Gaara melangkahkan kakinya memasuki club malam yang cukup ramai malam itu. Pandangan matanya nampak fokus, tidak mengindahkan sapaan gadis-gadis nakal dan wanita malam yang berusaha untuk menggodanya. Langkah kakinya cepat, seolah-olah sedang diburu waktu. Begitu sampai di dalam club tersebut, matanya langsung disuguhi oleh lautan manusia yang nampak sangat liar. Ada yang berdansa di lantai dansa, bercumbu dengan pasangan ataupun wanita bayaran, menenggak berbagai jenis minuman keras, dan banyak juga yang sedang menikmati narkoba. Bahkan Gaara dapat mencium bau ganja yang sangat menyengat di sekitarnya. Musik yang berdentum kencang di tambah dengan penerangan yang remang-remang seolah mendukung mereka untuk menikmati malam yang masih panjang ini dengan nafsu duniawi.

Pemuda berambut merah itu tidak membuang waktu lagi, dengan segera ia menoleh ke kiri dan ke kanan, seolah sedang mencari sesuatu. Dan bingo! Sepertinya ia sudah menemukan apa yang dicarinya malam ini.

"Ayo pulang." Katanya pada seorang gadis berambut pirang yang sedang duduk di meja bar.

Gadis yang merasa di panggil itu menoleh, "Hahh, kau lagi! Ada apa?"

"Ayo pulang. Ini sudah terlalu larut." Pemuda itu berkata dengan nada yang cukup datar.

"Aku bisa pulang sendiri!" jawab gadis itu sembari menatap Gaara dengan kesal.

"Kau sudah cukup mabuk malam ini, ayo pulang."

"Aku belum mabuk! Aku masih ingin bersenang-senang." Sahut gadis itu sambil menengguk scotch yang tersisa di gelasnya.

"Cukup Ino! Kau sudah mabuk!" Gaara segera memegang tangan gadis itu dan menarik tangan gadis blonde itu untuk pergi.

"Lepaskan aku, brengsek! Jangan menyuruhku seenaknya!" ronta gadis yang dipanggil Ino itu.

Gaara tidak meperdulikan protes dari gadis yang kini sedang berusaha melepaskan pegangan tangannya. Pemuda berwajah dingin itu terus menarik gadis itu pergi setelah meninggalkan beberapa lembar uang di meja bar. Setelah keluar dari club malam itu, Gaara segera menuju mobilnya, dan tanpa banyak bicara, pemuda itu membuka pintu mobil, memberi isyarat supaya gadis itu segera masuk.

"Aku tidak mau!" jawab sang gadis sambil memberikan deathglare terbaiknya pada pemuda yang sudah membuatnya gagal menikmati malam ini di club dengan beberapa gelas cocktail favoritnya.

Pemuda dengan tato kanji 'ai' di dahi kirinya itu menarik nafas panjang, "Kau memilih masuk sekarang atau ku buat kau malu di sini."

"Tch…" gadis itu berdecak kesal. Tapi tak urung ia menuruti perkataan pemuda itu.

Dan akhirnya mobil itu beranjak meninggalkan arena parkir club malam, mobil itu melaju dengan kencang membelah hiruk pikuk jalanan yang masih sangat ramai.

.

.

.

Spring Time : Everything About Us

by Cendy Hoseki

Naruto ©Masashi Kishimoto

Warning : AU, OOC, typo(s), gaje, dsb

Fict For GIST (Gaara Ino Spring Time)

Happy Reading

.

.

.

Gaara menghentikan mobilnya di sebuah rumah yang cukup besar, tapi tampak tak terawat. Taman rumah itu lebih banyak ditumbuhi rumput liar dan ilalang, banyak sampah yang berserakan di segala penjuru halaman, kaca-kaca jendela dan pintu yang terlihat berdebu dan tembok rumah yang juga terlihat kusam. Pemuda berperawakan tinggi itu turun dan membukakan pintu mobil untuk gadis yang tadi dibawanya pulang secara paksa.

"Puas kau sudah membawaku pulang, eh?" ketus Ino sambil memicingkan matanya.

"Masuk dan istirahatlah. Kau pasti sangat lelah."

Ino tak lagi menggubris Gaara, gadis bermata aquamarine ini lebih memilih untuk turun dan segera masuk ke dalam rumah. Tapi sebelum ia masuk ke dalam rumah, ia dapat merasakan tangannya di tarik oleh pemuda itu. Sambil berdecak kesal, gadis itu bertanya dengan nada yang cukup kasar, "Apa lagi?"

"Berhentilah pergi ke club malam. Kau tak seharusnya ke sana."

"Oh ya? Ku rasa tak ada lagi yang peduli soal itu."

"Kau terlalu mabuk untuk menyadari bahwa banyak yang peduli padamu."

"Peduli? Semua itu omong kosong! Kenapa baru peduli sekarang? Setelah semuanya terjadi!" gadis itu mulai melangkah masuk, dia sudah terlalu lelah untuk berdebat dengan pemuda berambut merah itu. Tapi Gaara tak tinggal diam, ia menarik tangan gadis itu hingga hampir menubruk dada bidangnya.

"Sampai kapan kau akan merusak tubuhmu seperti ini? Sadarlah, Ino."

"Apa urusanmu? Ini tubuhku, aku mau merusaknya atau tidak itu bukan urusanmu! Berhentilah ikut campur dalam masalahku, Gaara!"

"Itu urusanku." Gaara menatap Ino dengan tajam. Tangan kiri-nya masih memegang tangan Ino.

"Cukup Gaara! Kau bukan siapa-siapaku! Aku muak denganmu! Tinggalkan aku!" Ino berteriak frustasi. Nafasnya tersengal-sengal.

"…"

"Urusi saja urusanmu sendiri. Aku tak butuh belas kasihan darimu!" Ino balik menatap Gaara dengan tajam. Hingga akhirnya kedua pasang mata itu saling menatap satu sama lain. Berusaha untuk saling menyelami apa yang terdapat di mata lawan bicaranya.

Setelah saling menatap cukup lama, Ino memejamkan matanya, selain berusaha mengatur kembali nafasnya yang masih kacau, juga untuk menghentikan tatapan mata Gaara yang seolah sedang mencari kebenaran di kedua mata aquamarine milik Ino.

Gaara menatap Ino lekat-lekat, tangan kanannya terangkat untuk membelai pipi gadis itu dengan lembut,membuat gadis dari keluarga Yamanaka itu membuka matanya, "Besok, ku jemput jam empat sore, kita ber-hanami seperti tahun-tahun sebelumnya, sebelum musim semi ini berakhir. Bersiaplah…"

Gadis blonde itu mengangkat sebelah alisnya, "Besok aku sibuk! Silakan ajak gadis lain, tuan Sabaku Gaara." Jawabnya sambil menepis tangan Gaara dari pipinya.

Pemuda itu hanya menatap sang gadis dalam diam. Merasa tak ada respon apapun, sang gadis berbalik untuk masuk ke dalam. Tapi sebelum sang gadis membuka pintu pagar, dia dapat mendengar pemuda itu berkata dengan lirih, "Oyasumi… hime…"

Gadis itu tak menoleh ke belakang lagi, karena gadis itu tak ingin sang pemuda melihat air matanya yang tengah menetes.

.

-GaaIno-

.

Gaara menuang white wines ke gelasnya, setelah menggoyangkan gelas itu beberapa kali, ia pun menenggak wine itu pelan-pelan. Membawa sensasi hangat dalam tubuhnya dan efek tenang dalam pikirannya. Ya, bagaimanapun ia membutuhkan ini. Membutuhkan sebuah penenang untuk menenangkan pikirannya yang sedang kalut.

Ckieet...

Pemuda berambut merah bata itu menoleh ke arah jendela yang terbuka karena angin. Dengan perlahan, ia melangkah mendekati jendela itu. Dipandanginya langit malam yang begitu bersih, sehingga ribuan bintang bisa tampak dengan jelas. Wajar saja, ini sudah musim semi, dan sebentar lagi akan memasuki musim panas, makanya tak heran bila langit bisa sebersih ini.

Musim semi.

Ya musim dimana bunga mulai bermekaran, musim dimana suhu udaranya sangat nyaman – tidak terlalu panas juga tidak terlalu dingin–. Musim dimana semua orang pergi untuk ber-hanami bersama keluarga, teman, atau kekasih.

Musim semi, selalu mengingatkannya pada seseorang. Seseorang yang sudah mengenalkannya pada musim semi, dan membawa musim semi juga di dalam hatinya.

Angin musim semi perlahan berhembus, membelai kulit pemuda itu dengan lembut. Seolah ingin menenangkan pemuda yang sedang bingung itu.

FLASHBACK :

"Hey, kau tetangga baru ya?" sapa seorang gadis kecil kepada anak laki-laki yang tengah bermain bola di depan rumahnya.

Anak laki-laki itu menoleh ke arah gadis kecil itu, "Ya, rumah baruku sekitar tiga rumah dari sini."

"Ternyata benar ya? Lalu kenapa kau dan keluargamu tidak berkunjung ke rumahku?"

"Hah? Untuk apa?" tanya anak laki-laki itu tak mengerti.

Anak perempuan yang berambut pirang sebahu itu membuka pagar rumahnya hingga kini ia berhadapan langsung dengan anak laki-laki itu, "Kalau ada orang yang baru pindah rumah, seharusnya ia mengunjungi tetangga-tetangga barunya."

"Untuk apa?"

"Untuk berkenalan."

Anak laki-laki berambut merah itu menatap gadis di depannya lekat-lekat, "Apa itu penting?"

"Tentu saja." Anak perempuan itu berkacak pinggang, "jika keluargamu belum berkunjung, keluargamu belum dianggap sebagai tetangga."

"Tapi ayahku sibuk. Dia jarang sekali pulang ke rumah." Jawab anak laki-laki tersebut sambil menendang bolanya ke atas lalu menangkapnya.

Gadis cilik itu nampak berpikir sejenak, "Berhubung kau sudah berada di depan rumahku, kenapa tidak kau saja yang berkunjung? Setelah kau berkunjung, kau sudah resmi menjadi tetanggaku." Jawab gadis cilik itu sambil tersenyum manis. Anak lelaki itu hanya menggangguk pelan dan ia pun mengikuti gadis itu masuk ke dalam.

"Hey, kita duduk di taman samping saja ya? Aku punya taman yang sangat cantik di sana. Kau pasti suka."

Anak laki-laki itu lagi-lagi hanya menggangguk untuk menanggapi perkataan gadis kecil yang tampak sangat bersemangat. Ia terus mengikuti gadis itu menuju bagian samping rumah itu. Kaki kecil gadis itu berjalan dengan riang menyusuri halaman depan rumahnya untuk menuju ke taman yang terletak di samping rumah.

"Taaaraaaa…. Lihat, indah kan? Ayo duduk. Biar kuambilkan minuman dan kudapan." Gadis cilik itu menarik tangan anak laki-laki itu untuk duduk di sebuah kursi yang memang tersedia di situ. Dan dengan ceria, gadis cilik itu masuk ke dalam rumah.

Anak laki-laki itu memandang sekelilinginya dengan takjub. Sekelilinginya di penuhi dengan bermacam-macam bunga dan pohon yang rindang. Bahkan rumput di sini pun terlihat sangat hijau dan terawat. Di sudut taman, ia melihat sebuah miniatur air terjun. Dan tak jauh dari tempatnya duduk, terdapat sebuah ayunan yang bisa diduduki hingga empat orang. Anak kecil ini benar-benar terkagum-kagum dengan taman itu hingga sebuah seruan mengagetkannya.

"Hey, maaf menunggu lama."

"Hn…"

"Bagaimana? Tamanku indah kan?"

"Hn." Anak laki-laki itu mengangguk pelan sambil kembali memperhatikan taman itu.

"Aku dan ayah yang merawat taman ini. Aku sangat menyukai taman ini."

"Hn."

"Iya, terlebih saat ini sedang musim semi, saatnya bunga-bunga untuk mekar."

"Musim semi?" bocah laki-laki itu tampak mengernyit bingung.

"Iya. Kenapa?"

"Apa itu musim semi?"

"Kau tidak tahu?" gadis kecil itu terkejut, "memangnya di tempat asalmu tidak ada musim semi?"

Bocah laki-laki berambut merah itu menggeleng pelan, "Tidak. Di sana tidak ada musim semi. Di sana hanya ada musim panas dan musim hujan."

"Ohh… Biar ku jelaskan. Musim semi adalah musim dimana bunga-bunga bermekaran, seperti saat ini. Musim yang paling indah dari empat musim yang ada."

"Kenapa begitu?"

"Musim semi adalah musim favoritku. Karena aku bisa melihat bunga-bungaku yang cantik." Gadis kecil itu memetik sebuah bunga, kemudian menghirup aromanya dalam-dalam.

"…"

"Emm, kau boleh main ke sini, kapanpun kau mau. Kita bisa bermain bersama di sini." Gadis kecil itu tersenyum riang.

"Hn."

"Oya, kita belum berkenalan. Perkenalkan namaku Ino. Yamanaka Ino. Kau?" tanya gadis kecil itu sambil mengulurkan tangan kecilnya ke arah bocah laki-laki itu.

"Aku Gaara, Sabaku Gaara." bocah laki-laki itu menjabat tangan gadis cilik itu.

"Oke, Gaara. Mulai sekarang kita berteman."

END OF FLASHBACK

Gaara tersenyum kecil ketika mengingat pertemuan pertama mereka. Dulu, Ino adalah gadis yang sangat ceria. Gaara masih mengingatnya, bagaimana cara gadis itu tertawa, berbicara, dan menarik dirinya kemanapun gadis itu suka. Tipe gadis yang tidak pernah membosankan dan selalu menyenangkan. Tapi itu dulu… Ya dulu… Sebelum itu semua terjadi dan merenggut semuanya.

.:To Be Continue:.

Catatan Author :

#mencabut papan hiatus.

Halo minna-san… Cendy Hoseki kembali dari masa hiatus… #nebar bunga.

Yosh, kali ini saya dedikasikan fict ini special untuk memeriahkan GIST (Gaara Ino Spring Time) yang udah hampir selesai. #lirik-lirik kalender.

Oke deh mungkin para reader semua agak kaget karena awal cerita udah ada konflik kayak gini, gomen, ini efek karena akhir-akhir ini stress tingkat tinggi sedang menimpa author gaje ini. #abaikan.

Hm, kemungkinan fict ini cuma dua atau tiga chapter doang. Jadi harap maklum kalo alur fict ini mungkin lebih cepat daripada bus PATAS. XD

Gomen juga kalo fict ini gaje, abal, jelek, dsb. Author sableng ini juga merasa kalo alurnya keliatan agak maksa.

Akhir kata, silakan yang mau menyampaikan uneg-uneg tentang fict ini, langsung saja sampaikan di kotak review.

Sampai jumpa di chapter depan…

Arigatou,

.Cendy Hoseki.