Disclaimer: Kuroshitsuji punya Yana Toboso. Indonesia punya kita semua. Author ganteng.

Warning: AU. OOC. Latar waktu ngaco. Don't like don't read. Author ganteng.


Selamatkan Indonesia!

Akhirnya fic ini update juga!

Tadinya yang punya fic udah lupa pernah bikin fic ini, tetapi semua berubah ketika Negara Api menyerang… Emang kenapa kalo Negara Api menyerang? Gak kenapa-kenapa, cuma alibi doang biar gak ketauan males nerusin fic.

Okay, baby! Kita kembali ke Ciel Phantomhive! Si anjing penjaga ratu itu! Si cebol itu! Si bangsawan muka jutek yang tinggi badannya gak memenuhi standarisasi buat naik jet coaster di Dufan itu!

Seperti biasa, dia masih mangkal di Monas, santai-santai menikmati pemandangan Jakarta yang super asri dan menentramkan hati (tingkat kebohongan: OVER 9000). Ditemani butler setianya, Sebastian Michaelis, Ciel tiduran di rerumputan...

"Sebastian," kata Ciel memulai percakapan.

"Ya, Tuan Muda?" tanya Sebastian ngerespon panggilan Ciel.

"Sudah lumayan lama kita tidak muncul di fic ini, ya…," jawab Ciel sambil gelindingan di rumput.

"Iya, Tuan Muda," Sebastian ikut gelindingan… canda ding. "Kurang lebih sekitar 2 tahun kita tidak muncul di fic ini."

UHUK! UHUK! Negara Api! Ada Negara Api menyerang jadi gw harus membantu Avatar Aang mengalahkan Raja Api! Bukan berarti gw males lanjutin fic, kok!

"Si pembuat fic pasti sudah malas meneruskan fic ini, ya," kata Ciel lagi.

Lalala~ Lalala~ Gak baca~

"Keterlaluan sekali malasnya sampai 2 tahun, ya," Sebastian nambahin.

Lalala~ Lalala~ Gak baca~

"Sebelum membantu Indonesia, aku ingin makan dulu," kata Ciel.

"Baik, Tuan Muda." Sebastian bungkukin badan. "Anda ingin makan apa?"

"Semur jengkol."

Gak elit, Ciel.

"JANGAN PROTES, SI PEMALAS 2 TAHUN!" bentak Ciel OOC.

Oke sip. Semur jengkol itu elit.

"…juga orek tempe dan sayur asem," lanjut Ciel.

"Baik, Tuan Muda."

Sebastian langsung ngacir ke Warteg terdekat. Kece banget ada bule Inggris beli makanan di Warteg. Sebastian~ Aku tresno karo kowe~ Cuma dalam waktu 4,2 detik Sebastian udah balik lagi ke hadapan Ciel (emangnya Eyeshield?). Si boncel itupun langsung makan dengan lahap.

"Enak," kata Ciel dengan nada jaim. Pengennya sih pasti dia ngomong gini: OMG OMG ENAK BANGET SUPER BANGET MANTEP BANGET BROOO.

Sebastian nuangin teh anget buat Ciel. "Masakan Indonesia memang unggul dalam pemakaian rempah-rempah yang beragam, sehingga menciptakan cita rasa tersendiri."

"Sebentar, Sebastian, lihat orek tempe ini…," Ciel berenti makan.

"Ada apa?" Sebastian ngelirik ke orek tempe yang ditunjuk Ciel.

"Eloh ngerasa gak sich ukuran tempenya jadi mini mini gimana gitchu?" tanya Ciel pake bahasa anak gaul jaman Ken Arok.

"Masa sich? Menurut akuw sama aja tuch…," jawab Sebastian juga pake bahasa gaul jaman Ken Arok gak mau kalah.

…Ngomong-ngomong waktu jaman Ken Arok bahasanya kayak gitu? Sumpah demi apa?

"Sekilas memang tampak sama, tapi ketebalan temp—"

Don't cry~ Don't be shy~ Kamu jelek apa adanya~

Tiba-tiba sepotong lagu dari girlband Ceri Belek mengalun memotong perkataan Ciel! Astaga siapa yang nyetel lagu remaja wanita siang bolong gini? Di sini gak ada remaja wanita, adanya dedemit belah tengah sama bocah mata satu!

"…Biar kutebak," Ciel menghela nafas, "Itu lagu dari ringtone HP-mu?"

"Nilai 100 untuk anda, Tuan Muda." Sebastian langsung ngangkat HP yang dia dapet dari SBY dan dikasih ke Ciel. Masih menjadi misteri siapa yang ngeganti ringtone HP-nya... Sebastian apa SBY?

"Selamat sore, Pak SBY?" tanya Ciel sopan.

"CIEL?! KAMU DI SANA, NAK? KAMU LIAT AYAM SAYA GAK, CIEL? AYAMKU MANAAA?!" kata SBY dengan nada dramatis dari seberang telepon.

"Zudah magan zaja dulu zanah, ada Mi Zedap Gari Zpezial, duh…," jawab Ciel kebawa suasana. WOY, SALAH NASKAH, MASBRO! ULANG! ULAAANG!

Oke sip. Take 2, action!~

"Ciel, apakah kau ada di sana?" kata SBY dengan nada ganteng. Nada ganteng itu kayak gimana? Pokoknya yang suaranya macho-macho gimana gitu aw aw!

"Aku di sini, Armando… sudah kukatakan tak ada lagi hubungan di antara kita…," kata Ciel kebawa suasana lagi. Sungguh romantis sekali hubungan terlarang antara Ciel Perez dan Armando Altamirano ini kyaaa~ BUKAN! SALAH LAGI! ULAAANG!

Oke sip. Take 3, action!~

"Ciel, harga kedelai naik!" kata SBY to the point. Yang ngetik udah kecapekan mikirin lawakan buat fic ini, jadi to the point aja deh. Terserah mau lucu ato gak, nanti tinggal ganti genre fic jadi angst ato tragedy kalo ternyata emang gak lucu.

"Produktivitas nasional kedelai semakin turun dari tahun ke tahun, akhirnya berimbas pada kenaikan harga dan mengancam rakyat Indonesia! Tolong bantu kami, Ciel!" kata SBY.

"Baiklah!" kata Ciel semangat. Udah 2 taun dia gak dikasih job nyelametin Indonesia, gimana gak semangat? UHUK! Eh inget, gara-gara Negara Api, ye!

"Dengan mempertaruhkan nama kakekku, akan kubantu Indonesia menyelamatkan harga kedelai!"

…LO KIRA KINDAICHI?

ooo

Dalam sekejap Ciel dan Sebastian langsung sampe di pasar tempat penjualan kedelai.

Kok bisa tau-tau langsung sampe? Gak diceritain dulu cara mereka jalan ke pasar kedelai? Mager, bo. Kepo banget deh situ~

"Kita sudah sampai di tempat penjualan kedelai, Tuan Muda," kata Sebastian.

"YOU DON'T SAY?" Ciel niru mimik muka Nicholas Cage.

"Anda bicara apa, Tuan Muda?"

"Tidak… bukan apa-apa." Ciel ngalihin pandangan mata, gak pengen ketauan akhir-akhir ini selama nganggur dia sering buka 9GEK.

"Baiklah ayo kita tanya pedagang di sini untuk mengetahui keadaan yang sedang terjadi," kata Ciel gak pengen bertele-tele. Sebenernya yang gak pengen bertele-tele itu yang ngetik, soalnya dia udah kecapekan. Tapi tokoh fic ini dikambinghitamkan demi melindungi nama baik. Seenak jidat emang tuh orang.

"Ayo kita cari pedagang yang bisa ditanyai." Ciel nengok kanan-kiri.

"Pedagang yang bisa ditanyai itu pedagang yang bagaimana, Tuan Muda?" tanya Sebastian.

"Yang tampan, mapan, memiliki pekerjaan tetap, mampu memimpin kelurga dengan baik, juga dapat menerima diriku apa adanya…," jawab Ciel ngaco. Lu mau nyari pedagang kedelai apa pendamping hidup, Ciel?

"Ah! Yang itu saja!" Ciel lari-lari kecil nyamperin pedangang kedelai yang udah mantap dipilihnya. Selamat memulai hidup baru, Nak.

"Met siang, Pak. Pedagang kedelai, ea? Namanya capa ea kalo boleh tau?" tanya Ciel belagak reporter TV di jaman Ken Arok lagi.

"Ea, Mas. Saia Udin, ada urusan apa sama saia, ea?" jawab pedagang kedelai yang ternyata juga tau bahasa gaul jaman Ken Arok. Gaul abis, men. Tapi abis ini ngomongnya biasa lagi aja deh ya, agak jijay yang ngetik nih.

"Saya dengar harga kedelai sedang melambung tinggi, ya?" tanya Ciel.

"Iya, Mas. Agak susah akhir-akhir ini nih," jawab Pak Udin dengan nada lemes.

"Memangnya kenapa bisa begitu? Panen tahun ini kacau?"

"Itu juga, sih. Ujan gak berenti-berenti pas masa tanam, jadi banyak petani yang gagal nanem. Biasanya bisa 2 ton per hektare sekali panen, sekarang cuma bisa 1 ton per hektare."

"Itu juga sih? Memangnya masih ada penyebab lain?" Ciel ngerutin alis.

"Ada, dong," kata Pak Udin, "Nanem kedelai kan, susah, rentan hama, Mas. Ada sekitar 9 hama yang suka nyerang kedelai. Kalo jagung, cuma 2, jadi banyak petani lebih milih nanem jagung."

"Oh, begitu…" Ciel ngangguk-ngangguk.

"Harga di pasaran gimana? Parah naiknya?"

"Bisa dibilang parah, biasanya sekitar Rp 5.000 per kilogram, lama-lama jadi Rp 6.000, naik lagi jadi Rp 7.500, sampe sekarang tambah mahal jadi Rp 8.200."

"Pasti berat ya, Pak Udin…," kata Ciel nyoba bersimpati.

"YOU DON'T SAY?" respon Pak Udin. Wah si Bapak juga suka baca 9GEK?

"Kita mah, orang susah, tiap hari paling mewah ya makannya tahu-tempe. Berat kalo harga kedelai naik, Mas. Mau makan apaan lagi?"

"Baiklah, akan kusampaikan keluhan Bapak langsung ke Pak SBY." Ciel siap-siap mau pergi. "Ayo, Sebastian."

Sebastian ngekor di belakang Ciel. Males ah ngasih dialog ke dia, gak tau juga mau dikasih dialog apaan.

"Hah? Sampein langsung ke Pak SBY? Emangnya Mas sia—" Sebelom Pak Udin selesai nanya, Ciel dan Sebastian keburu ngilang bagaikan angin.

Sok keren pake acara ngilang seketika segala… Sebenernya emang yang ngetik udah males buat ngejelasin basa-basi lagi…

ooo

Hupla! Istana Presiden!

Gak mau ngebuang waktu, Ciel dan Sebastian langsung pergi ke Istana Presiden buat ngelaporin hasil wawancara mereka. Kece~

"Selamat datang, Ciel, lama tak jumpa! Sudah 2 tahun, ya!" sambut Pak SBY. UHUK! Negara Api… Negara Api…

"Lama tak jumpa, Pak SBY. Ya, sudah 2 tahun fic ini tertunda akibat kemalasan seseorang," kata Ciel. UHUK! UHUK! GRAOR!

"Silakan duduk, bagaimana hasil laporanmu?"

Ciel duduk di sofa ruang tamu Istana Presiden, Sebastian kayak biasa berdiri di sebelah Ciel, beda-beda tipis sama patung pajangan.

"Memang sulit, Pak. Seorang pedagang kedelai yang saya tanyai mengatakan kenaikan harga ini membuat hidup mereka makin susah," lapor Ciel sambil ngunyah cemilan di ruang tamu: keripik jengkol.

"Memang. Tempe dan tahu yang merupakan mayoritas makanan rakyat Indonesia adalah penyokong hidup kalangan kurang mampu, karena itu sebisa mungkin aku ingin segera memulihkan harga kedelai di pasaran."

"Hm… apa selama ini Indonesia mendapat pasokan kedelai dari dalam negeri saja?" tanya Ciel.

"Tidak, kami juga mengimpor dari Amerka dan Cina, Sayangnya tahun ini musim kemarau di Amerika berkepanjangan sehingga panen kedelai mereka hancur," jawab SBY.

"Berapa produksi kedelai lokal biasanya?"

"Sekitar 850 ribu ton, paling banyak 900 ribu ton."

"Jumlah kebutuhan Indonesia akan kedelai?"

"Diperkirakan mencapai 2,4 juta ton."

"Berarti kedelai yang diimpor hampir 2 juta ton?!" tanya Ciel kaget.

"Iya…"

"Kenapa? Apa Indonesia belum mampu menyiapkan kebutuhan kedelai untuk rakyatnya sendiri?"

"Hm… kalau dibilang tidak mampu, bagaimanapun Indonesia selalu punya potensi untuk itu, hanya saja…"

"Hanya saja?" tanya Ciel.

"Jumlah petani yang berminat menanam kedelai mulai berkurang. Mereka memilih menanam jagung karena lebih mudah dan menguntungkan."

"Kalau begitu… begini saja," Ciel nyoba-nyoba ngasih ide. "Indonesia ini luas, pasti masih banyak lahan kosong yang berpotensi untuk ditanami kedelai, bukan?"

"Ya, benar."

"Cari lahan-lahan berpotensi itu sebanyak-banyaknya. Kemudian biayai para petani untuk mendapatkan bibit kedelai. Memang akan memakan waktu yang tidak sedikit, tetapi jika rencana ini berhasil, impor kedelai dari luar pun bisa diperkecil, bukan?"

"Idemu tidak buruk, kita bisa minta bantuan Badan Pertanahan untuk mencari lahan-lahan berpotensi itu," kata SBY, "Terima kasih, Ciel. Kau selalu bisa memberikan jalan keluar!"

"Sama-sama, lagipula…"

"Lagipula?"

"Tempe juga termasuk makanan kesukaanku. Tadi aku meminta butler-ku untuk membelikan makanan di Warteg, dan sudah kuduga ada yang berbeda dengan ukuran tempe di orek tempenya… ternyata karena kedelai sedang naik, ya?"

"Hahaha! Jadi ada sedikit alasan pribadi untuk bantuanmu kali ini?" kata SBY sambil ketawa.

"Mungkin benar begitu. Ya, kan, Sebastian?"

"Yes, My Lord."

Akhirnya Sebastian kebagian dialog… Udahan ah capek. Dadah~

-TBC-


Luxam's Note:

Makasih buat semua yang udah baca chapter kemarin.

Makasih juga yang udah review: Cara Camellia, Fuuko96, rizulethalpha, frustrated fireworks, UQ, Renzy Fantasia, Nama Saya Putri, meshi-chan, Kagamiyo Neko, Yunoki Trancy, 17goingon12, Reyn-kun Walker, ariadneLacie, liliavioleta, Ichikawa Fue, Ritsu-ken, fi-kun31, munching muffins, myself storyteller, Krad Hikari vi Titania, Lin Narumi Rutherford, wie179, nekochan-lovers, bananAISUcream, asdfghjklcostelle, Charles Grey, imappyon, CleoCiel. FnC, panda-heroo, hibatsukuro, Hello from the Darkness, siklomika, Yume Shinkou, fenihichan, Rafa Zetafius, Serena Tsukiyomi, WhateverIWannaBe, Vhyna sii semelekete, Utgard Loki15, Widy Kakitaka, TheSpiritOfToge, TheMasochistDevil, RunaShericho, Hendry Nofry, dan Hikaru No YUkita.

Yang baca tapi gak review, tetep makasih.

Maaf fic-nya gak lucu, itu semua gara-gara Negara Api menyerang! Ada cacian makian? Silakan review.