Joe seketika terkejut mendapati suara dari arah luar.

Sosok itu secara terburu-buru menerjang apapun yang ada di hadapannya.

"Ka..kaiba..benarkah itu kau?" Jou menutup mulutnya dengan kedua tangannya, tak mampu berkata apa-apa lagi

Yugioh © Kazuki Takahashi-sensei.

Sunshine © Sora Tsubameki

-Chapter 11 – Final Stage-

Langkahnya terdengar sangat terburu-buru. Nafasnya kian memburu mengiringi degup jantungnya yang tak menentu. Dia sudah tak ingat apapun. Yang ia tahu sekarang orang yang dicintainya sedang dalam bahaya. Persetan dengan apapun.

"Jou!" teriakannya lantang, seolah tak takut akan apapun yang menghalang. Bulir keringatnya kian menyeruak. Malam itu tak panas, hanya saja rasa panik dan takut kehilangan membuat sang jantung memompa detaknya lebih cepat, membuat ginjalnya bersekresi dengan kian hebat, membuat pori-pori kulitnya mengeluarkan cairan dalam jumlah tak normal. Beberapa hari ini peikirannya disibukkan hanya pada satu orang. Kelak orang tersebut harus mengganti rugi dengan balasan setimpal. Ia bersumpah!

"Se..Seto.." Jou makin meringkuk di pojok ruangan. Kakinya kian gemetar. Tangannya menggenggam erat kemeja putih kebesaran yang ia kenakan-milik Marik. Sedangkan bawahnya sudah pasti dia tak bisa menggunakan apapun. Rambut emasnya makin terlihat acak-acakan. Matanya sembab dan bibirnya makin bergumam tak jelas. Melafakan mantra kutukan ataupun menggumamkan rasa syukur yang amat sangat. Entahlah. Saat itu semuanya begitu blur. Jou terus meyakini bahwa ini bukan mimpi. Bukan mimpi..

"Ck, bukankah tidak sopan bertamu ke tempat peristirahatan seseorang malam-malam begini?" Marik segera membuka matanya, memukul-mukul kepalanya pelan seolah terganggu oleh datangnya tamu tak di undang.

"Brengsek kau. Berani-beraninya kau melakukan hal seperti ini.." Telapak tangan Kaiba terkepal sangat erat. Buku-buku tangannya menonjol dengan jelas menahan amarah.

"Hah—my my..hei tuan kaya raya, seharusnya pertanyaan itu ditujukan padamu. Siapa yang melakukan hal tersebut terhadap Katsuya?" Marik menyeringai penuh arti.

Kaiba seketika membuang muka. Tak seratus persen pernyataan Marik salah. Dia memang berada pada posisi ketiga. Dia lah yang menerobos, memasuki kehidupan pribadi mereka. Dia yang harusnya dipersalahkan akan ketidak gentle-annya dalam merebut hati Jou. Mengapa dia harus semarah dan segusar itu ketika Marik mengambilnya lagi? Siapa sebenarnya yang melakukan "penculikan" di sini?

Marik makin menyeringai melihat gelagat sang CEO muda yang sibuk dengan pikirannya. Tanpa diduga, tangannya merayap ke arah laci terdekat, mengeluarkan senjata api dari dalamnya.

"Tidak berguna. Mengganggu hubungan orang saja." Secara tak disadari, Marik mengarahkan mulut pistolnya ke dahi Kaiba. Sedangkan Kaiba hanya terkejut sedikit. Dia lebih terganggu memikirkan setiap kata Marik barusan.

"Bukan dia yang merebutnya darimu, Marik. Aku sudah tak punya perasaan apapun terhadapmu. Mungkin mencintai dan mencoba mengertimu adalah kesalahan terbesar dalam hidupku." Jou seketika menyela adegan klimaks tersebut.

"khukhukhu. Bagus bagus. Sekarang aku adalah peran antagonis disini. Ahahaha..ahahaha..hihihi" Marik makin tertawa terbahak-bahak sambil memainkan senjatanya. Mengarahkannya asal, sesekali mengetuk-ngetuk moncong pistolnya pada dahi Kaiba.

Tawa Marik makin tak terkendali, dia mulai berteriak lalu menangis sejadi-jadinya. Sekarang dia hancur. Dia sudah tak bisa memaksakan kehendaknya lagi. Hati Jou sudah bukan miliknya. Dia sudah tak ada hak apa-apa lagi kepadanya.

"Tapi..jika aku sudah tak bisa memilikinya, tak ada satu orang pun yang bisa memilikinya, keparat!" Marik menggenggam erat senjata api yang ada di pergelangan tangannya. Matanya menyalak, mengutarakan kesedihan dan kegusaran hatinya.

Jou mengeluarkan sisa tenaganya, menghadang Marik hingga terjatuh di ubin. Kaiba dengan sigap mulai merenggut paksa senjatanya. Marik meronta-ronta dan makin sengit melakukan perlawanan. Tak ada yang mau mengalah. Rasa kekecewaan Marik menyeruak kuat. Tenaganya keluar berkali-kali lipat. Dengan perlawanan yang cukup lama Marik mampu membalik keadaan. Jou terpelanting jauh, terdorong ke belakang. Tubuh Marik menimpa Kaiba dengan kuat. Punggung sang CEO menabrak ubin dengan hentakan yang cukup kuat. Pergulatan masih berlanjut. Marik sudah gelap mata. Sakit hati mulai mengalahkan rasionya. Dia mulai bersiap menarik pelatuknya.

DOR!

Seketika semua membeku. Waktu seolah berhenti beberapa saat. Jou sudah tak mendengar apapun setelah suara tembakan tersebut. Selanjutnya yang terdengar hanya erangan kesakitan dan darah yang mengalir, merembes melewati sela-sela ubin.

"Seto..tidak. Bukan kau kan, bukan.." Jou merengsek maju. Menggapai-gapai seolah orang yang kebingungan. Lututnya lemas seketika. Wajahnya mulai terbalut ketakutan yang amat sangat. Sendi-sendinya mati rasa melihat warna merah yang makin menggenang.

Posisi keduanya masih seperti tadi. Kaku. Marik masih menindih Kaiba dengan posisi pistol di pertengahan perut mereka. Tak ada yang bisa menduga kelanjutannya. Apakah timah panas itu merobek lambung Marik atau sang CEO..

Tempat itu mendadak mulai ramai. Beberapa orang mulai memasuki tempat kejadian perkara. Kaiba tak mengijinkan seprang pun masuk, namun suara ledakan itu memakasa mereka untuk mengecek keadaan.

XXX

Rumah Sakit Domino, ruang VVIP

"Che, seharusnya waktu itu kau yang mati saja!" Jou makin mengelap peluh yang mengalir deras dari dahinya. Dia tak menyangka setelah insiden itu semuanya kembali ke normal. Ya, back to nature. Sikap Seto ke Jou kembali ke asal. Seto mengangkat dagu dan melipat tangannya untuk meminta bantuan apapun dengan seenak jidatnya.

"Harusnya kau bersyukur sudah aku selamatkan dari maniak itu!" Kali ini Seto menopang kedua tangannya di belakang kepala, melempar pandangan ke luar jendela. Terlihat begitu arrogant.

Jou hanya mengerucutkan bibirnya tanda protes. Ada benar nya juga pernyataan si money bag itu. Kalau tak ada Kaiba – dan beberapa orang kepercayaannya- dia tak mungkin bisa selamat sekarang. Marik ternyata menyimpannya di pulau terpencil, jauh dari keramaian. Entah bagaimana caranya dia bisa membawanya sejauh itu. Yang pasti sekarang dia hanya mau menyembuhkan traumanya, membiarkannya menguap seperti air laut yang tersinari mentari. Entahlah, apakah Kaiba sanggup menjadi mentarinya? Jelas tidak! Jika Kaiba menjadi mataharinya, sudah dipastikan air lautnya akan menguap habis menyisakan kekeringan yang amat sangat. Sama artinya dengan penderitaan Jou saat ini. Entah kenapa sang CEO berubah manja sekali setelahnya. Hanya karena luka ringan akibat pergulatannya dengan Marik, dia dengan senang hati menawarkan diri untuk di rawat di rumah sakit dengan syarat Jou yang harus menjadi "perawat pribadinya". Bah! Kurang ajar sekali si rambut jamur itu.

"Heh, daripada kau melamun disitu, lebih baik bawakan air putih. Aku haus!"

"Che—" Jou masih bersungut-sungut sembari menuangkan segelas air putih dan menyodorkannya ke arah Seto.

"Aku mau minum dari dirimu.." Kaiba berseringai penuh arti.

Jou memiringkan mukanya tanda berpikir. Apa maksudnya?

Secara spontan Seto menarik pergelangan tangan Jou, membuatnya terduduk di ujung kasur. Tangan kanannya meraih belakang kepala Jou, menekan dan mendekatkan keduanya. Kaiba seketika menenggak air putih, menyalurkannya ke dalam mulut Jou dan secara rakus mengambilnya kembali dengan lidahnya.

Jou kaget, seketika meronta ingin dilepaskan. Namun Kaiba dengan sigap menekan kepalanya agar tak menjauh. Lelehan air putih mulai merembes keluar dari celah bibirnya. Muka Jou sudah merah padam. Nafasnya naik turun menahan kupu-kupu yang seolah memaksa keluar dari perutnya.

"Seto, syukurlah kau –" suasana romantis mereka buyar seketika. Yami seenaknya saja membuka pintu, membawa rombongan di belakangnya yang mulai ber-blushing ria. Oke, ini baru mukjizat namanya. Kedua musuh bebuyutan itu akhirnya dipersatukan atas nama cinta. Hah~~indahnya.

"Hei Seto! Syukurlah kau selamat." Seringai Yami makin melebar melihat Jou yang makin salah tingkah. Sedangkan Seto bertampang datar, sama sekali tak peduli. Malah lebih bagus kan kalau seluruh dunia mengetahuinya.

"Hei Jou" Yugi merangkul Jou dengan hangatnya. Syukurlah Jou tak apa-apa. Insiden itu sedikit banyak menyita banyak perhatian mereka. Kaiba sempat meminta bantuan Yami untuk menyelidiki siapa sebenarnya Marik. Jika profesi Marik juga sebagai publik figur, seharusnya Yami setidaknya pernah mengenalnya. Dia juga meminta Yami menghubungi awak media lebih gencar. Namun pencariannya nihil. Marik tak pernah di temukan. Penampilannya beberapa kali sebagai cover model tak menarik banyak perhatian media massa. Dan sekarang semua seperti puzzle yang hilang beberapa kepingannya. Masih menyisakan lubang dan begitu membingungkan. Ck, sudahlah. Tak ada gunanya lagi ditelusuri. Toh sekarang jasadnya sudah bercampur dengan tanah. Insiden itu membuat Marik tak terselamatkan. Senjata api yang menjadi bukti diamankan segera oleh pihak berwajib. Ternyata Kaiba telah membawa beberapa personil kepolisian untuk menyergap Marik di tempatnya. Kasusnya ditutup begitu saja. Hanya hakim dan beberapa personil polisi yang menghadiri pemakamannya. Menggenaskan. Jou sendiri tak mau menghadiri pemakamannya. Trauma itu tak akan mudah hilang jika harus melihat jasad Marik untuk terakhir kalinya.

XXX

Domino Cafe, berselang beberapa pekan setelah Kaiba keluar dari RS

"Kau mau pesan apa?" Kisara makin merapatkan mantelnya. Tubuhnya terlihat lebih ringkih dari biasanya. Cekungan di matanya juga menjelaskan bahwa beberapa hari ini dia sedang dalam kondisi kurang sehat. Ditambah lagi udara saat ini serasa menggigit tulang. Wajar karena saat angin bertiup begitu kencang.

"Ah, apa saja—" Jou menggaruk kepalanya yang tak gatal - salah tingkah. Tiba-tiba saja siang ini dia mendapat undangan makan siang dari seorang gadis anggun, calon istri Seto Kaiba. Terkejut? Tentu! Emosi? Jelas. Hanya saja setelah melihat keadaan gadis itu semua perasaan negatifnya hilang seketika. Pantas saja mereka menjodohkan Seto dengan Kisara. Mereka begitu serasi. Lahir dari keluarga terhormat. Kecerdasan emosi dan intelektualnya menyeruak kuat mempertajam karakter mereka. Kelak mereka pasti memiliki kehidupan yang sangat bahagia. Hah~Jou bahkan tak pantas merasa iri hati. Dia tak pantas dibandingkan dengan gadis yang ada di depannya saat ini. Selama ini pula hubungannya dengan Seto baik-baik saja. Seto dengan lantang mempertegas kedudukan Jou di hadapan tetua. Dia sudah siap dengan segala konsekuensinya, termasuk..tak akan ada garis keturunan Kaiba darinya..

"Kau tahu kan kalau pernikahan itu sudah gencar di kabarkan. Mereka bersemangat sekali menyebarkan berita tersebut" Senyum Kisara meluluh lantahkan hati Jou. Ada sedikit rasa kebencian yang menyerang hati kecilnya.

"Mereka membicarakannya, membuat acara sedemikian ramainya, tanpa sadar bahwa kami hanyalah objek untuk menuruti kemauan mereka."

Jou mempertajam pendengarannya, menunduk sambil sesekali melihat ekspresi Kisara yang tak berubah. Tak senang, tak sedih, datar—gadis itu sungguh hebat menyembunyikan emosinya.

"Kau tahu, Seto sudah kuanggap sebagai saudaraku sendiri. Kami sempat beberapa kali bertemu pada acara keluarga. Dan aku sangat mengenalnya dengan baik. Dia lelaki yang cerdas, tak banyak orang yang mengetahui ketika dia hancur dan bersedih. Dia lelaki yang hebat, pintar sekali menyembunyikan kekecewaan dan segera bangkit dari keterpurukan. Itu lah sebabnya dia bisa menjadi businessman handal." Kisara tersenyum simpu. Jou mendengarkan sambil sesekali mengaduk-aduk coklat panasnya.

"Kau harus tahu, sudah lama sekali Seto membicarakanmu. Membicarakan kekesalannya terhadap orang terbodoh yang ada di kampusnya..hah.. Kami sering chatting ketika ada waktu luang, sambil bertukar pikiran dalam banyak hal. Dia terlihat bersemangat sekali ketika membicarakanmu. Walau terlihat sangat jengkel, kurasa dia lebih terlihat hidup ketika itu.."

Jou menghentikan aktifitasnya mengaduk minuman, sorot matanya mulai mengambang. Dia begitu terkejut mendengar penuturan gadis tersebut.

"Datanglah ke pesta pernikahan itu, Katsuya. Datang dan jemputlah pangeranmu. Hanya kau yang bisa mencairkan hatinya. Hanya kau yang bisa memberikan ruh kedalam raganya.." dengan penuh keyakinan Kisara menggenggam tangan Jou. Meyakinkan kepadanya bahwa dia akan baik-baik saja. Dia memang menyayangi Seto. Tapi dia baru sadar beberapa hari ini bahwa kebahagiaannya akan muncul saat melihat Seto bahagia. Dia memang terpukul, tetapi dia akan lebih terpukul ketika melihat Seto seperti mayat hidup, menjalani hidupnya tanpa ada rasa cinta. Kelelahannya memikirkan hal tersebut terbayar sudah. Dia terlihat lega telah mengutarakan maksudnya. Perlahan air mata mulai merembes keluar, mengalir di antara kedua pipinya. Dia mulai menangis,,mungkin untuk banyak hal. Dan Jou mulai mendekat, terkejut tak tahu harus berbuat apa selain mengelus pelan pundak wanita itu. Berusaha menenangkannya..

XXX

Semua telah tertata rapih. Meja dan puluhan kursi berbalut pita putih telah berjejer di sisi karpet merah menuju satu titik, tempat kedua mempelai mengucapkan ikrar sumpah setia sehidup semati dalam senang maupun susah, sehat maupun sakit. Semua sangat sempurna. Kebun itu seolah disulap menjadi tempat sakral, mewah dan anggun. Tak berlebihan. Sungguh pas sekali.

"Kau siap? " Kisara begitu anggun, memakai gaun putih dan melilitkan beberapa helai rambutnya, menguncirnya ke belakang.

Dan Jou..dia begitu sempurna. Tuxedo putih yang dikenakannya begitu serasi dengan warna rambutnya. Wajahnya terlihat begitu gugup dan pikirannya masih blank saat itu. Banyak hal yang terjadi dalam hidupnya selama ini. Kuliahnya..ya, bagaimana dengan kuliahnya? Beberapa hari yang lalu pihak kampus telah mengeluarkan surat peringatan kepadanya karena telah beberapa minggu tak hadir dalam kelas. Haha. Sial sekali nasibnya. Seto pun bernasib sama. Oh man,,tentu Seto akan dengan cepat beradaptasi pada semester pendeknya nanti dan mengembalikan reputasinya sebagai mahasiswa berotak cemerlang dalam beberapa pekan ke depan. Sedangkan dia..yeah~ you know lah. Jou pasti harus banting tulang sepenuh jiwa dan raga hanya agar nilainya memenuhi syarat tak di drop out dari kampusnya. Dia begitu sibuk dengan pemikirannya hingga tak sadar genggaman lembut mulai menyadarkannya. Kembali ke kenyataan.

"Sudah saatnya." Kisara tersenyum lembut.

XXX

"Pesta yang hebat." Yami mulai menenggak minumannya sambil tersenyum penuh arti. Yah~ Pesta ini benar-benar hebat! Dimulai dari incident rusuhnya para tetua di awal acara. Melihat Kisara malah mundur mempersilahkan Seto menggamit tangan Jou naik ke altar. Semua terkejut, bahkan salah satu tetua harus dilarikan ke rumah sakit karena mendapatkan serangan jantung mendadak. Tak kalah heboh dengan awak media yang sibuk merekam. Pasti esoknya hal ini akan menjadi hot news di majalah bisnisnya. Beberapa relasi bisnis yang tak terima dengan kejadian memalukan ini memilih angkat kaki meninggalkan acara tersebut. Namun tak banyak juga relasi bisnis yang tetap tinggal, merasa bahwa ini adalah kehidupan pribadi sang CEO. Tak ada urusannya dengan bisnis mereka selama sang CEO masih mempunyai otak cemerlang. Begitu pula dengan beberapa keluarga besarnya. Mereka bersikap terbuka, tetap mendukung apa yang menjadi pilihan Seto.

"Cinta memang penuh kejutan bukan? Aku senang sekali melihat kakakku yang mampu memperjuangkan cintanya. Sebagai adik, sepantasnya aku mengalah bukan? " Mokuba menyela acara minum-minum Yami. Mata Yami mengerling sebentar mendengar penuturan Mokuba. Hal yang lebih menarik perhatiannya adalah adegan dansa di depannya. Terlihat Ryou menggamit mesra Yugi, dan mereka bergerak seirama dengan musik. Aneh. Ya, adegan yang tak wajar ketika dua orang lelaki berdansa. Tapi yang lebih mengganggu pikirannya adalah munculnya rasa cemburu di hatinya. Waktu serasa lambat sekali terasa. Dia mulai mengeratkan pegangan ke gelas kacanya.

"Kau tahu Yugi, kau sangat manis hari ini." Ryou membisikkannya tepat di telinga Yugi, membuat mukanya merah padam, tak bisa berkata apa-apa lagi.

"Pilihanmu tepat..Yami akan menjagamu dengan sangat baik. Tapi..bila suatu saat hukum alam terbalik, dan Yami mulai menyakitimu..datanglah padaku. " Ryou tertawa pelan, menyisakan getaran dalam hati Yugi. Entah apa yang ada dalam pikiran mereka masing-masing..mereka masih menggerakkan tubuhnya mengikuti irama hingga musik berhenti.

XXX

"Pesta yang sangat hebat.." seorang pria misterius menenggak habis minuman kaleng yang ada di depannya.

"Heh, kau tak di undangnya? Menyedihkan sekali.."pria berbalut mantel itu mulai membuka kaca matanya. Iris merahnya terpantulkan sinar mentari yang terasa terik pagi ini.

"Cih—aku tak tertarik mengikuti pesta orang kaya." Mereka berdua duduk dengan santainya di bangku taman, melihat banyaknya mobil mewah yang lalu lalang memasuki mansion tersebut. Ditambah beberapa pihak keamanan yang sibuk mengamankan acara.

"Kau benar-benar aktor handal. Mereka semua terkecoh dengan berita kematian palsumu. Ahahahaha" Bakura memegangi perutnya, menahan tawa.

"Diam kau. Kau bisa memancing perhatian mereka." Marik mengetuk kepala Bakura pelan dengan kaleng minumannya.

"Hah..dan sepertinya aku harus memujimu sebagai partnerku dalam menyediakan senjata angin dan kantung darah yang kau rancang sempurna pada rompi tipisku..oh ya satu lagi. Terima kasih untuk kerja kerasmu dalam menyuap beberapa polisi, budak hukum dan awak media untuk menutup kasus ini dan memalsukan berita kematianku.."Marik menyeringai puas.

"Yah~aku ini kan hanya penjahat bayaran. Selama bayaran yang kuterima pantas, aku harus bekerja secara profesional kan?" Bakura menjawab dengan entengnya.

"Oh ya, melihat jumlah nominal yang begitu besar masuk ke rekeningku..kupastikan bahwa kau lebih kaya dibanding sang CEO itu.." Bakura menyeringai puas melihat ekspresi malas Marik sebagai respondnya.

"Eh? Walau bersujud pun, aku tak akan pernah mau membawamu ke Mesir bersamaku. Ahaha~" Marik tertawa puas sudah men-skak mat maksud Bakura. Sedangkan Bakura hanya mendengus sebal.

Marik mengingat lagi slide kenangannya bersama Jou.

Ketika dia begitu muak melihat bisnis keluarganya yang terselubung perdagangan illegal artefak kuno.

Ketika dia melarikan diri sebentar ke sini, memulai kehidupan baru dengan identitas baru, mencukupi kebutuhannya dengan uang yang terus mengalir dari bisnis illegal keluarganya.

Ketika dia bertemu Jou yang bersedia menampungnya dengan tulus di tempat tinggal kecilnya.

Ketika cinta mulai hinggap dan mereka mulai membeli apartment sederhana yang cukup untuk mereka tempati berdua—karena Marik tak berminat menambah personil baru di rumah cintanya.

Ketika fantasi liar sering menghinggapi pikirannya.

Ketika dia baru tersadar bahwa dia begitu overprotective kepada kekasih hatinya.

Ketika Katsuya mulai muak dan mulai meninggalkannya.

Ketika terpancar jelas di mata Katsuya yang terlihat disana bukanlah dirinya lagi.

Ketika dia tersadar bahwa dia bisa saja membeli apapun di dunia ini, selain cinta..

Ketika itulah dia berpikir untuk kembali. Ketika itulah dia tersadar ini bukan dunianya. Ketika itulah dia berpikir hitam tak dapat menjadi putih. Ketika itulah dia tersadar sebelangga susu yang ternoda nila tak bisa berubah murni lagi. Ketika itulah dia tahu bahwa dunia hitamnya akan tetap menjadi hitam.

Dan pengorbanannya terasa saat dia menjalankan rencananya. Membiarkannya menjadi tokoh antagonis yang menguatkan tali cinta mereka. Ketika dia rela menodai kehormatannya dengan membuat figurnya bertambah kelam, demi menjaga kekasih hatinya untuk tetap putih. Demi melihat kekasih hatinya berbahagia dengan pilihan hatinya.

Ya, tugasnya sudah selesai. Sekarang waktunya menjajaki dunianya lagi. Menapaki takdirnya yang tak dapat dia hindari. Setitik air mata hampir saja keluar dari bola matanya, ketika dengan terburu-buru dia memakai kaca mata hitamnya lagi. Menghembuskan nafas dalam-dalam, mengikhlaskan segalanya. Mungkin Ra akan mencatat kebaikan yang jarang sekali dilakukannya itu di atas sana.

Setelah itu semua berjalan dengan masih meninggalkan banyak dilema. Tentang Kisara, Yami, Yugi, Ryou, Mokuba, Marik,,terutama tokoh utama kita. Seto Kaiba dan Jounouchi Katsuya. Namun pada akhirnya, cinta yang tulus akan menang di atas segalanya bukan?

End

A/N: Fiuh~~akhirnya selesai dengan dipaksakan. *ngelap keringat*. Sebenarnya banyak sekali permasalah yang belum terselesaikan. Itu sengaja. Rasanya akan sangat janggal ketika semua permasalah terselesaikan di chapter pendek ini. Ahaha. Bukankan di dalam kehidupan permasalah akan selalu muncul? *alasan supaya cepat kelar* XDD.

Aku mulai berniat menyelesaikan fic ku satu persatu yang tbc. Walau pasti dan tentunya..semua akan berjalan selambat siput terbang. Maaf kepada para reader yang telah menunggu sampai lumutan. Bahkan ada yang dari silent reader hingga menjadi author y? XD aku senang sekali atas apresiasinya. Terima kasih y *peluk hangat* Maafkan aku juga ya..*garuk2 kepala*

Semua review sudah kubalas lewat PM. Banyak sekali suka duka dalam pembuatan fic ini. Terima kasih kawan. Kalianlah pemicu semangat yang membuat fic ini ditamatkan. Akhir kata please review kembali ya agar aku bisa tahu apa kesan yang di dapat dari fic ku ini. Terima kasih juga atas kritiknya selama ini. Kritik membangun sangat dihargai untuk kemajuanku kelak. Thank you kawan~~salam hangat. Cup cup muach..*di gampar*