"Nightcall"
A BoBoiBoy Fanfiction by Fanlady
Disclaimer : BoBoiBoy © Monsta. Tidak ada keuntungan material apapun yang diambil dari fanfiksi ini.
Warning (s) : AU, high school!AU, HaliYing (kinda?).
Untuk #DailyDrabbleChallenge, prompt oleh Fureene Anderson : ToD Online, ditantang menelepon gebetan. #Dirumahaja
Selamat membaca!
.
.
.
"Truth or dare?"
Ying menggoyangkan kakinya yang bergantung di udara sambil berpikir.
"Truth," ia mengetikkan balasan.
"Nggak asyik, ah." Balasan dari Taufan muncul paling dulu di ruang obrolan mereka. "Pilih dare, dong."
"Suka-suka aku, dong." Ying meraup segenggam keripik kentang di samping bantalnya. "Nggak ada keharusan buat milih apa, 'kan?"
"Tapi nggak seru kalau truth," Gopal ikut berkomentar. "Kamu 'kan giliran pertama. Jangan bikin ToD-nya ngebosenin dari awal, dong."
Ying memutar bola mata meski teman-temannya yang berada jauh di seberang jaringan jelas tak bisa melihatnya.
"Ya udah. Iya, iya. Dare," jari Ying dengan cepat mengetik di layar ponselnya. "Jangan yang aneh-aneh."
Ying menunggu. Ia beranjak dari kasurnya dan meraih gelas yang sudah kosong di atas meja, kemudian melangkah keluar untuk mengisinya kembali.
Saat kembali, sudah ada beberapa pesan yang masuk. ponselnya berdenting berulang kali oleh pemberitahuan yang terus mengalir tanpa henti.
Taufan XI – IPS 3 : Dare-nya, kamu harus nelpon Hali dan ajak dia ngobrol paling nggak lima menit.
Gopal XI – IPS 3 : Dih, kalau itu sih Ying bakal ngelakuin dengan sukarela, tanpa perlu disuruh.
Fang XI – MIPA 2 : Ya kalau Halinya mau ngangkat. Kalau nggak 'kan kasihan.
Taufan XI – IPS 3 : Kalau Ying yang nelpon Hali pasti ngangkat, kok. Malah kayaknya dia udah nunggu-nunggu dari tadi di kamar, tuh.
Gopal XI – IPS 3 : Berarti dare-nya gampang banget, dong. Curang, ah.
Taufan XI – IPS 3 : Ya buat Ying pasti nggak gampang ngumpulin keberanian. Iya nggak, Ying?
Taufan XI – IPS 3 : Ying?
Gopal XI – IPS 3 : Oi, jangan kabur, dong.
Taufan XI – IPS 3 : Ying. YIINNGG!
Gopal XI – IPS 3 : Ying, woi!
Fang XI – MIPA 2 : Udah tidur, kali.
Taufan XI – IPS 3 : Ngawur. Belum juga jam sepuluh. Masa' iya anak kalong macam Ying udah tidur?
"Siapa yang anak kalong, hah?" Ying segera mengetikkan balasan.
"Nah, muncul juga akhirnya," ketik Taufan.
"Kirain kabur beneran," balas Fang.
"Nggak, lah. Ngapain kabur segala." Ying mengunyah keripik kentang sambil membaca tantangan yang dikirimkan Taufan dan menimbang ragu. "Dare-nya cuma itu doang?"
"Iya, buruan sana. Nanti yang lain nggak sempat dapat giliran."
"Oke."
Ying berguling di ranjang. Ia menatap langit-langit kamarnya yang bertabur stiker bintang-bintang kecil. Oh, Tuhan. Bagaimana mungkin ia bisa menelepon Halilintar?
Ponsel Ying kembali bergetar, pesan masuk dari Gopal. "Udah belum nelponnya? Jangan kelamaan, dong."
"Aku bakal tau kalau kamu nggak beneran nelpon, ya," cetus Taufan. "Hali lagi di kamar, jadi aku bisa dengar kalau dia lagi nelpon."
"Dia udah tidur, belum?" tanya Ying segera.
"Belum. Cepat telepon makanya."
Ying menarik napas panjang. Ia mengubah posisinya menjadi duduk. Jarinya menggulir layar ke daftar kontak, mencari nama Halilintar.
Jantung Ying berdegup keras. Bagaimana kalau ia malah tidak bisa berbicara apapun karena gugup? Itu pasti akan sangat memalukan. Lagipula apa yang harus dibicarakannya dengan Halilintar? Mereka tidak cukup dekat untuk bisa mengobrol asyik melalui telepon. Apa ia coba menanyakan perihal tugas? Itu alasan yang cukup bagus untuk menelepon teman sekelasnya malam-malam, 'kan?
Jari-jari Ying sedikit gemetar saat ia akhirnya bergerak menekan tombol panggil. Ia meletakkan ponsel di samping telinga dan menunggu dengan jantung berdebar.
"Halo."
Oh, tidak. Halilintar benar-benar mengangkat teleponnya!
"Ha-halo, Hali?" ucap Ying gugup.
"Ya. Kenapa?"
Suara Halilintar terdengar malas-malasan, membuat semangat Ying sedikit merosot. Namun ia menguatkan hati. Cuma lima menit, Ying. Ngobrol aja lima menit, terus selesai.
"Um, aku mau nanyain soal PR kita," ujar Ying, berusaha membuat suaranya terdengar normal. "Kamu udah—"
"Kamu masih ngerjain PR jam segini?"
"Eh, iya." Ying buru-buru merangkak turun dari tempat tidur dan meraih tumpukan buku sekolahnya di meja belajar. "Ada yang bikin aku bingung. Soal Penjaskes—"
"Tidur sana."
"Hah?" Ying berhenti membolak-balik halaman bukunya dan mengernyit.
"Tidur sana," ulang Halilintar. "Udah malem."
"Ya elah, belum juga jam sepuluh," sahut Ying. "Jam segini sih belum waktunya tidur."
"Emangnya kamu kelelawar? Udah, tidur sana. Besok lagi ngerjain PR-nya," tukas Halilintar.
Ying mencibir. Ia senang pemuda itu tak bisa melihat wajahnya sekarang. "Kamu sendiri kenapa belum tidur?"
"Ini juga mau tidur. Tapi malah kamu ganggu."
"Ya maaf, deh," sungut Ying. "Ya udah, kamu tidur sana. Maaf aku ganggu."
Ying hendak memutuskan panggilan saat ia teringat tantangan dari teman-temannya. Sepertinya belum lima menit ia mengobrol dengan Halilintar, 'kan?
"Eh, tunggu, tunggu, Hali! Jangan ditutup dulu!" seru Ying segera.
"Apa lagi?" Ying mendesah lega saat mendengar sahutan Halilintar.
"Um, kita ngobrol sebentar, deh. Mau, nggak?"
"Nggak," Halilintar menukas. "Aku mau tidur."
"Sebentar aja, kok," pinta Ying memelas. "Aku lagi gabut, nih, nggak ada temen ngobrol. Temenin aku sebentar, ya?"
Ying tidak tahu apa yang membuatnya berani mengatakan itu pada Halilintar. Bukankah ia justru jadi terdengar seperti orang yang SKSD?
"Nggak. Telepon aja Taufan sana."
Nada terputus di ujung telepon membuat Ying tercengang. Ia memeriksa layar ponselnya. Apa Halilintar benar-benar memutus panggilannya begitu saja? Dasar manusia tidak punya hati.
"Udah, nih." Ying kembali ke ruang obrolan bersama teman-temannya. "Udah selesai dare-nya. Sekarang giliran siapa?"
Taufan XI – IPS 3 : Beneran udah? Gimana tadi jadinya?
Gopal XI – IPS 3 : Pasti kamu kesenengan karena bisa ngobrol sama Hali, 'kan? Ngambil kesempatan dalam kesempitan banget.
Fang XI – MIPA 2 : Udah kamu cek belum, Fan, mereka beneran teleponan atau nggak?
Taufan XI – IPS 3 : Udah, kok. Tadi emang Hali kayaknya lagi ngobrol sama seseorang.
Gopal XI – IPS 3 : Ngobrol sama kucing, kali?
Ying mengabaikan obrolan teman-temannya dan memilih menengelamkan wajah di bantal. Pipinya terasa hangat. Ternyata mendengarkan suara gebetan memang membuat hati berdebar, ya?
.
.
.
fin
A/N :
Halo, Fanlady kembali! Ada yang kangen sama aku? :")
Sekian lama kena writer's block, akhirnya bikin tantangan menulis buat memacu diri supaya balik nulis lagi. Walau cuma drabble jadinya, sih. Haha. Aku pengen balik aktif nulis lagi, jadi aku mungkin bakal sering nyampah fic lagi di sini. Jangan bosen-bosen ngeliat aku, yaa ;;;3
Terakhir, makasih banyak buat yang udah menyempatkan membaca! Jangan lupa selalu jaga kesehatan, dan usahain tetap #Dirumahaja. Sampai bertemu lagi di lain kesempatan!
Salam sayang,
Fanlady.