Disclaimer : Masashi Kishimoto

The Fast and Furious : Konoha Drift

Rated : T

Pairing : SasuHina

Genre : Romance

Warning : AU, OOC, Bahasa berantakan, Alur keteteran, dan kekurangan-kekurangan lainnya.

Semoga chapter yang ini ga mengecewakan. Yosh! Kita mulai aja…

The Fast and Furious : Konoha Drift

Chapter 6

"Hangat. ." gumam Hinata. Tunggu dulu? Hangat? Bukannya seharusnya ia membentur tanah dan sakit? Tapi kenapa malah hangat dan nyaman?

Karena penasaran, Hinata akhirnya membukan matanya. Betapa terkejutnya Hinata, kalau dia ternyata tidak jatuh membentur tanah dan yang membuatnya lebih terkejut lagi adalah karena posisinya sekarang. Digendong ala bridal style oleh seorang. . .pria?

Perlahan tapi pasti Hinata membuka matanya. Mengikuti rasa penasarannya yang membuncah. Dan sekali lagi Hinata harus dibuat kaget-ralat-kagum. Sangat dibuat kagum oleh pemandangan yang tersaji manis di depan matanya.

Sepasang mata azure indah menatap mata obsidian Hinata. Walau ada lingkaran hitam di sekeliling mata itu, tak mengurangi keindahan yang terpancar dari matanya.

Dan saat itu juga, Hinata berani bertaruh kalau mata yang ada di depannya dapat menyihir ribuan wanita mengantri hanya untuk melihat mata itu.

Tunggu dulu! Kenapa Hinata jadi berpikiran seperti ini? Memangnya apa yang dia pikirkan?

Hinata akhirnya tersadar dari lamunannya. Sedikit malu karena ternyata daritadi Hinata memperhatikan pemilik mata tersebut. Seakan mengerti dengan maksud Hinata menatapnya, yang sebenarnya salah diterjemahkan, akhirnya pemuda tersebut menurunkan Hinata dari gendongannya.

Setelah turun, Hinata malah kembali menundukkan kepalanya lebih dalam, tentu saja untuk menyembunyikan wajahnya yang memerah, karena menyadari ternyata si pemuda terus menatap kearahnya.

"A-arigatou." Hinata mencoba memulai percakapan sekaligus menyembunyikan kegugupannya.

Hening mendominasi. Merasa tidak dianggap, Hinata akhirnya memutuskan untuk mendongakkan kepala dan melihat si empunya.

Dan untuk yang ketiga kalinya, yang sebenarnya Hinata sendiri tidak merasa bosan, ia harus dibuat kagum lagi.

Pemandangan yang terlihat di depannya ini bagai seorang pangeran berkuda putih yang datang untuk menjemput Hinata. Terasa Hiperbola memang, tapi setidaknya bagi Hinata begitu.

Seorang pemuda yang Hinata lihat mempunyai mata yang indah, ternyata semua yang ada pada dirinya juga indah.

Mulai dari mata azure-nya yang indah, kulitnya yang putih bersih bak model papan atas, tubuhnya yang lebih tinggi dari Hinata dan proporsional, lalu cara berpakaiannya yang terkesan berandalan tapi cool.

Blazer yang ia pakai dibiarkan tak terkancing satu pun. Dengan ujung kemeja di dalamnya yang sedikit keluar. Ditambah headphone jumbo yang melingkari lehernya dan rambut merahnya yang sedikit, sebenarnya banyak, berantakan.

Hinata nyaris saja pingsan kalau saja ia masih ingat untuk tidak merepotkan orang yang ada di depannya ini karena mereka baru saja bertemu.

"Hinata, ada ap-" dan Hinata akan sangat berterima kasih kepada siapapun yang telah menyebutkan namanya pada saat ini. "Sa-sabaku Ga-gaara," sambung suara yang sangat familiar bagi Hinata.

"Sa-sakura-chan," Hinata mencoba untuk menghilangkan gugupnya dengan mengalihkan pandangannya ke samping, yang entah sejak kapan, Sakura sudah berada disitu.

Sementara satu makhluk lagi yang berada di depan mereka, hanya mendenguskan kesal dan langsung ngeloyor dengan sangat enaknya, melewati Hinata dan Sakura.

Sepertinya pernah bertemu. Tapi dimana?, batin Hinata.

Andai saja saat ini Hinata tidak terlalu gugup untuk sekedar melihat kearah pemuda itu, ia akan menyadari kalau pandangan pemuda itu tidak lepas sekalipun darinya lewat ekor matanya.

.

.

.

"Kau berhutang satu cerita padaku, Hinata." ujar Sakura sembari terus menyumpitkan chicken teriyaki ke dalam mulutnya.

Dan sekarang disinilah mereka berdua. Kantin. Tempat yang sebenarnya tadi Hinata tidak ingin kunjungi tapi akhirnya ia berakhir disini.

"E-eh? Ce-cerita apa?" tanya Hinata. Jujur, ia mengerti yang dimaksud Sakura. Hanya saja, ia hanya ingin mengulur waktu agar Sakura lupa akan kejadian tadi.

"Jangan pura-pura gak tau. Aku tau kamu pasti ngerti." ujar Sakura sembari terus menyuapkan makanannya. Terkadang ia akan melihat kearah lain untuk memastikan tak ada yang mendengar pembicaraan mereka.

"A-aku benar-benar tak me-mengerti, Sakura-chan," Hinata masih saja berkelit. Sungguh, ia sangat malas untuk menceritakan kejadian yang tadi menimpanya. Selain karena malu tentunya.

"Ya sudah kalau tak mau cerita. Tapi kapan-kapan aku akan menagihnya loh," ujar Sakura sambil meminum jus Strawberry yang tadi dipesannya.

Hinata hanya menghela nafas sambil meminum jus Blueberry-nya. Sedari tadi ia memang hanya memesan minuman itu karena jujur, nafsu makannya sedang tidak enak.

Hening.

"Hinata," Sakura memecah keheningan dengan tatapan serius.

"Y-ya?"

"Kau masih duduk dengan pria Uchiha itu?" tanya Sakura seperti mengintrogasi Hinata.

"Ke-kenapa Sakura bertanya seperti itu?" Hinata sudah merasakan aura yang tidak enak di sekitarnya.

"Tidak, hanya saja. . . Apa kau tidak merasa dia mirip dengan seseorang?" ujar Sakura "Maksudku dia seperti mirip dengan-"

"Sakura-chan," Hinata tahu kemana arah pembicaraan ini. Hinata tahu apa yang ingin Sakura bicarakan. Hinata tahu siapa orang yang mereka bicarakan. Maka dari itu, Hinata ingin menghentikan arah pembicaraan ini.

"Tapi Hinata-"

"Ku-kurasa kita sudah pernah membahas ini, Sakura," ujar Hinata sembari menundukkan kepalanya dalam. Suaranya pun sudah sedikit bergetar.

"Maafkan aku, Hinata. Aku tidak bermaksud untuk membahasnya lagi." ujar Sakura. Ia merasa menyesal juga karena telah membahas topik yang tak pernah ingin Hinata bicarakan.

"Ku-kurasa kita ha-harus ke kelas, Sakura-chan," ujar Hinata sembari berdiri yang terkesan mengalihkan topik pembicaraan. Bukannya Hinata marah. Hanya saja, ia merasa belum siap kalau harus membicarakan hal yang tadi Sakura ingin katakan.

Hinata. . ., batin Sakura yang menatap Hinata menjauh dengan pilu.

.

.

.

Hinata memasukkan buku-bukunya ke dalam tas dengan lelah. Entah mengapa sejak tadi pagi Hinata merasa malas untuk melakukan apapun, termasuk pergi ke sekolah. Ia bahkan yakin kalau bukan Neji yang memaksanya untuk bangun dan pergi ke sekolah, sampai siang pun ia tak akan pergi ke sekolah.

Mengingat kembali kejadian di kantin saat jam istirahat, ia jadi sedikit merasa bersalah kepada Sakura. Tidak seharusnya juga ia memotong kata-kata Sakura dan meninggalkannya di kantin hanya karena ia tidak ingin membicarakan topik yang Sakura bahas, kan? Bagaimana pun itu tidak sopan.

Ia kan bisa berbicara baik-baik kalau tak ingin membicarakan topik itu. Tapi siapa sih orang yang bisa sadar kalau berbuat salah saat dirinya sedikit emosi? Tak ada! Ingin minta maaf dengan Sakura? Itu pun kalau sekarang Sakura sedang tidak sibuk untuk melarikan diri dari kejaran kodok hijau yang selalu mengejarnya dimanapun dan kapanpun.

Sebutan yang bagus untuk penggemar Sakura yang terlalu fanatik pada warna hijau, eh? Entahlah. Yang Hinata tahu Sakura selalu menyebutnya seperti itu.

Hinata berjalan dengan pelan kearah gerbang sekolah. Letak semua kelas 10 yang berada di lantai 2 pun membuatnya malas untuk turun ke bawah.

Saat sudah beberapa meter menuju gerbang sekolah, pandangannya tertuju pada satu sosok yang sedang berdiri di dekat gerbang sekolah dengan santainya. Seseorang yang belum ingin ia temui sekarang.

Langkah Hinata terkadang berhenti padahal gerbang sekolah hanya tinggal 3 meter lagi dari tempatnya berdiri.

Hinata menarik nafas dalam-dalam sebelum kembali melangkah kearah gerbang sekolah. Awalnya ia menundukkan kepala mencoba untuk tidak menatap orang di depannya.

Langkah pertama saat berada di depannya, berhasil. Orang itu bahkan tak sedikitpun mengalihkan pandangannya dari arah depan.

Langkah kedua saat tepat berada di sampingnya, kurang berhasil. Orang itu sedikit melirik kearah Hinata dan membuat Hinata membatu jadinya. Kok Hinata jadi kayak maling yang takut ketangkep basah ya? Tapi, akhirnya orang itu kembali mengalihkan pandangan kearah depan. Hinata bisa bernafas lega dan akhirnya melanjutkan langkahnya dengan hati-hati.

Langkah ketiga saat Hinata hendak melewati orang itu. . .

"Hyuuga."

GAGAL!

Hinata otomatis menghentikan langkahnya tanpa menengok kearah belakang. Bagaimana bisa…?, batin Hinata.

Hinata berbalik agar dapat melihat orang yang memanggilnya tadi dan mendapati orang yang memanggilnya tadi juga telah menghadap kearahnya dengan pandangan mata yang tajam.

Awalnya Hinata mencoba bersikap biasa dengan mencoba tersenyum, yang terlihat dipaksakan, kearah orang tadi.

Tapi sedetik kemudian, Hinata langsung menundukkan kepalanya dalam. Bagaimana bisa ia tersenyum kepada orang yang bahkan tidak pernah berkata lebih dari 2 konsonan kata? Sungguh misteri! Ok, lupakan yang itu.

"U-uchiha-san," balas Hinata sembari menundukkan kepalanya. Sebenarnya Hinata juga tidak menyangkal kalau pemuda di hadapannya ini benar-benar tampan, so handsome, ganteng banget, layaknya pangeran berkuda putih, tapi itu loh, menurut Hinata dia serem banget kayak preman Pasar Senen. Makanya, Hinata ga berani untuk mandang mukanya barang sejenak aja.

"Kau mau pulang?" tanya Sasuke dengan tatapan yang masih mengarah kearah Hinata. Kayaknya Hinata kasian banget ya, kok diliatin sama setan aja, bener gak?

"I-iya. Ka-kau sendiri?" sejenak Hinata merutuki kebodohannya. Karena apa? Karena tentu saja kalau orang udah bawa tas+berdiri di gerbang sekolah selesai jam sekolah berarti mau pulang, kan? Seenggaknya kalau bukan pulang mungkin hang out sama teman-teman. Yang jelas pasti kalau udah gitu berarti mau ninggalin sekolah dan kembali esok hari lagi. Ngapain tadi Hinata nanya lagi? Bodoh, batin Hinata. Tapi, perasaan tadi Sasuke juga sama, iya gak?

"Hn." hanya dua konsonan kata itu yang keluar dari bibir tipis Sasuke. Benar-benar orang yang irit kata. Apa mungkin miskin kata? Lupakan.

Hening dalam beberapa detik sampai akhirnya Sasuke berjalan mendahului Hinata.

Setelah sampai tepat di sebelah Hinata, Sasuke kembali bersuara seraya tetap memandang kearah depan.

"Kau mau pulang atau tetap berdiam diri disini seperti orang bodoh?"

Mendengar kata-kata tersebut, Hinata sontak mendongakkan kepalanya. Bukan karena kata-katanya yang kasar. Untuk Hinata yang polos, dia pasti gak akan nyadar. Tapi, kalau kita lebih jeli lagi itu seperti pernyataan untuk mengajak pulang bersama, kan?

Dan artinya Hinata diajak pulang bareng sama Sasuke Sang Bintang Sekolah, orang yang bisa buat seluruh siswa cewek di Konohagakuen, entah itu kakak kelas ataupun yang seumur, teriak-teriak sampai pita suaranya putus? Oh GOD!

Kalau cewek lain pasti udah teriak-teriak histeris atau senyum-senyum sendiri kayak orang gila. Tapi ini Hinata, kawan. Cewek yang sengaja ngehindar dari Sasuke karena takut sama gayanya, yang kalau orang lain bilang super cool,dan ngasih julukan 'Devil' buat Sasuke.

Oh GOD! Sekali lagi, kenapa harus Hinata?

Hinata mengerjap-ngerjapkan matanya untuk meyakinkan kalau yang barusan dia dengar itu langsung masuk ke telinganya.

Belum sempat Hinata menjawab, tangannya langsung ditarik oleh sesuatu.

Dan sekali lagi, Hinata harus teriak, Oh GOD! Kenapa harus aku?

Tangannya sekarang ditarik oleh tangan Sasuke! Kalau cewek lain pasti langsung jingkrak-jingkrak. Tapi sekali lagi ini Hinata!

Setelah Hinata mengikuti di sampingnya, Sasuke melepaskan genggaman tangannya pada Hinata.

Di perjalanan, hanya sepi yang menyelimuti mereka berdua. Hinata yang memang pada dasarnya pendiam dan hanya akan berbicara juka dibutuhkan dan Sasuke yang tidak suka berbicara panjang lebar, tidak keberatan dengan suasanan yang menyelimuti mereka.

Beberapa menit lewat dan mereka masih dalam keadaan yang sama. Beberapa orang-orang yang lewat dekat mereka dan melihat mereka, terutama wanita, berbisik-bisik dan akhirnya tertawa cekikikan.

"U-uchiha-san-"

"Sasuke." potong Sasuke sembari terus menatap kearah depan.

"Sa-sasuke-san, te-terima kasih su-sudah meminjamkan blazer untukku ke-kemarin. Ini su-sudah kucuci." kata Hinata sembari mengangsurkan tas karton kepada Sasuke yang di dalamnya terdapat blazer milik Sasuke.

"Hn." balas Sasuke sembari menerima tas karton dari Hinata. Setelah itu, keadaan kembali hening untuk beberapa saat sampai Sasuke memecah keheningan.

"Kau. . . tidak berteriak?"

"Be-berteriak? U-untuk apa?" tanya Hinata tidak mengerti. Yah, Hinata memang mengakui kalau Sasuke menyeramkan. Tapi, dia tidak perlu berteriak, kan? Setidaknya dia bukan wanita yang selalu berteriak jika ada di dekat Sasuke. Itu Konyol!

"Jika ada di dekatku, biasanya semua perempuan akan berteriak." jawab Sasuke dengan pandangan mata yang masih tertuju kearah depan.

"Ku-kurasa itu konyol. Me-memang sih ka-kau ja-jarang tersenyum dan se-selalu me-memasang wajah datar dan i-itu membuat ka-kau terlihat me-menyeramkan, tapi ti-tidak perlu sa-sampai ber-berteriak." jawab Hinata dengan panjang lebar.

"Mereka berteriak bukan karena aku menyeramkan." jawab Sasuke dengan nada yang sedikit ketus. Perempuan di sampingnya ini polos atau bodoh sih?

"Um. . . Itu. . . Aku tidak tau." jawab Hinata dengan tampang berfikirnya yang membuat siapapun yang melihatnya pasti nosebleed akut. Sayang, Sasuke tidak melihatnya.

"Lupakan." kata Sasuke, menyerah.

Hening kembali untuk beberapa saat sampai akhirnya Sasuke kembali memecah keheningan. Hinata sendiri sampai bingung kenapa Uchiha di sebelahnya ini jadi lebih banyak bicara daripada biasanya.

"Kau. . . pernah merasa. . . jatuh cinta?" tanya Sasuke yang sukses membuat lawan bicaranya kaget setengah mati.

"Ke-kenapa ka-kau bertanya se-seperti itu?" tanya Hinata kembali. Ia harus memastikan jangan-jangan Uchiha di sebelahnya terkena penyakit demam berdarah sehingga ia melakukan hal-hal yang di luar batas kewajaran seorang Uchiha. Sungguh mengerikan!

"Jawab saja."

"Um.. Ku-kurasa pernah," jawab Hinata sembari menundukkan kepala ragu.

"Kapan?" tanya Sasuke sembari menengok sekilas kearah Hinata lalu kembali menatap kearah depan.

"Um. . . Wa-waktu a-aku SD kalau a-aku tidak sa-salah. Dulu, aku siswa yang pemalu dan sulit bergaul. Hanya beberapa orang yang berteman denganku, itupun sebatas pertemanan biasa. Sampai ketika naik ke kelas 4, aku mengenal seorang anak lelaki. Dia baik dan lumayan tampan, menurutku, dia juga tidak seperti teman-temanku yang lain yang merasa risih dengan sikapku yang terkadang gagap."

"Waktu yang kami lewatkan membuat kami jadi semakin akrab meski terkadang aku masih sering malu jika di depannya. Dia juga mengenal teman rumah yang telah aku anggap sebagai saudara sendiri, Sakura, dan kami bertiga menjadi sering menghabiskan waktu dia lebih akrab denganku. Sampai akhirnya aku mulai menyadari kalau rasa sebagai seorang sahabat yang aku punya berkembang menjadi rasa yang lebih serius yaitu cinta. Aku tidak tau kalau dia menyukaiku juga atau tidak, jadi, aku berusaha untuk memendam rasa ini." Hinata menarik nafas sejenak sebelum melanjutkan.

"Sampai ketika upacara kelulusan SD, dia tidak datang. Aku kira dia sakit, jadi, setelah selesai upacara kelulusan, aku memutuskan untuk datang ke rumahnya. Tapi setelah datang, beberapa tetangganya berkata ka-kalau di-dia pindah ke luar negeri. Dan yang me-membuatku sedih ka-karena di-dia tidak bilang apa-apa ke-kepadaku ba-bahkan hanya u-untuk pamit." kata Hinata dengan suara yang bergetar. Good job! Seorang Hinata Hyuuga berkata panjang lebar di depan pria tanpa gagap sedikitpun! Ini hebat!

"Jadi, dia meninggalkanmu tanpa memberi tahumu sedikitpun?" tanya Sasuke.

Hinata mengangguk dengan kepala yang masih menunduk, menahan tangis yang akan pecah.

"Ck, cerita cengeng." yang sukses membuat Hinata semakin menundukkan kepala karena menahan tangis.

"Ka-kalau ka-kau pe-pernah ja-jatuh ci-cinta, Sa-sasuke-san?" tanya Hinata mengalihkan topik pembicaraan.

"Tidak."

"Ke-kenapa?"

"Wanita itu berisik. Aku benci." jawab Sasuke dengan nada bicaranya yang datar.

"A-aku tidak." jawab Hinata dengan menundukkan kepala.

"Kau berkata seperti itu, jangan-jangan kau suka padaku."

"Ti-tidak!" jawab Hinata cepat. Mana mungkin dia menyukai lelaki yang ia anggap menyeramkan, kan? Tapi, entahlah.

"Berarti kau tidak suka padaku?"

"Bu-bukan begitu!"

"Aa. . berarti kau menyukaiku?"

"Tidak! Sudahlah, Sasuke-san," jawab Hinata dengan nafas lelah. Sementara Sasuke, dia tertawa penuh kemenangan di dalam hati yang membuat sedikit sudut bibirnya naik. Hinata yang merasa ditertawain hanya mengerucutkan bibir tanda kesal.

Mereka masih dalam keadaan seperti itu sampai akhirnya Sasuke berhenti dengan tiba-tiba karena melihat seseorang di depannya. Hinata pun sama terkejutnya karena melihat orang yang sedang menatap tajam kearah mereka berdua.

TBC

Hai, Minna-san! Gomen karena Kichan telat apdet. Niatnya sih mau berhibernasi sampe selesai UKK, tapi karena ga enak punya utang piutang sama readers, jadi, Kichan apdet fic ini. Untuk yang fic The Destiny, harus bersabar dulu yah. Karena Kichan baru bisa apdet pas selesai UKK, jadi, gomeeennnn sekali pengumuman, Kichan bakalan Hiatus sampe 1 bulan, sampe selesai UKK, jadi, mohon bersabar ya buat yg menanti fic Kichan*readers: siapa juga yang nunggu fic elo?* Semoga chapter ini ga mengecewakan readers. Ini chapter 6 nya ^^