Disclaimer: Persona, shadows, Tartarus, dan Dark Hour milik ATLUS. Yang menjadi milikku adalah diriku sendiri, keluargaku dan teman-temanku.

Cerita ini merupakan cerita P3 versi Indonesia. Jadi, character dan tempatnya Indonesia semua. Semoga kalian tertarik untuk membaca kisah ini.
This is my first fanfiction, enjoy it!


Chapter 1 An Ordinary Boy

"Welcome to the Velvet Room my boy. Your journey will begin in no time. But for now...."


Selasa, 14 April 2009
Pagi hari 07.30
Rumah Anggir

"Banguuun!! Hes, Cepat bangun!"
"Hah, iya sebentar lagi, hooaammm....."
"Udah jam setengah delapan nih, nanti telat."
"All right.... ku udah bangun kok. Gak usah teriak di telinga aku dong!!"

"Sana buat cereal sama makan roti dulu. Aku mau tidur lagi ah..." kata Andjar, adikku. "What the heck! Terus ngapain kamu bangunin Hes!" kataku sambil marah. "Kan aku cuma disuruh Mama bangunin kamu, aku sih masuk siang, daag" Adikku langsung menarik selimutnya.

Setelah sarapan dan mandi, aku pun siap untuk berangkat kuliah. "Ku berangkat dulu yaa, daag!" salamku kepada Ibu dan Adikku. Aku langsung memacu motorku menuju kampus. Saat aku hampir keluar kompleks rumahku, tiba-tiba ada sms dari temanku. "Anggir, bareng yaa. Aku tunggu di depan gang." isi sms tersebut. "sms dari Helda ya, oke no problem." aku kembali memacu motorku.


Namaku Anggir Andhika, mahasiswa IPB semester 2. Karena ku tinggal di Tangerang, hampir tiap hari aku bolak-balik Tangerang-Bogor, lumayan satu jam perjalanan. Sebenarnya sih teman-temanku bilang: "Gila kamu, tiap hari bolak-balik. Kenapa nggak kost aja?" tapi selalu aku jawab "Biasa aja kok, lagipula nggak terlalu jauh dari rumah." dengan santai.

Justru yang menjadi masalah bagiku adalah 'kebosanan'. Aku bosan menjalani rutinitas seperti ini. Kenapa sih nggak ada sesuatu kejadian yang 'wah', sesuatu yang menakjubkan. Ada kekuatan spesial kek, manusia dari masa depan kek, atau alien juga boleh (Ketularan anime Suzumiya Haruhi, harus stop nonton dulu nih).

Tapi kenyataan memang menyakitkan. Kalau saja aku memiliki kemampuan teleportasi, pasti lebih enak, nggak usah capek-capek nyetir sejam. Kenyataan memang penuh pengorbanan ya?! Oh, sudah sampai di depan gang rumah Helda!


"Hei Anggir, lama banget sih. Udah jam sembilan nih, bisa telat nih, 'kan masuk jam sepuluh! Udah gitu dosennya disiplin lagi." kata Helda, 'menyambut'ku sambil merapikan poni rambutnya. "Relax, paling cuma butuh waktu setengah jam untuk sampai kampus." kataku sambil menenangkan dia. "Tapi jangan ngebut ya, aku takut." kata Helda memperingatkanku. "Yes ma'am. OK, here we go!!" teriakku semangat.

Helda, temanku ini memang paling suka nyuruh-nyuruh plus komentar. Yah namanya juga cewek, lagipula dia satu-satunya sahabatku yang cewek. Jangan heran deh, ku memang nggak bisa dekat dengan makhluk bernama cewek.

Entah kenapa dia lain, enak diajak ngobrol, digangguin juga enak. Mungkin karena kita seperjalanan. Helda juga nggak kost, nggak boleh sama orang tuanya, lagipula rumahnya lebih dekat dariku jika ke arah Bogor.

Finally, we arrived at IPB, kampus terbesar di Bogor. Selagi aku parkir motorku, Helda turun dan langsung mengobrol dengan temannya. Aku pun juga bertemu dengan sahabat-sahabatku yang sedang berjalan menuju motor mereka.

"Hey Hadi, Goman, Harry, Adipta, where're you guys going?" sambutku. "Eh dosen S2 (aku nggak tau kenapa orang-orang memanggilku begitu), nggak usah pake Bahasa Inggris dong. Gaya amat, mentang-mentang gue nggak ngerti, kamu malah ngomong gitu." Oceh Harry, satu-satunya temanku yang berjenggot dan berkumis tebal.

"Hei Gir, kita mau makan dulu nih. Nanti kalau kamu sudah selesai kuliah, datang ke kost aku ya! Biasa, main Poker." kata Hadi, temanku yang pertama aku kenal, juga paling atletis (jangan mikir atletis kayak Ade Rai, seukuran pemain sepak bola deh). "Okay, see ya!" jawabku sambil berjalan ke kelas.


Siang hari 14.00
Kost Hadi

"Nah, itu Anggir sama Aziz sudah datang. Setan, Siapin kartunya!" perintah Goman, temanku yang badannya paling besar plus paling kaya. "Santai Man, gak usah manggil gue setan segala. Gue mau abisin rokok dulu nih!" komentar Harry sambil menghisap rokoknya. "Sudah, biar aku saja yang membagikan kartunya." kata Adipta, temanku yang paling pintar. "Belum mulai 'kan?" tanya Aziz, temanku yang paling berkarisma (jangan ge-er ya Ziz).

"Siapa yang main duluan?" tanyaku sambil melepas sepatu. "Kita tentukan saja dengan mengambil kartu paling atas, empat orang yang memegang kartu tertinggi main duluan. Sisanya tunggu yang kalah." usul Adipta. Kami langsung mengambil kartu, dan ternyata Harry dan aku mendapat kartu yang rendah.

"Kalau begitu gue mau merokok lagi ya!" kata Harry sambil mengambil korek api. "Heh, jangan merokok di sini, polusi! Di luar sana!" kata Hadi. "Setan, masa merokok aja pake diusir!" Harry langsung keluar. "Bagus, setannya sudah pergi. Ku bisa tidur dengan tenang sambil menunggu giliran." Aku pun langsung tiduran di lantai.


Sore Hari 17.30
Rumah Anggir

"Ku pulang!! Andjar, buka pintunya dong, masa kakaknya pulang nggak disambut sih?!" kataku sambil mengetuk pintu. "Tutup dulu sangkarnya Beo!" kata Adikku dari jendela. "Udah kok, cepat buka!" kataku tidak sabar. Setelah pintu dibuka, aku langsung mengejar Adikku "Sini kamu, mau ku cekik ya lehernya!". "Maa, Hes mau bunuh Ade nih!" rengeknya sambil ke dapur. "Sudah, jangan ribut terus. Hes mandi dulu sana, 'kan kamu keringetan." kata Ibuku sambil menenangkanku.

Adikku Andjar, memang paling suka mengangguku setiap aku pulang, hal itu selalu dia lakukan sejak SD. Dan dia juga selalu menyuruhku melakukan segalanya. Perasaan aku deh yang jadi kakak, kok malah dia yang berkuasa sih.

Tapi kita paling akur kalau sedang main game, kalau main berdua, kita selalu mengatur strategi bersama. Kalau main sendirian, kita selalu mengamati dan menyemangati satu sama lain. Umurnya beda tiga tahun denganku, artinya dia masih kelas 1 SMA. Mungkin karena umur kita tidak terlalu jauh, jadi kita bisa main bersama dengan damai (tapi nggak selalu damai juga sih).


Malam hari 22.00

Akhirnya selesai juga aku mempelajari materi kuliah hari ini. Gara-gara ngobrol dengan Aziz, aku jadi tidak memperhatikan materi deh, untung tidak ketahuan dosen. Aku juga harus 'membantu' (baca: mengerjakan) PR Adikku, sementara dia enak-enakan tidur, "Capek deh...." kataku dalam hati sambil menepuk kepalaku. "*Hooaamm* well, it's time to sleep, good night!" kataku langsung tertidur.


Kamis, 16 April 2009
Sore hari (pulang kuliah) 17.00
Kost Hadi

Akhirnya kuliah hari ini selesai juga. Kuliah hari ini cukup melelahkan, ditambah kuliah Rabu kemarin yang full dari jam 07.00 sampai jam 17.00. Pelajarannya juga menyebalkan. Tapi khusus hari Kamis aku tidak pulang ke rumah, melainkan menginap di kost Hadi. Sebab, besok aku masuk jam 07.00 pagi, begitu juga dengan Hadi. Kata Ibuku agar aku tidak terlalu kelelahan. Oh iya, kelasku dengan Hadi memang berbeda, tetapi khusus hari Rabu dan Jumat kita sama-sama masuk pagi.

Malam ini sepertinya akan menjadi malam yang ramai, sebab Goman, Aziz, Harry dan Adipta juga ikut. Kami mau mengerjakan tugas kelompok (sebenarnya aku dan Aziz sih nggak sekelompok, sekelas saja nggak, kita hanya membantu). Kamar cuma tiga nih! Untung kedua teman kost Hadi sedang tidak ada, sehingga kamarnya bisa dipakai.

"Pokoknya ku mau tidur sendiri! Daripada ku tidur sama setan yang satu ini, mendingan tidur sama makhluk gaib yang lain deh!" ocehku ke Hadi. "Setan! Siapa juga yang mau tidur sama lu?! Memangnya gue homo? Kalau iya gue juga nggak mau sama lu!" kata Harry membela diri.

"Ya sudah, begini saja. Anggir di kamar satu, Hadi-Harry di kamar dua, aku di kamar tiga. 'kan Aziz sama Goman rumahnya dekat, jadi kalian nggak menginap 'kan?" saran Adipta. "Nah, itu baru good idea! Weton memang paling hebat!" kataku menyetujui usulannya.

"Sudah jangan banyak bicara! Cepat kembali ke pekerjaan kalian. Giliran siapa yang jalan? Oh, aku ya. Nih, Full House Jack!" kata Hadi sambil kembali main poker. *bletak* "Damai banget kamu main poker, sementara aku dan Weton yang kerjain tugasnya! Kalian juga bantuin dong!" aku langsung memukul kepala Hadi.

"Kan kita kerjain tugasnya gantian, yang kalah main poker kerjain tugas sampai giliran dia bermain lagi, adil 'kan. Sudah, Aziz cepat keluarkan kartumu. Waktuku tidak banyak, tapi uangku banyak nih!" jelas Goman. "Sometimes his word really pissed me off." Batinku sambil kembali mengerjakan tugas.


Malam hari 22.30

"*fyiuuh* akhirnya selesai juga." Kataku lega, tapi.... "Hey, why I'm the only one who finish this assignment?!". "Karena dari 30 permainan tadi, kamu kalah 24 kali." Jawab Goman enteng. "Sudah malam nih, tidur yuk!" ajak Hadi sambil menuju kamarnya. "Ya, kita harus menyimpan tenaga kita." kata Adipta sambil membereskan buku.

"Eh, kenapa harus simpan tenaga? Kan besok cuma kuliah." kataku bingung. "Yah, soalnya...." Harry menghentikan perkataannya. "Soalnya besok setiap kelompok maju mempresentasikan tugasnya. Kelas kita juga 'kan Gir?" sambung Aziz. "Oh ya, you right. Good night everyone!" kataku sambil masuk ke kamar. "Kalau begitu aku dan Aziz pulang dulu ya! Daag." salam Goman sambil keluar kost.


Tengah malam

Aku terbangun karena merasa haus. Akupun keluar dari kamarku. "Kok gelap ya, jangan-jangan mati lampu." pikirku sambil menyalakan saklar tapi lampu tidak menyala.

Untung malam ini cerah, sinar bulan menyinari ruang tengah melalui jendela sehingga aku bisa melihat isi ruangan. Saat aku meminum air dari dispenser, airnya terasa aneh. Akupun melihat air di dalam gelasku. Damn it! Warnanya merah, jangan-jangan cat. Ini pasti kerjaan anak-anak, mereka 'kan tahu aku orangnya sering kehausan, bahkan saat tidur. Aku langsung menuju kamar Hadi. Anehnya, Hadi maupun Harry tidak ada di kamar. Begitu juga di kamar yang ditempati Adipta.

"Jangan-jangan mereka kabur karena tahu aku akan menyiksa mereka." pikirku. Akupun mencoba keluar dari kost, dan pintunya tidak dikunci. Kecurigaanku bertambah saat aku melihat seseorang di jalan. "Jangan-jangan mereka punya rencana 'tengah malam' nih." Aku langsung mengambil kacamata, jam tangan, handphone, juga dompetku (kebiasaan kalau keluar rumah).

Saat kulihat jam tangan, waktu menunjukkan pukul 01.05. Setelah keluar aku langsung berlari menyusul mereka. Karena ingin tahu ke mana mereka pergi, aku mengikuti mereka sambil menjaga jarak agar tidak ketahuan.

"Lho, ini 'kan jalan menuju kampus. Ngapain mereka ke sana, memangnya mereka ikut kuliah malam. Tapi memangnya ada kuliah tengah malam begini?" pikirku sambil terus mengikuti mereka. Akhirnya mereka berhenti di depan kampus, tapi rasanya ada yang aneh. Tidak lama kemudian, dua orang menghampiri mereka. Karena semakin penasaran, akupun langsung menghampiri mereka. Tiba-tiba....

"No way! I can't believe this....!!" kataku kaget melihat sesuatu yang ada dihadapanku.


Maaf kalau chapter 1 ini masih belum berhubungan dengan Persona, soalnya ku fokus pada pengenalan character dulu. Bagi yang berkenan, mohon review ya!!