Disclaimer : Harry Potter belongs to JK Rowling. I own nothing. Except the plot and several OC. And there's no money making here.
Summary : Harry dan Hermione memutuskan untuk pergi ke pantai untuk merayakan ulangtahun Hermione. Harry melamar Hermione, yang mengatakan ia bersedia. Tapi semua kebahagiaan yang mereka alami terenggut dalam satu kejadian yang mampu merenggut nyawa Harry. Bagaimana Hermione menghadapi kejadian itu?
Remember
by
nessh
Prolog
"Akhirnya! Aku bisa bersantai," kata Draco, lega karena misi Auror-nya yang sudah berjalan sekitar sebulan, akhirnya berakhir. Dua lagi mantan Pelahap Maut ditangkap dan dijebloskan ke Azkaban. Untuk itu, Kepala Auror memberi Draco juga rekannya, Seamus Finnigan, libur selama satu minggu. Seamus segera menyambutnya dengan semangat.
Draco dan Seamus berjalan beriringan keluar dari Departemen Auror.
"Aku merindukan keluargaku." Seamus tersenyum membayangkan rumahnya yang nyaman juga istri dan putrinya yang tengah menunggunya pulang.
Draco nyengir, "Kau tidak akan ikut minum denganku dulu?" tanya Draco walau dia sudah tau pasti jawaban apa yang akan keluar dari mulut Seamus.
Seamus menggeleng, "Aku terlalu merindukan rumah."
Mereka berdua tertawa pelan.
"Sampaikan salamku untuk Parvati dan Lizzy kalau begitu." kata Draco begitu mereka sampai di Atrium Kementrian.
"Pasti. Maaf aku tidak bisa ikut denganmu Drake."
Draco melambaikan tangan. Seamus menepuk pundak Draco sebelum ia berjalan ke titik Apparate kemudian menghilang dengan suara 'crack' yang cukup keras.
Draco menghela nafas, ia merasa tidak begitu ingin pulang ke Malfoy Manor. Toh tidak ada seorang pun yang menunggunya di sana. Lucius berada di Azkaban sedangkan Narcissa—Draco menundukkan kepalanya. Ia masih sulit menerima kepergian Narcissa walau sudah berbulan-bulan berlalu.
Draco masuk ke salah satu perapian, mengambil segenggam bubuk Floo lalu berseru, "Leaky Cauldron!"
Sensasi Floo langsung menggelitik tubuh Draco. Detik berikutnya Draco sudah berada di Leaky Cauldron. Draco melangkah keluar dari perapian dan langsung disambut Tom, sang bartender.
"Hey Mr Malfoy! Lama tidak berjumpa." katanya riang.
"Misi Auror membuatku sangat sibuk Tom," sahut Draco, sambil menepuk-nepuk jubahnya yang penuh debu.
Tom mengangguk-angguk, "Yah, aku mengerti itu. minum?"
"Seperti biasa Tom." Draco tersenyum.
Draco memandang ke sekeliling ruangan. Leaky Cauldron tidak seramai biasanya, hanya beberapa meja saja yang diisi penyihir yang asyik membaca Daily Prophet atau majalah lainnya atau hanya sekedar mengobrol. Kemudian mata Draco menangkap sosok yang dikenalnya. Rambut hitam dengan kacamata bulat, Draco tidak mungkin salah mengenalnya walau wajahnya tidak terlihat begitu jelas dari tempatnya berdiri sekarang. Orang itu duduk di meja yang terletak di pojok ruangan, meja yang paling tidak menarik perhatian.
"Ini dia Mr Malfoy."
Draco berterima kasih pada Tom lalu menyerahkan beberapa koin perak sebelum mengambil minumannya dan berjalan menuju meja yang terletak di paling pojok.
"Kenapa aku selalu menemukanmu duduk di kursi ini?" kata Draco, nyengir. Ia mengambil kursi di hadapan orang itu dan duduk di sana.
Harry mendongak, senyum mengembang di wajahnya ketika melihat Draco. "Aku butuh ketenangan dan meja ini menyediakannya." jawab Harry singkat.
Draco menyeringai, "Yah. Harry Potter yang terkenal memang selalu menimbulkan keributan kemana pun dia pergi." Draco tertawa.
"Oh hentikan itu." Harry ikut tertawa. "Bagaimana misi?"
Draco mengangkat bahu, "Seperti biasanya, tidak ada yang spesial. Dan selama seminggu terakhir, Finnigan tidak bisa menutup mulutnya! Setiap hari dia berkata, 'oh aku merindukan Parvati dan Elizabeth' atau 'apa Elizabeth sudah bicara sekarang?' atau 'aku rindu mendengar Elizabeth memanggilku Dadda'! Aku benar-benar ingin mengutuknya dan melemparnya keluar saat itu juga." gerutu Draco, menirukan suara dan gestur Seamus.
Harry tertawa lepas sambil memegang perutnya melihat tingkah Draco. "Oh Draco kau lucu sekali kau tau?"
"Geez Potter." Draco mencibir. "Ngomong-ngomong, apa yang kau lakukan di sini Harry?"
Harry mengangkat alisnya, "Mengganti topik eh Malfoy?"
"Okay, lupakan itu Potter!" Tawa Harry kembali terdengar.
"Sorry, tidak tahan untuk tidak menggodamu," Draco mendengus kesal. "Sebenarnya aku mau pergi ke Gringgots, Griphook memintaku datang untuk mengurus sesuatu,"
"Apa yang harus kau urus kali ini Harry? Harta keluarga Potter? Atau Black?" Draco menenggak Firewhiskey-nya.
"Aku tidak tau. Mungkin sesuatu yang berkaitan dengan itu semua." Harry mengangkat bahu, "Lagipula aku memang ingin ke Diagon Alley. Kau mau ikut denganku?"
"Apa itu ajakan kencan?"
"Demi celana panjang Merlin! Apa yang akan Hermione katakan jika aku berkencan dengan sesama lelaki? Merlin Draco! Denganmu? Yang benar saja! Seleraku juga tidak serendah itu." gurau Harry. Mereka berdua tertawa. "Aku mau mengambil cincin yang sudah kupesan beberapa hari yang lalu," kata Harry, ia memandang dasar gelas di depannya, tersenyum.
Draco menatap Harry lekat-lekat, "Kau akan melamar Hermione?"
Harry tersenyum lebar. Draco tidak perlu kata-kata lagi, ia segera berteriak ke seberang ruangan, meminta Tom membawakan dua gelas Firewhiskey lagi. Beberapa orang memandang Draco dengan tatapan aneh, sepertinya mereka merasa terganggu dengan teriakan Draco. Harry hanya terkekeh melihatnya.
"Untuk Mrs Potter masa depan!" Draco mengangkat gelasnya.
Harry menggeleng-geleng, nyengir. "Kurasa itu terlalu cepat. Belum tentu dia mau menikah denganku Draco."
Draco mengibaskan tangannya, "Omong kosong Potter! Semua orang tau betapa dia menyukaimu sejak kita masih di Hogwarts. Aku bisa melihatnya, semua orang bisa melihatnya. Aku yakin sekali, dia akan menerimamu. Jadi angkat gelasmu, kita bersulang untuk Mrs Potter-mu."
Harry mengangkat gelasnya, "Aku masih tidak yakin."
Setengah jam berikutnya mereka asyik berbincang tentang segala hal. Quidditch, Hermione, misi Auror, gosip murahan yang Draco dengar saat misi ("Katanya ada penyihir yang menikah dengan Troll!" kata Draco. Kedua alis Harry naik, "Kau tau kan itu hampir tidak mungkin?"), pernikahan Ron dan Luna ("Apa kau ingat bagaimana wajah Ron ketika dia melihat Luna memakai gaun berwarna ORANYE!" tawa Harry dan Draco meledak), Quidditch lagi, teman-teman mereka dan penampilan orang-orang di Leaky Cauldron saat itu.
"Kau melihat topinya? Itu aneh," Draco menunjuk seorang wanita yang berada beberapa meja dari mereka.
Harry memutar matanya. "Draco. Apa kita harus bergosip seperti wanita seperti ini?" Harry berusaha menyembunyikan tawanya.
"Ayolah Harry! Topinya memang aneh!" Draco bersikukuh.
Harry terkekeh pelan, ia melirik jam tangannya. Harry melompat bangun dari kursinya dan langsung mengambil jubah yang bertengger di kursinya.
"Aku terlambat! Griphook bisa membunuhku," gumam Harry, ia menoleh pada Draco. "Maaf, Draco, tapi aku harus pergi,"
Draco mengangguk mengerti, "Sampai ketemu nanti Harry. Salam untuk Mrs Potter!"
Harry nyengir, "Ya, sampai ketemu Draco," Harry segera berlari meninggalkan Leaky Cauldron, meninggalkan Draco.
Draco menghela nafas. Ia segera menghabiskan Firewhiskey-nya dan kembali pulang ke Malfoy Manor.
0ooo0ooo0
Hermione Jean Granger berdiri di depan cermin, mengamati tubuhnya sendiri. Tangannya menyentuh luka yang berada di dadanya, luka yang ditorehkan Dolohov. Ia menggeleng pelan, luka itu adalah masa lalu, ia harus melupakannya. Hermione berbalik dan membuka lemarinya, ia mengambil celana jeans dan sebuah kaus berwarna putih polos, lalu mengenakannya.
Hermione segera turun keluar dari kamarnya dan berjalan menuju dapur. Setelah perang, Hermione memilih tinggal di sebuah flat sederhana yang berada di tengah London Muggle. Flatnya hanya terdiri dari satu kamar tidur, sebuah kamar mandi, ruang tengah, dapur dan ruang makan. Tapi Hermione menyukainya, sangat menyukainya.
Hermione memutuskan untuk memasak omellete saja untuk sarapan. Hermione merasakan seseorang memeluk pinggangnya erat, ia memekik kaget.
"Selamat pagi Hermione Granger," bisik orang asing itu di telinga Hermione.
Tubuh Hermione melemas, "Harry James Potter, sekali lagi kau mengagetkanku seperti itu aku akan mengutukmu," gerutu Hermione.
Harry terkekeh, ia mencium puncak kepala Hermione. "Selamat ulangtahun my love,"
Hermione berbalik, ia megecup pipi Harry. "Terima kasih Harry,"
Harry merengkuh Hermione ke dalam pelukannya, "Jadi! Hari ini aku akan membawamu kemana pun kamu mau,"
Hermione mengangkat alisnya, "Kemana pun?"
Harry mengangguk, "Kemana pun! Jadi?"
Hermione tampak berpikir sejenak. Harry nyengir, ia selalu senang melihat Hermione berpikir. Dahinya yang berkerut itu terlihat sangat manis dan—oh, betapa dia juga ingin menggigit bibir itu.
Hermione menepuk kedua tangannya sebelum berkata, "Pantai,"
Harry melongo, "Pantai?" tanyanya tidak yakin.
Hermione tersenyum, "Ya. Pantai. Ada yang salah Mr Potter?"
Harry memutar matanya, "Tentu ada yang salah Miss Granger. Ini bulan september dan kau ingin pergi ke pantai! Pasti sangat dingin!"
"Katanya kau mau membawaku kemana pun aku mau," Hermione melipat kedua tangannya di dada. Dan puppy eyes-nya—uh! Harry benci puppy eyes Hermione. Dia tidak akan bisa menolak permintaan apapun setiap Hermione memandangnya seperti itu.
Harry menghela nafas, "Okay. Kita ke pantai. Sebaiknya kau bawa jaket Hermione,"
Hermione memekik senang dan langsung melompat memeluk Harry. "Oh Harry! Aku mencintaimu!"
Harry menghela nafas lagi, perlahan senyum mengembang di wajahnya. "Aku tau 'Mione, aku tau," bisik Harry.
Ia tersenyum melihat Hermione berlari ke kamarnya dengan semangat dan kembali dalam beberapa detik, sudah berganti pakaian plus mengenakan jaket.
"Wow, itu sangat cepat," kata Harry.
Hermione tersenyum, "Sihir,"
Harry memutar matanya, tentu sihir membuat segalanya serba cepat dan praktis. "Ayo pergi kalau begitu,"
"Kita tidak ber-Apparate?" tanya Hermione heran.
Harry menggeleng, "Tidak ada yang istimewa kalau kita ke sana dengan Apparate. Hari ini kita akan kencan ala Muggle!" Harry mengulurkan tangannya pada Hermione.
Hermione menyambut uluran tangan Harry, ia mengira-ngira, apa yang Harry siapkan untuk hari ulangtahunnya ini? mereka berjalan bergandengan tangan keluar dari Flat Hermione.
Kedua alis Hermione naik ketika Harry membawanya mendekati sebuah kendaraan beroda dua yang diparkir tepat di depan "Motor? Harry, aku tidak tau kau bisa mengendarai motor,"
Harry nyengir, ia mengambil helm yang bertengger di motor itu dan kembali mendekati Hermione. "Masih banyak hal yang harus kamu pelajari tentangku, Hermione," Harry memasangkan helm itu di kepala Hermione, memastikannya terpasang sempurna. "Aku hanya punya satu helm jadi kau saja yang pakai ya," lanjut Harry.
"Apa? Tidak, Harry. Kamu yang pakai," tangan Hermione bergerak ke kepalanya, hendak melepas helm. Harry menangkap tangan Hermione, menatapnya dalam,
"Aku tidak mau terjadi sesuatu padamu," katanya serius, kemudian ia tersenyum. "Aku akan baik-baik saja,"
Harry naik ke atas motor dan mulai menyalakan mesinnya, lalu ia menoleh pada Hermione. "Ayo kita pergi!"
0ooo0ooo0
"HATCHI!"
Harry menggosok hidungnya. Ia merapatkan jaketnya.
"Sudah kuduga ide ke pantai ini benar-benar ide buruk," Harry melirik Hermione yang terlihat santai walau ia tidak memakai pakaian yang tidak terlalu tebal.
Harry memilih duduk di atas pasir sementara Hermione bermain-main dengan ombak sejenak. Harry melihatnya menari-nari di atas ombak. Tersenyum, ia merogoh sakunya. Sebuah cincin yang kemarin Griphook berikan padanya tersimpan dengan aman di sana, itu adalah cincin yang sama yang digunakan oleh James untuk melamar Lily. Ia melihat cincin itu dan Hermione bergantian. Harry yakin, hanya Hermione gadis yang ada di hidupnya, sejak dulu dan selamanya.
Harry segera menyimpan cincin itu kembali ke dalam saku jaketnya ketika melihat Hermione berjalan menghampirinya.
"Kamu senang? Aku hampir terkena flu di sini," gurau Harry.
Hermione tertawa ringan, "Memangnya kamu tidak memasang mantra untuk membuatmu tetap hangat Harry?"
Harry menggeleng.
"Tidak. Dan jangan keluarkan tongkatmu hari ini Hermione, aku ingin ini menjadi hari bebas sihir," tambah Harry cepat ketika Hermione merogoh mantelnya.
"Tapi kalau begini terus kamu bisa terkena flu!" kata Hermione keras kepala.
Harry nyengir, ia menarik Hermione mendekat, mendekapnya erat. Punggung Hermione menempel di dadanya sementara tangan Harry melingkar di pinggang Hermione.
"Ini cukup," kata Harry. Ia bisa merasakan Hermione tersenyum. Dagu Harry menempel di bahu kanan Hermione, wangi khas Hermione juga bau laut menyeruak memenuhi rongga hidungnya. Harry merasa ini adalah hari yang paling menyenangkan seumur hidupnya.
Mereka diam beberapa saat sampai Harry merasa inilah waktu yang tepat. "Tutup matamu Hermione, aku punya sesuatu untukmu," bisik Harry.
Hermione menghela nafas, "Haruskah?"
Harry tersenyum, "Tentu! Apa matamu tertutup?"
Hermione berdecak pelan, "Ya Harry mataku tertutup,"
Harry memastikan mata Hermione benar-benar tertutup. Setelah ia yakin, Harry merogoh saku jaketnya, ia menyematkan cincin itu ke jari manis tangan kiri Hermione. Harry kembali berbisik di telinga Hermione, "Buka matamu,"
Mata Hermione melebar melihat cincin yang tersemat di jarinya, "Harry—ini—"
"Maukah kau menikahiku Hermione Jean Granger?" bisik Harry.
Hermione terdiam, dia terus menatap cincin di jari manisnya.
Harry semakin terlihat cemas menunggu jawaban Hermione.
"Hermione?" Harry melirik Hermione yang masih belum berbicara sepatah kata pun atau bahkan bergerak.
"Ayolah Hermione, kau bisa membuatku—"
"Ya,"
"Apa?"
Hermione berbalik, ia memeluk leher Harry erat-erat. "Aku bilang 'Ya'!"
Senyum kembali mengembang di bibir Harry, "Jadi kau mau menikahiku?"
Hermione mengangguk berkali-kali. Harry memeluk Hermione sama eratnya. Hermione dan Harry merasa hari ini adalah hari terbaik dalam hidup mereka, untuk Hermione, ini adalah ulangtahun terbaik seumur hidupnya.
0ooo0ooo0
Harry memacu motornya agak cepat. Langit sudah mulai mendung dan Harry ingin mereka tiba di rumah sebelum hujan. Mereka sudah mulai memasuki London. Hermione memeluk pinggang Harry semakin erat sementara Harry kembali memacu motornya lebih cepat.
"Hey Harry!" seru Hermione, melawan suara ribut yang ditimbulkan motor.
"Apa?" teriak Harry, sama kerasnya.
"Kau tidak perlu mengebut seperti ini! Aku yakin kita bisa sampai rumah sebelum hujan turun!" teriak Hermione lagi.
"APA?" Harry melirik kaca spionnya, ia bisa melihat wajah Hermione dari sana.
"AKU BILANG, 'KAU TIDAK PERLU MENGEBUT HARRY'!" Hermione berteriak keras-keras, ia menghiraukan tatapan aneh dari orang-orang di sisi jalan.
Harry nyengir, "Aku tidak peduli Hermione! Aku ingin sampai rumah secepat mungkin jadi aku bisa bersantai denganmu!"
Hermione memutar mata, ia memeluk pinggang Harry lebih erat. "Jangan secepat ini!"
"APA? Aku tidak bisa mendengarmu!"
"AKU BILANG—"
Terdengar bunyi klakson keras, Harry melihat ke depan. Matanya membulat ketika ia melihat sebuah truk berjalan tidak terkendali dengan kecepatan tinggi. Orang-orang dari sisi jalan berteriak-teriak. Hermione berteriak. Harry melirik Hermione, dia tidak ingin kehilangan Hermione. Tidak akan pernah. Harry menarik nafas berat, ia memegang stang motornya erat.
Brak!
Terdengar teriakan pilu dari orang-orang di sekitar. Truk itu menabrak motor Harry dan baru berhenti setelah menabrak sebuah pohon besar di sisi jalan. Orang-orang berlarian ke arah Harry dan Hermione yang terkapar di sisi jalan.
"Panggil ambulans!" teriak seseorang.
Harry terbaring di jalan, matanya tertutup, tubuhnya berlumuran darah. Hermione berada cukup jauh darinya, ia masih tersadar namun ia tidak bisa menggerakan tubuhnya. Tangannya menggapai-gapai, seakan berusaha menggapai Harry, "Ha—rry," bisiknya, sebelum kesadarannya perlahan menurun dan ia pun menutup matanya. Kehilangan kesadaran sepenuhnya.
Hal terakhir yang Hermione dengar adalah suara ambulans yang berpadu dengan suara tetesan hujan.
thanks for reading
xoxo
nessh