Gak tau mau basa-basi apa. Hehehe. Tapi ini bakal jadi fic yang panjang banget dan kuharap kalian semua pada suka. Pairingsnya masih HiruMamo. Asli saya paling nggak bisa nggak bikin fic pakai mereka berdua. Hahaha. Semoga kalian pada suka, seperti saya belajar menyukai fic yang satu ini.

P.S

Mungkin bakal sedikit gaje. Oke. Sudah saya warning loh! o.O

Eyeshield 21 ® Riichiro Inagaki dan Yusuke Murata

Ide cerita ® RisaLoveHiru

-hahahaha-

***

Shock!

Hiruma dan Mamori. Dua orang yang sangat berbeda. Bahkan keduanya saling memperlihatkan sikap saling benci satu sama lain. Tapi dalam hati mereka, keduanya menyimpan rasa masing-masing. Hiruma memperhatikan Mamori, lebih dari perempuan mana pun yang dia kenal. Sedangkan Mamori sangat menyayangi Hiruma dan selalu berharap bisa di sisinya.

Kelihatannya keduanya tidak bisa hidup bersama. Pasti sangat susah menyatukan iblis dan malaikat. Bahkan Tuhan pun akan bingung. Bukti nyatanya iblis berada di dalam inti bumi, di daerah yang penuh kejahatan dan panas. Malaikat berada di langit, daerah yang sejuk dan penuh dengan kebaikan. Di tengah-tengahnya, Tuhan memberikan pembatas untuk keduanya yaitu: Bumi.

Namun bagaimana jika Tuhan sekarang berkeinginan menyatukan mereka? Agar mereka saling mengenal dan menyayangi?

Inilah awal mula bagaimana iblis dan malaikat disatukan.

***

"Berhentilah menyiksa mereka, Hiruma!" omel Mamori seraya menodong sapunya ke Hiruma. Hiruma terkekeh ala setannya. Benar-benar geli.

"Heh. Bukankah kekerasan adalah salah satu bentuk pembelajaran?" balas Hiruma. Mamori menggigit bibir. Sena dan yang lainnya kembali menonton pertandingan kapten tim dan manajer mereka. Kebanyakan sih pro Mamori. Siapa sih yang mau disuruh latihan pakai ditembakin peluru terus dikejar Cerberus?

"Tapi bukan berarti menembaki mereka dengan bazooka kan?"

"Kekekeke! Inilah salah satu bentuk kasih sayangku untuk mereka!" jawab Hiruma, melambaikan tangannya asal ke kerumunan yang menunggu hasil debat itu. Sena meringis. Kasih sayang? Bukannya kasih benci, ya?

"Uuuuh! Hiruma, belajarlah meninggalkan bazookamu sebentar saja!" Mamori ganti topik. Susah memang melawan Hiruma. Ada saja alasannya untuk berkelit.

"Mimpi aku akan melepas bazooka ini!" Hiruma mengakhiri debat mereka. Dia berpaling pada anggota timnya yang duduk-duduk, santai. "Siapa yang menyuruh kalian duduk?? LARI!!! CERBERUS!!!" Tereet. Tereet. Tereet. Bazooka pun ditembakkan, peluru melontar dari sumbunya, nyaris mengenai anak-anak.

"Hiii! Aku lari, aku lari!" seru Sena, langsung pakai kecepatan supernya.

"Kabur MAX!" jerit Monta. "ADOHH!!" Krauk! Baru saja Cerberus menggigit pantatnya. Yang lain semakin ketakutan, lari pontang-panting menghindari iblis dan anak buahnya.

"HIRUMA!!!"

***

Hhh. Capek aku dengan Hiruma. Benar-benar deh. Kenapa dia doyan banget main bazooka? Besok aku harus cari cara agar mereka tidak dikerjai lagi seperti ini. Tadi saja pantatnya Monta digigit sama Cerberus.. Sampai-sampai dia nggak bisa duduk pas pelajaran. Kasihan sekali! pikir Mamori dalam hati saat dalam perjalanan pulang ke rumah.

Namun hingga sampai rumah, dia tidak dapat juga cara menyelamatkan anggota tim Deimon dari Hiruma. Dengan pikiran segunung dalam kepalanya Mamori masuk ke rumah.

"Aku pulang!" seru Mamori begitu membuka pintu. Tak ada sahutan. Aneh. Sepi sekali di dalam rumah, padahal Ibu selalu ada di rumah dan menyambutnya dengan suka cita. Sambil menawarkan kue-kue tentunya.

Mungkin ke pasar? pikir Mamori.

Ketika Mamori melepas sepatunya dan menaruhnya di lemari, dia kaget karena sepatu ayahnya sudah ada. Mestinya dia kan tetap bekerja di kantor seperti biasa. Mamori mulai mencium sesuatu yang tidak beres.

Cepat-cepat dia melangkahkan kakinya ke dapur. Dugaannya tepat. Ayah dan Ibunya berada di dapur, duduk di kursi dengan kepala ditundukkan dalam-dalam.

"Ayah? Ibu?" panggil Mamori, bingung. Ibu menoleh. Air mata bercucuran dari matanya. Mamori tersentak.

"Ibu! Ada apa? Kenapa menangis?" Mamori segera menghampiri Ibu, memeluknya. Ibu menangis sesenggukan.

"Ayah.. Ayah.." ucap Ibu diselingi isak tangis.

"Ayah kenapa? Baik-baik saja kan?" tanya Mamori histeris, sekarang menatap Ayahnya yang kelihatan sangat pucat. Ayah menatap Mamori nanar. Tidak bisa mengatakan apa-apa. Hal ini.. hal ini terlalu berat untuk anak gadisku, pikir Ayah Mamori.

"Ada apa? Ayah, katakan padaku! Ayah tidak kena AIDS kan?" teriak Mamori. Ayah melotot dan Ibu berhenti menangis. Keduanya saling tatap sebentar. Kemudian sebentuk senyum muncul, walau tipis.

"AIDS? Kau dapat pikiran darimana, Sayang?" tanya Ayah geli. Mamori merasakan wajahnya memerah.

"Ah.. itu.. Aku asal saja.." Mamori garuk-garuk kepala. "Eh.. Ayah! Apa yang terjadi? Kenapa Ibu sampai menangis?"

"Anakku.." Ayah bangun dari duduknya, menghampiri Mamori dan memeluk Mamori serta istrinya. Mamori heran sekali dengan sikap kedua orang tuanya. Dia merasakan ada sesuatu yang terjadi, tapi apa?

"Maafkan Ayah.." Ayah meneteskan air matanya. "Ayah.. Ayah dipecat dari perusahaan.."

"APAAA???"

"Bahkan Ayah mempunyai hutang yang sangat banyak. Selama ini Ayah sembunyikan darimu karena Ayah pikir Ayah bisa menanganinya sendiri, tapi.." Ayah tersenyum kecut. "Ayah benar-benar tidak berguna.."

"Tapi.. tapi.. Kenapa??"

"Mamori.." Ibu memanggil. Dia kembali bercucuran air mata. "Rumah kita.. akan diambil oleh rentenir, Nak.. Untuk menutupi hutang Ayahmu!"

"HAAAHH???" Mamori kaget sekali. Rumah? Diambil? "Dimana kita akan tinggal, Bu? Aku juga masih harus sekolah, bagaimana.. bagaimana!?"

"Kita akan pergi ke desa, tinggal dengan Nenek dari Ayahmu.. Beliau mau menampung kita. Mungkin kau bisa lanjut sekolah di sana.." jelas Ayah. Mamori menatap Ayahnya sedih.

"Aku tidak ingin meninggalkan Deimon.." ucap Mamori sedih. "Aku.. aku sayang teman-temanku yang sekarang.." Dan aku tidak ingin meninggalkan Hiruma!

"Tidak ada cara lain, Nak. Kau harus ikut." sahut Ayah tegas. Ibu mengangguk menyetujui.

"Tidak! Apa tidak ada cara lain? Aku bisa tinggal dengan temanku!" Mamori berusaha mencari solusi. Ayah menggeleng.

"Lalu sekolahmu? Siapa yang bayar?" Mamori seketika diam. Dia tidak tau..

"Terimalah nasibmu, Mamori.."

***

Esoknya begitu tiba di sekolah, Mamori segera menyeret Suzuna ke halaman belakang sekolah. Suzuna yang lagi asyik meluncur di lapangan tiba-tiba ditarik Mamori dengan kekuatan yang mengagumkan. Nyaris saja gadis mungil itu jatuh terjengkang.

"Ahhh! Mamori nee-chan, aku hampir jatuh!" gerutu Suzuna ketika diseret. Mamori mendesis.

"Ada hal penting yang harus kukatakan padamu!"

Tadi malam Mamori sudah berpikir, jika harus tinggal, kelihatannya dia hanya bisa bergantung pada Suzuna. Makanya dia tidak buang waktu lagi. Orang tuanya sudah memutuskan kepergian mereka adalah dua hari lagi. Itu sudah batas terakhir yang diberikan para rentenir pada mereka untuk beres-beres.

Dengan cepat Mamori bercerita. Suzuna mendengarkan dengan serius.

"Tapi aku harus minta izin orang tuaku, Nee-chan! Mereka sedang ada di Cina, asyik belajar Kung-Fu *HAH?*. Sebulan lagi baru pulang." kata Suzuna di akhir cerita. Mamori langsung lemas.

"Dua hari lagi aku harus pergi.."

"Secepat itu?" pekik Suzuna.

"Iya. Aduh.. aku masih ingin tinggal di sini, bersama kalian.." kata Mamori lesu. Suzuna merasa kasihan.

"Akan kucoba memikirkan sebuah cara. Secepatnya." hibur Suzuna. Mamori tersenyum dipaksakan.

"Sekarang kita kembali ke klub yuk." ajak Suzuna. Mamori mengangguk. Bersama mereka meninggalkan halaman belakang sekolah.

Kresek.

Seseorang yang bersembunyi di pepohonan menampakkan diri. Dia tampak sedikit terguncang. Otaknya berpikir keras mencari cara agar gadis itu tetap tinggal. Tapi apa? Cara itu harus cepat dia temukan..

Tinggg.

Akhirnya sebuah ide tercetus. Cepat-cepat dia mengeluarkan handphone dan menghubungi sebuah nomor.

Gadis itu tidak boleh pergi.

***

Chap satu selesai!!! Maaf masih rada bingung yah? Bdw pada tau siapa yang sembunyi itu? Quiz ceria dimulai kembali! Hehehe. Semoga kalian suka chap ini walau dengan kepala bertanya-tanya apa yang terjadi selanjutnya? Semoga saya bisa cepet update. Sebelum itu Rnr plis? Biar tau letak salah kalau ada? o.O