"ICEEEEEE! BANGUUUUNN! SAHURRR!"

Ice menggeliat malas di dalam selimut. Matanya perlahan terbuka.

"Uh...lima menit lagi..." gumamnya malas.

"LIMA MENIT APANYA?! UDAH IMSAK INI!" teriak Blaze.

"Imsak...?!" Ice refleks bangun. "Kenapa tidak ada yang membangunkanku?!"

"Aku juga baru saja bangun, Ice!" seru Blaze. "Kak Gempa ternyata demam! Jadi kita semua telat bangun! Ayo! Kau mau puasa tanpa sahur?!"

"BLAZE! ICE!" teriak Taufan dari dapur. "AYO MAKAN!"

Blaze tanpa aba-aba menyeret tangan Ice dan membawanya ke dapur.

Di dapur Halilintar bersama Taufan dibantu oleh Duri dan Solar tampak terburu-buru menyeduh mie cup dan memasukkan bumbunya dengan asal. Padahal di hari biasa mereka bangun lebih awal untuk menyiapkan santap sahur bersama, meski Gempa yang selalu menjadi wake-up call. Dan absennya Gempa kali ini mengacaukan pola itu.

"Cepat, makan! Makan!"

Mie cup yang sudah matang disodorkan kepada masing-masing orang.

Blaze baru saja membuka tutup cup dan langsung terkejut melihat kuahnya berwarna kemerahan.

"Ini mienya pedas kak?!" serunya.

"Yang ada cuma ini, Blaze!" jawab Halilintar. "Lagipula aku sudah memberimu yang levelnya paling rendah, jadi jangan protes!"

"Ahh! Lima menit lagi azan!" teriak Duri panik.

Blaze melihat kelima saudaranya memakan mienya dengan terburu-buru. Mereka sesekali meneguk air untuk menawar rasa pedas di lidahnya, lalu kembali memakan mie.

"Uh..." Blaze ragu. Dia paling tidak tahan dengan yang namanya pedas. Dan lagi dia akan berpuasa seharian. Apa dia akan baik-baik saja? Atau tidak usah sahur saja?

Tapi kalau mie ini dibuang mubazir juga...

"Sudahlah! Yang penting makan! Toh karena pedas aku bisa sekalian minum banyak!"

Blaze lalu menyantap mienya cepat-cepat, berusaha sebisa mungkin tidak menyeruput kuahnya. Sembari makan, Blaze tak henti-hentinya meminum air selain untuk menawar pedas, juga untuk persiapan puasa.

Masa bodoh dengan perut kembung karena kebanyakan minum! Yang penting sahur!

.

.

.

SAKIT PERUT

Summary: Makanan sahur adalah berkah, tapi tidak kali ini. [For #DrabbleChallengeSpesialRamadhan #Ramabblec]

Disclaimer: BoBoiBoy © Monsta Studio, tidak mengambil keuntungan apapun dari pembuatan cerita ini.

Prompt: Makan Enak Kenyang Perut Senang Hati

Warning: Typo(s), OOC akut, humr gagal, bikin sakit perut(?), dll.

SELAMAT MEMBACA!

.

.

.

"KAK BLAZE! CEPAAAAATTT!"

"Iya... iya..."

Blaze langsung membuka pintu toilet dan Ice langsung saja masuk tanpa permisi.

"Uh... aku bisa dehidrasi kalau begini terus-terusan..." keluh Blaze.

Blaze lalu berbaring di sofa sambil memegang perutnya yang masih terasa panas walau isinya sudah dia keluarkan berkali-kali. Jarum jam sudah menunjuk ke angka 12 dan 1, sehingga langit terang benderang.

Sebenarnya tidak hanya Blaze yang mengalami fenomena ini. Semua saudaranya yang sahur menggunakan mie pedas juga mengalami sakit perut dan diare akut. Dari pagi sampai siang rumah itu ribut karena 6 orang itu berebutan menggunakan kamar mandi yang cuma berjumlah dua. Bahkan Taufan hampir nekat menggali tanah bak kucing untuk menyalurkan hasratnya (yang dicegah Solar karena takut tetangga mengira dia kucing raksasa jadi-jadian)

Blaze bangkit, lalu dengan berjalan sempoyongan dia mengintip ke kamar Halilintar, Taufan, dan Gempa. Kamar mereka punya langit-langit yang tinggi sehingga ranjang tingkat tiga bisa muat di ruangan itu.

Gempa berada di tingkat paling bawah. Dia tengah berbaring dengan kompres menempel di dahinya. Wajahnya kemerahan dan napasnya terengah-engah.

'Kenapa ya Kak Gempa bisa sakit? Perasaan kita puasa di rumah saja. Dan pekerjaan rumah selalu dibagi dengan adil. Yah... aku kadang-kadang malas mengerjakannya sih...'

"Blaze...?"

Blaze tersentak. Mata Gempa terbuka, melihat lurus ke arahnya. Blaze sempat memikirkan untuk lari, tapi melihat Gempa yang sepertinya perlu sesuatu, dia lalu buru-buru masuk lalu mendekati Gempa.

"Kak Gempa kenapa? Haus? Lapar? Mau minum obat? Ke toilet? Tapi toiletnya sedang dipakai Ice dan Duri–"

"Bukan... aku mau nanya... keadaanmu bagaimana? Masih sakit perut?" tanya Gempa.

"Uh... masih sih... tapi enggak separah tadi pagi..." jawab Blaze.

"Maaf ya... gara-gara Kak Gempa sakit... semuanya jadi sakit perut begini..." ujar Gempa lirih.

"Ti-tidak apa-apa kok Kak Gempa! Lagipula... ini salah Kak Hali juga! Kenapa beli stok mie cupnya pedas semua, padahal tidak semuanya suka pedas–!"

"HEI, AKU JUGA YANG DISALAHKAN?!" teriak sebuah suara. Halilintar berdiri di depan pintu. Wajahnya garang.

"Iya lah! Kan Kak Hali yang disuruh belanja waktu itu!" sahut Blaze tak mau kalah.

"Eh? Ada ribut-ribut apa sih?" Taufan tiba-tiba masuk diikuti Ice, Duri, dan Solar.

"Kak Hali, Kak Blaze, jangan marah-marah... nanti pahala puasanya berkurang," ujar Duri.

"Hmh... sudah puasa dan sakit perut, malah marah-marah..." ujar malas.

"Ish, jangan ganggu!" seru Blaze. "Kak Hali harus tanggung jawab karena membuat kita–"

"Kalian..." panggil Gempa. "Apa sebaiknya... kalian batal puasa saja?"

"HAH?! BATAL PUASA?!" teriak mereka kaget.

"Gara-gara aku sakit... kalian telat bangun... dan menderita sakit perut... Orang kan boleh tidak berpuasa... kalau sedang sakit..." jelas Gempa pelan.

"Uh... tapi kalau cuma gara-gara sakit perut... rasanya malu juga..." ujar Solar sambil menggaruk kepalanya.

"Ya... kalian sendiri masih sanggup puasa atau tidak? Kalau kuat, tidak apa-apa. Kalau tidak ya dibatalkan..." ujar Gempa.

Keenam saudaranya yang berpuasa itu terdiam. Godaan untuk batal itu pasti sangat menggoda. Belum lagi itu bisa menjadi kesempatan untuk meredakan panas yang ada di perut mereka.

Tapi….

"Tidak usah, Kak Gempa," ujar Blaze tiba-tiba. "Aku kan sudah rela memakan mie pedas itu demi berpuasa. Kalau batal sekarang, pengorbananku sia-sia dong."

"Aku setuju dengan Kak Blaze," ujar Solar. "Kalau batal cuma gara-gara ini, rasanya memalukan."

"Duri juga akan tetap berpuasa deh... Duri mau dapat pahala puasa..." ujar Duri.

"Setuju! Toh kita sudah terbiasa bertahan dalam penderitaan kok!" seru Taufan.

"Masokis kau, Taufan..." celetuk Halilintar.

"Kak Hali juga maso kok. Beli mie cup rasa pedas semua," balas Taufan nyengir.

"Kau–!" Halilintar menarik napas, ingat perkataan Duri untuk menahan marah. "Ehm, oke... aku minta maaf karena secara tidak langsung aku juga yang membuat semua ini. Jadi besok kita harus cari cara supaya tidak kesiangan lagi."

"Hmm... pasang alarm?" usul Duri.

"Gak ada gunanya, Duri," ujar Ice. "Aku pernah coba tapi gagal."

"Itu sih karena kamunya yang kebo, Ice," sindir Blaze.

"Begini saja," usul Solar. "Kita semua pasang alarm dengan suara maksimal. Jadi suara alarm akan terdengar di seluruh rumah. Pasti akan ada yang terbangun kan?"

"Bisa dicoba..." kata Taufan mengangguk-angguk.

Gempa tersenyum kecil. Tak menyangka di balik tragedi mie pedas itu, para saudaranya bisa belajar sahur tanpa bantuannya.

"Uh... perutku sakit... AKU MAU KE TOILET!" seru Taufan sambil berlari keluar.

Masih ada masalah yang haris diselesaikan.

.

.

.

"Assalamualaikum! Go-Grab!"

Seorang pengemudi ojek online mengetuk pintu. Solar yang kebetukan ada di ruang tamu menyambutnya. Setelah dia pergi, Solar kembali masuk dengan menenteng dua tas plastik.

"Apa itu, Solar?" tanya Duri.

"Entahlah..." Solar lalu menaruhnya di meja lalu membukanya.

Isinya ternyata 4 kotak besar minuman. Dua di antaranya berisi susu, dan dua lainnya berisi air kelapa.

"Uwah... dari siapa ini?" tanya Duri antusias.

Ponsel Solar tiba-tiba berbunyi. Ada pesan masuk.

Gempa sudah cerita apa yang terjadi, jadi Ayah pesankan ini untuk kalian. Minuman ini untuk kalian buka puasa ya. Susu dan air kelapa ini akan meredakan sakit perut kalian.

Ayah


TAMAT


Ah, selesai walau ngaret… maafkan saya wahai penyelenggara event *sujud*

Hayo, kalian bangun sahur dibangunin ibu, saudara, pacar, atau malah gak tidur? XD /heh

Terima kasih sudah membaca fic ini!

REVIEW! REVIEW! REVIEW!