Disclaimer: Fullmetal Alchemist (c) Hiromu Arakawa.
Jumlah Kata: 584-ish.
Sinopsis: Momen itu bernama Pewarisan Buku Catatan.
Catatan: ...kangen sama crack. Sobs.
Tradisi.
Sering kita dengar, tentang betapa sebuah momen pewarisan buku catatan seorang alkemis pada penerusnya, merupakan momen yang sangat amat sakral dan penting dan menggetarkan hati dan syahdu sampai-sampai kalian bisa mendengar bunyi denting jika menjatuhkan sebatang jarum ke lantai tempat momen itu terjadi.
Untuk kasus Roy Mustang, hal itu tidak jauh berbeda. Aura sakral dan penting dan menggetarkan hati dan syahdu juga menyelimuti ruangan tempat ia duduk berhadapan dengan puteranya yang baru saja menginjak usia remaja, Maes. Hanya saja jika ada jarum jatuh, niscaya tidak ada denting yang bermaka karena selain lantai ruang itu berlapis karpet antik dari Xerxes, poin dari cerita ini juga bukan tentang jarum.
Melainkan tentang Momen Itu...
---
Kita sudah tahu pula bahwa buku catatan itu berisi tentang catatan—kalau tentang resep masakan, judulnya adalah buku resep masakan, sedangkan kalau tentang pengeluaran harian rumah tangga, judulnya adalah buku pengeriting-rambut-nyonya-rumah-yang-niscaya-membawa-kenestapaan-bagi-anggota-rumah-tangga-lainnya-jika-terjadi-ketidakseimbangan-antara-tabel-debet-dan-kredit—krusial sang alkemis: entah itu komposisi dari sebuah metode transmutasi paling apik, riset yang merinci simbol-simbol rumit, tulisan-tulisan kuno yang menyamarkan ilmu alkemi spesial masternya, dan lain-lain.
Pada intinya, buku catatan adalah buku agung. Buku, yang mana, dalam pewarisannya membutuhkan waktu inisiasi yang tidak pendek. Selalu seperti itu, dari generasi ke generasi. Itu adalah sebuah tradisi yang harus dijaga.
Roy sangat menekankan hal itu.
Maes sangat menginginkan semuanya cepat berlalu.
---
"—ketika Master Hawkeye, kakekmu, memberikan rahasia transmutasi yang satu itu padaku, dia... Berhenti mengelupasi bantalan kursi, Maes—kamu masih mau dengar atau tidak?"
"Ya..."
---
Roy tenggelam dalam nostalgia masa muda.
Maes tenggelam dalam kebosanan yang nista.
---
"—aku masih ingat dengan sangat jelas, bahwa buku catatan yang diwariskannya padaku benar-benar kunci dari... Apa itu? Kenapa hidungmu?"
"...Hmph? Ngh, tidak apa-apa..."
"Kamu menguap lewat hidung?"
"...Tidak!" Maes terbatuk. "Lanjut, lanjut, oh Fuhrer."
---
Roy benar-benar menikmati.
Maes benar-benar menganggap ini penyiksaan diri.
---
"—aku berpikir kalau buku itu merupakan amanat terbesar yang pernah kuterima, selain Amestris ini, tentu saja..."
Oh. Ampun.
"Ayah."
"Ya?"
"Mari kita lompati semua preambule dan masuk ke inti, ehm, epilognya kalau bisa."
"Oh." Senyap. Roy mengerjapkan mata. "Oke. Ini."
---
Roy menyodorkan buku catatan tebal bersampul kulit lusuh yang sepanjang sesi ditimangnya di tangan seakan benda itu adalah Cawan Suci.
Kini buku itu telah berada di depan dada Maes Mustang. Terpampang dan terjamah, sampai-sampai Maes nyaris dapat melihat cengiran pongah di sampulnya. Mungkin ia berhalusinasi.
---
"...Sudah? Begitu saja?"
"Aku sudah serak, Maes. Tapi kalau kamu mau, aku akan—"
"Tidak, tidak. Terima kasih banyak."
---
Momen Itu, sekali lagi, adalah epitom dari sakral dan penting dan menggetarkan hati dan syahdu. Dan memakan waktu inisiasi yang panjang hingga bahkan mampu dibandingkan dengan tembok legendaris negeri Ming.
Hanya saja, satu hal yang tidak diketahui para alkemis muda itu adalah bahwa sang master, tepat setelah menutup Momen Itu, akan segera menaiki tangga dan berjalan cepat—sangat cepat sehingga nampak nyaris meluncur seperti pesut laut mengejar fitoplankton—ke kamar tidur untuk menemui pasangannya, memberikan seringai (yang niscaya dibalas dengan seringai yang sama), dan membisikkan kata, "Berapa?"
Dan Pasangan akan memperlihatkan sebuah sebuah arloji antik dengan fasilitas stopwatch di tangannya, dan akan menjawab... Tergantung apa yang tertera di arloji tersebut, sebenarnya.
Apapun itu, yang jelas pasangan Flame Alchemist tengah menyunggingkan senyum penuh kemenangan, dan menggoyangkan alisnya penuh kedigdayaan seorang jawara dunia. "Tiga jam, dua puluh empat menit, sembilan belas detik. Lebih cepat satu menit tiga belas detik dari waktumu dulu. Aku menang. Ha-ha."
Roy menggerung dan mulai meraba-raba dompet dari kantung celananya.
---
...Momen Itu, selain sakral dan penting dan menggetarkan hati dan syahdu dan memakan waktu inisiasi yang panjang, juga merupakan ajang kompetisi yang sehat antara sang master dan pasangannya.
Tanya saja Nyonya Riza Mustang.
-00-
