia menatap gambar pemuda berbakat itu.

"Btw, dia mirip banget sama Solar ya.." komentar Ying seraya memperlihatkan gambar itu pada Yaya. Gadis berhijab itu terdiam sejenak, mengamati lelaki yang ada di gambar itu. Ying tersentak. Ia menunjuk lelaki itu dengan jari gemetar.

"Jangan-jangan.. dia memang Solar.." Ying berujar serius. Yaya mengernyit mendengarnya.

"Hahahaha! Oh, Ying, Ying... Di dunia ini kita punya tujuh orang yang berparas mirip dengan kita! Ah atau jangan-jangan, dia Halilintar?" Yaya tergelak -belajardaripengalaman. Air matanya sampai keluar. Ying cemberut. Ia menatap gambar itu lagi. Memperhatikan pemuda berambut hitam dan ada sehelainya berwarna putih. Ia memakai kacamata goggle, dengan jas lab putih. Di gambar itu nampaknya ia sedang berkesperimen entah apa. Senyumannya mengembang menatap kamera yang sedang merekamnya.

"Solar jarang membuka topinya. Dan pasti kacamata 'cool'nya selalu dipakai. Itu sudah jadi stylenya. Tidak mungkin Solar jadi seterbuka ini.." Yaya masih tertawa sambil menunjuk gambar itu.

"Yah, untung saja author kita membuat sekolah yang terbebas dari aturan tentang penampilan, kalau tidak, topi dan kacamatanya pasti sudah disita," tanggap Ying santai.

.

Ying menekan salah satu video pemuda itu. Nama channel pemuda itu adalah "Eksperimen Kuy!". Sesuai nama, ia mengupload video tentang eksperimen nya. Sudah lebih dari tiga juta subscriber. Ying menontonnya. Memang keren, dan sangat bermanfaat. Pemuda itu kreatif sekali. Eksperimen sains yang ia pelajari di sekolah, dipraktikan oleh pemuda ini dengan menyenangkan dan mudah dimengerti. Pantas saja satu miliar itu layak baginya. Ying menatap pemuda yang sedang menjelaskan percobaannya.

Mirip.. gumam Ying. Sayangnya ia tidak menemukan nama asli kamutuber itu. Selalu saja menggunakan pen namenya di setiap ulasan.

"Ah! Benar juga!" Pekik Ying tiba-tiba. Yaya tersentak dibuatnya.

"Aku mau jadi kamutuber saja!" Ying memutuskan dengan keyakinan seratus persen. Yaya melongo. Cepat sekali sahabatnya itu memutuskan.

"Tunggu saja, Ya. Nanti satu miliarnya -atau bahkan lebih- akan ku bagi padamu," Ying tertawa. Ia sudah mulai berandai-andai. Yaya yang menatapnya ikut tertawa senang.

"Semangat, Ying! Sepertinya kau harus berterima kasih pada Solar setelah ini," canda Yaya. Ying melotot. Ia tahu Yaya sedang menyindirnya. Ya, pemuda itu 99,325% mirip sekali dengan Solar. Namun, hanya mirip kan?

.

.

.

"Ya? Oi, Yaya Yah!" Solar memanggil namanya. Yaya terhempas kembali ke dunia nyata. Topi putih Solar sudah bertengger kembali menutupi rambut hitamnya. Namun Yaya yakin, tadi ada sehelai rambut putih di antara rambut hitamnya.

"Ngapain bengong? Oh, maaf ya, wajahku memang bersinar, jangan melongo kayak gitu.. wadow!"

Yaya memukul lebamnya dengan sebungkus es cincau dingin.

"Solar! Coba buka lagi topimu!" Pinta Yaya dengan mata berbinar-binar. Solar menatapnya heran. Kenapa tiba-tiba..

Solar jarang membuka topinya. Tadi ia hanya kegerahan dan reflek saja menjadikan topinya sebagai kipas.

"Kenapa emang?" Tanya Solar penasaran.

"Mau liat aja, hehe~" Yaya tersenyum senang. Sebenarnya ia ingin mengorek kebenaran. Ia ingin Ying tahu kalau sebenarnya pemuda kamutuber berbakat itu bukan Solar.

"Mirip sama seseorang ya?" Tebakan Solar tepat sasaran. Yaya sempat menduga bahwa Solar adalah penyihir. Ia selalu dapat menduga apa yang dipikirkan gadis itu. Yaya malah tergelak.

"Jadi, waktu itu, aku sama Ying lihat anak seumuran kita jadi kamutuber, terus katanya, gajinya dia per tahun itu satu em, lalu, Ying bilang, anak itu mirip banget sama Solar," jelas Yaya panjang lebar. Ia sampai menitikkan air mata lagi. Solar manggut-manggut. Ia membiarkan Yaya tertawa puas dahulu.

"Kamutuber itu emang aku," ujar Solar santai. Yaya tersentak sebentar. Apa? Apa Solar bilang? Dia adalah kamutuber muda berpenghasilan satu miliar itu? Yaya menahan tawanya. Solar mengernyit.

"Kau ga percaya?" Solar bersender di kursi kayu dengan tangan bersedekap di depan dadanya. Yaya masih cekikikan. Solar hanya menonton Yaya sampai ia selesai. Yaya menyeka air matanya.

"Sudah," ucap Yaya girang. Maksudnya, tertawanya sudah selesai.

"Kalau ga percaya, ya sudah.." Solar menyeruput es cincaunya. Yaya yang tadinya tersenyum, langsung terdiam. Solar tidak pernah bicara seserius ini. Biasanya ia langsung tertawa atau menyebutkan kalimat-kalimat aneh super sok nya.

Yaya meneguk ludah. Lalu menatap Solar lekat-lekat.

"Sol.. Solar.. beneran?" Yaya menunjukkan mimik serius. Serius Solar, sahabatnya itu, ternyata kamutuber yang gajinya satu miliar. Awalnya ia memang tidak percaya. Namun melihat Solar yang serius seperti ini..

Tiba-tiba Solar tertawa terbahak-bahak.

"Kok ketawa?" Yaya bertanya polos. Tunggu sebentar. Oh. Ia pasti dikerjai lagi. Wajah Yaya memanas.

"Sudah berapa banyak orang yang kau temui, mirip dengan ku? Tau ga, Ya? Kita itu punya tujuh kembaran di dunia ini," Solar masih ngakak. Wajah Yaya semakin memanas. Padahal ia yang mengatakan kepada Ying tentang tujuh kembaran itu tempo hari.

.

"Ah, ngomong-ngomong, gimana kabar kalian berdua? Tambah akrab?" Tanya Solar iseng. Yaya cemberut. Ia tahu arah pembicaraan Solar.

"Dia selalu memanggilku 'cerewet', 'hoy, cerewet', 'berisik, cerewet', 'dasar cerewet', huh! Memangnya aku cerewet?!" Yaya mendumel tidak terima. Solar terkekeh. Memang cerewet kan? Namun Solar tahu, Yaya sama sekali tidak 'tersakiti' ketika berhadapan dengan kembarannya itu.

"Setidaknya dia sudah mau ngobrol sama orang lain.." Solar menghela nafas lega. Yaya terdiam sejenak. Sebenarnya ia masih berpikir masalah apa yang sebenarnya membuat Halilintar seperti itu. Tiba-tiba Solar tertawa.

"Kau aneh sekali, Ya, orang kayak gitu kok berani dideketin," ujar Solar dengan mata berair. Ia sudah banyak tertawa pagi ini.

Yaya terdiam. Ia tidak tahu kenapa ia sangat ingin menemani Halilintar. Alasannya bukan karena ia adalah kembarannya Solar. Ada sesuatu yang membuatnya ingin berteman dengan Halilintar. Tapi Yaya tidak tahu akan 'sesuatu' itu. Ia hanya merasa bahwa sebenarnya Halilintar..

"Kesepian,"

Yaya tersentak. Ia menatap manusia yang baru saja melontarkan kata itu. Persis seperti yang sedang ia pikirkan.

"Halilintar sebenarnya kesepian.. dia butuh teman," Solar menghela nafas. Ia menatap gadis merah muda di sampingnya. Senyumannya merekah ditimpa cahaya matahari yang berhasil menembus tebalnya awan mendung, "makasih sudah mau menemaninya, Ya."

Yaya tidak bisa berkata-kata. Solar mengucapkannya dengan tulus dan tanpa ada candaan tambahan. Namun, Yaya malah bingung, kenapa Solar malah mengucapkan terima kasih kepadanya?

"Aduh, emang risih ya diliatin sama fans, jadi kamutuber terkenal tidak seindah yang ku kira," Solar mengangkat bahu, ia mulai ngelantur lagi.

"Tuh kan! Menghayal saja terus!" Yaya melotot sebal. Pemuda itu terkekeh seperti biasa.

"Balik, yuk!" Solar pun bangkit. Es cincaunya sudah habis. Yaya mengangguk. Ia meletakkan plastik bekas minumnya di tempat sampah.

.

.

.

Solar menghela nafas lega dalam hati. Ia menatap punggung Yaya yang berjalan di depannya. Ia tersenyum tipis. Untung saja Yaya tidak percaya kalau dirinyalah sang pemilik channel "Eksperimen Kuy!". Entah kenapa Solar tidak ingin Yaya tahu tentang hal ini. Mungkin Solar akan memberitahu kebenarannya pada gadis itu suatu saat nanti.

.

.

.

Yaya tersenyum bahagia. Ia melirik Solar yang kini berjalan di sampingnya. "Terima kasih Solar. Karenamu, Ying jadi punya impian baru."

.

.

.

.

Bonus:

Halilintar menguap lebar. Ia baru saja bangun. Tangannya langsung merogoh gawai yang berada di meja belajar. Melihat adakah sesuatu yang penting hari ini. Halilintar mengernyit.

.

.

Sol spatu:

Hali..! Tolong bawa pulang sepedaku, ya! Di bengkel Pak Go Go. Tau kan? Ayo keluar, jangan mager mulu. Makasih banyak loh ya! Babay!

.

Halilintar terdiam menatap handponnya. Seharusnya ia tidak menyalakan handphone nya pagi ini.

.

.

TBC

.

.

.

Note 1:

Hayhayhay! Apakah masih ada reader di sini? Khehe..

Stelah sekian lama, akhirnya chap 5 ini di update juga.

Ending? Kayaknya masih beberapa chapter lagi deh.. nyehehe..

Pokoknya makasih banyak buat semua yang masih mau baca dan nunggu ff ini.T_T

Kira-kira...

HaliYa atau SolarYa?

Terserah May. Wahahah.

Makasih buat review kalian semua!

Love you all!

.

Mayimaginations