Consequence of Eternity

A Kuroshitsuji Fanfiction

Written By Gokudera J. Vie

Disclaimer : Kuroshitsuji belong to Yana Tobosho

Warning : Sequel of 'The Demon Return', AR, OOC, some Typo.

X-X-X

Alunan music box terdengar dari sebuah kamar sederhana berukuran 5x6 meter itu. Mengalun lembut keluar ruangan melewati satu-satunya jendela disana yang terbuka lebar.

Di atas kasur single bersprei putih dalam kamar itu, terduduk seorang wanita yang menyenandungkan lirik dari melodi lagu yang mengalun dari music box miliknya yang tergeletak di atas meja tepat dibawah daun jendela. Wanita yang dimaksud ini berambut pirang ikal panjang sampai sepinggang, dan ketika dia membuka mata saat suara kepakan seekor burung menyela alunan music, mata itu menampakkan warna hijau emerald yang indah.

Tangan ramping dan pucat wanita itu terangkat ke udara saat sang pemilik suara kepakan sayap melintasi jendela persegi bersisi satu meter disana. Seekor burung kecil dengan bulu keemasan hinggap di tangan sang wanita, bercicit riang dan melompat-lompat di sana sebentar kemudian terbang pergi kembali keluar saat ganti suara kereta kuda yang menyela alunan.

Mengikuti sang burung, wanita itu berjalan mendekati jendela, melongok keluar dan membuatnya melihat pemandangan sebuah taman luas yang berbatasan langsung dengan hutan lebat yang gelap dan berkabut. Meski hutan tersebut sebegitu gelap sampai tak bisa menatap jauh ke depan, entah kenapa cahaya matahari tak kesulitan untuk menyinari rumah tempat kamar sederhana itu menjadi bagiannya.

Gadis itu menutup music box-nya, membuat suara alunan indah nan lembut itu buyar, sementara matanya masih menatap lurus ke arah luar, menatap kereta kuda yang baru saja berhenti di depan pintu mansion yang terlihat dari jendela raksasa kamar sang perempuan. Dengan senyum mengembang, gadis itu menanti, menanti sang penumpang kereta turun dari kereta kudanya.

Pertama sang kusir turun untuk membukakan pintu bagi sang majikan. Sang kusir memiliki perawakan tinggi, berambut hitam, dan mata itu terlihat berwarna merah darah saat bertatapan dengan mata hijau jernih sang perempuan ketika memberi salam.

Akhirnya pintu kereta terbuka, sebuah kaki muncul sebagai permulaan, kemudian kedua kaki itu menjejak tanah. Sang pemilik kaki turun dan melangkah, menampakkan sosok pemuda berwajah manis dan berambut kelabu. Ciel Phantomhive.

"CIEEELLL!" sebuah seruan melengking, membuat sang pemuda bangsawan yang dikira telah meninggal itu mengerutkan dan bergumam, "dasar Liz.". Sementara Sebastian hanya terkekeh pelan melihat tingkah majikannya dan –mantan- tunangan majikannya.

Ciel pun melangkah masuk ke dalam mansion, mengabaikan si gadis pirang, yang adalah Elizabeth Midleford, yang melambaikan tangan dengan semangat kepadanya. Ketika sosok Ciel menghilang di balik tembok, Lizzie menurunkan tangannya dan mulai memasang ekspresi cemberut di wajahnya. Dia kesal Ciel mengabaikannya, meski dia tahu semenit kemudian Ciel pasti akan mengunjungi kamarnya. Selalu begitu.

Lizzie tak ingat sejak kapan mulainya, dia mulai tinggal di mansion ini, tak diijinkan keluar dari kamar barang sekali. Lizzie tahu dia gampang bosan, tapi dirinya sendiri sangat heran kenapa dia tak pernah punya keinginan untuk lepas dari kerangkeng berbentuk kamar itu. Bagaikan burung yang tak ingin bebas. Bagaikan pasrah menerima hukuman.

Tok,… Tok,… Tok,…

"Masuklah Ciel! Kau yang bawa kuncinya kan?" ujar Lizzie.

Ganggang pintu berputar, dan pintu itu berayun terbuka. Sosok bermata merah dengan sebelah mata tertutup eyepatch itu melangkah memasuki kamar. Langkah yang arogan, dan pandangan lurus ke depan, tak berubah bahkan setelah dua puluh tahun telah bertransformasi menjadi seorang iblis.

"Lama tidak bertemu Liz," kata Ciel.

Lizzie kembali memanyunkan bibirnya. "Itu karena kau terlalu sibuk dengan urusanmu sendiri hingga melupakanku," katanya. Meski pun harusnya dia sekarang berumur 33 tahun, tapi wajahnya tidak berubah sedikit pun dari saat pertama kali dia dibawa ke mansion ini, tanggal 25 Desember lima belas tahun yang lalu. Entah apa yang Ciel lakukan terhadap gadis itu, bahkan terhadap ingatan gadis itu.

Ciel hanya bisa menghela nafas melihat tingkah sepupunya itu. Meski sudah hidup bersama dan saling mengenal seumur hidup, Ciel tetap saja tak punya kekuatan ekstra untuk melawannya. "Kalau begitu, kau tidak rindu padaku ya?"

Lizzie tersentak, dan dengan segera menatap Ciel dengan tajam. Yang ditatap hanya tersenyum penuh kemenangan. "Ayo kemari!" kata Ciel.

Lizzie melangkah maju, meskipun masih dengan wajah cemberut. Kemudian dua orang itu pun berpelukan, tepatnya Lizzie yang memeluk Ciel.

"Maaf sudah membuatmu terkurung disini," ujar Ciel, melingkarkan tangannya pada tubuh Lizzie.

Lizzie menggeleng dalam pelukan Ciel.

"Maaf sudah mengambil kebebasanmu," lanjut Ciel.

Lagi-lagi Lizzie hanya menggeleng.

"Maaf sudah membuatmu seperti sekarang, demi keegoisanku seorang."

"Tidak, Ciel," Lizzie angkat bicara. "Kau tidak mengambil kebebasanku, dan aku tak keberatan terkurung seperti ini. Bagiku, asalkan bisa terus bersamamu adalah kebebasanku. Berada di dalam adalah kebebasan bagiku dari pada di luar," katanya. "Dan aku tidak peduli kalau kau egois, karena kau tidak pernah egois. Dan aku senang jika kau egois, apalagi jika untukku."

Lizzie melepaskan pelukannya dan mundur ke belakang selangkah. Dengan senyum indah terukir dan tatapan mata menatap lurus ke mata merah Ciel, begitu tulus, jernih, dan jujur, dia berkata, "Aku akan selamanya di sampingmu, karena kau adalah duniaku. Kau adalah kebebasanku."

Sebastian yang menguping di luar hanya bisa menahan senyum. Dia tak pernah menyesali telah memilih menjadi pelayan Ciel Phantomhive, tak menyesal tak bisa memakan jiwa bocah –bagi Sebastian baik Ciel maupun Lizzie tetaplah bocah tak peduli berapa lama waktu terlewat- itu dan membiarkan dia menjadi iblis. Karena setiap hari, selalu ada pertunjukkan menarik yang disuguhkan kepadanya. Ah, yang namanya manusia memang menarik.

.

"Aku akan memberimu keabadian. Akan kuhentikan waktu yang berjalan dalam dirimu. Karena kau adalah tunanganku, kau akan hidup selamanya disisiku. Kita akan bersama, sampai saat kematianku memisahkan kita."

.

T B C

A/N : Engg,… gaje? Saya rasa seperti itulah. Oke, saya hanya minta kritik dan saran saja.

Terima kasih pada yang sudah membaca cerita ini, atau bahkan hanya melirik.

29 Januari 2011