Disclaimer: all Naruto characters belong to Masashi Kishimoto-Sensei.

Warning : AU and maybe OOC

Genre : Romace and Humor (?) never mean it to be a comedy anyway…

Chara : KibaIno

Here it goes. The last chapter of Game Master! :D

I hope you all enjoy reading it as I enjoyed making this last chapter of Game Master. ^^v

Note : all story will be taken from Ino's POV


GAME MASTER

.

.

Sesuai janjinya, Kiba menjemputku hari ini. Kami akan ke game center kota sebelah untuk berlatih sebelum pertandingan besok. Aku nggak bisa menyembunyikan keteganganku karena itu.

Ya…

Pertandingan…

Besok!

AAAAAA!

Apa ada cara untuk menunda waktu pertandingan?

"Lho? Kenapa wajahmu kusut gitu sih?" sapa Kiba saat ia melihatku melangkah keluar dari rumah.

Aku hanya merengut.

"Tegang?" tanyanya lagi sambil menyeringai.

"Besok… udah pertandingan… ya?" jawabku malas dengan awan hitam yang seolah terlihat mengelilingiku. Eh? Nggak tau seperti apa? Makanya, lebih sering baca manga deh! Kalian pasti tahu seperti apa situasiku sekarang ini!

"Yaaa. Lalu?"

"AAAAA! Kenapa harus besok sih? Hah? Haaaah?"

"Karena memang janjinya besok?" jawab Kiba polos sambil memberikan helm padaku. "Kenapa kau mendadak tegang sih? Rasanya kemarin kau masih biasa-biasa aja?"

Aku mengernyitkan alis mendengarkan pertanyaan Kiba. Kiba nggak salah. Aku juga baru merasa tegang seperti ini kemarin malam. Mendadak saja aku jadi kepikiran macam-macam. Gimana kalau semua nggak berjalan sesuai rencana Kiba? Gimana kalau aku kalah? Lalu gimana kalau Kiba jadi marah padaku karena aku kalah? Bagaimanapun, aku memegang nama Game Master-nya sekarang!

Ukh!

Selama ini kupikir semua akan baik-baik saja, tapi, begitu aku menyadari bahwa besok adalah waktunya, aku seolah kehilangan semua ke-optimisan-ku. Aku bahkan sampai sulit tidur jadinya.

Aku benar-benar cemas sekarang. Nggak ada yang bisa menebak jalannya pertandingan besok. Aku juga… Kiba juga…

.

.

Tanpa sadar, aku menengok ke arah Kiba.

Cowok itu selama ini selalu terlihat optimis kan? Dia selalu membanggakan dirinya, membanggakan bahwa seorang Game Master harus bisa memprediksi keadaan dan nggak akan menerima tantangan yang nggak akan bisa dia menangkan. Tapi… apa ada jaminan untuk itu? Bahwa aku pasti bisa menang melawan Sasuke besok?

Ha~h! Aku…

Pluk.

"Ng?" Aku langsung menoleh saat kurasakan sebuah tangan di atas kepalaku. "Apa?" tanyaku kemudian.

Seperti biasa, Kiba menunjukkan cengirannya dan… mengacak-acak rambutku!

"Kiba-kuuunn!" teriakku sambil mendepak tangannya dari atas kepalaku. "Jangan mengacak-acak rambutku terus! Aku setengah mati menatanya tahu?"

"Hahaha! Begitu lebih baik!" jawabnya sambil menunjuk ke arahku dengan jari telunjuk dan jempol yang terangkat, seperti menodongku. Aku memajukan bibir bawahku sedikit sementara jemariku mencoba merapikan bagian atas rambut yang diacak-acak oleh cowok maniak game dan maniak anjing ini. "Semangatlah! Nggak perlu jadi tegang gitu!"

"Huh! Kau sih enak ngomong gitu! Yang bertanding besok itu aku! Aku lho!" ujarku sambil menunjuk diriku sendiri dengan ibu jariku.

"Heh. Aku juga kok," jawab Kiba sambil memasang helm-nya.

"Hah? Kau apaan?"

"Aku juga terlibat dalam pertandingan besok, meskipun nggak secara langsung," ujar cowok berambut coklat yang kini sudah menaiki motornya. "Aku juga harus menghadapi pertaruhanku sendiri."

Aku memandangnya dengan bingung. Selama ini ia selalu terlihat percaya diri. Tapi kenapa sekarang dia juga terlihat… sedikit ragu-ragu? Atau cuma perasaanku?

"Ki…"

Belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, mendadak, suara ribut keluar dari dalam rumahku.

"Waaah! Ada Kiba, un!"

Glek! Aniki, un! Aku lupa kalau dia masih ada di rumah!

Ng? Apa tadi aku menyebutkan kata 'un'?

Lupakan! Sekarang… mau apa Aniki satu ini?

"Hoi, Dei!" sapa Kiba yang menaikkan sedikit kaca full-helm yang menutupi wajah bagian atasnya. "Nggak kerja?"

"Bentar lagi, un!" jawab Aniki sambil menyeringai dan melirik ke arahku. "Lalu? Kalian mau ke mana nih? Kencan, un?"

"Kencan apaan?" semburku cepat. "Latihan, tau! Latihaaannn!"

Nii-chan terkekeh. Aku tahu kok, dia sengaja mengejekku. Huh!

"Iya deh, iyaaaa," ujar Nii-chan sambil mencubit pipiku. Sebelum aku sempat memukul tangannya dan ngomel-ngomel dengan rentetan kalimat dalam satu tarikan napas yang menjadi andalanku, Nii-chan sudah keburu menarik tangannya. Lalu, sambil menepuk kepalaku pelan, ia berkata, "Ganbatte na! Imouto-chan, un!"

Baru aku merasa tersentuh dengan ucapannya, mendadak ia menyeringai jahil dan kemudian berbisik di telingaku.

"Berjuanglah untuk menaklukan Kiba, un! Waktunya tinggal sedikit lagi lho, un? Khukhukhu!"

Tinggal sedikit lagi? Oh! Benar juga! Kalau pertandingan besok berakhir, itu artinya… hubunganku dan Kiba…

Ng…

"Nii-chaaaannn! Bukan itu kan harusnyaaa?" teriakku, frustrasi.

Nii-chan kemudian tertawa-tawa sambil mengabaikan wajahku yang sudah memerah bak kepiting rebus. Ia kemudian menepuk pundak Kiba dan kemudian mengangkat jempolnya. Entah kenapa, Kiba malah mengangguk dan akhirnya melihat ke arahku.

"Ayo cepat!" ujar cowok itu, menyuruhku agar segera naik ke motornya. Menggerutu pelan, aku pun menaiki motornya.

"Oke, un! Hati-hati di jalan, un!"

Aku hanya bisa menjulurkan lidahku sebelum aku mengenakan helm yang dipinjamkan Kiba. Aniki sendiri, seperti biasa, hanya nyengir dan kemudian melambaikan sebelah tangannya, mengantarkan kepergian kami.

Yang kutahu, saat ini…

… ketegangan yang semula kurasakan… akhirnya sedikit berkurang.

o-o-o-o-o

Hanya pada awalnya! Ya! Di awal-awal aku masuk ke game center di kota sebelah ini, keteganganku memang sedikit berkurang. Tapi ketegangan itu kembali menguasai setelah kami berjam-jam di game center ini namun aku belum juga berhasil menguasai jurus rahasia karakterku!

"Kau itu…" Kiba yang sejak awal selalu di sampingku pun sampai menggelengkan kepala. "Memang sih, gerakanmu sudah lebih bagus dibandingkan dulu, tapi kalau cuma ini, mana cukup?"

"Bawel! Kalau memang gitu, kenapa kau nggak kasih tau trik-trik biar aku bisa menang dari Sasuke?"

"Hemh. Akan kuberitahu. Pada saatnya!" jawab Kiba sambil tertawa kecil.

Apa sih? Kenapa dia kayak nggak pengen aku menang?

Ng?

Nggak pengen aku menang?

"Hei, Kiba-kun," ujarku sambil meregangkan tanganku. Main selama berjam-jam itu memang melelahkan! "Sebenarnya… kau…"

"Hm?"

Mulutku terkunci. Harga diriku memasang alarm tanda bahaya. Kalau aku melanjutkan kata-kataku, apa nanti Kiba nggak bakal berpikir macam-macam? Tapi…

"Laper nggak?" tambahku mendadak. Ya, spontan saja kata-kata itu mengalir, menggantikan pertanyaan 'Sebenarnya kau ingin aku menang atau kalah?' yang seharusnya kutanyakan.

"Lumayan sih. Mau makan dulu?"

Aku menggangguk.

"Ya udah! Ayo makan dulu!" ujar Kiba sambil beranjak dari kursinya.

"Ah! Kiba-kun!" panggilku lagi.

Kiba menoleh, memasang wajah 'ada-apa-lagi-?' di wajahnya. Sementara itu, mulutku kembali terasa kaku dalam keadaan setengah terbuka.

.

.

Nggak bisa.

Aku nggak bisa menanyakannya.

Kenapa begini sulit?

Meskipun aku sangat ingin tahu.

"A..aku…" ujarku sambil menatapnya. Kurasakan alisku mengernyit dan ia pun melakukan hal yang sama. Nggak bisa. Ugh! Ayolah, Yamanaka Ino! "Sebenarnya… kau…"

Mendadak, Kiba memiringkan kepalanya sedikit dan menempelkan telunjuknya di depan mulutnya sendiri. Ia kemudian menyeringai hingga menunjukkan taringnya yang terlihat tajam. Aku terdiam karena isyarat itu. Lalu, bisa kudengar suara berat dan seraknya itu berkata.

"Simpan saja pertanyaanmu sampai besok."

Dan setelah itu, bagaikan mantra, aku nggak lagi berkeinginan untuk bertanya macam-macam padanya.

o-o-o-o-o

Kami berada di game center itu sampai menjelang malam. Tapi, dari sekian kali aku bermain, persentase aku berhasil mengeluarkan jurus spesial itu hanya sekitar 10%! Memang sih, untuk mengeluarkan jurus itu, langkah yang harus kulakukan cukup panjang dan banyak. Dan aku, yang baru berlatih selama kurang dari sebulan nggak mungkin bisa secepat itu menguasainya. Apalagi, langkahnya sendiri masih kuterka-terka, alias, aku belum tahu, langkah yang pastinya dan Kiba nggak mau memberitahuku.

Aku makin curiga kalau dia sebenarnya nggak ingin aku menang.

Senang sih kalau memikirkan hal itu. Tapi bukan berarti aku harus langsung mengalah begitu saja besok. Sasuke harus kukalahkan, apapun yang terjadi. Aku nggak salah kan?

Dan dengan pemikiran itu lah, aku menjadi semakin tegang. Tegang karena aku belum menguasai jurus rahasia karakterku dengan lancar dan tegang karena sikap cuek Kiba!

"Kiba-kun… gimana nih? Kalau aku nggak menang besok…" ujarku setelah kami sampai di depan rumahku. Saat itu jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Ya, seperti sudah kukatakan sebelumnya, kami berada di game center nyaris seharian. Eh, tapi kami sempat keluar untuk makan siang sebentar dan refreshing dengan berjalan-jalan di mall terdekat sih.

"Hemh?"

"Aku belum menguasai jurus rahasia karakterku… terus… Sasuke itu juga runner-up di pertandingan kemarin. Apa mungkin amatiran seperti aku bisa…"

Kutatap mata Kiba takut-takut. Kiba menggaruk kepalanya sedikit dengan tatapan yang mengarah ke direksi lain. Sesaat kemudian, ia menatapku. Pandangannya tampak ragu-ragu. Aku balik memandangnya dengan tatapan 'bagaimana-dong-?'. Akibatnya, ia pun menghela napas. Tangannya kemudian masuk ke dalam saku jaketnya.

"Tadinya sih…" ujar Kiba sambil menyeringai, tampak jahil menurutku, "mau kukasih besok aja. Tapi kupikir, kuberikan sekarang juga nggak masalah."

Kiba menarik tanganku dan kemudian meletakkan sesuatu di telapak tanganku tersebut.

"Jimat!" ujarnya.

Belum sempat aku memperhatikan benar-benar apa yang ia letakkan di telapak tanganku, ia sudah keburu memasang helm-nya kembali dan menyalakan mesin motornya.

"Sudah ya! Aku pulang dulu!"

"Eh! Besok kau jemput aku?"

"Aa.. ada yang harus kupersiapkan. Tapi tadi aku sudah bilang pada Aniki-mu agar dia yang mengantarmu," jawabnya. Tentu saja jawaban itu membuatku sedikit bingung. Ia mempunyai suatu rencana. Tapi aku nggak tahu apa itu. "Oke! Sampai besok, Ino-chan!"

"Tung-.. Kiba-kun!"

Tapi Kiba langsung melesat, tanpa mau mendengar panggilanku. Aku pun mendecak pelan sebelum aku kembali pada sesuatu yang ia letakkan di telapak tanganku. Mataku membelalak seketika. Yang ada di telapak tanganku adalah sebuah kertas putih dan… lipgloss berwarna peach merek kesayanganku!

Yang kemarin ini sudah habis.

Kenapa…

Bagaimana bisa…

Saat itu pula, pikiranku langsung melayang ke saat-saat dimana kami berada di mall untuk membelikan Hinata hadiah. Saat itu… di toko kosmetik, Kiba tampak berbicara akrab dengan kasirnya. Kalau waktu itu dia ternyata bukan sedang flirting tapi memesankan lipgloss ini…

Jimat.

Tanpa sadar, tanganku kemudian bergerak menyentuh bibirku sendiri. Kurasakan wajahku sedikit menghangat. Tapi dengan cepat, aku menepis semua pikiran yang mendadak meyusup ke dalam benakku dengan cara menggelengkan kepalaku kuat-kuat. Bukan saatnya aku memikirkan macam-macam. Besok pertandingan akan segera digelar, aku mengingatkan diriku sendiri. Aku pun mengesampingkan soal lipgloss itu sementara. Sekarang fokus pada kertas putih yang Kiba berikan bersamaan dengan liploss tersebut.

Masih berdiri di depan rumahku, aku kemudian membuka kertas putih yang terlipat itu.

Ini…

Langkah-langkah untuk mengeluarkan jurus rahasia karakterku?

Oh, Kiba! Kenapa nggak dari awal aja sih kau memberikanku catatan ini? Kenapa selama di game center tadi kau malah bungkam? Kenapa di saat akhir kau baru menyerahkan catatan ini padaku?

Apa maumu sebenarnya?

Kau ingin aku menang atau kalah?

o-o-o-o-o

Aku berdiri di depan cermin, memandangi diriku yang sudah mengenakan baju T-shirt ungu dengan celana jeans ketat yang memperlihatkan jelas bentuk kakiku. Seperti biasa, kuikat rambutku tinggi-tinggi dan kubiarkan beberapa helai poni menjuntai, menutupi mata kananku.

Yah, semua tampak seperti biasa walaupun kuakui bahwa dandananku sekarang termasuk dandanan yang sederhana untuk ukuran seorang Yamanaka Ino.

Tapi..

Lipgloss berwarna peach kini kembali tampak berkilauan di bibirku setelah sebelum-sebelumnya warna baby-pink-lah yang menghias bibirku ini.

Jimat.

Kata-kata itu terus terngiang dalam benakku.

Aku tahu, harusnya aku fokus pada pertandingan nanti. Tapi, entah kenapa, pikiranku nggak terlalu bisa diajak bekerja sama. Aku memang sudah menghafalkan langkah-langkah untuk mengeluarkan jurus rahasiaku, walaupun aku belum pernah mencobanya langsung. Yah, seenggaknya, aku sudah punya pegangan mengenai tombol apa saja yang harus kutekan nantinya. Nggak perlu lagi menerka-nerka seperti yang selama ini aku lakukan. Nggak ada masalah. Aku pasti bisa mengeluarkan jurus rahasia itu di saat yang aku inginkan nantinya.

Masalahnya sekarang adalah… Kiba.

Aku nggak ngerti jalan pikirannya. Saat kupikir dia ingin aku kalah, dia malah memberikan catatan langkah-langkah jurus ini. Lalu gelagatnya yang aneh itu…

AAAA!

Aku benar-benar nggak bisa menebak apa yang sebenarnya dia inginkan!

"Ino-chan, un? Sudah siap?"

"Ng!" jawabku sambil menoleh ke arah Nii-chan.

"Ayo berangkat!"

Sudahlah. Untuk saat ini, lebih baik aku memikirkan pertandinganku.

Bukan Kiba.

Ya.

Kemenanganku.

o-o-o-o-o

Pertandingan ini digelar di game center milik Sasuke. Awalnya, tentu saja Hokage Game Center yang menjadi pilihan. Tapi, akibat penyerangan tempo hari, tempat pertandingan dipindah ke tempat Sasuke, sesuai persetujuan. Sejujurnya aku masih agak ragu-ragu sampai sekarang. Apalagi mengingat bahwa orang-orang Sasuke bukanlah orang-orang di Hokage Game Center yang hangat dan ramah. Orang-orang Sasuke lebih meyerupai orang yang gila pertarungan, jika mau kugambarkan.

Namun, untuk menenangkanku, Kiba mengatur bahwa pertandingan kali ini akan diawasi oleh beberapa petugas yang berwenang. Selain itu, dengan adanya orang-orang dari Hokage Game Center – teman-temanku – aku juga bisa merasa sedikit lebih tenang.

Semua akan berjalan lancar. Nii-chan juga ada di sampingku. Nggak ada yang perlu kutakutkan. Dan itulah yang terus aku tekankan sesaat setelah aku sampai di tempat pertandingan.

"Nah, jadi di mana Kiba, un? Apa dia nggak akan memberikanmu sepatah dua patah kata masukan untuk menghadapi Sasuke?" tanya Nii-chan sambil mengedarkan pandangannya ke penjuru game center yang sudah cukup ramai oleh orang.

Aku sedikit bergidik. Nggak menyangka kalau pertandingan personal antara aku dan Sasuke akan dilihat oleh banyak orang seperti ini. Rasanya ada sesuatu yang menghantam perutku dan membuatku mual. Rasanya nggak nyaman!

Tapi perasaan nggak nyaman itu langsung berubah menjadi sesuatu yang lain saat kulihat… Kiba bersama dua cewek yang nggak kukenal! Ia tertawa, nggak keliatan tegang sama sekali. Lalu ia menulis sesuatu di kertas dan menyerahkannya pada cewek-cewek yang langsung berteriak kegirangan. Apa-apaan itu? Dia bilang dia nggak bisa menjemputku karena ada sesuatu yang harus dia persiapkan? Ini maksudnya?

"Hoi, Ino-chan?"

Aku menoleh dan melihat Naruto bersama Hinata. Mereka juga datang rupanya. Tapi kedatangan mereka bukan hal yang harus kupermasalahkan sekarang.

Aku hanya mengangguk sebagai respon pada mereka dan kemudian berkata, "Sorry, aku tinggal dulu."

"Ino-chan, un?"

Panggilan Nii-chan pun nggak kugubris. Saat ini pikiranku penuh dengan cowok berambut coklat yang tampak sedang asik-asikan dengan cewek yang nggak kukenal! Hell!

"Kiba-kun!" panggilku. Bersamaan dengan itu, aku langsung menarik tangannya, menjauh dari dua cewek yang langsung memasang ekspresi terkejut. "Maaf, tapi aku pinjam dulu pelatihku!"

Dan tanpa berniat mendengarkan protes dua cewek itu, ataupun protes Kiba, aku pun menariknya keluar dari game center, sampai ke suatu tempat yang kuanggap cukup privat. Nggak ada orang lain dan kami bisa bicara berdua!

"Whoa? Ada apa nih?"

Aku menoleh ke arahnya. "Apa urusan pentingmu itu hanya untuk bertemu dan merayu cewek-cewek?" tanyaku sinis.

Kiba membesarkan matanya untuk sesaat sebelum ia menyeringai. "Nggak juga. Kenapa? Kau cemburu?"

"Cem… Demi apapun! Aku nggak cemburu!" teriakku cepat. "Aku hanya kesal karena bukannya memberikanku semangat atau masukan atau tips atau apalah, tapi kau malah asik-asikan dengan cewek-cewek itu."

Kiba tertawa. Tampak puas. Tapi begitu aku memasang wajah serius dan nggak tertawa sama sekali, akhirnya cowok itu menghentikan tawanya. "Oh, ya, ya! Masukan ya?" Ia kemudian memegang dagunya. "Coba aku ingat-ingat. Hemm…"

Aku hanya bisa terdiam memandanginya.

"Kupikir, di ronde pertama, kau harus mengalah padanya."

"Hah?"

"Kau harus kalah dengannya di ronde pertama," jawab Kiba sambil mengangkat bahunya sedikit. "Tentu saja, jangan sampai dia tahu kalau kau mengalah."

Kiba melanjutkan, "Lalu di ronde dua, begitu dia sudah merasa di atas angin, kau harus membalik keadaan."

"Tunggu, tunggu! Apa cara ini nggak terlalu beresiko? Gimana kalau aku kalah di ronde 2?"

"Yah. Ini pertaruhan, Ino-chan," jawab Kiba sambil menyeringai, "tapi dari pertandinganku dengannya terdahulu, dia adalah orang yang mudah merasa di atas angin. Karena itulah dia kalah dariku."

"Tapi…"

"Kau percaya padaku kan?"

Sejujurnya, aku ragu-ragu. Tapi aku nggak bisa menghentikan diriku untuk nggak mengangguk.

"Bagus. Dan jangan keluarkan jurus rahasia itu kecuali kau sudah terdesak. Itu kartu as-mu!"

Tanpa berniat protes, aku pun kembali mengangguk. Kulihat Kiba tersenyum atas responku. Lalu ia pun mengulurkan tangannya, menepuk kepalaku. Aku hanya menyentuh tangannya perlahan sebelum ia malah menggerakkan tangannya ke arah… bibirku.

DEG!

Jempolnya mengelus lembut bibirku sebelum ia berkata.

"Warna peach memang cocok untukmu," ujarnya sambil tersenyum lembut. Bukan seringai yang biasa, senyum. Ya, senyum.

Kami-sama! Aku ingin meleleh saat itu juga rasanya!

"Kiba-kun…"

"Yap!" Kiba menarik tangannya dari wajahku. "Aku sudah memberitahumu triknya, kau pun sudah menggunakan jimatmu. Nggak ada yang perlu dikhawatirkan! Semua akan berjalan sesuai perhitunganku!"

Tanpa menunggu jawabanku, ia kemudian melangkah, ke arah pintu masuk game center. Mungkin ia sadar kalau aku belum juga beranjak, karena itu ia kembali menoleh ke arahku.

Dan begitu kata-kata meluncur dari mulutnya, aku tahu bahwa waktu pertandingan sudah tiba bagiku.

o-o-o-o-o

Layar besar terpampang. Dengan itulah orang-orang akan bisa melihat jalannya pertandingan antara aku dan Sasuke.

Aku menelan ludah, gugup. Apalagi saat kulihat mata tajam Sasuke yang seolah siap menerkamku kapan saja.

Uh! Sejak kapan Yamanaka Ino bisa merasa sebegini terintimidasi. Oh, entahlah. Entahlah! Jangan tanya aku. Kepalaku terasa kosong sekarang. Aku nggak bisa berpikir apa-apa.

Ingin rasanya kabur.

Oh, oh! Kami-sama!

"Masih ada waktu kalau kau ingin mundur." Suara Sasuke seolah menarikku kembali pada kenyataan. Aku mengangkat wajahku yang semula tertunduk hanya untuk melihat ke arahnya. "Dan kau bisa menyerahkan pertandingan ini pada pelatihmu."

"Bukan ide buruk, kurasa?"

Mendadak, senyum terlepas begitu saja dari wajahku.

"Aku hampir menyerah, Sasuke," balasku, "tapi kau yang menyadarkanku. Terima kasih."

Aku nggak lagi memperhatikan bagaimana reaksi Sasuke karena aku sudah langsung bergerak ke arah kursiku. Bersiap untuk pertandingan. Mungkin aku bisa menang. Kiba sudah mengajariku dasar-dasarnya, jurus rahasianya, strateginya. Nggak ada jalan bagiku untuk kalah!

Aku harus menang!

Dengan tekad itu, aku pun menatap mantap pada layar di hadapanku. Keheningan langsung melanda game center tersebut. Semua seolah tersihir agar menutup mulutnya dan menyaksikan pertandingan dengan seksama.

"Ready?" ujar seseorang yang ditunjuk menjadi MC.

Aku memilih karakter yang akan aku gunakan. Yah, tentu saja Sasuke juga demikian. Nggak usah ditanyakan lagi.

"Set!"

Aku memandang layar di hadapanku dalam keadaan waspada.

"Go!"

Tombol yang mengaktifkan pertandingan kemudian dipencet oleh MC dari satu game-base.

ROUND 1!

Sekarang karakterku dan karakter Sasuke sudah saling berhadapan.

Aku memulai langkah awal dengan menyerang terlebih dahulu. Tapi setelah sekali menyerang, aku lebih memilih posisi bertahan, sebagaimana yang Kiba usulkan padaku.

Tapi sebetulnya, tanpa disuruh pun, Sasuke yang sudah begitu lihai langsung mengalahkanku dengan mudah. Sial! Walaupun aku mengalah, tetep aja aku nggak rela melihat dia menang!

Begitu hasil ronde pertama terpampang di layar, terdengar suara riuh rendah dari pihak Sasuke yang menyorakkan kemenangannya sementara penonton dari kubu-ku spontan menyorakinya dengan 'Huu'.

Pengen ketawa. Tapi sebaiknya sekarang aku bersikap serius. Di ronde 2, Kiba mengatakan agar aku jangan sampai salah langkah. Gunakan jurus itu di saat-saat terdesak.

ROUND 2!

Pertandingan berjalan lebih alot. Kurasa Sasuke jadi kaget karena itu. Ia kacau dan pola menyerangnya jadi nggak beraturan. Walaupun demikian, ia tetaplah seorang runner-up bukan?

Karena itu…

Ini saat yang tepat untuk mempraktekkan langkah rahasia yang diberikan Kiba padaku. Sebelum aku terpojok lebih jauh!

Baru saja aku mau mengeluarkan jurus itu, mendadak karena suatu kesalahan yang bodoh, karakter Sasuke terkena hantamanku sebelum aku mengeluarkan jurus itu dengan sempurna. Akibatnya… karakternya pun KO.

Kini, keadaan imbang.

Aku menoleh ke arah Kiba. Ia tampak terkejut. Aneh, bukannya senang, ia malah terkejut! Tapi yah.. Pada akhirnya ia tetap menyunggingkan senyumannya padaku. Ck! Apa sih yang dia pikirkan? Apa dia pikir aku nggak bakal bisa menang tanpa jurus rahasia itu?

ROUND 3!

Ini penentuan! Aku akan menang! Pasti!

Tapi.. Apa ini hanya perasaanku.. Atau Sasuke yang mendadak jadi lebih agresif? Ia menyerang membabi buta dengan kombo-kombo yang jauh lebih cepat dan mematikan dari sebelumnya.

Aku terdesak.

Kudengar pekikan nafas tertahan dari beberapa orang yang ada di situ.

Nggak!

Aku nggak boleh kalah!

Atas, depan, belakang, atas, bawah…

Aku menyuarakan langkah yang kudapat dari Kiba dalam hatiku.

Sejauh ini lancar.

Atas, bawah, biru, merah, atas, bawah, atas, bawah…

Satu langkah lagi!

Depan, merah, biru, depan…

Dan terakhir…

biru!

BERHASIL!

.

.

Ng?

Pertandingan berakhir.

Aku terbelalak.

Sasuke tersenyum.

Lho?

Aku… Kalah?

"Hn. Ternyata.. Cuma segitu kemampuan murid Inuzuka Kiba?" ujar Sasuke yang sudah berdiri dari kursinya.

Aku masih menatap layar dengan nggak percaya.

Aku.. Kalah?

Kenapa?

Dan…

Nggak!

Jurus rahasia itu nggak keluar?

"Ya, ya! Selamat atas kemenanganmu!" ujar suara yang kukenali sebagai suara Kiba. Nggak ada emosi dalam nada suaranya. Begitu aku menengoknya pun, ia hanya tersenyum sambil mendekat ke arahku.

"Hn. Sesuai perjanjian, mulai sekarang gelar Game Master milikmu itu menjadi milikku!"

"Yup! Silakan! Ambil saja!" ujar Kiba yang sudah ada di belakangku dan kemudian membantuku berdiri dari tempat dudukku. "Dan kalau begitu… sesuai perjanjian juga, mulai sekarang kau dan Ino-chan nggak ada hubungan apapun lagi!"

"Siapa yang pedu…li?" ucapan Sasuke menjadi terpotong seketika. Ia lalu memandang dengan tatapan bagai melihat hantu pada Kiba. "Kau… Jangan-jangan kau…"

"Yo, Ino-chan!" ujarnya sambil menarik tanganku, menjauh dari arena pertandingan.

"Tunggu! Inuzuka! Kau.."

"Wah, wah! Selamat atas kemenanganmu, Uchiha Sasuke! Eh, Game Master. un!" ujar Aniki sambil menyeringai mengejek.

"Berisik! Aku nggak ada urusan denganmu!"

"Kata siapa nggak ada?" Sekali ini, Naruto yang buka mulut. "Tentu kami harus merayakan kemenangan Game Master yang baru dong?" ujarnya kemudian sambil menyeringai jahil.

"Eh?"

Bukan hanya Naruto, beberapa orang yang kukenal sebagai pelanggan game center tempatku latihan selama ini sudah mengerubungi Sasuke dan langsung mengangkatnya tinggi-tinggi. Sesekali elukan yang terdengar sinis bergema di ruangan tersebut. Begitu aku hendak menoleh untuk melihat yang selanjutnya terjadi, Kiba malah menggerakkan kepalaku ke depan.

Dan…

"MINGGIR KALIAN! LEPASKAN AKU!"

Hanya suara itu yang bisa terdengar begitu jelas di telingaku. Sampai terngiang-ngiang di benakku, kalau boleh kutambahkan. Entah apa yang mereka lakukan pada Sasuke sampai ia berteriak sedemikian rupa. Aku nggak tahu lagi karena aku sudah ditarik sampai begini jauh oleh cowok pemaksa yang satu ini.

Setelah kami berada di tempat sepi, yang jarang dilewati orang, Kiba melepaskan tanganku dan kemudian berhenti berjalan.

Lalu…

"Hahaha! Persiapanku matang kan? Dia pasti nggak akan bisa keluar dari keramaian itu untuk beberapa jam ke depan! Yah, rasakan saja dikelilingi 'fans'-mu, New Game Master!"

Persiapan?

Hah?

HAAAH?

"HEH! Apa yang.." belum selesai ucapanku, Kiba langsung memotong ucapanku.

"Dan ngomong-ngomong, untung jimatnya ampuh ya?"

Aku mengernyitkan alisku lebih dalam. Kebingungan.

"Apanya yang ampuh, hei? Aku malah ka-…"

Lagi-lagi, belum sempat aku menyelesaikan kalimatku, Kiba keburu memotongku. Kali ini, bukan dengan kata-katanya, melainkan dengan… ciumannya.

Ciuman.

AS-TA-GA!

"Ehm.. Wangi peach…" ujar Kiba sambil mengeluskan jempolnya ke bibirnya sendiri.

Aku terbelalak. Aku terdiam. Aku melongo. Layaknya orang bego.

"Ap.. apa.. Ba.. Barusan.." ujarku tergagap sambil menyentuh bibirku dengan jari telunjuk dan jari tengah tangan kananku.

Kiba hanya tersenyum.

"Kiba-kun?" ujarku sekali lagi dengan wajah yang sudah terasa memanas.

Dia kemudian meletakkan tangannya di kepalaku sebelum akhirnya ia mendorong kepalaku hingga terjatuh di dadanya yang cukup bidang. Ia memelukku erat sebelum berkata, "Jimat itu kan memang doaku biar kau kalah dan aku yang menang!"

"Apa maksudmu?" ujarku sambil mendorong dadanya sedikit, nggak begitu kasar, senggaknya cukup untuk membuat jarak di antara kami sehingga aku bisa menatap matanya dengan jelas.

"Aduh… Ino-chan ini kok bolot banget sih? Masih belum nyadar juga yah?"

"Apaan?" hardikku kasar. Sementara, Kiba masih memegangi pinggangku dengan nyamannya.

"Semua strategi yang aku ajarkan di akhir itu.. Adalah strategi biar Ino-chan kalah lho?"

Aku membesarkan mataku sebesar-besarnya yang aku bisa.

"HAH?" pekikku sambil melepaskan diri darinya.

Kiba hanya bisa menyeringai. Lalu, dengan cepat dan jelas, ia mengatakan bahwa ia sengaja membuatku kalah di ronde pertama dan mengalihkan kecurigaanku dengan mengatakan bahwa itu hanyalah strategi untuk membuat Sasuke lengah. Lebih mengejutkan lagi, ia sebenarnya berharap aku akan langsung kalah di ronde kedua. Pantas wajahnya sempat terkejut begitu!

Dan satu pengakuannya yang terakhir.

"Catatan langkah yang kuberikan padamu itu.. tentu aja langkah yang salah!" ujar Kiba dengan riang. Aku hanya bisa menganga akan apa yang baru saja aku dengar.

"Si.. Sial! Sial kau, Kiba! Kenapa kau malah sengaja membuatku kalah? Apa maksudmu hah?"

Sekali ini, aku melihat ekspresi keheranan di wajah Kiba. Ia tampak mengernyitkan dahinya dan aku, bagaikan cermin baginya, memperlihatkan ekspresi yang serupa.

"Ini pertanyaan bercanda atau serius, Ino-chan?"

"Aku serius!"

"Ck!"

Sekali lagi, Kiba mengecup bibirku dengan lembut. Aku... Oh, Kami-sama! Katakan ini bukan mimpi! Perasaan saat jantungku berdebar dengan kencang ini… Sensasi hangat yang menjalar ke seluruh tubuhku ini… ini... nyata?

Begitu bibir kami terpisah, Kiba, dengan wajahnya yang sedikit merona, berkata, "Masih belum ngerti juga, eh?"

Aku terlalu bingung untuk berkata-kata.

"Atau butuh ciuman yang ketiga?"

YA! YA! YA!

"NGGAK!" ujarku yang jelas-jelas sangat bertentangan dengan suara hatiku. "Nggak perlu.. Aku…"

Panas kembali terasa di kedua belah pipiku. Oh, pasti warna wajahku sudah semerah tomat matang kali ini.

"Kau.. Licik sekali!" ujarku sambil menunduk. Dan kemudian aku memegangi kedua sisi pipiku dengan masing-masing tangan.

"Makanya aku bisa jadi Game Master kan?" jawab Kiba tenang.

Aku menoleh ke arahnya.

"Mantan cowomu itu kalah karena dia nggak akan pernah bisa melihat apa yang kulihat!" ujarnya lancar sambil menyeringai. "Ia boleh menang dalam pertandingan melawanmu. Tapi… tidak denganku!"

"K-Kiba-kun…" ujarku tergagap. "Pertandingan apa.. Maksudmu…?"

"Well.." ujarnya sambil menggaruk-garuk pipinya yang kembali merona, "Pertandingan merebut hatimu, kukira…"

Aku nggak bisa menahan diriku lagi saat itu. Aku langsung saja menghambur ke pelukan cowok itu dan memeluknya dengan erat. Kurasa ia nggak keberatan soalnya ia hanya menepuk-nepuk kepalaku dengan lembut, tanpa protes atau apapun meluncur dari mulutnya.

"Kau bodoh! Padahal kalau kau bilang lebih awal, pertandingan konyol ini… nggak perlu ada!"

"Haah! Biarin aja! Gini-gini aku kan orang yang baik hati, lho? Aku membiarkan Sasuke mendapatkan gelar Game Master-ku dan ia akan membiarkanku mendapatkan bagianku sendiri!"

"Huh! Dasar bodoh! Tapi… langkahmu itu terlalu gegabah kan? Gimana kalau ternyata aku nggak punya perasaan apapun padamu?"

"Memangnya aku nggak tahu perasaanmu? Berhentilah bercanda, Ino-chan!" ujarnya sambil terkekeh. "Perasaanmu itu jelas tergambar di wajahmu tahu!"

Aku mendorong dada cowok itu dengan cepat. Wajahku memanas, sangat panas!

"KAU TAHU?"

Ia menyeringai. "Siapa yang nggak tahu?"

"KAU TAHU DAN TETAP SAJA BERTINGKAH SEOLAH-OLAH TIDAK TAHU APAPUN?"

Sekali ini, tawanya pecah. "Kalau kuberitahu, kau pasti nggak akan mau melanjutkan pertandingan ini."

"MEMANG!" ujarku sambil berkacak pinggang. "Kalau kau sudah tahu, kenapa malah sengaja membiarkanku… bagaimana kalau ternyata aku malah menang? Bagaimana kalau aku malah kembali pada Sasuke?"

"Mana mungkin? Kan sudah kubilang, aku tahu perasaanmu padaku."

Aku menggeram.

"Dan, yah… alasanku sebenarnya tetap bersikeras mengadakan pertandingan ini… untuk menegaskan pada Uchiha Sasuke, di depan orang-orang, bahwa mulai sekarang, hubunganmu dengannya benar-benar sudah berakhir!" Bersamaan dengan kata-kata itu, ia kembali menarikku mendekat ke arahnya. Kedua tangannya kembali ia letakkan di pinggangku. "Semua sesuai rencanaku, Ino-chan!"

Aku menggelengkan kepalaku dan kemudian memegangi dahiku dengan sebelah tangan. Mendadak, tanganku ditahan oleh tangannya.

"Bagaimana menurutmu, Ino-chan?"

Aku menatapnya dalam diam.

Inuzuka Kiba. Cowok yang nggak lebih tua dariku. Seorang gamer handal yang baru saja menerima gelar Game Master untuk game battle terdahulu. Seorang maniak anjing dengan hobi – apalagi kalau bukan – bermain game. Cowok pemaksa yang selalu bertingkah seenaknya.

Walaupun kini ia kehilangan gelar Game Master-nya, tapi ia mendapatkan sesuatu yang lebih baik dibandingkan itu.

Hatiku.

Dan apalagi yang lebih baik dari itu, hem?

"Nggak usah bertanya lagi!"

Ia menyeringai sebelum bibir kami kembali bersentuhan. For Kami's sake! Untuk ketiga kalinya hari itu!

Nggak diragukan, berkat ciuman itu, aku merasa semakin dan semakin meleleh. Jantungku berdebar kencang dan kepalaku terasa kosong.

Ah! Sebelum aku benar-benar nggak bisa berpikir, izinkan aku mengatakan sesuatu. Sesuatu yang penting.

Ya.

Mulai sekarang, tolong ingatkan aku untuk selalu waspada pada Game Master sepertinya atau Aniki.

Di tangan mereka, orang-orang sepertiku hanya akan menjadi santapan yang lezat.

.

.

Yah, walaupun sebenarnya aku nggak keberatan selama itu Kiba yang memakanku… (?)

*** FIN ***


A/N :

Akhirnya Game Master tamat juga!

Yey! Yey! Yey!

Beres! Akhirnya ada scene kissu-kissu. Hahahahay!

Dan di saat akhir, otak Ino bener-bener udah dimakan ama Kiba (?) XD

Next, sebelum mengakhiri fic ini, let me show you my big appreciation.

Special thanks buat para reviewer yang udah bersedia meluangkan waktunya untuk mereview fic ini : Cendy Hoseki (dasar anak psikologi! Tajem banget sih instingnya? Hahahaha! Sumpah, langsung melongok begitu liat review kamu. trus bergumam deh : ah! ketahuan ya?XD), Kara a.k.a. Mimi (I don't have to mention the rest of your pen name that u used to review the previous chapter, right?), vaneela (sudah diapdeeettt! XD), Deidei Rinnepero13 (nyeh3, gimana chapter ini? Jadi the best nggak?), ZephyrAmfoter (yap! Ini last chapternya. Moga-moga memuaskan), Ino FaNs (ehehe. No prob. Gimana? Udah ketahuan kan perasaan Kiba? Hahahay!), Anasasori29 (Sasu menang tuh. Wakakakak! XD), Moe chan (sudah kilat kah? And btw, kamu nanya saya cowo atau cewe di fic saya yang my summer is u, dan jawabannya adalah… saya cewek tulen kok, walaupun a bit tomboy :P) and'z a.n (sudah diapdet ^^), el Cierto (dear nee, I just save the best for the last. I mean, the kissu scene. In this chapter : Three times in a row. Hahaha.), Nicha youichi (yuppie, pastinya ^^v), Uzumaki Cool (termasuk cepet nggak?:D), Akira Tsukiyomi Sang Reviewer Terbalik (hehe. Begitulah. Chapter ini lebih romance lagi kan?), Sabaku no Uzumaki (thanks dah menunggu ^^).

Dan buat semua silent reader yang udah baca, yang udah ngefave, ngealert, saya juga ucapkan makasih banyak yaa. ^^v

For the last, please give me your opinion.

Yes, I'll still be waiting for your review. :D

Regards,

Sukie 'Suu' Foxie

~Thanks for reading~