Author's Notes: Huah chapter terakhir!!! Sori rada telat. Bingung mo nulis apa...tapi karena ini chapter terakhir Individual Reviewnya di sini aja yah...

Uchiha KanataAnachan: Huaha...sayang Itachi jarang cemburuan ntu...lagian saya nggak bisa mikir dia mo cemburu sama siapa...

Chika-chan: Ya, Subaru dan Hokuto mang rada sadis...keluarga Onmyouji gitu lho...

Panda-chan: Subaru dan Hokuto itu tamu dari X/1999, namanya beneran Sumeragi. Trus saya suka, jadi yah saya jadiin kakak-kakaknya Shana. Itachi...um, liat aja dibawah!

Rie Mizuki: Thanks!

Disclaimer: Masashi Kishimoto own Naruto characters, and I own this story and the OC, thank you.


Chapter 6

Shana terbangun agak siang hari ini. Ketika ia mendapati jam wekernya tidak berbunyi meski sudah melewati angka 7, ia segera mandi, ganti baju dan menyiapkan diri. Hari ini adalah festival sekolah. Dia tidak boleh telat karena dia adalah salah satu panitia kelas. Dan, kalau membicarakan soal panitia kelas, ia jadi teringat Itachi.

"Yo, Shana. Pagi," sapa Hokuto, yang sedang bersantai mengolesi roti bakarnya dengan selai kacang.

"Oneesan, kenapa wekerku tidak menyala ya?" Shana heran.

"Oh itu? Kemarin malam Subaru sengaja matiin alaremnya supaya kamu bangun siangan dikit dan nggak mencegah dia."

Shana mengangkat sebelah alisnya. "Mencegah apa?"

"Mencegah dia menghajar si Uchiha itu lah."

"HAH?!"


Mobil hitam berhenti di depan pintu gerbang SMU Konoha. Dari dalamnya, keluar tiga orang Uchiha—Itachi, Sasuke dan Ana-chan. Pemandangan ini sudah umum setiap paginya, jadi kebanyakan orang lebih memilih tidak peduli daripada mengamati para anak orang kaya itu.

"Sepertinya orang mengerikan yang dimaksud senpai-senpai kemarin tidak ada tuh," Ana-chan berkomentar.

"Adapun tidak apa," sahut Itachi tenang.

"Ahem..." Sasuke berdeham sedikit, menarik perhatian keduanya sebelum menunjuk ke arah seseorang di dekat pintu masuk menuju bangunan sekolah. "Itu bukan orangnya?"

Itachi dan Ana-chan melihat ke arah yang ditunjuk dan melihat Subaru berdiri di sana. Ekspresinya sekaku patung. Lebih mirip hantu daripada waktu kemarin memakai kostum bersama Hokuto. Ana-chan, yang ketakutan merasakan aura mengerikan itu, langsung bersembunyi di balik Sasuke. Itachi sendiri masih tetap tenang dan berjalan dengan santai, seperti tak menyadari kehadiran Subaru di sana. Saat ia akan memasuki pintu menuju bangunan sekolah, barulah sang abang protektif memanggil.

"Uchiha Itachi."

Itachi menoleh. Ekspresinya masih tetap sama. Subaru berjalan menghampirinya dengan langkah tanpa suara. Keduanya bertatapan. Sasuke dan Ana-chan memandang dari jauh.

"Kau...yang dimaksud oleh Shana," gumamnya tak jelas.

"Ya, aku teman dan partner Shana," sahut Itachi acuh tak acuh.

Subaru mencengkeram kerah baju seragam Itachi, menariknya mendekat dan melotot ke arah pemuda yang lebih muda itu. Spontan Sasuke dan Ana-chan kaget. Orang-orang yang ada di sekitar jalan masuk menuju gedung pun kaget dan menghentikan aktivitas mereka untuk melihat perkelahian itu.

"Kau!" Subaru mendelik marah, "Berani-beraninya kau membuat Shana menangis..."

Itachi diam saja. Jujur, ia tidak takut menghadapi Subaru meski Sasori dan yang lain sudah memperingatinya bahwa kakak-kakak Shana itu sama berbahayanya dengan cewek itu. Itachi sendiri cukup pintar berkelahi. Tapi tak sekalipun terlintas di benaknya untuk melawan balik Subaru. Ia ingin menjelaskan apa yang terjadi dengan kepala dingin, tanpa kekerasan. Kalau ia berontak, ia justru akan terluka dan malah akan terjadi keributan di sekolah itu. Itachi tidak mau membuat keonaran, apalagi saat ini, saat festival yang sudah ditunggu-tunggu oleh Shana.

"Aku sudah dengar banyak tentangmu dari Shana..." Subaru melanjutkan. "Kau tahu? Meskipun dia tak mengatakannya secara jelas dan bersikeras bahwa kau hanyalah teman yang penting, aku tahu bahwa...bahwa dia menyukaimu. Sangat menyukaimu."

"Kau tak perlu mengatakannya," sahut Itachi tenang. "Aku sudah tahu itu."

Sasori dan yang lain menyeruak kerumunan dan melihat perkelahian antara Subaru dan Itachi, di mana sang senior mendominasi dalam hal kekuatan. Para cewek—Panda-chan, Noriko-chan, Zooi, Wammy dan Chika-chan—histeris di tempat melihat Itachi yang terdesak, sementara Hidan dan Deidara mencoba menolongnya tapi dicegah Sasori.

"Jangan!" katanya tenang, "Kita lihat dulu, apa yang akan Uchiha-kun lakukan selanjutnya."

Perkelahian masih terjadi, dan sepertinya Subaru makin marah padahal Itachi tidak melawan sama sekali.

"Jadi kenapa?!" Subaru mendorong Itachi ke tanah, mencekik leher pemuda itu dengan sebelah tangan. "Kenapa kau menyakitinya?! Apa semua rumor bahwa kau adalah orang yang kejam dan tak berperasaan itu benar?! Kalau begitu, lebih baik kau tak usah berteman dengan Shana!"

"Itu...tidak...benar..." Itachi menjawab. Ia berusaha melepaskan tangan Subaru dari lehernya, tapi percuma.

"Lalu kenapa?! Kenapa kau membuatnya menangis kemarin!?"

"Itu...karena...aku...su--"

"ONIISAN!"

Subaru menoleh dan melihat Shana berlari menerobos kerumunan yang menonton perkelahiannya dengan Itachi. Terlihat pula Hokuto di belakangya, kecapean karena berusaha menyusul Shana yang larinya cepat. Saat Shana tiba di sana, ia menarik Subaru agar berdiri dan melepaskan Itachi. Itachi, yang terbebas, langsung bangkit ke posisi duduk dan terengah-engah sambil memijat lehernya yang sakit.

"Oniisan bodoh! Kenapa Oniisan mau menghajar Itachi-kun?!" tanya Shana kesal.

"Dia membuatmu menangis. Itu tak bisa dimaafkan," elak Subaru.

"Ukh! Dasar sister complex," ejek Shana sambil cemberut.

Hokuto tertawa dan menepuk pundak Subaru yang mematung dipanggil 'sister complex'. "Ya...sister complex-mu menguasaimu hari ini, Subaru..." ledeknya.

Shana berbalik dan membantu Itachi berdiri. "Itachi-kun...maafkan Oniisan-ku yang bodoh dan overprotektif ini," katanya dengan nada menyesal, "Kemarin aku datang dan menangis tiba-tiba di kelas mereka. Mereka pikir kamu penyebabnya..."

"Tapi itu benar kan? Kamu terus saja bilang 'Itachi-kun...Itachi-kun'! Berati dia biang keroknya," Subaru merutuk. Langsung disikut Hokuto supaya diam.

"Memang sih...tapi...aku Cuma cemburu saja kok. Setelah dipikir-pikir, aku bertingkah konyol sekali kemarin," Shana tersenyum kecut. "Kita hanya berteman. Aku tidak pantas merasa seperti itu. Maafkan aku, Itachi-kun...karena aku, Oniisan jadi marah-marah padamu."

"Bukan masalah," sahut Itachi dengan senyum simpul.

Hokuto menghela nafas. Kemudian, ia menoleh ke kanan dan ke kiri, memandang kerumunan orang-orang yang mengelilingi lokasi mereka berada. "Heh, kenapa kalian lihat-lihat sih? Hush, sana! Sana!" Hokuto mengusir mereka.

"Sudahlah. Yuk, Oniisan, Oneesan..."

Shana membawa pergi kedua kakaknya. Itachi terdiam di sana. Sasuke, yang merasa kesal, menarik lengan abangnya itu supaya tinggi mereka sejajar. "Heh, kok diem aja sih?! Panggil dong! Nanti dia keburu jauh!" gerutunya.

"Ta-tapi..."

Ana-chan, yang ikut merasa kesal, ikut-ikutan menarik lengan Itachi yang satunya lagi. "Benar tuh! Katanya kamu mau meluruskan masalah ini? Kalau dibiarkan lebih lama lagi, dia malah tambah sedih dan kesempatanmu bisa hilang! Ayo cepat!!"

"Iya, Uchiha-kun! Katanya kamu mau menyatakan cintamu pada Shana hari ini?" Zooi ikut membantu.

"Ayolah, jangan diam saja!" Hidan ikut menyemangati.

Itachi masih terdiam mendengar ucapan teman-temannya. Ia memandangi punggung Shana yang berjalan makin jauh, masuk ke dalam gedung sekolah. Ia ragu. Haruskah ia menyatakannya sekarang? Di depan orang banyak? Dan terlebih lagi, kedua kakaknya yang protektif itu masih ada di kiri kanannya. Semuanya menunggu keputusannya dengan tidak sabar. Karena sudah benar-benar tak sabar, Deidara dan Chika menginjak kaki Itachi, membuat pemuda itu spontan berteriak,

"SHANA!"

Shana, kaget mendengar suara lantang itu, spontan menghentikan langkahnya dan menoleh. Tampak Itachi, sang pemilik suara, kesakitan melihat kakinya. Sasuke menyikut abangnya dan pemuda yang lebih tua itu sadar bahwa Shana sudah berhenti dan tengah memandanginya keheranan. Memberanikan diri, Itachi melangkah menghampiri gadis itu. Subaru, yang masih kesal, sudah siap menceramahinya, tapi Hokuto dengan sigap menghalanginya dan menyeretnya menjauh.

"Kenapa?" tanya Shana heran.

"Ehm itu..." Itachi menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Ayolah Itachi...kemana keberanianmu??

"Ada apa?" Shana memandangnya tajam.

Ayo katakan!!, Itachi memerintahkan dirinya sendiri. Ia kahirnya membuka mulut dan berkata, "Shana, sebenarnya aku..." Namun suaranya melemah begitu melihat tatapan lurus itu, dan kalimat berikutnya tidak terdengar oleh Shana. "...suka kamu."

"Hah?" Shana mengernyit. "Maaf, tidak kedengaran. Bisa diulang?"

"Aku...suka...kamu..." Itachi mengulanginya. Tapi tetap saja suaranya lebih mirip kumur-kumur daripada pernyataan sepenuh hati.

"Itachi-kun...tolong diulang lagi. Aku benar-benar tidak dengar."

"Aduh...Uchiha-kun itu sebenarnya jenius apa bodoh sih?" Wammy menggelengkan kepalanya.

"Keduanya," sahut Panda-chan, sama depresinya dengan teman-temannya.

"Itachi-kun, kalau mau bilang selamat pagi biasa saja dong...tidak usah seperti itu. Dan kau bisa mengatakannya di kelas kan?" Shana melipat tangannya.

"Bu-bukan itu! Aku sebenarnya su-su-su..." Itachi tergagap.

"Su-su-su? Susu, maksudnya? Ada susu dingin di kelas, tapi itu buat jualan..."

Kehilangan kesabaran, Sasuke menyelinap ke belakang Itachi dan menendang kaki sang abang tanpa peringatan sebelumnya.

"SUKA!"

Shana membelalakan matanya. Wajah Itachi memerah, semerah rambut Sasori. Suasana hening. Rupanya para siswa lain jadi tertarik melihat adegan pernyataan ini sehingga mereka memutuskan untuk menyaksikan dalam dia, menambahkan suasana tegang di antara keduanya.

"Uh...aku juga suka Itachi-kun. Apalagi kalau tersenyum," Shana membalas dengan ragu, tak yakin dengan jawabannya sendiri.

Itachi menggeleng. "Bukan, bukan itu...maksudku," pemuda berambut hitam itu malah tambah salah tingkah begitu menyadari semua orang terdiam menyaksikan mereka. "...maksudku...aku...suka padamu, Shana. Aku cinta kamu."

Spontan wajah gadis itu memerah. "Uhm...ini lelucon ya?"

"Bukan! Itachi-kun beneran suka sama kamu!! Umph!" Ana-chan yang berteriak kesal karena Shana mempertahankan kepolosannya langsung dibekap oleh Sasuke.

"Uh...tapi..."

"Kamu mau jadi pacarku atau tidak?" tanya Itachi spontan.

Shana malah tambah gugup. Ia mengaruk belakang lehernya. Subaru berdoa supaya adiknya itu menolak Itachi, sementara Hokuto malah berdoa yang sebaliknya. Hening lama, sampai akhirnya Shana menepuk tangannya.

"Ah, aku tahu! Ini pasti acara yang suka ngerjain orang itu yah? Hayo, pasti aku lagi di-shooting kan? Mana kameranya? Sudah ketahuan!"

Semuanya sweatdrop. "SHANAAAA!! Serius doong!" teriak teman-temannya, kesal dengan kepolosan anak itu yang sepertinya tidak akan pernah habis.

"Habisnya, ini nggak mungkin! Mana mungkin Itachi-kun suka padaku, ini 'kan bukan sinetron di mana sang tokoh utama cowok dan tokoh utama cewek saling suka tapi mereka tidak berani mengutarakan perasaan mereka!"

"Tapi, aku benar-benar suka," Itachi meraih tangan Shana. "Aku suka...sejak kamu bilang bahwa senyumku bagus. Atau mungkin setelahnya. Entahlah, aku sendiri kurang yakin..."

Shana menatap pemuda itu malu-malu. Ia bisa melihat bahwa tak ada sedikitpun kebohongan tersirat di mata hitam itu.

"Ayo, Shana! Terima saja!" Zooi bersorak.

"Terima, terima, terima!" akhirnya semua yang menonton menyoraki adegan yang banyak ditemukan dalam acara reality show 'Katakan Cinta'. Mereka bahkan bertepuk tangan menyemangati adegan itu.

"Uhm...aku..." Shana merasakan pipinya memerah.

"Ya?" Itachi terus menatapnya, walau ia merasa mati gaya dan gugup sekujur tubuh hanya karena menggenggam tangan Shana.

"Aku...mau...jadi pacarmu."

Mendengar hal itu, semuanya bersorak riuh. Beberapa bertepuk tangan, dan yang lainnya meledeki pasangan baru itu dengan siulan atau sorakan. Teman-teman Itachi dan Shana melompat kegirangan karena rencana mereka berhasil. Memberikan kebahagian kepada orang lain itu memang terasa nikmat...

"Aduh, aduh...ada apa ini?!"

Semua spontan menoleh dan menemukan sang kepala sekolah, Tsunade, bersama guru-guru lainnya berjejer di koridor, memandangi kerumunan itu dengan galak. Itachi dan Shana spontan merasa lebih gugup dari sebelumnya, saat adegan pernyataan itu. Para siswa langsung bubar, tidak mau ikut kena marah. Hanya pasangan muda itu bersama teman-temannya yang bertahan, dan itu dikarenakan kaki mereka terlalu gemetaran untuk dipakai lari.

"Kalian yang membuat keributan ini ya? Ayo jawab!" Tsunade melipat tangannya, menatap murka anak didiknya.

"Ma-maafkan kami, sensei..." semuanya menunduk minta maaf, berharap itu cukup untuk menyelamatkan mereka dari situasi ini.

"Aku tidak menyangka murid teladan macam kau, Uchiha, bisa-bisanya membuat keributan, di pagi hari sebelum festival sekolah! Dan kalian juga, bukankah kalian senior kelas tiga? Apa jangan-jangan kalian yang mengajarkan hal ini pada mereka? Dan ini apalagi...ada dua murid tingkat SMP!! Bukannya kalian ada pekerjaan masing-masing, hah?!"

Sasuke dan Ana-chan Cuma bisa ikut-ikutan menunduk minta maaf bersama para senior mereka. Kalau Tsunade-sama sudah marah, tak ada yang berani menyela ucapannya.

"Sudahlah, Kepala Sekolah...sebentar lagi festival di mulai. Kita tidak bisa membiarkan mereka di sini terus. Sebentar lagi tamu-tamu dan pengunjung pasti akan datang," Shizune, sang wakil kepala sekolah, menepuk pundak Tsunade pelan.

Tsunade menghela nafas, menahan amarah. "Hh! Baiklah, kalau begitu aku akan segera menetapkan hukaman kalian sekarang juga! Dan, hukuman kalian hari ini adalah..."


"Membereskan sisa festival setelah festival usai?! Ini penyiksaan namanya!" Deidara menggerutu sambil menyapu pita-pita yang bertebaran di lantai koridor.

"Tauk nih! Sasuke-chan dan Ana-chan dibebaskan karena mereka masih SMP! Huh, ini sih diskriminasi!" Wammy melepaskan balon-balon yang masih menempel di tembok.

"Aduh...padahal acara pengumuman pemenang festival sekolah tahun ini sudah di mulai..." Panda-chan memandang keluar jendela, di mana ia bisa melihat para siswa berkerumun di depan panggung yang di sediakan di lapangan sekolah.

"Yah, masih untung kita bisa mendengarkan hasilnya dari sini kan?" hibur Sasori, memasukkan sampah-sampah ke dalam tempatnya.

"Eh, eh! Sudah mau mengumumkan kelas terbaik tuh!" seru Noriko-chan.

"Pemenang penghargaan kelas terbaik tahun ini adalah..." sang juri, yang tak lain dan tak bukan adalah ketua OSIS Pein, membacakan pemenang kategori. "...Rumah Hantu, kelas 3-1!"

Para siswa kelas 3-1 bersorak heboh. Ketua panitia dari kelas 3-1 naik ke panggung untuk menerima hadiah. Subaru dan Hokuto memandang ke arah panggung dengan sedikit iri.

"Dan, penghargaan Raja Festival tahun ini adalah..." Pein melirik kertas pengumuman di tangannya, "Tobi dari kelas 2-4!"

"Oi, Dei! Anak buah tersayang lo dipanggil tuh!" seru Hidan.

"Mana, mana?" Deidara melihat ke arah panggung. "Eh, beneran dia!"

"Hahaha! Pasang aksi dia di sana!" tambah Chika. Tobi sedang berpose sok keren di atas panggung, supaya para fansnya yang telah memilihnya bisa memotretnya.

"Eh, Ratu Festivalnya siapa?" tanya Zooi.

"Dan, Ratu Festival jatuh kepada...Konan, dari kelas 3-2!!!"

Konan naik ke atas panggung, dadah-dadah ala Miss Universe. Mereka bisa melihat Pein menatapnya tidak rela meski berada di satu panggung. Setelah mereka berdua diberikan hadiah uang dan voucher makan, keduanya turun dan Pein menguasai panggung lagi.

"Dan akhirnya, pemenang Pasangan Terbaik tahun ini adalah..." Pein menghela nafas, "Uchiha Itachi dan Sumeragi Shana!"

"Omaigod! Mereka menang!" Hokuto bertepuk tangan riang.

"Eh, mana mereka?" Sasori melihat ke kanan kiri, tapi tak tampak sedikitpun batang hidung mereka.

"Hah...jangan-jangan mereka kabur dari tugas?!" tebak Panda-chan.

"Ergh, Uchiha sialan! Dia bawa ke mana adikku?" Subaru mulai marah-marah.


"Eh, kamu dengar yang tadi tidak?"

"Apa?"

"Kita menang Pasangan Terbaik tahun ini!"

"Lalu?"

"Bukankah seharusnya kita ke sana?"

"Untuk apa?"

"Menerima hadiah...kalau tidak salah 20 ribu yen dan voucher makan di kafe..."

"Shana...aku bisa memberikanmu 20 ribu yen dengan mudah, bahkan lebih, jika kau menginginkannya."

Shana tertawa. "Omongan orang yang punya kekuasaan ya seperti itu..."

Mereka berdua sedang berada di atap sekolah, menonton jalannya acara pengumuman. Mereka bisa melihat dengan jelas Pein dan panitia utama lainnya bingung mencari mereka berdua, yang seharusnya menerima hadiah saat ini. Tapi, Itachi dan Shana tidak mau turun. Mereka tidak mau nama mereka dielu-elukan seperti itu.

"Hmm...bukankah seharusnya kita membantu Oniisan dan yang lain bersih-bersih?" tanya Shana.

"Aku yakin mereka bisa melakukannya sendiri," Itachi tersenyum.

"Hehe. Dasar licik."

"Kau juga."

Keduanya tertawa. Itachi tersenyum dan mencium dahi Shana. Shana merasa wajahnya memerah, tapi ia membalas mencium pipi Itachi. Keduanya tersenyum satu sama lain sebelum bibir mereka berciuman. Mereka tenang-tenang saja berada di sana. Karena memang atap adalah tempat teraman, di mana tak seorangpun akan memergokimu di sana sedang bermesraan. Dan malam itu, yang mampu menyaksikan mereka berbagi cinta hanyalah bintang dan kembang api yang diluncurkan ke udara, menghiasi malam, menandakan berakhirnya festival, sekaligus mengucapkan selamat pada pasangan baru itu.

FIN.


Mkasih buat semuanya yang udah review dari awal sampai habis! Juga kepada teman saya yang suka koment tentang cerita ini waktu masih berbentuk raw...Love you guys. Oh ya, review doong...XD