In Silence © Yue. Aoi

Rate : T

Characters : Sasuke.U, Sakura.H

All rights belongs to the rightful owner.

.

.

Sakura melangkah memasuki sebuah kafe bernuansa minimalis yang didominasi dengan warna hitam dan putih. Manik hijau gadis itu mengarah pada seluruh penjuru kafe sebelum memutuskan untuk duduk di tempat favoritnya, di sudut ruangan.

Seorang lelaki berambut pirang yang terlihat sangat ramah bergegas menghampiri gadis merah muda itu serta menyodorkan buku menu. Ia membuka buku itu dan melirik beberapa foto makanan dan minuman yang tampak menggiurkan sebelum memutuskan memesan menu yang hampir selalu ia pesan setiap kali ia datang, coffee latte dan earl grey cake.

"Earl grey-"

Ucapan gadis merah muda itu terputus seketika. Beberapa pengunjung yang mengisi meja yang kosong menempelkan jari telunjuk mereka di depan bibir seraya menatap Sakura, membuatnya merasa bersalah seketika.

Seraya menangkupkan kedua tangan di depan dada dan menundukkan kepala, ia menunjukkan gesture untuk meminta maaf tanpa bersuara sedikitpun.

Pengunjung yang sebelumnya melirik Sakura kini mengalihkan pandangan mereka, membuat Sakura merasa lega.

Seolah mengerti perasaan canggung dan tidak nyaman yang dirasakan Sakura, pelayan berambut pirang itu tersenyum dan menepuk punggung Sakura, seolah berkata 'Tidak apa-apa' meski tanpa bersuara.

Sakura segera mengeluarkan secarik kertas dan menuliskan apa yang seharusnya ia katakan serta menyerahkan kertas itu pada pelayan di sampingnya.

Maaf, aku tidak bisa bahasa isyarat.

Earl grey cake masih ada? Kalau ada, aku mau pesan dua potong. Lalu aku juga ingin pesan segelas coffee latte.

Sang pelayan tersenyum maklum, lelaki itu segera mengeluarkan pena dan menuliskan jawaban di balik kertas.

Ada.

Kau mau coffee latte dengan sebungkus brown sugar seperti biasa, kan?

Sakura tersenyum dan menganggukan kepala ketika membaca pesan yang dituliskan pelayan itu. Lelaki itu bahkan sudah hafal dengan pesanan Sakura meski Sakura lupa menuliskan detil pesanannya.

Sang pelayan segera meninggalkan meja Sakura dan gadis itu segera mengeluarkan komputer jinjingnya serta meletakkannya di atas meja dan menyalakannya. Ia merasa sedikit bersalah saat komputernya mengeluarkan suara serta menatap pelayan serta salah seorang barista yang menarik perhatiannya sejak pertama kali bertemu.

Lelaki itu memiliki aura yang sangat kontras dibanding lelaki berambut pirang yang tadi melayani Sakura. Jika lelaki pirang itu terkesan hangat dan ramah, maka lelaki berambut hitam itu sebaliknya. Lelaki itu terkesan dingin dan sinis, bahkan tatapan lelaki itu juga tajam meskipun sebetulnya paras wajah lelaki itu terkesan lembut namun juga maskulin di saat yang sama.

Wajah sang barista tergolong tampan dengan kulit putih yang bersinar bak bulan, hidung kecil dan tinggi dengan ujung lancip, serta bibir yang terlihat lembut dan tipis sewarna buah ceri. Seandainya lelaki itu tak memiliki kekurangan, barangkali sudah ada begitu banyak wanita yang mengantri untuk mendapatkan lelaki itu.

Namun lelaki itu bukanlah satu-satunya alasan bagi Sakura untuk berkunjung ke kafe yang ia temukan tanpa sengaja di salah satu aplikasi review restoran yang ia gunakan. Ia sengaja mengunjungi kafe itu karena menginginkan suasana yang tenang dimana ia bisa duduk berjam-jam dengan tenang untuk menyelesaikan novel terbarunya tanpa harus kehilangan fokus karena suara hingar bingar musik yang terlalu keras atau suara konversasi yang menganggu bagaikan lebah yang berdengung tanpa henti. Jika ia membutuhkan musik, ia hanya perlu memasang earphone di telinganya dan mendengar musik apapun yang ia butuhkan.

Selain itu, Sakura juga jatuh cinta dengan rasa kue-kue lezat dengan rasa anti mainstream yang tak dapat ia temukan di coffee shop manapun. Lagipula entah kenapa ia bisa mendapatkan inspirasi dengan mudah ketika berada di kafe itu, karena itulah ia memutuskan untuk berkunjung hampir setiap hari.

Seorang pengunjung mengangkat tangan dan pelayan lainnya segera menghampiri kedua wanita yang berada di salah satu meja yang lumayan jauh dari Sakura. Salah seorang wanita mulai menggerakkan tangannya, berupaya untuk mengatakan sesuatu dengan bahasa isyarat, yang dibalas oleh pelayan itu dengan bahasa isyarat juga.

Ya, kesunyian merupakan sebuah konsep yang diusung oleh kafe itu. Mungkin terdengar aneh, tetapi tampaknya sang pemilik kafe berencana membuat pengunjung, entah normal atau juga memiliki disabilitas, untuk merasakan bagaimana rasanya hidup dalam kesunyian layaknya seorang tuna rungu. Bahkan seluruh karyawan yang bekerja di kafe itu juga merupakan seorang penyandang disabilitas yang terlihat layaknya manusia normal pada umumnya.

Tatapan Sakura lagi-lagi tertuju pada lelaki berambut hitam yang tampaknya sedang mengerjakan latte pesanannya. Harus diakui, ia tertarik dengan wajah menawan lelaki itu dan kesulitan untuk melepaskan tatapannya. Tetapi perasaan yang ia miliki hanyalah sebatas ketertarikan terhadap orang berwajah tampan, tak lebih juga tak kurang.

Komputer Sakura telah menyala dan ia memfokuskan atensinya pada benda elektronik itu. Ia segera mengklik ikon Microsoft Word dan melanjutkan draf novelnya yang sempat tertunda. Jemarinya seolah menari di atas keyboard dan inspirasi yang entah kenapa terasa begitu lancar tertuang dalam layar komputernya, membentuk kata demi kata yang saling terangkai satu sama lain.

Sang pelayan berambut pirang kembali menghampiri meja Sakura untuk mengantarkan kopi pesanan Sakura dan meletakkannya di atas meja. Sakura tersenyum dan melirik latte berbentuk bunga Gardenia yang terlihat sangat cantik dengan warna yang kontras, tidak pucat seperti latte yang pernah diminum gadis itu di beberapa kafe dan terlihat jelek untuk difoto.

Ini bukanlah kali pertama Sakura mendapati latte bergambar bunga Gardenia. Ia bahkan mendapatinya setiap kali ia berkunjung ke kafe ini, dan dalam hati ia merasa heran karena seorang lelaki malah membuat latte berbentuk bunga yang bahkan jenisnya tak lazim jika dibandingkan dengan latte art di kedai kopi pada umumnya.

Sakura mulai berpikir, jangan-jangan lelaki itu pecinta bunga Gardenia. Tetapi Sakura segera menepis asumsi tak berdasarnya. Hal itu jelas tidak masuk akal, bukan?

.

.

Butiran-butiran dihidrogen monoksida perlahan berjatuhan membasahi bumi dengan kecepatan perlahan sebelum akhirnya jatuh dengan kecepatan yang lebih tinggi dan volume yang juga lebih banyak ketimbang sebelumnya.

Segera saja rombongan manusia yang berjalan dengan payung berwarna-warni di tengah hujan terlihat memenuhi jalanan kota. Ramalan cuaca di saluran berita pagi ini memang telah meramalkan hujan yang akan turun sehingga orang-orang telah menyiapkan payung.

Tetapi tidak dengan Sakura. Gadis itu lupa memperhatikan ramalan cuaca ketika memutuskan untuk meninggalkan rumah dan pergi ke supermarket sehingga tidak membawa payung.

Hujan turun semakin deras dan angin dingin yang bertiup terasa menembus raga. Temperatur bumi ikut menurun seiring dengan hujan yang semakin deras dan kini Sakura mulai mengigil dan bersin tanpa henti hingga orang-orang memperhatikannya.

Hari ini benar-benar hari yang sial bagi Sakura. Entah mengapa sinusnya kambuh sehingga tubuhnya meriang dan kepalanya terasa sakit. Semula ia berencana untuk tak pergi kemanapun dan memesan makanan dengan layanan pesan antar, tetapi mendadak ia mendapat tamu bulanan sehingga memutuskan untuk pergi ke supermarket dan membeli obat, bahan makanan, juga barang kebutuhan lainnya.

Sakura merasa benar-benar lelah dan ia ingin segera pulang. Tetapi ia tak ingin merepotkan siapapun dengan meminta jemputan. Menggunakan taksi juga bukan pilihan karena jalanan cenderung padat ketika hujan dan Sakura perlu menghemat uang bulanan yang hanya tersisa sedikit.

Gadis merah muda itu segera mengusapkan kedua tangannya dan memeluk tubuhnya sendiri. Ia mulai merasa kedinginan setelah berdiri di luar area supermarket, menunggu agar hujan segera reda.

Manik emerald gadis itu tertuju pada sosok yang terlihat familiar dan selalu menjadi pusat atensinya setiap ia berkunjung ke kafe. Penampilan lelaki itu tampak sedikit berbeda jika dibandingkan dengan ketika berada di kafe. Kali ini, penampilan lelaki itu terlihat lebih modis ketimbang biasanya, barangkali lelaki itu baru saja berkunjung ke suatu tempat sebelum memutuskan untuk pergi ke supermarket.

Mendadak hidung Sakura terasa gatal dan ia cepat-cepat mengambil tisu serta kembali bersin. Ia berharap bersinnya dapat berhenti, namun lagi-lagi bersinnya berlanjut dan orang-orang kembali menatapnya, membuatnya malu setengah mati.

"Aish," keluh Sakura seraya meletakkan barang belanjaannya begitu saja di lantai dan berjalan menuju tong sampah untuk membuang tisu. Entah sudah kali ke berapa ia bolak-balik dari tempatnya berdiri menuju tong sampah hanya untuk membuang tisu dan ujung hidungnya bahkan sudah bengkak dan memerah karena terlalu banyak bersin.

Sakura baru saja berbalik badan dan berniat kembali ke tempatnya berdiri untuk menunggu ketika seseorang mendadak menepuk bahunya dengan pelan dan membuatnya menoleh.

Gadis merah muda itu terkesiap sesaat ketika ia menatap seseorang yang menepuk bahunya. Ia tak mengira jika dari sekian banyak orang di supermarket, lelaki itu malah memutuskan untuk menghampirinya, entah apa alasannya.

"Ada ap-"

Ucapan Sakura terputus seketika. Mendadak ia berniat untuk bersin ketika ia merasakan udara dingin dari pendingin ruangan yang terpasang di supermarket menerpa tubuhnya dan ia hampir saja bersin di hadapan lelaki berambut hitam itu.

Secara refleks, Sakura segera menutup mulutnya dengan tangan, sedangkan lelaki itu mundur selangkah serta menutup bibir dan hidungnya, merasa takut kalau gadis itu akan bersin tepat di wajahnya.

Sakura meringis ketika menyadari terdapat sesuatu yang lengket dari hidungnya kini berada di tangannya dan ia cepat-cepat mengeluarkan tisu basah dari tasnya serta membersihkan tangan serta wajahnya.

"Maaf, ada apa?" Tanya Sakura dengan hidung yang terlihat merah dan bengkak bagaikan badut.

Lelaki itu tak berkata apapun dan menyerahkan coat hitam yang tampak kontras dengan warna kulit lelaki itu serta memberikan secarik kertas.

Pakai saja coat itu. Kembalikan kalau kau datang lagi ke kafe.

Sejak tadi orang-orang memperhatikanmu karena bersin terus menerus.

Sakura merasa sungkan untuk menerimanya, tetapi ia membutuhkan coat itu agar tubuhnya terasa sedikit lebih hangat dan ia tak lagi menjadi pusat perhatian karena bersin dengan suara keras berkali-kali.

"Terima kasih."

Lelaki itu bahkan tak bereaksi sedikitpun dan berniat untuk berbalik serta meninggalkan Sakura, tetapi gadis itu segera menyentuh lengan lelaki itu.

"Eh, tunggu. Namamu siapa?"

Lelaki itu hanya diam dan menatap Sakura, membuat perasaan Sakura tidak nyaman karena tatapan tajam lelaki itu.

"Ah... itu... maksudnya, kalau aku mau mengembalikan coat-mu, mungkin saja kau tidak ada di kafe, 'kan? Jadi kalau aku akan menitip pada pegawai di kafe, akan lebih enak kalau setidaknya aku tahu siapa namamu agar orang yang kutitipi juga tidak bingung."

Lelaki itu segera mengeluarkan ponselnya dan tampak mengetikkan sesuatu serta memperlihatkan layar ponselnya pada Sakura.

Sasuke.

"Oh, oke."

Lelaki itu berbalik dan meninggalkan Sakura, sedangkan gadis itu menyentuh coat yang diberikan lelaki itu serta memakainya. Ia merasakan aroma sabun yang bercampur dengan pewangi pakaian yang menguar dari coat itu samar-samar dan entah kenapa aroma itu terasa begitu menenangkan, bagai sebuah aroma terapi.

-TBC-


Author's Note :


Entah kenapa mendadak mendapat ide untuk menulis fanfict oneshot sebagai selingan dari beberapa fanfict yang masih on going. Kebetulan aku terinspirasi dengan salah satu kafe nyata yang mengusung konsep serupa, sayangnya aku belum sempat berkunjung ke kafe itu sehingga menggunakan review foodies yang kubaca sebagai sedikit refrensi karena belum berkunjung ke sana.

Dan ternyata, alur fanfict ini rasanya terlalu cepat seandainya dibuat oneshot sehingga aku memutuskan untuk membuat multi chapter.

Seperti biasa, fanfict kali ini juga tidak berfokus pada romance, melainkan cenderung fokus pada interaksi serta konflik internal masing-masing karakter.

Untuk kali ini, aku berusaha meningkatkan diksiku dibandingkan karyaku yang biasanya sehingga nggak menjamin akan cepat update. Mohon kritik dan sarannya.