Naruto belongs to Masashi Kishimoto

Death Note belongs to Takeshi Obata & Tsugumi Ohba

Warning: AR, typos, time travel B dan sederet kesalahan lain

.

.

Minato, Tokyo 20XY

L menatap layar digital di hadapannya, mengamati daftar para pelaku kriminal yang mendadak tewas karena serangan jantung. Kira, sebutan untuk eksekutor itu adalah seorang yang jenius. Kejahatannya betul-betul sempurna. Rapi dan tersembunyi, namun sangat mematikan. Sejauh ini L belum berhasil mengungkap bagaimana Kira mengeksekusi korbannya dari jarak jauh.

Keadaan diperburuk dengan hadirnya Kira kedua.

Tidak, belum tentu buruk. Kira kedua ini sepertinya tak selihai Kira sebelumnya. Ia membunuh secara acak, tak memandang korbannya pelaku tindak kriminal atau bukan.

Seorang pemuda berambut coklat madu tersenyum saat memandang L, menyeringai lebih tepatnya.

"Jadi kesimpulan apa yang bisa kau ambil hari ini, Ryuzaki?" tanyanya.

L tak menjawab. Ia menekan tombol berwarna merah lalu bicara melalui microphone.

"Watari, saya ingin minum," katanya.

Berikutnya L meletakkan ibu jarinya di dagu. Lengannya tertahan di atas lutut, pose kesukaannya. Terlihat sekali ia sedang berpikir keras.

Tak sampai lima menit, Watari datang membawakannya secangkir teh dan sebuah cup kecil berisi gula batu. Watari sudah cukup memahami keinginan tuannya yang tak suka membuang kata-kata yang kurang penting. L suka manis, rasanya cukup wajar jika mengingat hidupnya yang sering berurusan dengan hal-hal yang getir.

"Jadi apa kesimpulanmu?" Light, pemuda berambut coklat madu itu bertanya sekali lagi.

L malah asyik memainkan gula batu yang ia pegang dengan telunjuk dan ibu jarinya.

"Saya rasa Kira kedua adalah orang yang punya hubungan baik dengan media," jawab L sambil menjatuhkan gula itu di cangkir tehnya.

Light mengerutkan alis, "Darimana kau tahu?"

L menunjuk layar digital di depan mereka, "Light-kun bisa lihat keterlibatan media yang digunakan oleh Kira kedua ini. Sakura TV," jawabnya sambil mengaduk teh ekstra manisnya dan menyesapnya perlahan. Ia menikmati saat-saat dimana glukosa itu menyatu dengan aliran darahnya dan mengembalikan energi yang digunakannya untuk berfikir.

L meletakkan kembali cangkirnya lalu kembali bermain dengan gula batu.

"Kurasa kau perlu liburan, Ryuzaki. Layar digital dan gula batu terkadang tidak bagus untuk perkembangan mentalmu," kata Light.

"Light-kun tahu saya tidak suka pergi berlibur," kata L.

Light tertawa, "Itulah sebabnya kenapa kau begitu pucat, Ryuzaki. Kurasa matahari pun enggan menyinarimu." Putra sulung Soichiro Yagami itu melangkah pergi, "Aku pergi sebentar. Misa menungguku untuk makan siang," ucapnya sebelum pergi.

L hanya melirik sekilas kepergian Light dengan ekor matanya. Ia tahu Light menjalin hubungan dengan supermodel yang namanya tengah melambung itu. Jika L bisa membuktikan kalau Light adalah kira, maka Kira kedua bisa jadi adalah…

"Yagami-san benar. Saya rasa Tuan perlu berlibur," kata Watari.

"Kasus ini belum selesai," kilah L. Ia kembali menyesap tehnya setelah menambahkan dua butir gula batu ke dalam cangkirnya.

"Tuan akan menyukainya," kata Watari. Setengah berbisik, pria tua yang telah menjadi bagian dari hidup L selama bertahun-tahun itu berkata, "Ini sebuah perjalanan waktu."

Detik itu juga L menatap mata Watari, mencoba menginterpretasikan ucapan pelayan pribadinya.

Perjalanan waktu. Kedengarannya menyenangkan.

.

.

.

Konoha, 18XY

Di sinilah L sekarang, menapakkan kakinya di Konohagakure yang terasa asing baginya. Ini adalah tahun yang dihitung 150 tahun dari masa dimana L berasal.

Tempat ini tak sekuno yang ia perkirakan. Setidaknya disini sudah berdiri tiang-tiang listrik dan kabel-kabel yang simpang siur. Juga area pertokoan yang sudah mendapat sentuhan modern.

L menjilat lolipop yang ia genggam. Ia kembali melangkahkan kakinya untuk mencari penginapan yang disiapkan Watari. Ia tak begitu peduli dengan orang-orang yang memandanginya dengan tatapan aneh.

Yah, melihat seorang pemuda penderita kifosis yang sedang menggenggam tiga permen loli, satu di tangan kanan dan dua di tangan kiri mungkin bukan pemandangan yang lazim. Terlebih pemuda ini mengenakan kaos berlengan panjang dengan warna putih yang nyaris bersaing dengan kulit pucatnya.

Beberapa orang tampak berbisik-bisik melirik ke arahnya. Tapi L tak begitu menghiraukan. Bukankah di dimensinya pun ia sering mendapat perlakuan seperti itu? Lebih baik ia segera mencari penginapan dan memulai investigasinya atas kasus pembantaian klan Uchiha.

Bruukk

Seorang gadis berjaket lavender tebal menabraknya tanpa sengaja. L memang tidak jatuh, tapi lolipop yang di genggamannya yang tertarik gaya gravitasi. L terpaku melihat gadis berambut sepunggung yang jatuh setelah menabraknya. Ia jongkok untuk mengamati gadis itu dengan lebih detail.

Pipi gadis itu bersemu merah saat menyadari betapa sempitnya jarak di antara mereka. Terlebih dengan cara L yang memandanginya seperti pandangan mata anak kecil yang pertama kali melihat hal yang menakjubkan. Imut, tapi tetap membuatnya risih.

"Ma-maaf," terbata-bata gadis itu mengucapkannya.

L menjauhkan wajahnya. Ia beralih memandangi lolipopnya yang kini berbaur dengan debu Konoha.

"A-aku akan menggantinya," ucap gadis itu merasa bersalah. Namun sungguh, ia tak mengerti kenapa pemuda seumur L masih begitu mengidolakan lolipop.

L membuka plastik pembungkus lolipop yang masih utuh di tangan kirinya lalu menjilatnya. Kemudian ia memandang gadis bermata lavender yang masih memperlihatkan rona kemerahan itu.

"Apa kau tahu dimana penginapan Ajisai?"

Bahu gadis yang semula tampak tegang itu perlahan-lahan mulai turun. Ia mengangguk, menawarkan diri untuk mengantar L ke penginapan yang dimaksud.

Tak banyak yang mereka bicarakan sepanjang perjalanan, kecuali saling bertukar nama. Tampaknya Hinata, nama gadis itu juga bukan tipikal orang yang banyak bicara. Itu lebih baik untuk L yang lebih akrab dengan kesunyian.

"Ah, Hideki-san. Selamat datang," seorang pria paruh baya menyambutnya. Ia menoleh pada wanita Hyuuga di sisi L, "Terima kasih sudah mengantar Hideki-san, Hyuuga-sama," pria itu membungkuk.

Hinata tersenyum, lalu balas membungkuk, "Saya permisi, Morino-san."

Morino Ibiki mengiyakan, lalu kembali fokus pada sang detektif dari masa depan, "Mari saya antar ke kamar Anda, L-sama."

L tak menolak. Ia tahu bahwa Ibiki lah yang bertanggung jawab atas dirinya selama berada di Konoha. Sepertinya Watari benar-benar memperhitungkan segala sesuatu yang berkaitan dengan liburan L.

Ini tantangan tersendiri untuk L. Kali ini ia dihadapkan pada misteri tentang keberadaan Uchiha Itachi yang sangat berbeda dengan dimensinya. Tanpa komputer dan tanpa bantuan dari mata-mata. Menarik. Ini sungguh menarik untuknya.

Untuk sesaat ia bisa rehat dari kasus Kira yang mulai terasa membosankan baginya. Tawaran berlibur ini sungguh tawaran yang menggiurkan.

.

.

Uchiha Itachi, pelaku pembunuhan berantai itu adalah Uchiha terbaik di klan-nya. Ia menjadi kapten Anbu di usianya yang ketigabelas. Salah satu pemilik mangekyou sharingan, tingkat tertinggi dalam jutsu sharingan. Di duga kuat ia telah dibunuh oleh adiknya, Uchiha Sasuke. Tapi kesaksian beberapa orang di Konoha yang mengaku pernah bertemu dengannya membuat isu kematiannya goyah.

L terpaksa harus mencari tahu sendiri setelah info yang ia dapatkan dari Ibiki ternyata tak cukup membantu.

Pertama kali adalam hidupnya, L membaur dengan keramaian. Larut dalam hiruk pikuk warga Konoha yang tengah beraktifitas. L menikmati dango yang sempat ia beli di kedai yang tak jauh dari penginapannya.

Beberapa anak kecil berlarian. Mereka memakai sebuah lambang yang sama dengan milik Ibiki dan Hinata. Calon-calon shinobi di masa datang, itulah yang muncul di benak L.

L berhenti sejenak. Ia merasa seseorang sedang mengawasinya. Benar saja, di ujung jalan sana seorang pemuda berambut raven tengah memperhatikannya. Ia memakai kimono berwarna putih yangt bahkan tak mampu menutupi dada bidangnya dengan sempurna. Seutas tambang berwarna ungu melingkari pinggangnya.

Sungguh, bahkan bagi L yang tak pernah berurusan dengan fashion dan segala sesuatu di dalamnya, penampilan pemuda itu sedikit aneh. Apa pemuda itu tak mampu membeli obi sehingga menggunakan tambang kapal sebagai penggantinya? Atau memang itu adalah salah satu trend fashion di masa ini? Entahlah, L tidak tahu.

L bisa merasakan tajamnya tatapan pemuda itu saat ia lewat di hadapannya. Ya. Meski ia tetap terlihat santai dengan dango-nya, L juga mengamati pemuda itu dengan ekor matanya.

"Hei, kau siapa?" pemuda itu memanggilnya. Ada nada keangkuhan dalam suaranya.

L menoleh, "Ryuga Hideki," jawabnya singkat.

Toh, seandainya pemuda itu adalah nenek moyang Kira yang ia hadapi di dimensinya, L tak perlu merasa khawatir. Toh, itu nama palsunya.

"Apa tujuanmu kesini?" tanya pemuda itu.

"Berlibur," jawab L singkat sambil terus melangkah. Ia tak peduli mata pemuda itu masih mengikutinya hingga ia berbelok dan tak terlihat lagi.

Dari sejumlah foto yang diperlihatkan Ibiki, L tahu pemuda berambut raven itu adalah Uchiha sasuke, adik kandung Uchiha Itachi. Darinya L bisa mendapatkan banyak informasi.

Tapi L tahu, terlalu frontal dan riskan jika ia bertanya langsung. Terlebih lagi Uchiha Sasuke memiliki nilai akademis yang baik. Jika L salah langkah, bukan tidak mungkin Uchiha Sasuke akan menjadi lawan yang menyulitkan.

Lagipula, di banding melakukan introgasi dengan saksi mata, L lebih suka mengumpulkan bukti-bukti yang lebih bisa dipertanggungjawabkan.

.

.

.

Hinata memusatkan aliran cakra di kedua tangannya, lalu perlahan-lahan menggerakkannya. Perlahan namun pasti, air di sekelilingnya bergerak. Menciptakan sebuah tarian yang indah namun mematikan.

Ia yang selalu dianggap lemah dan membebani orang lain.

Di Konoha ini ia bukanlah poros yang medapat perhatian utama penduduk Konoha. Tak ada yang tertarik menyimak kisah hidupnya . Bagi mereka, kerasnya pendidikan dari Klan Hyuuga yang diterimanya memang wajar jika mengingat posisinya sebagai calon pemimpin klan. Justru banyak yang menilai ia terlalu lemah untuk jadi pemimpin Hyuuga.

Itulah Hyuuga Hinata. Kunoichi yang hanya mendapat peran sebagai pion catur di Konoha. Nasibnya tak jauh berbeda dengan ketujuh pion catur lain meski dirinya istimewa.

"Sudah cukup, Hinata-sama. Anda sudah terlalu lama berlatih," ucap Neji mengingatkan. Baik sebagai kakak maupun bunke yang ditugasi menjaga Hinata, Neji merasa sedikit cemas. Sejak pagi, Hinata terus berlatih disini. Sebuah tempat yang semestinya kurang lazim dijadikan tempat latihan. Sungai.

Neji menangkap suara langkah kaki datang mendekat. Ia mengaktifkan byakugan-nya. Memastikan siapa yang datang.

"Nii-san?" Hinata memandang Neji penuh keingintahuan. Tidak biasanya Neji sewaspada ini.

"Hyuuga-san?" seorang pemuda berambut raven dengan kaos berlengan panjang berwarna putih dan celana jeans. Pemuda itu terlihat santai dengan memasukkan tangannya ke saku celana. Kali ini ia tak membawa lolipop kesukaannya. Sebagai gantinya, ia membawa sebungkus arare.

"Hi-Hideki-san?" Hinata terkejut.

Neji tak mengurangi kewaspadaannya. Diam-diam ia menyiapkan jutsu untuk menyerang L.

"Saya tersesat," kata L masih mempertahankan sikap tenangnya meski ia tahu Neji siap menyerangnya kapan saja ia mau.

Hinata tersenyum. Ia tahu L masih baru di Konoha, wajar jika ia belum mengenal baik daerah ini. Neji terlihat sedikit lega. Ia membatalkan segel jutsu yang tadi hendak dipakainya.

"Apa Hideki-san ingin kembali ke penginapan?" tanya Hinata. Ia bermaksud menawarkan bantuan untuk menemukan penginapan yang menjadi tempat tinggal L selama di Konoha.

"Saya mencari tempat tinggal keluarga Uchiha," kata L.

Hinata terkejut. Neji kembali waspada. Ia menatap L dengan tajam. Apa mau orang ini sebenarnya? Kenapa ia menyebut nama klan yang nyaris punah itu.

"Saya dengar tomat dari kebun mereka adalah yang terbaik di Konoha," L mengambil sebuah arare dan memakannya.

Hinata tersenyum menanggapi kata-kata L. Pemuda ini terlihat begitu menawan dengan segala kepolosannya. Ia merasa ucapan L tadi terdengar lucu. Memang bukan lelucon yang bisa membuat orang tertawa terbahak-bahak. Tapi tidak buruk untuk ukuran pemuda dingin sepertinya.

"Saya tahu tempatnya, Hideki-san," kata Hinata, "Tapi keluarga Uchiha sudah tidak ada di Konoha."

"Hinata-sama?" Neji terlihat ingin protes. Dari ucapannya, sepertinya sang heiress tak keberatan menjadi penunjuk arah untuk pemuda asing yang terlihat sedikit aneh di mata Neji.

"Saya tahu," kata L, "Tapi saya berharap tomat-tomat di kebun mereka tidak ikut mati. Apa Hyuuga-san keberatan memberi tahu saya?"

Hinata menggeleng.

"Hinata-sama?" kali ini ada nada larangan dari panggilan Neji.

Hinata menoleh pada sepupunya, "Aku akan baik-baik saja. Nii-san tidak perlu khawatir."

Neji ingin membantah, tapi ia mengurungkan niatnya saat melihat tatapan Hinata yang bisa menyakinkannya bahwa ia akan baik-baik saja.

Ah, mungkin ia memang terlalu khawatir. Pemuda 'aneh' ini tampaknya bukan seorang shinobi. Kecil kemungkinannya ia akan menyerang Hinata. Seandainya iya pun, Neji tahu Hinata cukup kuat untuk melawannya.

Tapi Neji tetaplah Neji.

"Baiklah, saya mengerti," kata Neji.

Hinata mengangguk, "Terima kasih sudah mempercayaiku, nii-san," ucapnya.

"Sudah menjadi tugas saya, Hinata-sama," ucap Neji sebelum menghilang.

L masih terlihat asyik dengan arare-nya. Dari pembicaraan Hinata dan Neji, ia bisa menyimpulkan mereka berdua adalah saudara. Dan soal kata-kata Neji yang terlalu sopan, mungkin itu terkait politik klan seperti yang pernah dibacanya dalam buku-buku sejarah.

"Apa yang sebenarnya Hideki-san cari?" tanya Hinata, "Saya tahu Hideki-san tak hanya datang untuk tomat."

"Darimana Hyuuga-san yakin?" L masih terus mengunyah.

"Hideki-san suka sesuatu yang manis," Hinata menunjuk arare yang dipegang L. Dari kemasannya, ia tahu yang sedang dimakan L adalah arare rasa madu. "Saya rasa tomat bukanlah buah yang cukup manis untuk disukai Hideki-san."

Bagus, gadis ini punya pemikiran yang tajam rupanya. Jika ia sebaik yang diceritaka Ibiki, ia bisa jadi kawan yang menguntungkan. Tapi jika nyatanya ia tak sebaik itu, keadaan bisa berbalik dan bukan tidak mungkin ia justru akan menyerangnya.

Entahlah, L belum berani berspekulasi

.

.

TBC

.

.

Sejujurnya saya masih agak bingung dengan latar waktu di Naruto. Saya menebaknya sekitar era Tokugawa. Koreksi jika ada reader yang tahu setting asli di Naruto.

Ini crossover pertama saya. Mohon maaf kalo masih belum layak publish.

Review dan concrit sangat diharapkan.

Molto grazie.