OHAYOU SODARASODARA WARGA FFN-FNI

Lhyn datang dengan Fic Narusaku pertama Lhyn... sebelumnya Lhyn mau ngaku kalo Lhyn itu awam banget soal Narusaku, Lhyn pecinta kakasaku... jadi Lhyn mau mohon maap kalo ada fic lain yang mirip-mirip sebelumnya- sumpah tanpa bahan pengawet ini langsung dari Otak Lhyn yang gag di formalin...

Yasud...

langsung saja...

Naruto : Masashi Kishimoto

Give Me Little Try : Lhyn Hatake

Warning : AU, Rate T semi M-inget! semi M, TYPO bagai hujan badai (baca :terlalu banyak),OC, OOC, gaje, aneh, parah, ngaco, dll yang bikin Fic ini terlalu jauh dari kata sempurna... jadi rifyu, saran, kritik, dukungan, flame dan sesuatu yang bisa membuat Lhyn melangkah maju Lhyn terima dengan senang hati.

OKEH SILAHKAN DIMULAI!

Sakura Pov

Ini bisa dibilang sebuah kisah sederhana, kisah cinta yang tak jauh berbeda dengan kisah lainnya. Tentang cinta dan persahabatan, tentang pengorbanan dan ketulusan, kebahagiaan dan kesedihan.

Aku Haruno Sakura, dan yakinlah kisah ini hanya satu dari sekian kisah membosankan yang terangkai diatas bumi yang kita pijak. Semuanya sama, bahkan hingga kerumitan hati yang kurasakan. kau tak perlu membacanya kalau bosan. Karna aku sendiri juga sangat bosan dengan kisahku.

Aku tidak tahu harus kumulai dari mana kisah ini, kisah ini dimulai saat cinta itu tumbuh sementara aku sendiri tidak menyadari cinta itu tumbuh hingga tiba-tiba saja perasaan itu menjadi begitu besar dan kuat.

Cintaku pada sahabat kecilku.

Kami bersahabat sejak kecil, Aku dan dua sahabatku Uchiha Sasuke dan Uzumaki Naruto. Rumah kami saling berdekatan, begitu seringnya kami bersama dan begitu dekat, aku terlalu terbiasa dengan kehadirannya, terlalu terbiasa dengan perlindungannya, dan yang terpenting terlalu terbiasa melihat cengiran khasnya.

Hingga aku tidak menyadari bahwa perasaan itu ada bahkan sampai begitu menguasai hatiku sampai dia pergi.

Saat itu kami masih berada dikelas XII SHS, kami yang memilih untuk bersekolah jauh dari rumah dengan Konoha High School yang begitu jauh dari rumah kami di Ame. Saat itu aku dan Sasuke harus berpisah dengan Naruto yang tiba-tiba diminta oleh ayahnya untuk kembali ke Ame dan bersekolah disana karna ibunya sakit keras.

Yah.

Dan kami berpisah.

Dan dia…

Uzumaki Naruto…

Kepergiannya membuatku sadar betapa aku sangat mencintainya.

Meski begitu aku tak pernah berani untuk menyatakan perasaanku padanya, aku terlalu takut. Aku begitu mengenalnya dan aku tahu dia sama sekali tidak memiliki perasaan yang sama terhadapku. Aku adalah Adiknya. Itulah yang ada difikirannya.

Aku tak pernah menyatakannya, sebesar apapun cintaku padanya, tak pernah bisa membuat keberanianku ikut membesar pula. Dan aku telah cukup puas meski hanya bisa memeluknya dan melihat cengiran khasnya sebulan sekali saat aku dan Sasuke pulang kerumah.

Yah. Tak pernah menyatakannya.

Meski hal itu selalu membuat Sasuke mendengus sambil mengatakan satu kata favoritnya untukku "Bodoh!".

Aku tak pernah menyatakannya.

"Kau akan menyesal Sakura." Begitulah kalimat panjang Sasuke yang digunakannya untuk menceramahiku saat kami kembali ke konoha dan aku hanya tersenyum salah tingkah menanggapinya.

Dan ucapan Sasuke benar! Ucapan sahabatku yang dingin itu benar.

Saat dihari pertama Naruto kembali bersekolah dikonoha karna Kushina Basan telah sembuh, petaka itu datang padaku. Saat jam istirahat, saat aku tengah duduk dikantin bersama Sasuke yang begitu menikmati buku barunya. Sebuah teriakan yang sangat kurindukan memekakkan telinga semua orang kecuali aku.

"Sasuke! Sakura-CHAN! AKU JATUH CINTA! AKU JATUH CINTA PADA PANDANGAN PERTAMA!"

Lebih dari gelas yang terjatuh jari atap gedung, lebih dari petir yang mengelagar bergemuruh diatas kepala, lebih dari segala kesakitan yang pernah kurasakan sebelumnya bahkan bila digabungkan menjadi satu. TERAMAT SANGAT SAKIT!

Tapi tunggu, jangan kau fikir itu adalah akhir dari kisahku, karna itulah permulaan dari kisahku. Hingga sampai pada titik terhitam dalam kisah ini. Aku masih mengingatnya dengan begitu detail. Percayalah, Kisah ini tak pernah berubah bahkan hingga detail terkecilnya sekalipun….

0000

14 February 2007

Aku terbangun lebih dulu dari teman satu flatku Yamanaka Ino karna seseorang yang memencet bel pintu rumahku, aku bangkit dengan malas dan mulai memakai sandal kelinciku, masih sambil menguap lebar aku membuka pintu flat kecil ku.

"Happy valentine Saku-chan. Ucap sebuah suara yang sangat kukenal dan detik itu juga rasa kantuk lenyap dari diriku digantikan rasa bergairah dan semangat yang meletup-letup dalam hatiku.

"Naruto." Ujarku. "Pagi-pagi sekali." Ucapku terdengar keberatan, yah beginilah aku. Selalu bersikap menolak meskipun sebenarnya sangat menginginkannya. Itu seperti sudah mendarah daging dalam tubuhku.

"Gomen ne Saku-chan, tapi aku ada kencan dengan Hinata sejam lagi, jadi kuucapkan sekarang saja." Katanya dengan sukses melenyapkan gairah dan semangat yang baru saja muncul beberapa saat yang lalu karna kehadirannya.

Hinata Hyuuga, dia adalah gadis pemalu yang begitu dicintai oleh pria yang sangat kucintai. Murid baru yang datang saat Naruto kembali ke Ame, dan sekarang mereka telah berpacaran hampir tiga bulan.

Begitu munafik kah aku?

Tapi mau bagaimana lagi? Memang sakit sekali saat melihat pria yang begitu kau cintai mencintai gadis lain, tapi percayalah…bagiku kebahagiaannya-lah yang terpenting. aku bahagia saat melihat senyum di wajah pria itu meski senyum itu bukan karnaku atau untukku.

Hari kasih sayang yang begitu mengenaskan untukku. Beberapa saat setelah Naruto meninggalkanku, air mataku begitu saja menetes kepipiku. Rasanya begitu sakit, meski telah berulang kali merasakannya tapi tetap saja sangat sakit.

Sasuke datang dua jam kemudian, bahkan saat itu aku masih menangis disamping Ino yang begitu terkejut melihatku menangis saat dia terbangun. Dan tanpa menanyakan apa alasanku menangis si Uchiha jenius itu langsung memelukku, membiarkanku menangis dibahunya. Yah, aku yakin Sasuke tahu apa penyebabnya bahkan pada detik pertama dia melihatku menangis.

Dan aku menghabiskan seharian hari valentinku di usia tujuh belas tahunku bersamanya. Tapi jangan berfikir tentang hal penuh romance antara kami. Sasuke sama seperti Naruto. Menganggapku sebagai adik kecil mereka. Kami hanya sedikit ngobrol dan nonton film action kesukaanku. Hingga akhirnya jam menunjukkan pukul sepuluh malam dan dia pamit untuk kembali ke flatnya.

Ino belum kembali, yah aku tahu dia tidak akan kembali sebelum pagi. Dia sendiri yang berpamitan begitu padaku saat Shikamaru datang menjemputnya. Berkencan hingga pagi. Tiba-tiba saja sebuah fikiran masuk kedalam otakku dan seketika itu hatiku terasa dicengkram begitu kuat.

'Apakah Naruto juga begitu dengan Hinata?' jerit batinku.

Dan mataku kembali terasa memanas, dengan cepat aku membuka pintu kamarku dan bersiap menjatuhkan diri diatas tempat tidurku untuk menangis saat bell flat ku kembali terdengar. Lalu dengan gontai dan begitu kepayahan menahan tangisku saat membuka pintu.

Tapi sosok yang berdiri didepanku begitu saja melenyapkan airmata yang telah mengenang dipelupuk dan jatuh menetes.

"Naruto!" seruku begitu bahagia dan langsung memeluknya. Entahlah, hanya saja aku merasa sangat lega dia tidak menghabiskan malam ini disatu tempat tidur bersama Hinata seperti yang mungkin sedang dilakukan pasangan lainnya.

Kurasakan Naruto balas memelukku.

"Saku-chan… rasanya sakit sekali…" ucapnya parau.

Aku tertegun, dan perlahan memepaskan pelukanku. Kupandang mata sapphirenya yang terlihat penuh kekecewaan. Dan saat itu juga aku baru tersadar bau aneh yang menusuk hidungku. "Kau mabuk Naruto?"

Naruto memamerkan cengiran khasnya lagi. "Aku tidak mabuk, Sakura-chan… tapi sakit sekali Sakura-chan… sakit sekali rasanya dihianati…"

"Naruto!" seruku begitu terkejut saat tubuh itu limbung, dan dengan cepat aku menahannya. "Apa yang kau lakukan Bodoh, kenapa mau minum? Kau kan tidak pernah minum sebelumnya." Ucapku antara marah dan kecewa sambil mulai memapahnya masuk. Kubawa dia dengan susah payah kedalam kamarku dan membaringkannya diatas tempat tidurku. Mungkin aku bisa meminjam kamar Ino malam ini.

"Kau ini kenapa Naruto? Tidak biasanya kau seperti ini, apa kau ada masalah dengan Hinata?" tanyaku beruntun, berusaha menekan rasa sakitku sedalam mungkin saat menyebut nama gadis Hyuuga itu.

"Dia… dia… Akh…" dia merintih.

"Sebaiknya kau tidur, kau terlalu mabuk. Ceritakan besok saja." Kataku dan menarikkan selimut untuknya. Kemudian beranjak pergi.

"Sakura-chan." Belum sempat aku melangkah dia telah meraih pergelangan tanganku.

Deg!

Kami-sama.. jantungku… kenapa berdetak begitu cepat?

Dan kemudian kurasakan tangan yang lain menyentuh pundakku, dia telah bangun dan kini berdiri disampingku, membalikkan tubuhku hingga menghadap kearahnya. "A-ada apa Naruto?" tanyaku gugup.

"Apakah kau mencintaiku Sakura-chan?" katanya, mata biru sapphirenya menatapku dalam.

Deg….

Kurasakan tubuhku mendingin, jantungku berhenti berdetak, dan seluruh darah ku seakan menguap entah kemana. "Na-Naruto… kau ma-buk." Kataku tergagap.

"Katakan apakah itu benar Sakura-chan?"

Kami sama…. Apa yang harus kulakukan? Apa yang harus kukatakan padanya? Tak sanggup lagi menatap matanya aku menundukkan kepalaku, "Itu.. i-itu... emph…" belum sempat aku menyelesaikan kegagapanku, tangan besarnya telah meraih rahangku, mendongakkan wajahku dan mencium bibirku.

Untuk beberapa saat aku menikmatinya… ciuman pertamaku, dan kulakukan dengan pria yang sangat kucintai. Perasaan melambung memenuhi diriku saat ini, wajahku memanas seketika, darah yang sebelumnya terasa menguap kini seakan berdesir kuat diseluruh tubuhku, jantung yang sebelumnya berhenti kini berdetak begitu cepat. Bibir hangatnya mengecup bibirku beberapa kali… sebelah tangan besarnya mulai menyentuh pinggangku dan menarikku mendekat.

Aku semakin menikmatinya, kulingkarkan kedua tanganku dilehernya, kami saling menarik, bertaut dan memperdalam ciuman itu. Aku tak bisa menolaknya. Sungguh. Meski pun aku tahu dia tidak mencintaiku. Dan dengan bodohnya aku seakan ingin menyingkirkan fakta itu, aku berharap-sangat berharap bahwa Naruto juga kini telah mencintaiku, mengabaikan kenyataan dia tengah mabuk dan dalam kondisi yang begitu labil.

Semakin lama tautan kami semakin dalam, saling melepas beberapa detik untuk mengambil nafas kehidupan sebelum kemudian memulainya lebih dalam, aku merasa seperti terangkat terbang, tubuhku meringan, kubuka dengan sukarela jalan masuk untuknya, untuk merasakan apa yang ada dibalik bibirku, kunikmati setiap kenikmatan yang diberikannya. Kali ini akulah yang benar-benar mabuk olehnya.

Dia mengelitik seluruh bagian dalam mulutku, menghisap dan mengodanya, membuat sesuatu yang tak pernah kulakukan sebelumnya kulalukan saat itu, aku 'mendesah' meski tertahan oleh bibirnya dan kembali dengan terpaksa kami melepaskan pagutan kami karna kebutuhan kelangsungan hidup paru-paru kami, dan saat itu ku gunakan untuk menatap matanya, mata indah yang selalu kuinginkan, kemudian tatapanku turun kebibir basahnya yang entah kenapa membuatku merasa tergoda, dan dada bidangnya yang bergerak naik turun dengan cepat.

Entah waktu terasa dipercepat atau diperlambat. Aku seakan melupakan semuanya, kebahagianku memuncak dalam sentuhannya…. Hingga…

Kesadaranku kembali…

Akal sehatku kembali saat dia mulai mengecup leherku sementara sebelah tangannya turun kearah dadaku.

Aku mulai memberi penolakan, mendorongnya mundur. Agar dia tahu aku tak menginginkan yang lebih jauh. Tapi dia, pria yang sangat kucintai tak mendengarkanku. Semakin aku memberontak semakin kuat dia menahanku.

Dan sungguh, sebesar apapun kekuatanku seakan tidak ada artinya sedikitpun baginya. Dia terus menyentuhku, memaksaku mendesah dan menyerukan erangan-erangan tajam menyebut namanya, dia mengabaikanku yang memohon agar dia menghentikannya.

Hingga disatu titik rasa sakit yang teramat menyabit seluruh tubuh dan hatiku. Dia, pria yang begitu kucintai, pria yang dengan tulus ku cintai, telah mengambilnya dariku. Tak ada rasa sakit yang melebihi rasa ini, hingga akhirnya aku menyerah, aku tak akan pernah bisa menolaknya. Itulah kenyataannya. Apapun yang terjadi, apapun yang diinginkannya aku tak bisa menolaknya.

aku tak lagi memintanya berhenti.

Sebaliknya…

Kuminta dia melanjutkannya…

0000

Pagi hari…

Aku tahu hari telah pagi karna sinar redup cahaya matahari yang menembus tirai jendela kamarku menyentuh kelopak mataku. Kubuka mataku perlahan, bangkit dan duduk bersandar dikepala tempat tidur dan kurasakan kepalaku berputar sementara rasa nyeri yang teramat menyerang seluruh tubuhku, terutama di bagian… kewanitaanku… aku berfikir sejenak, apa yang telah kulakukan kemarin hingga seluruh tubuhku terasa baru saja dipukuli dan….

Sakit…

Hatiku teramat sakit…

Air mataku menetes perlahan….

Seluruh kekuatan dalam tubuhku terasa lenyap menguap, aku ingin pingsan… tidak… bukan hanya pingsan, tapi mati. Kuremas selimut yang menutupi tubuhku. Aku ingin berteriak… tapi tidak memiliki kekuatan untuk melakukannya.

Lalu sebuah gerakan membuatku waspada. Gerakan yang berasal dari pria berambut blonde yang tengan duduk tampak terpuruk dibawah tempat tidurku. Dia bangkit perlahan, dan kemudian menatapku. Aku menunduk, aku takut… sungguh… aku merasa sangat takut… tapi… seberapa besarpun ketakutanku padanya… keinginanku untuk memandang wajahnya jauh lebih besar, kebutuhanku untuk menatap matanya jauh lebih mendesak, dan dengan seluruh tubuh yang gemetar aku menatapnya.

Dia terlihat sangat kacau, rambut blonde kesukaanku begitu kusut, garis hitam tampak samar dibawah matanya, sementara kaos orange dan celana jeansnya pun tampak berantakan. Dia membuka bibirnya bersiap untuk bicara, namun sampai beberapa saat tak ada suara yang dikeluarkannya hingga akhirnya dia menutupkan bibirnya lagi, bibir yang masih terdapat bekas luka karna semalam.

Aku kembali menunduk. Aku tahu dia juga dalam posisi sulit. Dan aku tak suka melihatnya dalam posisi seperti itu, aku benci melihat mata sapphire tanpa keceriaan didalamnya. Air mataku mengalir deras.

"Saku—"

"Pergi." Ucapku lirih, begitu lirih meski mampu memotong ucapannya.

"Maaf…"

"Pergi… tinggalkan aku…" kataku masih dengan begitu lirih, sungguh itu bukan mauku berkata lirih, namun hati ini terasa sangat sakit hingga aku tak bisa mengeluarkan lebih banyak kemampuanku untuk hal lain selain menahan rasa sakitnya. Menahan agar hanya air mata yang ku keluarkan, bukan darah… dan bukan nyawaku…

Kami saling bertatapan kembali, sungguh… ingin sekali kukatakan aku memaafkannya… aku memaafkannya meski dia tidak memintanya… aku hanya benci melihat mata penuh kesedihan itu… tapi semua itu hanya mampu mencapai tenggorokanku… aku tak sanggup hanya untuk sekedar mengucapkannya.

"Maaf." Katanya lirih sambil menunduk dalam, dan kemudian dia berbalik cepat meninggalkan kamarku… kamar yang menjadi saksi bisu diantara kami…

00TBC00

HUA~~~ sumpah deg-degan banget! GIMANA?GIMANA?

sebenernya Fic ini belom siap publis, niatnya buat B'day fic Lhyn mau bikin Oneshoot Narusaku, tapi gag kesampaian, lalu karna paksaan dari orang dibelakang panggug plus memikirkan tentang request dari Fidy Discrimination Miaw-Miaw jadi Lhyn publis ajah...

GOMEN KALO NGACO...

n' kalo ternyata banyak yang suka, Lhyn mau ngasih teu sebelumnya kalo mungkin fic ini akan apdet agag lama, n' kalo ternyata banyak yang gag suka Lhyn juga akan Hapusnya agak lama...

RIFYU PLISH!

~Lhyn Hatake~