'Suatu Sore di Bulan Suci'

A story by Fureene Anderson

BBB is own of Monsta

.

Warning : Plotless, Typo, dan kejanggalan yang bisa kamu temukan di sini ehee.

.

.

.

Drabble ini dibuat dari prompt "Buah"

.

Aku Taufan. Sebelum pandemi menyerang dan orang kece sepertiku terpaksa harus menerima kenyataan pahit bahwa puasa kali ini hanya diam di rumah. Padahal tahun lalu aku masih sempat merasakan manis dan pahitnya bulan Ramadhan.

Sore di Minggu ketiga bulan suci, entah perbuatan baik apa yang telah kulakukan sampai seorang bidadari mengajakku untuk menjadi panitia buka bersama yang diikuti mahasiswa di kampus.

"Nggak salah ngejadiin aku panitia?" Aku, yang mendapat undangan tiba-tiba merasa tak percaya dengan tawaran tak masuk akal. Pasalnya anak organisasi saja bukan. Lantas mengapa gadis yang cantiknya mirip Raisa ini justru terketuk hatinya untuk mengajakku bergabung?

"Nggak kok," sahut Yaya dengan senyumnya. Manis sekali. Kalau saja Yaya itu makanan, mungkin aku sudah meneteskan air liur karena ia mampu menggeser pikiranku dari kesegaran es buah saat itu."Kamu cocok buat dijadiin panitia. Selama ini kan kerjaan kamu cuma nongkrong-nongkrong nggak jelas dan bikin Gempa susah. Bukannya lebih baik kalau sesekali kamu ikut aktivitas yang berguna?"

Yaya yang manis dan perkataan tajamnya. Adalah satu-satunya ambivilensi yang dapat kutoleransi karena dia mampu merebut hatiku sejak kali pertama aku mengenalnya.

"Aduh gimana ya?" Kepalaku kugaruk, berusaha tersenyum meski aku sebenarnya cukup sebal dengan ucapannya. "Tapi aku kan bukan anak organisasi kamu, nanti malah canggung lagi sama bocah yang lain."

"Ih kamu kayak sama siapa aja!" Yaya tertawa. "Mereka kan teman-teman kamu juga, masa iya nggak enak sih? Pasti mereka bakal nerima kamu deh. Kamu kan orangnya asik."

Sungguh terkutuk Yaya dan bujukan manisnya yang dapat menggoyahkanku dengan begitu mudah. Aku langsung tersenyum ganteng seperti member boyband yang sedang naik daun dan mengangguk.

"Yaudah, boleh deh!"

Dan penyesalan memang selalu datang terlambat.

Ternyata tanpa kutahu, saat itu diriku masuk ke dalam jebakan.

.

.

.

Acara buka puasa bersama yang diadakan kampus memang menjadi momen yang paling ditunggu oleh semua mahasiswa. Pasalnya menu yang dihidangkan sama sekali tak main-main. Harga tiket masuk dapat ditukar dengan waktu 5 jam untuk bersedia mengikuti awal hingga akhir sesi.

Tugasku adalah menyusun hidangan di atas meja secantik mungkin. Menghiasnya dengan kemampuan platting yang kudapat dari acara memasak di televisi dengan misi membuat cecunguk-cecunguk yang sedang bercanda di sela ceramah kepala prodi jadi tak berkonsentrasi.

"Gimana Taufan? Kamu kesusahan nggak?" tanya Yaya. Gadis itu adalah ketua pelaksana. Sejak tadi kerjaannya mondar-mandir memantau jalannya acara.

"Nggak sih, aku kan udah sering ngerjain beginian di tempat kondangan. Jadi biasa," sahutku sambil tertawa, dan gadis itu membalas tawaku dengan begitu lembut dan berwibawa. Mungkin beginilah rasanya jadi pangeran surga itu. Yang dapat bidadari sebagai pendamping atas kebaikannya yang dilakukan di muka bumi.

"Nih Ya, ada yang Dateng lagi."

Amaar dan Stanley masuk membawa kantung kresek besar, terlihat berat dari cara mereka menarik napas setelah dua kantung itu diletakkan di lantai.

"Apaan ini?" tanya Yaya, mengintip sedikit dari celah plastik yang terbuka.

"Salad buah, dari Ying," kata Stanley tersenggal. Sepertinya mereka membawa kantung-kantung itu seraya naik tangga. "Katanya sengaja baru sekarang dikasihin ke kita karena biar bisa langsung dimakan selagi dingin."

Yaya mengangguk. "Terus, Yingnya sekarang mana?"

"Nggak ikut." Amar, bocah India kutu buku itu menyahut. Dan sepertinya aku tahu jawabannya akan mengarah kemana. "Dia diajakin bukber sama Hali di luar, katanya salam aja buat yang lain."

Tuh kan.

Pasalnya semalam aku nyaris tak tidur karena membantu saudara sialan-ku itu mencari tempat untuk di-reservasi. Persetan dengan kencannya, aku pasti akan meminta ganti rugi darinya nanti. Memangnya dia pikir jasa dariku gratis?

"Oh yaudah kalau gitu, sekarang kalian istirahat gih, yang ini biar aku sama Taufan yang tata."

"Makasih, Ya."

Bagus. Sekarang aku jadi bisa punya waktu berduaan deh sama Yaya. Ah nggak nggak! Taufan, sadar! Sekarang puasa, mikirnya nanti aja kalau udah buka!

"Ayo Taufan, ditata. Sebentar lagi mereka bakal siap-siap."

Yang aku dengar justru, 'Ayo Taufan, kita mulai hidup bersama' makannya aku hanya bisa cengegesan dan menata gelas salad buah dengan semangat.

.

.

.

Begitu tiba menjelang adzan maghrib, para mahasiswa mulai berhamburan tak karuan. Semuanya kompak menyerbu takjil yang telah kusediakan penuh perjuangan bersama Yaya. Kemudian mereka berbaris dengan kelompoknya dan mulai sibuk membahas hal-hal yang sebenarnya kurang relevan jika dihubungkan dengan acara mulia ini.

Beberapa orang menyapaku saat tahu aku juga bagian dari panitia bukber, hanya saja aku terlalu malas bergabung. Jika aku terlibat dengan mereka, sama saja aku membuang kesempatan berhargaku untuk buka puasa bersama Yaya.

Bucin? Terserah.

Kelompok-kelompok yang anggotanya cewek, kebanyakan diisi rumpi dan tawa, membicarakan orang lain dan menertawakan setelahnya.

Kelompok yang diisi cowok-cowok diliputi berbagai variasi kegiatan. Ada yang mabar, gosip seperti perempuan, atau mengkritisi kinerja pemerintah layaknya kabinet negara yang telah bekerja seumur hidup.

Aku?

Aku hanya menggeleng, memikirkan berapa target yang harus kucapai besok saat aku mulai ngojek lagj.

Beduk dan takbir berkumandang. Mahasiswa mulai menyantap takjil sementara aku kebingungan mencari keberadaan ketua pelaksana.

Aku memutuskan untuk mendatangi ruang panitia yang berada di atas setelah memastikan makanan dan takjil cukup untuk mahasiswa yang datang memenuhi aula.

Namun yang kutemukan hanyalah sekumpulan panitia yang juga tengah berkumpul dengan sesama kelompoknya.

"Lee, Yaya mana?"

Stainley yang tengah menyedot es sirupnya terpaksa berhenti. "Eh Taufan, Yaya barusan keluar."

"Hah? Keluar?" Mengernyit. "Kemana?"

"Nggak tau, tadi sama Kaizo."

Otakku untuk sesaat berdengung.

Kaizo.

Bagaimana aku bisa lupa?

"Tapi tenang aja, sebentar lagi juga balik. Dia cuma buka puasa berdua sama pacarnya kok di warung depan gerbang."

Stainley segera memungut gorengan untuk dilahap. Setelah apa yang ia katakan, tega-teganya si gendut ini meninggalkan aku dan hatiku yang carut marut.

Aku langsung kehilangan harapan. Bayanganku akan buka puasa bersama gadis itu sirna. Rasanya hatiku kosong seperti ember yang tak diisi. Bahkan salad buah buatan Ying yang semula menggiurkan di mataku justru membuatku tak berselera.

Aku menarik napas. Sabar. Cobaan memang banyak di bulan puasa. Gempa bilang selalu ambil kebaikan di setiap musibah yang kita dapat.

Aku menggeser kursi paling belakang, meminum es sirup meski tenggorokanku sudah basah dengan sendirinya.

"Eh kayaknya dia bakal ikut organisasi kita tahun depan deh."

Terdengar percakapan cewek-cewek aktivis dari depan.

"Kayaknya kita harus buat terobosan supaya kita dikasih dana lebih sama wakil dekan buat program kita."

Lalu pembahasan lain dari kelompok satunya.

Dua kelompok yang berbeda almamater itu mulai membahas hal-hal yang tak kumengerti. Tentang kelangsungan organisasi, sinergi, dan kebijakan-kebijakan yang bagiku terdengar begitu bodoh.

Aku berada di tengah keduanya, memakan gorengan sambil mendengar percakapan yang sama sekali tak kumengerti. Semuanya tertawa, tapi aku tak merasa ada hal lucu yang bisa kutertawakan.

Aku menghela napas. Seandainya ada Yaya, mungkin aku tak akan berakhir mati kutu di ruangan yang penuh dengan kelompok ini. Karena hanya gadis itu yang mengerti dan memahami aku bukanlah anak organisasi.

Salad buah berhasil kutandaskan. Aku membereskan sisa makanku, dan membuangnya ke tempat sampah. Sebaiknya aku mengambil wudhu dan bersiap-siap solat Maghrib.

Setelah itu aku pamit pulang. Kukirimkan pesan pada Yaya bahwa aku mendapat pengalaman berharga menjadi satu-satunya panitia non-organisasi.

Tahun depan aku bertekat tak akan melakukannya lagi.

.

.

.

FIN

.

A/N : Sebagian besar cerita ini asalnya dari Real Life. Semoga suka ya

Fureene