DESCLAIMER : kalo yang bikin Naruto Saia, Saia nikahin Gaara ama Ino *di lempar samurai ama Masashi Kishimoto*

RATE : T

PAIRING : GaaIno

GENRE : Romance/Angst

WARNINGGG!

Canon-modification , Abal, alay, OOC, Dan segala kegajean ada dalam fanfic ini. Padahal udah saia cek berkali-kali, tetep ajah masih ada typo..dan kesalahan penulisan kata….

Ngga suka , ngga terima,,NGGA USAH BACA. Mudah kan,,,, Yang penting saia sudah mengingatkan.

Welcome to the my fanfic...

~Summary~

Pekerjaan Ino sebagai sekertaris kazekage tidaklah mudah, banyak sekali wanita Suna yang membencinya. Ino merasakan tanda-tanda cinta dengan Gaara,,,tapi kebersamaanya dengan Sasuke sahabat kecilnya membuat Gaara menjadi salah paham..

Namun dia juga tidak bisa menyalahkan Sasuke yang tidak lain adalah sahabat kecilnya dan cinta pertamanya,,,,,

First Love and Second Love

Chapter 2

'bukan siapa-siapa' mendengar pernyataan yang terlontar dari mulut Gaara membuatku sangat kecewa. Aku hanya bisa menundukkan kepala, menyesali kejadian hari ini. Namun aku tida bisa menyalahkan Sasuke, bagaimanapun dia adalah sahabatku, cinta pertamaku,,,

~/~

Matahari yang tadinya bersinar samar-samar akhirnya menampakan dirinya secara utuh, aku pun menggerakkan kursi rodaku menuju kearah dapur. Sesampainya disana aku melihat ibuku yang baru saja selesai memasak, terbukti dengan celemeknya yang sudah ia lepaskan. Ibuku yang mengetahui keberadaanku kemudian tersenyum tipis, aku hendak membantunya menata sarapan di meja makan. Hal yang selalu aku lakukan setiap pagi hari.

"ibu aku letakkan supnya disini ya!" Kataku sambil mengangkat satu panci kecil sup sayuran. Namun karena kecorobohanku hampir saja satu pancil sup lezat buatan ibuku aku tumpahkan, jika ibuku tidak dengan sigap menangkapnya.

"Ino-chan kau tidak perlu membantu ibu, ibu bisa melakukanya sendiri.." Kata ibuku lembut sembari meletakkan panci sup yang kupegang tadi.

"tapi aku tidak tega melihat ibu melakukanya sendirian, terlebih aku ini kan anak perempuan! anak perempuan kan harus membantu ibunya" Aku mencoba memberikan alasan-alasan agar ibuku mau menurutiku.

"ibu mengerti Ino sayang, tapi kau kan sedang dalam masa penyembuhan jadi tidak boleh terlalu banyak melakukan pekerjaan" Ibu mengelus pipiku dengan lembut, karena tak mau lagi membantah perkataanya aku pun duduk di meja makan yang tentu saja masih dengan bantuan ibuku sambil memajukan bibirku tanda aku tidak rela dengan pernyataannya. Tapi mau bagaimana lagi, jika aku tidak menurutinya maka tak akan ada selesainya masalah ini mengingat kami memiliki sifat yang sama.

"ibu, kapan aku harus check up? aku tidak mau terus-terusan di kursi roda, bisa mati bosan aku jika tidak bisa pergi kemana-mana!" Ocehku yang membuat ibu tertawa kecil

"kau kan bisa meminta ibu untuk menemanimu kemanapun kau mau pergi" Ibuku mencoba membantu.

"tapi kan aku tidak mau terus-terusan bergantung pada ibu~, memangnya aku anak kecil yang kemana-mana harus selalu dengan ibunya huh.." Kataku sebal.

"kau kan memang masih kecil, lagipula ibu senang bisa selalu bersama satu-satunya putri ibu" Ejekan ibuku yang sukses membuatku mengembungkan pipiku dan melipat kedua tanganku didada pertanda bahwa aku sedang merajuk.

"ibu aku ini sudah 17 tahun!" Kataku menegaskan, ibuku hanya mendengus geli melihat tingkahku.

"memang umurmu menandakan bahwa kau sudah dewasa tapi lihat tingkah lakumu" Tiba-tiba ayahku datang dari balik gorden penyekat antara dapur dan ruang keluarga.

"ayah!..kenapa ayah malah membela ibu? Ayah seharusnya membelaku, aku kan anak ayah satu-satunya!" Candaku membuat ayah dan ibuku tertawa geli. Ayahku hanya bisa mengacak rambutku karena kelakuanku yang kelewat kekanak-kanakan.

"tok tok tok"

Ketukan pintu rumah sukses menghentikan parody yang biasa kamu lakukan di pagi hari.

"biar aku saja yang membuka pintu, ayah dan Ino sarapan saja dulu". Ibuku kemudian pergi meninggalkanku bersama ayah di meja makan, aku mulai mengambil mangkuk dan mengisinya dengan banyak nasi. Mangkuk pertama untuk ayahku dan mangkuk kedua untukku.

"Ino..kenapa kau mengambil nasi banyak sekali? sayang kan kalau dibuang!" Ayahku mencoba mendapatkan jawaban atas tingkahku.

"ayah harus banyak makan agar tidak mudah sakit! ayah kan ninja hebat yang selalu bisa diandalkan oleh semua orang maka dari itu harus memerlukan tenaga yang banyak juga, hehe" Kata-kataku sukses membuat ayahku menggelengkan kepalanya maklum.

"perut ayah ini kan bukan perut karet, dan apa-apaan kamu itu!" Ayahku menunjuk ke arah mangkuk nasi yang tengah dalam proses ku habiskan.

"tidak biasanya kamu makan sebanyak itu! apa kamu sudah tidak takut gemuk lagi?" Tanya ayahku sembari mengambil beberapa lauk dan kemudian memakanya tapi kemudian dia mengalihkan pandanganya lagi ke arahku.

"aghyah agku ghan gheghan saaghid ghadi.." Aku berhenti sebentar untuk menelan makananku,

"...harus banyak makan agar cepat sembuh..!" Kemudian aku meneguk segelas air putih, ayahku hanya bisa bersweatdrop ria melihatnya.

Tak beberapa lama kemudian ibuku datang sambil membawa secarik kertas ditanganya,

"tadi ada anbu yang datang kemari, dia memberikan surat ini untuk di sampakan ke ayah" Ibuku menyodorkan secarik kertas tadi ke ayahku, ayahku lantas menghentikan acara sarapanya dan beralih membaca surat itu. Setelah beberapa saat ia pun meminum kopinya dengan tergesa.

"ayah mau kemana?" tanyaku heran, ibuku juga tak kalah heranya denganku.

"ayah mendapat misi dari hokage guna mengawal kazekage Suna hanya sampai ke perbatasan saja, meskipun kazekage meninggalkan Konoha nanti siang tetapi ayah harus berkumpul di gedung hokage terlebih dahulu, semua orang sudah menunggu ayah!" kata ayahku yang kemudian beralih ke ibuku dan mencium keningnya, hal yang selalu ia lakukan sebelum berangkat menjalankan misi. Aku sedikit terkejut dengan perkataan ayah barusan, pikiranku mulai melayang mengingat kazekage muda negara Suna tersebut. Wajahnya yang tampan, mata aquamarine itu dan kesalahanku padanya. Padahal aku lah yang memberinya tanda-tanda cinta, tapi apa yang kulakukan? Aku memang benar-benar menjijikan.

"Ino ? Ino-chan?" Panggilan ayahku sukses membuyarkan lamunanku.

"I..iya ayah, ada apa?" Aku mencoba menginterupsi perkataan ayahku barusan, ibu dan ayah memandangku khawatir dan kemudian berjalan mendekat kearahku.

"Ino..kau kenapa? apa kau sakit?" Ibu menempelkan punggung tanganya ke keningku, hal yang selalu dilakukan banyak orang untuk mengukur suhu tubuh orang yang dia pegang atau sebagai patokan apakah orang tersebut demam/tidak.

"ah..ti..tidak, aku tidak apa-apa kok ayah, ibu!" Kataku sambil tersenyum paksa. Ayah dan ibuku saling berpandangan heran "sepertinya nanti ku harus membawa Ino untuk check up, aku khawatir jika ada apa-apa denganya" Permintaan ayahku tadi kemudian dijawab ibuku dengan anggukan singkat.

"aku tidak apa-apa ayah, aku tidak sakit!" Belaku kepada ayah.

"benar apa yang dikatakan ayah, sebaiknya nanti kita pergi ke rumah sakit umum Konoha untuk memastikan!" Pernyataan tegas dari ibuku cukup untuk membuatku agar tidak membantahnya.

"baiklah kalau begitu, aku memang tidak sakit kok! jadi kita buktikan saja nanti di rumah sakit" Aku melipat kedua tanganku dan memajukan bibirku, hal yang selalu kulakukan jika aku tengah merajuk. Melihat hal itu ayahku pun mencoba menenangkanku

"Ino~ ibu dan ayah hanya khawatir kepadamu jadi turutilah kata-kata kami, dan jangan merajuk sperti itu kau jadi terlihat seperti anak-anak" Ayah mencubit pipiku gemas dan kemudian mencium keningku, dan aku hanya membalasnya dengan pelukan singkat.

Ibuku dan aku mengantarkan ayah sampai kedepan pintu.

"ayah berangkat dulu, sampai nanti!" Kata ayahku yang kemudian melesat pergi meninggalkan kami berdua, tak lupa ibuku mengucapkan "hati-hati dijalan" yah..meskipun ayahku sudah berjalan jauh dari rumah. Aku dan ibuku kemudian masuk kedalam rumah,

"Ino, cepat ganti baju lalu kita akan pergi ke rumah sakit umum Konoha.." Ibuku mengingatkanku yang kemudian kujawab "ya~.." Dengan nada malas.

Beberapa saat akupun keluar dari kamarku, aku mengenakan baju terusan sebatas bawah lutut berwarna putih yang berkerut di daerah dada dengan hiasan bunga lily ungu di bagian bawahnya, tak lupa aku padankan dengan jaket rajutan halus berwarna ungu pucat dan sepatu putih polos tidak ber-hak tinggi, kali ini rambut panjangku aku urai karena aku sedang malas menguncirnya. Aku melihat ibuku yang sudah menungguku dengan sabar diruang tengah, ia mengenakan baju berwarna putih yang modelnya sama sepertiku tapi panjangnya sampai di mata kaki dan dibagian bawahnya berhiaskan lily kuning, tidak sepertiku ia tidak memakai jaket dan hanya menenteng tas kecil berwarna putih juga mengenakan sepatu putih berhak tinggi. Kami pun mulai berangkat menuju ke rumah sakit yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah, tak lupa ibuku mengunci pintu utama dan menaruhnya di atas pintu. ya, itu adalah kebiasaan yang dilakukan oleh keluargaku jika tidak ada orang dirumah, hal itu dilakukan supaya orang yang pertama kali pulang bisa masuk tanpa menunggu orang yang membawa kunci pintu utama.

Aku dan ibuku mulai berjalan, ralat, hanya ibuku yang sedang berjalan sedangkan aku duduk di kursi roda dengan ibuku yang mendorongnya.

~/~

Sekarang kami telah sampai tepat didepan rumah sakit umum Konoha, setelah masuk aku menunggu di ruang tunggu dan ibuku mengatur pertemuan kami dengan dokter yang biasa menanganiku. Setelah selesai ibuku segera menghampiriku dan membawaku ke ruang dimana dokter tersebut praktek. Sepanjang melewati koridor rumah sakit aku berpapasan dengan beberapa teman-temanku, aku melihat Sai dan Sakura tengah berbincang di depan ruang praktek dokter yang akan aku temui. Terlihat tangan kiri Sai nampak di perban, mungkin dia terluka saat sedang melakukan misi.

Normal pov

"Hai…Sakura!" Sapa Ino kepada Sakura, sedangkan yang disapa hanya acuh. Karena tidak terima diacuhkan Ino pun kembali menyapa Sakura namun kali ini dia menaikan volume suaranya.

"HAI..SAKURAAAA!" Teriakan Ino lantas membuat beberapa orang bahkan semua orang menoleh kearahnya,

"Ino~!" Melihat sikap anak semata wayangnya sang ibu hanya bisa menegurnya singkat.

"o..oh…selamat siang bibi dan hai Ino" Sakura tersenyum manis

"Jangan berpura-pura sok manis!, coba kalau tidak ada ibuku kau pasti tidak akan balas menyapaku! Iya kan?" Kata Ino sinis sambil melipat tanganya di dada.

"ah~..bukan maksudku Ino-pig..eehh maksudku Ino, aku kan hanya sedang menggodamu saja..haha" Kata Sakura dengan wajah menyesal yang sedikit dibuat-buat.

"Sedang apa kau disini?" Tanya Sakura mengalihkan pembicaraan.

"oh..aku hanya akan check up kesehatan, benarkan ibu?" Kata Ino mencoba memastikan yang kemudian memandang ibunya dan kembali beralih memandang Sakura dan Sai kembali, sedangkan sang ibu hanya tersenyum lembut dan yang bertanya hanya ber-oh ria.

"tapi kenapa kau memakai kursi roda? Apa kau tidak bisa berjalan?" Sakura mencoba mencari tahu keadaan sahabat sekaligus rivalnya 'dulu'.

"aku masih bisa berjalan tapi…aku mudah sekali kelelahan, pernah aku kelelahan kemudian ibuku mencoba meijatnya, tapi lihat ini…." Ino menunjukan lebam pada betis kaki kirinya, Sakura yang melihatnya nampak sedikit terkejut. Ino yang melihat hal itu lantas bertanya kepada Sakura "apakah itu buruk Sakura?" Ino memandang lekat-lekat mata Sakura.

"a..ah tidak-tidak ….sebaiknya kau tanya kak Shizune saja! Mungkin dia lebih banyak mengetahui hal ini…" Kata Sakura gugup, tak biasanya Sakura bertingkah gugup sehingga membuat Ino sedikit curiga kepadanya.

"Yamanaka Ino," Teriakan seorang suster dari arah ruang praktek kak Shizune yang berhasil membuat pembicaraan diantara Ino dan Sakura terhenti. "Ayo..Ino..ini saatnya giliran kita untuk masuk" Kata sang ibu sembari mendorong pelan kursi roda anaknya tak lupa ia memberi salam kepada Sakura dan Sai. "baiklah~..sudah dulu ya Sakura..sampai bertemu nanti" Lambaian tangan Ino pun dibalas sakura dengan hal yang serupa.

'Ino…semoga tidak ada hal yang buruk terjadi padamu..' batin Sakura dalam hati.

~/~

Ino POV

Tatapan Sakura kepadaku tadi sedikit ganjal, aku merasa kalau ia sedang iba kepadaku. Tapi iba karena apa? Apakah aku cukup menyedihkan untuk dikasihani?. 'Ayolah Ino…semangat ! mungkin itu hanya perasaanmu saja' aku mencoba menyemangati diriku sendiri, tapi rasa gundah di hatiku tak kunjung menghilang.

Kini aku telah masuk ke ruang praktek kak Shizune, ya….aku memang memanggilnya dengan sebutan kak Shizune. Aku sudah menganggapnya sebagai kakakku sendiri dan kamipun cukup dekat, itu karena aku pernah dilatih olehnya dalam hal pengobatan guna pembekalan sebagai ninja medis.

"hai..Ino! bagaimana kabarmu hari ini?" Kulihat kak Shizune tersenyum kepadaku dari balik kursi meja kerjanya.

"Tidak buruk" Kataku ringan. Kak Shizune hanya tersenyum, "selamat datang nyonya Yamanaka!,sudah lama saya tidak melihat anda" Kali ini kak Shizune beralih menyapa ibuku.

Setelah kak Shizune mempersilakan Ibuku untuk duduk, akhirnya ibuku mendudukan dirinya di kursi yang berada di depan meja kerja kak Shizune. "Apa yang bisa saya bantu untuk anda Nyonya Yamanaka?" Tanya kak Shizune kepada Ibuku dan juga aku. "Oh…saya hanya ingin check up kesehatan Ino saja" Kata Ibuku yang kemudian dibalas oleh anggukan kak Shizune. Baiklah Ino sebaiknya kau ikut dengan suster agar dia bisa mengambil sedikit darahmu untuk di jadikan sampel. "baiklah.." Jawabku, dan suster itupun mendorong kursi rodaku menjauh dari tempat ibu dan kak Shizune berada.

Normal POV

Ino pun dibawa menjauh dari Ibunya dan juga dokter pribadinya. Sang ibu hanya bisa melihat putri semata wayangnya pergi menjauh, ibu yang sedari tadi melihat ke arah anaknya itu pun kemudian beralih memandang dokter yang ada di depanya.

"Bisa anda jelaskan, keadaan Ino akhir-akhir ini?" Tanya Shizune kepada nyonya Yamanaka yang sedari tadi raut wajahnya menampakkan kekhawatiran.

"akhir-akhir ini Ino sedikit aneh, di mudah sekali lelah dan ketika aku mencoba memijitnya malah menimbulkan bekas berwarna ke ungu-unguan bahkan seringkali dia mengalami mimisan" Penuturan nyonya Yamanaka barusan refleks membuat Shizune terkejut. "Aku harap tidak akan terjadi apa-apa pada Ino" Kata sang ibu sebari menunduk sedih. "saya harap juga begitu, tapi test nanti yang akan menjawab segalanya!" Kata Shizune mencoba menenangkan, namun di dalam hati Shizune dia sudah bisa memastikan penyakit yang diderita Ino. Tetapi dia mencoba menyingkirkan persepsinya sebelum melihat hasil darah dari yang terkait, Ino Yamanaka.

~/~

Beberapa hari setelah check up dan diberikan obat oleh sang dokter yaitu Shizune, keadaan Ino pun mulai membaik. Sekarang dia tidak lagi menggunakan kursi roda dan ia bisa bebas pergi kemanapun ia mau, itu berkat obat racikan Shizune yang membuat Ino sedikit lebih bertenaga. Tapi karena kekhawatiran ibu dan ayahnya Ino belum bisa menerima misi yang diberikan oleh Hokage.

"Ibu aku keluar sebentar ya!, aku akan pergi ke kantor Hokage sebentar untuk memberikan beberapa angket" Ino menghampiri ibunya yang sedang berada di toko bunga yang terletak tepat di samping rumahnya.

"Ino..bukanhkah ibu sudah mengatakan kalau kamu belum boleh melakukan tugas-tugas dari Hokage dulu?" Kata nonya Yamanaka sambil merapikan rangkaian bunga yang akan di pajang di depan toko, "apa kamu lupa itu? Lagipula kita kan harus mengambil hasil lab dari sampel darahmu di rumah sakit?" Katanya melanjutkan dan matanya yang sedari tadi terfokus pada tanaman kini beralih memandang sepasang mata indah milik putrinya.

"Aku hanya akan memberikan angket-angket ini kepada Jounin lain untuk diselesaikan, karena kondisiku yang lalu aku tidak bisa menyelesaikanya! Makanya aku meminta Jounin lain untuk menyelesaikan" Jelas Ino panjang lebar sembari mengenakan sepatu hak tingginya.

"baiklah…ibu ijinkan, tapi setelah itu kau harus segera ke rumah sakit ibu tunggu kau disana!" Kata sang ibu. Ino hanya membalasnya dengan anggukan singkat. "Aku pergi dulu…ittekimasu!" Ino pun melesat pergi menuju ke kantor Hokage.

~/~

Sesampainya disana Ino pun segera memberikan angket tadi kepada salah satu Jounin perngganti, setelahnya ia memberikan salam kemudian pergi. Ino berjalan menelusuri sepanjang koridor kantor tersebut, tak lama kemudian ia berpapasan dengan Sasuke. Mulanya ia bingung harus berkata apa, tapi karena tak ingin terlihat mencurigakan akhirnya Ino pun memutuskan untuk menyapa lelaki raven tersebut.

"H..hei Sasuke! Sudah beberapa hari ini aku tidak melihatmu!" Ino mencoba bersikap sealami mungkin dan tentu saja membuat sang Uchiha tidak menyadari kecanggungan Ino. "hai." Balasnya singkat, setelah mereka terdiam selama sepersekian deti akhirnya Ino pun mencoba mencairkan kecanggungan yang ada diantara mereka dengan mengajak Sasuke untuk jalan-jalan. Dan Sasuke pun menyanggupi.

"Aku dengar dari Sakura kau pergi ke rumah sakit" Pernyaataan yang terlontar dari Sasuke mengisyaratkan bahwa ia ingin mendengar tentang kebenarannya. "apa kau sakit?" Lanjut Sasuke kemudian yang masih dengan wajah stoic nya.

"ah..itu..hanya check up saja!" Kata Ino meyakinkan "hasil labnya akan diambil nanti siang bersama dengan ibuku" Ino menatap pemuda di sebelahnya dan kemudian beralih memandang anak sungai yang berada di depanya.

"Kau tidak lihat, kalau ini sudah siang?" Pemuda raven tersebut menatap gadis cantik yang ada disebelahnya dengan tatapan heran, yang di tanya lekas melihat sahabat yang berada persis di sebelahnya. Dia tidak menyadari bahwa sang pemuda raven juga sedang memandang lekat dirinya, dan tanpa ada aba-aba. Pandangan mereka bertemu. DEG. Dan sekarang masing-masing pemuda-pemudi itu pun menjadi salah tingkah sendiri.

Setelah terdiam cukup lama, kedua pemuda-pemudi ini pun cepat-cepat memalingkan wajah mereka masing-masing. Ino salah tingkah, sedangkan Sasuke hanya diam memandang kearah lain. Namun nafasnya terdengar kacau.

"maaf..aku harus segera ke rumah sakit! Ibuku pasti sudah menungguku di sana!" Ino berusaha untuk tidak terdengar gugup, dan setelahnya ia langsung melesat pergi. Wajahnya kini telah terlukis semburat merah kecil yang menghiasi kedua pipi putihnya.

~/~

Kini Ino telah sampai di depan pintu rumah sakit umum Konoha. Ia masih terus saja memikirkan kejadian yang baru saja ia alami.

"Ino" Ino pun menoleh ke sumber suara, dan ternyata sang ibu lah yang memanggilnya. "Ayo, cepat masuk! Dokter sudah menunggu!" Kata sang ibu kepada anak semata wayangnya itu. "i..iya..bu.." Ino pun bergegas masuk, menyusul ibunya yang tadi telah mendahului.

Ino POV

Aku dan ibu kini sudah berada didalam ruangan kak Shizune, kali ini hasil check up yang lalu akan diberikan. Aku tidak merasa takut sama sekali, karena aku yakin kalau tidak akan terjadi hal buruk kepadaku.

"Ino..dan..nonya Yamanaka.." Kak Shizune nampak sedikit ragu untuk berkata kepadaku dan ibu, hal itu membuat kami gusar.

"ada hal buruk yang ingin saya sampaikan…" Kak Shizune menghela nafas sebentar dan kemudian melanjutkan kata-katanya. Ia nampak berpikir sejenak namun, segera ia memandangku.

"Ino….kau menderita penyakit Leukimia akut…". Aku mulai mencerna perkataan Kak Shizune barusan, aku pun tertawa yang menurutku garing. Bagiku pernyataan barusan terdengar rancu, dan aku pikir pernyataan seperti itu adalah sebuah lelucon yang sama sekali tidak lucu. Aku melihat kearah ibuku, dia tidak bergerak sama sekali dan aku bia melihat bulir-bulir bening jatuh dari kelopak matanya. Aku pun mendekap ibuku dan mencoba menenangkanya.

"ibu..jangan sedih..kak Shizune hanya bercanda!..mana mungkin aku terkena leukimia? benar kan kak Shizune?" Kataku sambil melihat ke arah kak Shizune. Namun dia sama sekali tidak bergeming, aku berharap di menganggukan kepala atau berkata 'ya' tapi tidak, mungkin ini cuman khayalanku saja. Ibuku hanya bisa menangis tersedu-sedu, tentu saja dia sangat terpukul. Semua orang tahu bahwa Leukimia merupakan salah satu penyakit mematikan di dunia, bahkan sangat kecil kemungkinan bagi penderita untuk sembuh.

"ibu...jangan bersedih hanya karena hal seperti ini saja" Kataku mencoba menenangkan dan yang kudapati ibuku semakin mempererat plukanya.

"ibu lihat aku! aku belum mati, jadi jangan tangisi aku sepertiitu..ibu membuatku seolah-olah aku ini benar benar mati" Kata-kataku barusan membuat ibuku dengan sukses menghentikan tangisannya dan beralih memandang kak Shizune.

"penyakit ini bisa sembuhkan?" Tanya ibuku masih disela-sela tangisannya, "tentu saja, tapi pasti akan sangat sakit. mengingat penyakit ini sangat sulit untuk di sembuhkan" Kata kak Shizune ragu.

"I..ino..apa kamu mau melakukan ini nak? i..ibu tidak yakin kau akan sanggup menjalani terapy menyakitkan ini.." Ibuku mengelus pipiku lembut, aku pun balas memandang ibuku lembut dan menggenggam tanganya.

"agar bisa bertahan hidup meskipun hanya sedetik lebih lama, akan aku lakukan apapun itu..jika itu bisa membuat ibu bahagia.." Perkataanku tadi membuat ibuku sedikit tersenyum, meskipun aku tahu di dalam senyumnya terdapat sedikit kepedihan.

Kini kami telah sampai di depan rumah, aku membuka pintu dan aku melihat ayahku tengah duduk disofa ruang tengah. Ia mandangku heran, karena aku yang sedang di bopong ibuku.

"sewaktu hendak pulang tadi tiba-tiba saja kakiku lemas, jadi ibu membantuku berjalan" Jelasku sebelum ayah bertanya. Meski begitu aku sama sekali tidak menunjukkan wajah sedih maupun kecewa, karena aku tidak mau membuat ibuku semakin sedih.

Ayah pun mendekat ke arahku yang kemudian mengambil alih tubuhku dari ibu dan membantuku masuk ke kamar, tidak ada satupun kata-kata yang terlontar darinya.

~/~

Normal POV

Pagi hari, Sunagakure

Hari ini matahari di suna tidak seperti biasanya, meskipun tidak merubah hawa panas yang dihasilkan. Tapi kali ini matahari lebih terik menyinari Suna, sehingga membuat negara yang terkenal panas ini lebih panas. Sama halnya dengan hati seorang kazekage muda yang sekarang ini sedang memandang desanya dari balik kaca ruang kerja miliknya. Pikiran pemuda yang terkenal hebat ini melayang kemana-mana, bahkan sampai ke Desa Konoha. Tempat sahabat terbaiknya memimpin sebagai Hokage, dan tempat seorang wanita yang telah merenggut hatinya. Kedua kakaknya yang bernama Temari dan Kankurou itu hanya bisa menghela nafas pasrah. Pasalnya, tidak pernah sekalipun ia melihat adiknya yang kini terlihat gusar. Meskipun wajah adiknya tidak menunjukan ekspresi yang berarti, tetapi sang kakak tentu saja bisa mengetahuinya dengan gamblang.

"Hei Gaara, apa-apaan kau itu! kau terlihat seperti di landa badai pasir yang sangat ganas saja! haha" Kankurou mencoba bergurauan tapi yang diterima adalah sikutan di perut dari Temari.

"ayolah Gaara.. sebenarnya apa yang kau pikirkan? kami kan kakakmu jadi kami berhak tahu" Kata Temari meyakinkan yang disambut dengan anggukan dari Kankuro. Gaara yang melihat hal itu hanya cuek dan kembali ke aktivitasnya, yaitu memandang keluar jendela.

"apakah ini ada hubunganya dengan Ino?" Kata Temari memastikan. Gaara sedikit terkejut atas penuturan Temari, itu karena dia menyebutkan kata 'Ino' dan itu membuatnya sedikit... berdebar. Entah mengapa kini telinganya menjadi lebih peka ketika ada seseorang menyebutkan kata 'Ino' dalam suatu pembicaraan. Temari yang mengetahui 'sedikit' tingkah aneh adik bungsunya, ketika ia menyebut kata 'Ino' hanya tersenyum maklum.

"Sudah kuduga.." Kata Temari yang sukses membuat Gaara menoleh cepat kearahnya, sedangkan Kankurou yang bingung mencoba mencari penjelasan dari sang kakak.

"Maksudmu apa? kau tahu sesuatu?" Mata Kankurou kini beralih menatap kakaknya, namun yang ditanya malah pergi meninggalkan sang adik sulung.

Gaara's POV

Aku terkejut saat Temari menyebutkan kata 'Ino' tadi, aku selalu berdebar ketika ada orang menyebut namanya. Aku semakin tidak mengerti dengan diriku sendiri, terlebih ketika melihatnya bisa tertawa lepas dengan si brengsek Uchiha itu. Saat itu aku benar-benar emosi, dan dengan bodohnya aku berkata 'aku bukan siapa-siapa bagimu'. Aku sendiri tidak mengerti, mengapa aku sampai mengucapkan kata-kata konyol itu bahkan sampai berbuat kasar kepadanya. Dan sekarang lihat diriku, hanya bisa menyesali kebodohanku dan berharap bahwa hal itu adalah khayalanku semata. Tapi itu tidak mungkin!, bahkan aku sempat melihat wajah kecewanya. Dan kenapa kejadian itu terus-menerus terngiang dibenakku, 'Ah..apa yang aku pikirkan' batinku sembari mengurut keningku yang terasa sedikit pening.

~/~

Aku berjalan melewati koridor yang berada di sepanjang kantorku, beberapa orang yang melihat pun menyapa atau sekedar tersenyum kepadaku hanya ku balas dengan anggukan singkat.

Samar-samar aku mendengar beberapa wanita berbicara di balik koridor, membuatku mengurungkan niat untuk menuju ke ruang sekretariat yang berada dekat dengan mereka. Diantaranya menyebutkan kata 'Ino' dalam pembicaraanya, yang membuatku lebih menajamkan pendengaran. Mulanya aku berpikir, 'apakah ini hal yang pantas untuk seorang kazekage?' namun karena keingintahuanku akan info tentang gadis 'itu', membuatku membuang semua sikap dan tata krama. Dan aku bersumpah ini adalah hal tercela yang pertama dan terakhir yang aku lakukan.

"Aku dengar 'si ekor' kaze itu sudah tidak bekerja lagi disini" Kata salah satu wanita dengan rambut panjangnya yang aku ketahui bernama Sari.

"oh..maksudmu Ino?" Kata salah seorang wanita lain, Matsuri.

"tentu saja! memang siapa lagi kalau bukan dia!" Cecar Sari yang membuat beberapa temanya yang lain menganggukan kepala.

"sudahlah, sekarang kan dia sudah pergi dari sini, jadi tidak akan ada yang mengganggu kazekage-sama kitaaaa.." Kata salah seorang wanita yang tidak aku ketahui siapa namanya, yang jelas aku tahu bahwa mereka sangat senang atas kepulangan Ino ke Konoha. Tapi tidak bagiku.

Normal POV

Setelah mendengar beberapa penuturan dari segerombolan gadis itu –yang tentu saja ia dengar secara diam-diam, Gaara pun akhirnya kembali ke ruang kerjanya. Niatnya untuk pergi ke ruang sekretariat ia urungkan. Ia pun membereskan beberapa dokumen yang berserakan di atas meja kerjanya dan bergegas pulang ke rumah.

Sang pemuda berambut merah tersebut berjalan santai munusuri jalan yang sering ia laui seperti biasanya, sambil memikirkan kesalahan bodoh yang ia lakukan tempo hari. Namun di tengah perjalanan ia di sapa oleh seorang gadis dengan memakai pakaian ala ninja medis, yang tentu saja hanya di balas dengan anggukan singkat.

"Selamat malam, Kazekage-sama" Sapa wanita tadi yang baru Gaara ingat bahwa ia adalah salah satu suster yang pernah merawat Ino. Suster itu kemudian menghampiri Gaara dan tanpa seijinnya berjalan mengiringi langkah sang Kazekage muda itu.

"Aku dengar, Ino-san berhenti menjadi sekretaris anda? Kazekage-sama" Suster itu memulai pembicaraan. Sebenarnya Gaara sedang tidak berminat untuk memulai pembicaraan dengan siapapun, karena tak ingin merusak citranya ia pun akhirnya hanya menanggapi dengan menganggukan kepalanya.

"Aku harap di sana Ino-san bisa mendapatkan perawatan yang maksimal, mengingat penyakit yang ia derita" Kata suster itu ringan, Gaara yang mendengarnya lantas menoleh ke arah suster itu dengan tatapan 'apa maksudmu?'.

"S..sebenarnya saya tidak yakin..tapi…" Kata suster itu salah tingkah, itu karena sang Kazekage tampan tengah menatapnya.

"S..sewaktu Ino-san menjalankan pemeriksaan, um..dokter menemukan s..suatu gejala.." Suster itu terlihat enggan berbicara, karena apa yang ia katakan belum terbukti benar adanya.

"gejala apa?" Gaara akhirnya mengeluarkan suaranya, tak dapat di pungkiri ia sangat ingin mengetahui info mengenai gadis yang telah membuatnya berubah.

"gejala penyakit…" Suster itu nampak berpikir sebentar, ia ragu apakah ia benar mengatakan hal yang belum jelas kebenaranya. Namun ia sudah terlanjur memulai pembicaraan ini, jadi dialah yang harus mengakhirinya.

"Leukimia.." Kata suster itu dengan nada rendah, sepertinya ia menyesal dengan apa yang baru saja ia katakan.

Gaara sedikit tidak percaya dengan apa yang di katakan suster itu. Apa yang baru saja Gaara dengar semakin memberinya alasan untuk memikirkan gadis pirang Konoha itu, dan Gaara tidak bodoh ia tahu seperti apa penyakit leukimia itu.

'leukimia….'

.

.

.

TBC

A/N : Kyaaaa Terima kasih banyak atas semua reviews-nya…saya senang sekaliii, baru kali ini saya merasa senang kayak gini!,

(maaf ngga bisa balas satu-satu hehehe..).ngga bisa karena ngga tau caranya…hehe..

maklum masih newbie..

...Sebenarnya aku agak bingung ama peletakan huruf kapital,,,,-,-"