Semuanya bermula dari rasa ingin tahu. Memenuhi keinginan tahuannya meski dia sadar semua ini salah. Apa yang telah dia lakukan sejak beberapa bulan ini. Kegiatan berdosa yang tak seharusnya dia lakukan, namun telah terjadi. Tapi oh adrenalin bercampur kepuasan yang tidak pernah dirasakannya selama ini, membuatnya melakukannya lagi, lagi, dan lagi. Sudah lupa berapa kali dia melakukan ini semua. Hilang akal sehatnya bila rasa ingin itu muncul. Mendesak untuk segera terpenuhi, tertuntaskan.
Sering dia membatin, apakah bisa dirinya berubah seperti dulu? Menjadi perempuan naïve yang tidak pernah tahu perasaan ini. Seberapa banyak dosa yang dia dapatkan tiap kali melakukan kegiatan tidak terpuji ini.
Setiap malam, dia terus bertanya, meragukan kewarasannya sehingga dia dapat mengkhianati seseorang yang telah menaruh kepercayaan penuh atas rasa cintanya, atas sisa hidupnya. Kerap kali dia menangis dalam gelapnya malam, berusaha sekuat diri menahan isak agar tidak membangunkan seseorang yang tidak ingin ia kecewakan di sebelahnya, tertidur tanpa tahu perbuatan apa yang selama ini telah dia lakukan dibelakangnya.
Sekuat hati dia berusaha berubah, namun keinginan itu lebih kuat. Semakin dia menahan gejolak itu, semakin cepat rasa panas menyebar di sekujur tubuhnya. Sentuhan ringan membuatnya semakin gelisah. Seluruh permukaan kulitnya mendadak jauh lebih sensitive dari biasanya. Terkadang merasakan dingin, terkadang panas yang luar biasa. Hembusan angin yang melewati tubuhnya semakin membuatnya gelisah.
Ada yang kosong. Ada rasa ingin tahu yang terus terulang, seolah tidak akan pernah bisa terpuaskan.
Dia mendesah panjang. Semakin putus asa untuk mendapatkan kepuasan itu secepatnya.
"Hng…! Ah!"
"Yeah! Seperti itu. Oh fuck! Kau sangat basah."
"…Ah! Le-lebih cepat!"
Dia semakin menungging. Melengkungkan punggungnya agar pria di belakangnya dapat memberikan dorongan lebih dalam, lebih cepat. Bokongnya memerah akibat berbenturan dengan pangkal paha pria tersebut. Suara kulit yang saling berbenturan mengisi seisi ruangan, saling bersautan dengan desahannya juga suara cumbuan yang kasar. Tidak ada kelembutan cinta. Hanya gerakan lidah yang ceroboh seraya ingin menguasai bagian dalam mulut satu sama lain.
"Hmp! Uh—nn!"
"Aku akan keluar—"
"Biarkan."
"Tapi kau akan—"
"Aku sudah meminum pilku."
Tangan kanan pria itu meremas kencang payu daranya. Berpegangan kencang agar menjaga kecepatan dorongan pinggulnya. Pria itu semakin dekat, juga dirinya. Cairan yang keluar dari kewanitaanya menjadi pelumas membuat keluar masuknya kejantanan pria itu semakin mudah, semakin cepat.
Semakin dekat.
Dia bisa merasakan itu.
"Aaaaahhhh!"
Tuhan!
Tubuhnya mengejang. Dibekap wajahnya ke atas kasur, menahan teriakannya agar tidak mengganggu tetangga di kamar sebelah. Oh! Dia bisa merasakan cairan keluar mengalir dari kewanitaanya menjalar ke paha.
Pria itu menyusul sedetik kemudian.
"Hi-Hinata!"
Dia bisa merasakan kejantanannya berkedut beberapa kali sambil menyemburkan air mani di dalam rahimnya. Rasa hangat menyebar dari sana hingga ke seluruh tubuh.
Saat klimaks mulai mereda, napasnya pun mulai teratur. Dia menjatuhkan diri ke atas ranjang dengan pasrah. Hilang semua tenaga pada tubuhnya.
"Hhm."
Desahan pelan keluar dari bibirnya ketika lelaki itu menarik keluar dirinya dari kewanitaannya. Dia menatap pasangan senggamanya kali ini yang duduk di sampingnya. Menyadari bahwa kejantanannya masih setengah ereksi, dia bergeser mendekat.
Dasar anak muda, batinnya.
"Oh." Pria itu sedikit memerah. Agak malu mengakui bahwa belum puas dengan kegiatan yang baru saja selesai itu. "A-aku bisa menyelesaikan ini di kamar mandi. Kau tidak usah—"
Dia tidak menggubris perkataannya. Malahan, dia semakin menggenggam penis dengan erat, sekali dua kali dia menaik turunkan genggamannya. Pria di hadapannya mendengis. Penisnya berhasil ereksi penuh.
"Jangan menahan diri." Dibawanya penis itu kehadapan wajahnya. Dia menyelipkan rambutnya ke balik daun telinga agar tidak menghalangi pandangannya. Dia tersenyum sebelum membuka bibir plumnya. Menjulurkan lidah supaya dapat merasakan kepala penis yang semakin memerah. Gerakan tangannya berkurang ketika dia memasukan setengah bagian penis itu kedalam mulutnya. Berusaha mengendurkan rahangnya agar dapat terbuka lebih lebar.
Pantulan cahaya membuat fokusnya berpindah pada tangan kirinya. Sebuah cincin melingkar di jari manisnya. Pengingat bahwa dirinya sudah terikat dengan seseorang. Seorang laki-laki yang cintanya dia perjuangkan selama belasan tahun. Gerakannya kepalanya sempat melambat sesaat sebelum dua tangan menggenggam rambut gelapnya. Memandu pergerakan agar lebih cepat.
Matanya terpejam. Melupakan sesaat bahwa yang sedang dikulumnya saat ini bukanlah suaminya. Melupakan kenyataan apa yang mereka lakukan ini dosa.
Biarkan itu semua menjadi dosa diantara mereka. Biarkan malaikat menyumpahi dirinya karena telah melakukan kesalahan terbesar. Mengkhianati suaminya, mengecewakan keluarganya, merusak janji seumur hidupnya.
Biarkan.
Karena tidak ada satu pun yang dapat memenuhi nafsu ini.
.
.
.
This is our sin: intro selesai.
.
*notes:
Halo, ini adalah cerita pertama dengan rating M.
Segala kritik dan saran sangat diterima.
Beberapa karakter & tags akan bermunculan menyesuikan dengan alur cerita. Chapter intro ini sebagai pembukaan saja.
Apakah cerita akan berjalan dengan romantis? Ataukah berjalan dengan gelap?
Siapa yang tahu.
Terima kasih sudah mampir untuk membaca.
*art work at pixiv: id=31232869
