~Good Boy~

.

.

Naruto © Masashi Kishimoto

High School DxD © Ichiei Ishibumi

Warning: OC, OOC, typo, and Etc.

Rated: M

Summary: Naruto adalah seorang anak nakal. Bolos, berkelahi, dan membuat onar adalah kesehariannya dulu. Tapi, semenjak ibunya pulang dan mengetahui semua ini. Naruto terpaksa harus berubah menjadi anak baik. Bahkan dia harus berdandan seperti anak culun. Apa-apaan ini?!

Genre: AU, Comedy, School Life, Romance, Drama, Harem, Ecchi and etc.

Chapter 1: Sekolah Baru.

Bulan sudah menampakan dirinya. Lampu-lampu terang menyinari setiap jalanan dan bangunan di Kyoto. Suara klakson mobil yang berlalu lalang, percakapan para pejalan kaki. Menunjukan bahwa meskipun matahari sudah tenggelam, kota Kyoto masih ramai seperti biasa.

Di sebuah gang gelap yang terletak di antara bangunan-bangunan megah. Terdengar erangan dan suara pukulan yang membuat beberapa pejalan kaki yang melewati gang tersebut segera berlari ketakutan.

"Hah... hah... F*ck!" Seorang pemuda berambut pirang acak-acakan mengumpat dengan pelan. Meskipun dia terengah-engah, dia masih berdiri dengan menyenderkan tubuhnya pada tembok di belakangnya. Tangannya mengusap dengan kasar darah yang mengalir dari sudut bibirnya.

Dia mempunyai kulit putih. Wajahnya terlihat cukup tampan meskipun ada memar di bagian pipi dan pelipisnya. Dia memakai seragam sekolah SMA berwarna putih bergaris biru pada bagian lengannya dan celana panjang hitam yang kini dihiasi oleh bercak darah di beberapa bagian.

Mata biru pemuda tersebut menyapu puluhan tubuh pemuda seumurannya yang kini tengah berbaring di tanah sambil mengerang kesakitan.

"Kalian masih ingin menantangku?" Pemuda itu berkata dengan sinis. Dia mengambil sebatang rokok dari sakunya dan menyalakannya dengan santai.

"U-ughh, kami mengaku kalah Naruto." Salah satu dari pemuda yang berbaring di tanah menjawab dengan pelan. Dia perlahan berdiri dengan sempoyongan dan menatap Naruto dengan mata hitam miliknya. Pemuda itu mempunyai rambut hitam pekat yang sama dengan matanya. Kulitnya putih pucat seperti kekurangan darah. Wajahnya juga cukup tampan, meskipun kini dihiasi oleh memar di beberapa bagian wajahnya.

"Oh, kau Sai kan? Kau cukup bagus dalam bertarung." Naruto menyeringai. Diantara 20 orang ini, Sai lah yang paling membuatnya kesulitan.

Dering telpon mengalihkan perhatian Naruto. Dia mengambil ponselnya dan melihat nama kontak bertuliskan 'Grayfia' sedang memanggilnya. Tanpa menunggu lama dia mangangkat panggilan itu dengan raut wajah malas.

"Ada apa?"

"Kau dimana?"

"Errr, aku sedang bermain dengan temanku. Memangnya kenapa?"

"... Kau berkelahi lagi kan?"

"... Tidak. Tentu saja tidak."

"Baiklah. Aku hanya ingin memberitahumu, bibi Kushina sudah pulang dan sekarang aku sedang menunggunya di apartemenmu."

"A-apa?! Kenapa dia tidak memberitahuku dulu?"

"Katanya dia ingin membuat kejutan untukmu, baiklah sudah dulu. Bibi Kushina sudah datang, sampai jumpa."

Naruto mematung dan dia mengusap wajahnya dengan linglung. Dia membuang rokok di mulutnya dan menghela nafas dengan pasrah. Orang yang menelpon barusan adalah teman masa kecilnya, Grayfia Lucifuge. Dia merupakan gadis cantik berambut perak bergelombang, tapi dia sangat datar dan sulit untuk berekspresi.

Tapi hubungannya dengan Grayfia bisa dibilang cukup baik tapi tidak juga terlalu dekat. Mungkin karena dia jarang berkomunikasi dengan Grayfia. Meskipun begitu, Grayfia akan memberitahunya jika ada hal-hal penting menyangkut dirinya, seperti barusan.

Sedangkan Kushina merupakan ibunya. Dia telah pergi dalam urusan bisnis selama 3 tahun bersama ayahnya ke Korea. Meskipun Naruto dan ibunya sering menelpon di waktu senggang. Dia tidak menyangka kalau ibunya akan pulang sekarang. Ibunya sangat ingin Naruto menjadi anak yang baik dan berprestasi. Tapi Naruto sangat benci dengan yang namanya belajar. Maka dari itu, semenjak ibunya pergi berbisnis, dia sangat senang dan juga merasa sangat bebas. Jadi dia sangat sering bolos, berkelahi, dan membuat kekacauan di sekolah.

Naruto menghela nafasnya dengan pasrah. Lebih baik dia pulang, ibunya tidak akan membunuhnya hanya karena dia membolos beberapa kali di sekolah kan? Iya kan?

...xxXxx...

Saat Naruto membuka pintu apartemen miliknya, dia tahu kalau ibunya sedang ada di dalam. Saat Naruto sampai di ruang tamu, dia melihat ibunya sedang berbicara dengan Grayfia. Ibunya beberapa kali tertawa mendengar perkataan Grayfia. Meskipun Grayfia berbicara dengan raut wajah datar. Naruto sungguh mengagumi hal itu.

Naruto berjalan mendekat dengan pelan. Orang pertama yang menyadari kehadiran Naruto adalah Grayfia. Gadis cantik berambut perak bergelombang itu memandang Naruto dengan datar. Melihat pipi dan pelipis Naruto yang lebam, serta pakaian yang dia kenakan nampak terdapat banyak noda darah. Grayfia mengernyit, lalu menghela nafas dan mengalihkan pandangannya dari Naruto.

Tak lama kemudian, Kushina juga menyadari kehadiran Naruto. Saat dia melihat keadaan Naruto ,dia tertegun. Di matanya ada jejak kekhawatiran yang tidak bisa disembunyikan. Namun, mengingat kembali berkas yang Kushina terima dari sekolah Naruto tadi sore. Amarah Kushina kembali bangkit. Kushina memandang Naruto dengan tajam.

"Pergi bersihkan dirimu, dan temui ibu di ruang belajar setelah kau selesai."

"Baik bu."

Naruto berbalik dan berjalan ke lantai 2. Dia menghela nafas dengan pasrah. Dia tau kalau ini tidak akan berjalan dengan baik. Meskipun dia berandalan dan sulit diatur saat di luar. Dia sangat menyayangi dan menghormati ibunya dan dia sama sekali tidak bisa melawan ibunya.

Setelah kepergian Naruto, Kushina hanya merenung dalam diam dan Grayfia juga diam setelah melirik kepergian Naruto. Tidak ada yang berbicara diantara mereka.

"Bibi, sudah malam. Aku akan pulang terlebih dahulu." Grayfia bangkit, dan dia berkata dengan sopan pada Kushina.

"Ah, Fia-chan. Kenapa kau tidak menginap di sini saja?"

"Terima kasih bibi. Tapi besok ayah mengajakku untuk mengunjungi nenek di Tokyo."

"Oh begitu. Baiklah, hati-hati Fia-chan. Terima kasih ya sudah menemani bibi."

Grayfia hanya mengangguk dengan pelan sebagai jawaban. Kushina tersenyum lembut, rumah Grayfia sangat dekat dengan apartemen ini. Jadi dia tidak perlu untuk mengantarkannya. Setelah kepergian Grayfia, Kushina menghela nafas dan memijit keningnya dengan pelan. Dia mengetuk-ngetuk berkas di tangannya dengan raut wajah kesal.

"Anak ini ..."

...xxXxx...

Di ruang belajar, Kushina menatap Naruto yang baru masuk dengan tatapan tajam.

"Duduk." Perintah Kushina dengan datar. Naruto duduk dengan patuh, dan dia menatap ibunya dengan takut-takut. Ibunya benar-benar menakutkan jika dia sedang marah.

"Namikaze Naruto! Apa ini?!" Kushina berteriak marah sambil melemparkan sebuah berkas yang dia dapatkan dari sekolah Naruto. Di situ tertulis kalau dalam 2 tahun dia di SMA, Naruto sudah bolos kelas sebanyak 72 kali, berkelahi 65 kali, dan membuat onar di kelas sebanyak 34 kali. Nilainya bahkan sangat jelek dan dia adalah juara 3 dengan nilai terendah di sekolahnya. Apa-apaan itu?! Kushina yakin, jika kepala sekolah itu bukan bawahannya sendiri, dan dia tidak menutup-nutupi kelakuan buruk Naruto. Naruto sudah dikeluarkan sejak tahun pertamanya di sana.

"Err, itu ibu. Itu hanya salah paham."

"Salah paham? Kau bilang ini salah paham hah?!"

"..."

"Kau pikir nilai dan catatan 'kriminal' seperti ini bisa membuatmu masuk Universitas hah?!"

Naruto segera menciut mendengar bentakan ibunya. Kushina menghela nafas untuk menenangkan amarahnya. Dia menatap Naruto dengan tatapan tajam sebelum tatapan itu berubah menjadi tatapan bersalah. Yah, ini juga salahnya. Dia tahu Naruto tidak terlalu suka belajar, dan Naruto kurang dewasa waktu itu. Tapi dia meninggalkannya dalam urusan bisnis dan hanya menyuruh beberapa pembantu untuk mengurus keperluan Naruto.

"Apakah kau tidak ingin sekolah lagi? Aku akan segera mengirimmu kepada ayahmu untuk belajar bisnis jika kau tidak mau melanjutkan sekolahmu."

"Tidak ibu, itu ..." Naruto berkeringat dingin. Meskipun ayahnya itu lebih berhati lembut daripada ibunya. Tapi jika dia harus belajar bisnis pada ayahnya, itu sama saja seperti di neraka. Ayahnya adalah penggila bisnis dan dia sangat pintar. Naruto tidak akan mempunyai waktu luang sedikitpun kecuali untuk belajar bisnis dari ayahnya.

"Aku bisa mengurusi hal ini dan kau akan bisa melanjutkan sekolahmu. Tapi, jika kau ingin sekolah lagi, kau harus menerima beberapa syarat dariku." Kushina menyeringai sambil mengangkat berkas yang tadi dia lemparkan di meja.

"Err, itu... Baiklah." Naruto menghela nafas dengan pasrah. Yah, setidaknya jika dia melanjutkan sekolahnya, dia akan lebih banyak memiliki waktu luang untuk bersenang-senang daripada belajar bisnis pada ayahnya.

"Jadi, apa syaratnya?"

Kushina menyeringai dan mengangkat jari telunjuknya di depan Naruto lalu menjawab, "Pertama. Kau tidak boleh bolos sekolah lagi, se-ka-li-pun."

"... Oke."

"Kedua. Atm milikmu akan ibu sita, dan kau harus bekerja paruh waktu di cabang cafe milik ibu." Kushina menyeringai melihat raut wajah Naruto yang terlihat tidak rela. "Kenapa? Kau tidak mau? Kalau begitu aku akan menelpon ayahmu sekarang."

"Jangan bu. Oke, aku setuju." Naruto menggenggam tangan ibunya yang akan mengambil ponsel untuk menelpon ayahnya. Melihat Kushina yang menyeringai dengan penuh kemenangan. Naruto hanya bisa menghela nafas pasrah. Dia benar-benar tidak bisa melawan ibunya.

"Ketiga. Kau tidak boleh membuat masalah lagi di sekolahmu nanti. Termasuk berkelahi."

"A-aku tidak janji."

"Apa kau bilang?!"

"Oke bu. Oke, aku setuju juga."

Kushina menyeringai kejam. "Keempat. Kau harus rubah penampilanmu ini. Dengan penampilanmu sekarang, kau hanya akan berakhir bergaul dengan anak-anak nakal lagi."

"Err, Baiklah." Naruto menjawab dengan tak peduli. Rubah penampilan? Terserah. Dia sama sekali tidak peduli. Toh, dia masih tetap tampan. Kushina tidak tahu betapa narsisnya Naruto saat ini.

"Bagus. Kemasi barang-barangmu. Kita akan ke Kuoh sekarang."

"E-eh? Sekarang?!" Naruto tercengang. Bukankah ini terlalu mendadak?

"Apa? Tidak mau? Aku akan menelpon ayahmu sekarang." Kushina menyeringai dan memandang Naruto dengan sinis. Naruto memutar matanya dengan bosan kemudian menjawab, "Baiklah, baiklah. Bisakah ibu hentikan ancaman murahan itu?"

"Hehe, ayo berkemas." Kushina memeluk Naruto dan menyeretnya keluar dari ruang belajar.

"Nanti saat di Kuoh, aku akan tinggal dengan siapa bu?"

"Tentu saja dengan ibu."

"Oh-eh apa?! APA?!"

...xxXxx...

Seminggu kemudian ...

Naruto menatap pantulan dirinya di cermin seperti orang bodoh. Rambut yang disisir rapi membentuk belah tengah. Kacamata bulat tebal yang bahkan membuat mata biru nya tidak terlihat sama sekali.

Dia kini memakai kemeja putih yang dikancingkan sampai bagian atas. Dasi berwarna merah terpasang dengan rapi di kerah kemeja miliknya. Blazer berwarna abu-abu dengan sebuah logo di dada kanannya terselimut dengan rapi menutupi kemeja miliknya. Serta celana panjang berwarna abu-abu dengan motif kotak-kotak yang sangat amat longgar seperti bendera berkibar. Naruto benar-benar ingin muntah melihat penampilannya ini.

"I-ibu, bukankah ini sedikit berlebihan?"

"Apa yang kau bicarakan? Ini sangat-sangat sempurna. Dengan begini, kau tidak akan berteman dengan anak nakal." Kushina membantah dengan penuh percaya diri sambil merapikan dasi milik Naruto. Kushina tersenyum dengan riang.

'Yah, tapi aku akan dibully habis-habisan oleh mereka,' batin Naruto dengan miris. Mungkinkah ini karma? Dia sering mengejek orang culun dan kutu buku. Sekarang lihat, dia menjadi bagian dari mereka. Naruto merasa ingin menangis saat ini juga.

"Ingat! Jangan sampai kau merusak penampilanmu ini, mengerti Naruto?" Kushina menunjuk jarinya dan berbicara dengan nada mengancam pada Naruto. Melihat Naruto mengangguk seperti anak kucing. Kushina tersenyum puas dan melanjutkan, "Baiklah, ini hari pertamamu di sekolah baru. Jadi jangan sampai terlambat." Kushina menyerahkan ransel milik Naruto lalu mendorongnya keluar kamar dengan pelan. Mereka berdua berjalan menuju pintu keluar dengan tenang.

"... Ibu tidak mengantarku ke sekolah?" Naruto berkata dengan was-was saat dia melihat ibunya berhenti di pintu masuk.

"Tentu tidak. kau naik bis."

"I-ibu bercanda kan?"

"Semoga harimu menyenangkan Naruto. Ingat, pulang sekolah kau harus datang ke cafe ibu untuk bekerja." Kushina tersenyum manis lalu menutup pintu dengan riang.

Naruto menatap pintu yang tertutup dengan pandangan bodoh. What the f*ck!

...xxXxx...

"Sial, bukankah mereka mempermainkanku?!" Naruto mengutuk dengan keras. Beberapa saat yang lalu, dia di sini bersama puluhan orang dengan seragam yang sama dengannya. Bis yang menuju ke sekolah mereka telah datang beberapa menit yang lalu. Tapi pada saat dia akan naik. Bis sudah penuh dan mereka langsung berangkat meninggalkannya berdiri dengan bodoh di halte bis sendirian. Dan parahnya, itu adalah bis terakhir untuk pagi ini.

"F*ck!" Naruto mengumpat dengan kasar dan membanting ranselnya ke lantai dengan keras. Tapi mengingat ancaman ibunya, Naruto menghela nafas pelan, mengambil kembali ranselnya dan berjalan dengan gontai menuju sekolahnya. ini benar-benar pagi yang sangat menyebalkan.

Naruto melirik jam yang berada di tangan kirinya. Sekarang sudah pukul 07:30. Ingin sekali dirinya membolos kelas dan menemukan tempat untuk bermain-main. Sungguh, Naruto sangat tergoda untuk melakukan hal itu.

Pada saat Naruto tengah asik dengan pikirannya sendiri. Sebuah mobil BMW berwarna hitam melesat dengan cepat di jalanan. Mobil itu melindas genangan air yang membuat air itu terciprat ke bahu jalan dan mengenai Naruto. Hingga membuat seragamnya basah dengan seketika.

Naruto tercengang. Melihat seragamnya yang basah, kemudian mobil yang menjadi pelakunya. Emosi yang sudah tertahan di dalam hati Naruto segera meledak. Mengacungkan jari tengahnya, dia berteriak dengan penuh kebencian.

"F*CK YOU B*TCH!"

Mobil tersebut berhenti di kejauhan sesaat setelah Naruto berteriak. Karena jaraknya hanya beberapa meter, Naruto segera bergegas untuk menyusul mobil tersebut.

"Bagus. Kau ingin menantangku sekarang? F*ck off sialan! Akan ku patahkan lehermu." Naruto mengumpat dengan kasar sambil berjalan dengan tergesa-gesa. Dia sudah sangat sial pagi ini, dan seolah-olah mengejekku, kau menambah kesialanku. F*ck!

Namun langkah Naruto segera terhenti 2 meter dari mobil saat dia melihat seorang gadis cantik berambut pirang yang diikat Ponytail, keluar dari mobil tersebut dengan elegan. Gadis itu mempunyai mata berwarna keemasan yang menawan. Dia mengenakan rok mini berwarna abu-abu dengan motif kotak-kotak. Serta kemeja berwarna putih yang tidak dikancingkan dua bagian atasnya, sehingga memperlihatkan belahan dadanya yang cukup besar dengan jelas. Tapi bukan itu yang membuat Naruto tertegun.

Gadis itu juga memakai blazer dengan logo yang sama dengan milik Naruto. Bukankah itu berarti gadis ini juga satu sekolah dengannya? Jika iya, bukankah akan menjadi masalah besar jika dia membuat masalah dengan gadis ini? Lebih bak dia menjauhi masalah untuk sekarang. Menghela nafas untuk menenangkan emosinya. Naruto kembali berjalan dengan cepat, dan dia pura-pura tidak melihat gadis tersebut.

"Oh, apa ini? Teman sekolah, kenapa seragammu basah?" gadis itu tersenyum tanpa dosa dan menatap Naruto dengan tatapan menggoda.

'Shut up, B*tch!' Naruto mengumpat dalam hati saat dia melihat raut sok polos gadis ini. Tapi di luar, Naruto tersenyum dan berkata dengan nada lembut, "Tidak apa-apa teman sekolah, silahkan lanjutkan perjalananmu, jangan hiraukan aku."

"Oh?" gadis tersebut nampak kaget dengan respon Naruto barusan. Melihat penampilan culun Naruto, dia kira Naruto akan gugup atau sejenisnya. Tak disangka orang culun ini bisa bersikap acuh tak acuh padanya. Ini sangat menarik minatnya, sudah lama dia tidak punya mainan seperti ini di sekolah.

"Teman sekolah, karena pakaianmu basah. Bagaimana jika kau ikut bersamaku? Kau akan lebih cepat sampai ke sekolah untuk mengganti bajumu." Gadis itu menghalangi jalan Naruto dan berkata dengan nada menggoda. Dia bahkan mencondongkan tubuhnya ke depan sehingga belahan dadanya sangat amat terlihat jelas di mata Naruto.

Naruto memutar matanya dengan bosan saat melihat tingkah laku gadis ini. Gadis ini benar-benar mengingatkannya dengan teman-teman perempuannya di sekolahnya dulu. Mereka benar-benar terlalu bar-bar.

"Minggir dan berhentilah menggodaku. Aku tidak tertarik dengan gumpalan daging milikmu itu." Naruto berkata dengan raut wajah bosan. Hey, dia bahkan sudah melihat payudara telanjang. Apa yang aneh dengan payudara setengah telanjang?

Naruto berjalan melewati gadis itu tanpa menunggu balasannya. Dia kembali mengumpat saat dia melihat kembali seragamnya yang basah. Yah, biarlah. Pada saat dia sampai di sekolah juga seragamnya mungkin akan kering. Dengan pemikiran itu, Naruto berjalan dengan malas menuju sekolahnya.

Sementara Naruto sudah nampak jauh, gadis itu masih berdiri mematung di tempat sebelumnya. Supir gadis itu nampak memandang aneh Nona mudanya. Apakah Nona sakit?

"Umm Nona, apakah anda baik-baik saja?" supir itu bertanya dengan hati-hati.

Tiba-tiba, tubuh gadis itu menggigil dengan pelan. "Gumpalan daging? Tidak tertarik dengan gumpalan daging milikku? Si culun sialan ini." Dia menggeram dengan marah. Mengabaikan pertanyaan supirnya, gadis itu menoleh dan menatap Naruto yang sudah jauh dengan tatapan marah. "Awas saja kau culun. Akan ku beri kau pelajaran."

Memasuki mobil dengan kasar. Gadis itu mengernyit dan menggigit ibu jarinya dengan pelan. Dia benar-benar kesal saat ini. Biasanya, laki-laki manapun yang dia goda. Mereka akan memerah atau paling tidak, mereka menunjukan tatapan nafsu padanya. Tapi apa ini? Si culun ini benar-benar mengabaikan pesonannya dan bahkan mengatakan dia tidak tertarik dengan miliknya. Itu benar-benar membuatnya sangat kesal. Apakah pesonannya sudah menghilang? Dia harus memastikannya saat dia sudah sampai di sekolah.

"Ayo pergi."

...xxXxx...

Pada saat Naruto sampai di sekolah barunya. Waktu menunjukan pukul 08:30. Kelas pertama sudah dimulai 30 menit yang lalu dan gerbang sekolah bahkan sudah di tutup saat ini. Beruntung ini adalah hari pertama Naruto masuk. Satpam sekolah memakluminya karena Naruto merupakan murid yang baru saja pindah ke sekolah ini. Jadi, dia diperbolehkan masuk dengan catatan untuk tidak mengulanginya lagi.

Menyusuri sekolah, diam-diam Naruto mengangguk dalam hati saat melihat suasana sekolah yang cukup damai dan juga luas. Taman membentang luas di sebelah kiri, tepat di samping gedung olahraga. Kantor kepala sekolah, guru, dan staff terdapat di sebelah utara gedung olahraga. Sedangkan tempat belajar kelas 1, 2, dan 3 terletak berhadapan dengan gedung olahraga dan luasnya hampir meliputi setengah sekolah.

Naruto menganggukan kepalanya dengan senang. Di sini sangat banyak spot yang bagus untuk membolos jam pelajaran. Tapi, mengingat kembali ancaman ibunya, tubuh Naruto kembali merosot dengan lesu. Lupakan itu, saat ini dia harus segera memasuki kelasnya. Dia sudah telat. Jika Guru di sini mempermasalahkannya dan memanggil ibunya, itu akan jadi masalah besar.

Saat mengambil seragam beberapa hari yang lalu, Naruto diberi tahu kalau kelasnya nanti adalah kelas 2-A. Tidak butuh waktu lama untuk Naruto menemukan kelasnya. Saat dia sudah sampai di pintu masuk kelas, dia mengetuknya dengan pelan.

"Masuk." Terdengar seruan seorang pria paruh baya yang menyuruhna untuk masuk. Naruto segera membuka pintunya dan masuk ke kelas dengan raut wajah enggan.

"Oh, kau murid baru itu ya? Kenapa kau telat? Kelas pertama sudah dimulai dari setengah jam yang lalu." Naruto menoleh ke asal suara. Dia bisa melihat seorang pria paruh baya yang berumur 30-an, berambut hitam dengan poni yang berwarna pirang. Dia memakai setelan jas berwarna hitam dan tengah memegang buku Fisika sambil memandangnya dengan satu alis terangkat.

"Yah, tadi dijalan aku bertemu dengan orang gila yang membuat seragamku basah, Sensei."

Azazel mengernyit, lalu menghela nafas dengan pelan. "Perkenalkan dirimu kalau begitu."

Naruto berbalik dan memandang seluruh kelas. Kelasnya terdiri dari 40 orang. 24 diantaranya adalah wanita sedangkan laki-laki berjumlah 16. Mungkin sekarang menjadi 17 dengan dirinya. Yah, kurasa tidak ada anak nakal di kelas ini. Aku bisa tenang dengan itu. Eh tunggu? Kenapa gadis gila tadi ada di sini? Dia sekelas denganku? Ughh, kelas ini akan merepotkan.

"Perkenalkan namaku Uzumaki Naruto. Salam kenal." Karena kasus Naruto di sekolah sebelumnya. Kushina sengaja mengganti marga Naruto menjadi Uzumaki saat dia bersekolah di sini. Tentunya Naruto tidak masalah sama sekali. Mau itu Namikaze ataupun Uzumaki. Keduanya merupakan marga orang tuanya.

"Baiklah Naruto, carilah bangku kosong untuk duduk." Azazel berkata dengan acuh tak acuh kemudian menuliskan beberapa materi di papan tulis.

Naruto berjalan sambil mengedarkan pandangannya untuk mencari bangku kosong. Sialnya, satu-satunya bangku kosong di kelas ini adalah bangku yang bersebelahan dengan gadis gila yang ditemuinnya tadi pagi.

'Persetan!' dibawah tatapan seisi kelas. Naruto duduk di bangku itu dengan santai. Tubuhnya merosot ke bawah, dia benar-benar lelah pagi ini.

"Anak baru itu sudah selesai. Dia tidak tahu kalau bangku yang bersebelahan dengan Yasaka-hime itu adalah bangku terlarang."

"Aku ingin tahu apa yang akan Raiser-senpai lakukan jika dia mengetahui hal ini."

"Dia hanya bernasib sial. Tidak ada bangku kosong lain selain bangku itu."

"Kudengar Raiser-senpai akan menghajar setiap laki-laki yang menempati tempat duduk itu."

Naruto menghiraukan bisikan teman sekelasnya. Dia bahkan menghiraukan Yasaka yang terus memandanginya sedari tadi. Mata Naruto terfokus pada angka-angka yang ditulis Azazel di papan tulis. Setelah menulis angka-angka di papan tulis, Azazel memandang Naruto yang duduk dengan lesu di bangkunya.

"Naruto, karena ini hari pertamamu di kelas ini. Perhatikan saja apa yang aku terangkan saat ini. Kau boleh meminjam catatan teman sekelasmu saat pelajaranku sudah selesai." Melihat Naruto yang mengangguk mengerti. Azazel segera menjelaskan materi di papan tulis dengan panjang lebar.

'Sial, aku sama sekali tidak mengerti apa yang dijelaskan guru Fisika itu!' Naruto mengutuk dalam hati. Otaknya tidak sanggup untuk menanggung semua ini. Sefokus apapun dia melihat angka-angka di papan tulis, itu hanya membuat kepalanya semakin pusing.

"Hey, Naruto~"

"Naru~"

"Na-ru-to~"

'Shut up, B*tch!' Naruto mengumpat dalam hati. Tidak bisakah gadis ini lihat kalau dirinya sedang fokus untuk belajar di sini?!

"Teman sekelas, ini waktunya pelajaran. Diamlah dan perhatikan pelajarannya." Naruto berbicara dengan raut wajah serius sambil membetulkan letak kacamatanya dengan keren. Naruto mengagumi dirinya sendiri untuk bisa ber-akting sebagai orang culun.

Yasaka tersentak. Naruto bahkan tak menoleh kearahnya sedikitpun. Dia cemberut dan memandang Naruto dengan kesal. Kenapa dia mengabaikanku? Dia sangat benci diabaikan. Kau hanya anak culun, berani-beraninya mengabaikanku? Tapi tak lama kemudian Yasaka menyeringai dengan kejam. 'Hehe, tunggu saja pembalasanku nanti.'

Sedangkan Naruto yang melihat papan tulis dan mendengarkan Azazel yang berceloteh dengan serius, malah semakin frustasi. Semakin lama dia mendengar penjelasan Azazel, semakin tidak mengerti dia. Naruto serasa ingin menangis saat ini juga, cobaan macam apa ini tuhan? Dia lebih baik berkelahi dengan puluhan preman daripada harus menanggung siksaan ini selama setahun selanjutnya. Ini terasa seperti neraka!

Waktu berlalu dengan cepat. Bel pulang sudah berbunyi sedari tadi. Tapi Naruto hanya duduk di bangkunya dengan ekspresi tak bernyawa. Belajar itu benar-benar menakutkan. Dia benar-benar tidak habis pikir dengan para kutu buku di luar sana. Kenapa mereka sangat sanggup untuk menahan siksaan seperti ini?

Seisi kelas sudah kosong. Sebagian besar siswa sudah pulang meskipun ada beberapa siswa yang sedang melakukan kegiatan ekstrakulikuler yang mereka jalani. Naruto bangkit dari kursinya dan berjalan pulang dengan lesu. Saat ini, jam baru menunjukan pukul 3 sore. Setelah ini, dia harus ke cafe ibunya jika dia tidak ingin jatah makan malamnya hilang.

Naruto berjalan keluar sekolah dengan lesu. Pada saat dia melewati sebuah gang tak jauh dari sekolah. Dia dihadang oleh sekumpulan siswa yang berseragam sama sepertinya.

"Inikah anaknya?" seorang pemuda berambut pirang bertanya dengan acuh tak acuh. Pemuda itu berpenampilan seperti anak nakal sekolah pada umumnya.

"Benar Raiser-senpai. Anak ini yang duduk di samping Yasaka-hime." seorang pemuda botak berkata dengan takut-takut pada anak yang dipanggil Raiser. Jika Naruto tidak salah ingat, anak botak ini merupakan teman sekelasnya. Anak itu memandang Naruto dengan tatapan minta maaf.

"Baik, kau boleh pergi sekarang." Raiser berkata dengan ringan pada anak botak itu. Anak botak itu segera mengucapkan terima kasih dan lari menjauh dengan ketakutan.

"Hey culun,karena kau anak baru. Akan ku beri kau kesempatan. Mulai besok, jangan pernah kau duduk di samping Yasaka lagi. Atau aku akan memberimu pelajaran! Kau mengerti, sialan?" Raiser berkata dengan mengancam. Melihat Naruto yang hanya diam, Raiser mendengus dan berkata dengan sombong, "Ayo pergi."

"Pecundang itu bahkan tidak berani menjawab sedikitpun hahaha."

"Kurasa dia sangat ketakutan dengan Raiser. Pfftt liatlah raut wajahnya itu."

"Hey Raiser, bukankah ini terlalu ringan untuk membiarkannya pergi seperti ini?"

"Biarlah. Aku tak mau dia mengompol dan merusak mood-ku nanti."

"Hahaha. Itu benar."

Urat di dahi Naruto tercetak dengan jelas. Tangannya mengepal dengan erat. Sudut bibirnya terangkat dan Naruto menyeringai dengan kejam. Hey, sejak kapan dia. Namikaze Naruto, takut? Kata 'takut' itu sama sekali tidak ada dalam kamusnya. Melempar tas sekolahnya ke samping. Naruto berjalan kearah gerombolan itu dan berteriak dengan penuh kebencian.

"Hey sialan! Kemarilah. Kau pikir aku takut dengan kalian? F*ck you!"

.

.

.

.

To be continued ...

A/N: Yo semuanya. Pas gw gabut lagi mikirin buat kelanjutan SOM. Tiba-tiba gw ada ide gitu aja. Yaudah, sambil nunggu ide buat Fic SOM dateng. Gw ketik aja ngasal, dan lahirlah Fic ini.

Semoga menikmati. SOM bentar lagi juga update.

See you next time...