Ramalan

Disclaimer: Masashi Kishimoto

By : Sabaku No Uzumaki (Cerita ini diambil dari ovel 1 cinta sejuta repot dengan perubahan sesuka saya :D)

Warning : OOC, GAJE! Typo (s) *maybe, INO POV

Description : For SISTER event.

Berdasarkan ramalan ada 3 cowok yang akan datang di kehidupanku :

-Seorang yang menjadi takdirku…

-Seorang yang mencintaiku…

-Seorang yang aku cintai…

Hanya satu yang yang mesti aku pilih untuk kebahagiaanku.

Kalau bisa aku bakal milih orang yang aku cintai saja. Tapi nggak mungkin. Kata orang cinta itu takdir.

Trus, apa bener orang yang mencintai kita akan bisa membahagiakan kita kelak?

Pilihan yang sulit!

Genre : Romance. Family.

Rate : T

Happy Reading!


-Prolog-

.

Antrian sedang penuh, dan aku sangat kesal. "Naru, jangan dibuang-buang es krimnya." 'Ughhh… merepotkan sekali pergi dengan anak kecil'. Sudah tiga puluh menit aku berdiri hanya untuk membeli tiket banana boat. Musim panas membuat pantai begitu ramai. Apalagi awal musim panas seperti sekarang.

"Naru, cepat habiskan!" Dan aku makin kesal dengan wanita di antrian jet ski sebelahku terus menerus melihatku. "Dei jangan balas lihat!" ujarku berusaha memutar kepala Deidara yang menengok ke belakang. 'Dasar anak kecil bandel!'

"Siapa sih dia un?" tanya Deidara.

"Mana Nee-chan tau, oke? Sekarang mana es krim kamu? Kok udah enggak ada?" tanyaku, menarik Deidara yang nyaris menyelinap di antrian jet ski itu.

Deidara menunjuk Naruto. Saudara kembarnya, yang baru kusadari memegang dua cone es krim di kedua tangannya. Melahapnya bergantian. Kelihatannya asyik sekali.

"Naru kenapa kamu rebut es krim adik kamu, hah?"

Naruto seperti tidak mendengarkanku. Dia menoleh ke arahku tetapi tidak merespon.

"Dei kenapa es krim kamu ada di Naru, sih?"

Deidara tidak melirikku. Dia masih saja menatap wanita aneh yang menatap kami dari barisan sebelah.

"Dei?" panggilku. Sementara barisan sudah maju dua langkah.

"Hei kalian mau naik tidak? ayo maju!" ujar om-om di belakang yang terlihat kesal.

Naruto melangkah mendekatiku. Dan Deidara masih harus aku tarik agar tetap berada di sampingku. Dua-duanya kembali mendengarkanku, setelah barisan maju lagi beberapa langkah.

"Kok wanita itu ngeliatin kita terus sih, un?" tanya Dei penasaran.

"Nee-chan nggak tau," aku melirik wanita itu, "dia dari tadi emang ngeliatin kita. Udah deh. Kalian cepetan ke sini."

"Mungkin dia mau nyulik kita?" kata Naruto.

"Ah, nggak. Mungkin dia mau ngajak kita kenalan, un." Dei menatap lagi dengan tajam wanita itu, seolah tengah menggunakan telepati dengan wanita itu. "Mungkin besok-besok kita bakal ketemu wanita itu lagi un," lanjutnya.

"Aduh kalian ini ngomong apa sih! Ayo sana maju barisannya udah maju tuh! Udah, jangan liatin wanita itu!"

Barisan kami maju lebih cepat, meninggalkan wanita itu di belakang. Akhirnya kudapatkan giliran naik banana boat itu, tepat ketika loket jet ski di sebelahku baru saja dibuka. Dan tau apa yang di kerjakan wanita itu? Dia masih menatap kami ketika kami bergegas naik ke banana boat.

Dari sorot matanya, aku tahu dia hendak berkata, 'adik-adikmu lucu ya!' meski aku yakin wanita itu punya pandangan lain padaku. Pandangan seperti, 'bolehkah kuculik adikmu untuk ku bawa ke nenek sihir?'

Ah, tidak. Wanita aneh itu tidak seaneh itu. Pikiranku saja yang terlalu berlebihan. Namun ia memakai anting yang besar sekali, dan boho skirt seperti wanita gipsi.

"Dei! Pakai pelampungmu dengan benar! Naru berhenti makan!"

.

.

.

"Habisin makanannya, udah itu kerjain PR. Oke?"

Jika Naru dan Dei tidak menurutiku lagi hari ini, akan kuhukum mereka.

Sekarang sudah pukul setengah delapan. Nii-san, Tou-san, dan Kaa-san belum pulang juga. Aku sendirian di rumah berusaha membuat Naru atau Dei tidak memecahkan lagi satu barang pecah belah di dapur. Padahal aku sudah memasang pengumuman di lemari es. "BELILAH PERABOT DARI PLASTIK YANG AMAN UNTUK SI KEMBAR." Namun tetap saja si kembar selalu berbuat onar di dapur selain memecahkan barang tentunya.

Bukan suatu anugerah bagiku memiliki dua adik laki-laki kembar. Oke, mungkin sebenarnya anugerah, tapi Naru dan Dei tidak! Si kembar cute ini tidak memiliki bakat untuk menghormati orang yang lebih tua. Aku betul-betul hampir kewalahan menghadapi keduanya.

"Aduh, Naru! Serealnya jangan di tumpahkan ke atas meja," pekikku sambil meletakkan sapu di dekat pintu. Saat ini aku sedang membereskan pop corn asin yang tumpah, lebih tepatnya 'ditumpahkan' oleh Dei dua menit lalu.

"Kan ceritanya kotoran," ujar Naru sambil cekikikan. Dei yang berada di sampinya juga ikut tertawa, dan tiba-tiba dia menumpahkan satu sendok sereal jagungnya di atas sereal jagung Naru yang sudah ditumpahkan duluan.

"Itu nggak keren Naru!" kataku menghampiri mereka dan mengambil lap. "Yang keren itu masukin sereal ini ke dalam perut."

"Ah, nee-chan mah kuno un," kata Dei, namun ia tetap menyendokkan sesendok sereal ke dalam mulut.

"Tapi aku nggak bilang kalau ini keren," kilah Naru. "Aku kan cuma bilang kalau ini ceritanya kotoran."

Aku mendengus. "Terus kenapa kotoran ini enggak kamu makan aja ke dalam mulut?"

"Ih, nee-chan jorok!" kata Naru, dan Dei mengangguk mengiyakan. "Masa manusia makan kotoran?"

"Ini kan sereal!" aku melotot ke arah Naru. Dan dia ketakutan seperti biasa. Dia langsung menyuapkan seluruh serealnya ke mulut, melahapnya habis, bahkan menyusul Dei yang serealnya tinggal seperempat lagi akan habis. Saat itu bel rumahku berbunyi.

"Nyonya… Tsunade… Baa-chan?" kataku –menyeritkan dahi - saat membuka pintu. Wow. Tak ada lagi yang bisa ku katakan melihat nenek paruh baya, tetanggaku, rupanya datang ke sini untuk membantuku.

"Sepertinya kamu kesulitan lagi mengurus Naru dan Dei, ya Ino?" Dia langsung melangkah masuk ke dalam rumah dan bergegas ke dapur. 'Menganggap ini rumahnya sendiri saja,' batinku. "Kaa-san mu tadi menelepon katanya baa-chan di suruh membantumu mengurus Naru dan Dei."

"Ouwh," desahku tersenyum lebar. "Hehehe… domo arigatogozaimashita… baa-chan."

"Naru dan Dei lagi di dapur, makan sereal," lanjutku.

"Bohong!" teriak Naru dari dapur. "Kami di beri kotoran!" Tsunade-baa-chan langsung melirikku dan menyipitkan matanya.

"Jangan dengarkan mereka Baa-chan," jelasku buru-buru. "Aku hanya memberi sereal jagung saja…"

Baa-chan hanya menggelengkan kepalanya lalu menghampiri dapur.

'Kurasa urusan si kembar dari neraka sudah selesai si tangan nenek sihir ini. Aku bisa melanjutkan beres-beres ruang tengah.'

.

.

Hari ini hari terakhir sekolah di pekan ini. Jadi, besok aku punya kesempatan untuk relaksasi diri selagi si kembar sekolah. Senangnya… aku menuruni tangga.

Area dapur sudah ramai di pagi hari. Seluruh anggota keluarga kumpul. Bahkan Akamaru – anjing yang datang ke rumah ini semau hatinya – sudah asyik menikmati makanannya. Kaa-san masih sibuk dengan penggorengan. Sementara Tou-san melahap sandwich-nya sambil membawa koran. Naru dan Dei sudah menggunakan seragam mereka, dan kini meninggalkan sandwich mereka hanya untuk bermain suit jepang. Sasori – Nii-chan ku – melahap sandwich bagianku.

"BAKA! Itu sandwich punya siapa?" tanyaku. Sasori menatapku sambil mengunyah sawi yang ada di dalam mulutnya.

"Oh, Imouto-chan ku yang manis. Ini sebagai gantinya bensin," jawabnya, dan dia langsung melahap habis sandwich-ku ke dalam mulutnya.

Huh dasar BAKA! Aku tahu dia punya motor, dan dia selalu mengantarku ke sekolah setiap pagi. Tapi bukan berarti semua sarapanku harus dihabisin juga sama dia! Dengan terpaksa aku membuat sandwich baru, dan menggoreng telur untuk isinya.

.

Tiba di sekolah Sasori menurunkanku tepat di depan gerbang. Banyak siswa baru saja masuk, dan beberapa melirikku. Tentu saja. Aku tahu aku cukup populer. Hahahah… oke terlalu berlebihan

"Jangan lupa, Temari," ujar Sasori begitu aku melompat turun dan menyerahkan helm.

"Aku nggak lupa sama Temari. Dia tuh temen sekelasku."

"Aduuh, punya adik oon banget sih! Salamin… salamin dong! Dari Sasori…"

"Biayanya 50 yen!" ujarku sambil melongos.

"Minta salamin doang mesti bayar?"

"Eeeh… itu baru administrasi. Total semuanya 2000 yen!"

"Mahal amat, sih! Cuman minta sampein salam aja."

"Ah, ya udah!" Aku berbalik dan Sasori hanya merengut dalam helmnya. Sambil berlari menyusupi gerbang, aku menyelinap di belakang siswa yang tak mungkin kena razia pagi, dan akhirnya aku lolos lagi dari pemeriksaan.

Sebenarnya seragam ini bukan ukuran seharusnya, maksudku yah agak ketat. Di sekolah ini tentu saja dilarang.

Sesampainya di kelas. Haruno Sakura – si jidat lebar yang paling benci jika masalah dengan jidatnya yang lebar – menarikku untuk pergi ke kantin. Aku meletakkan tas lalu menyusulnya. Pagi ini lumayan panas karena itu aku membuka sweater-ku. Sampai di kantin aku hanya tertarik dengan macam-macam cemilan seperti takoyaki, okonomiyaki, dorayaki atau boleh juga dango.

"Iiih semalem ada cowok nelpon aku, Pig!" ujar Sakura senang. Dia mulai mengeluarkan mochi dari kotaknya dan mulai menggigitnya. Kami duduk sejenak di bangku-bangku kantin sambil mengobrol.

"Cowok mana tuh?" godaku.

"Ah… deket-deket keluargaku lah…" katanya lagi sambil tersipu malu.

"Siapa sih cowok itu ?"

Sakura menelan dulu mochinya sebelum menjawab dengan malu-malu, "Tou-san ku."

"Eeeh… kirain cowok beneran! Dasar JIDAT."

"Tou-san ku kan cowok beneran, PIIIIIIG! Katanya dia bakal mengunjungi kami dalam waktu dekat."

Kemudian Sakura melanjutkan curhatnya. Aku sih nyaris mendengarkan semua ceritanya, ketika ku sadari aku tak dapat lagi menampung kata-kata Sakura, karena mataku tiba-tiba terpaku pada sosok cowok yang baru saja datang ke kantin.

Dia adalah Nara Shikamaru. Bisa dikatakan preman sekolah yang diragukan kepremanannya dalam melakukan sesuatu yang sangar. Sejauh ini ia bersikap baik malah terkesan cuek. Belum ada kabar orang teraniaya olehnya. Hingga sempat aku meragukan kepremanannya, meski dia berpenampilan preman.

Rambutnya diikat ke atas seperti nanas. Dan lengannya selalu dilipat ke atas, menunjukkan setengah lengannya yang meyakinkan kalau ia memiliki otot atletis. Penampilannya sedikit berantakan dan selalu tidur ketika jam pelajaran. Otaknya jenius dengan IQ 200 mungkin lebih.

Ooooh… bisakah jantungku berhenti berdebar… oke.. aku sudah mengakui ini sejak awal. Aku menyukai Shika. Dan tak ada yang tahu selain Tuhan. Bahkan Sakura, sobatku.

"Dan ada cowok yang kayaknya lagi ngedeketin kau pig !" kata Sakura yang berhasil membuyarjan lamunanku tentang Shika.

"Oya? Siapa?" Kami-sama, aku bahkan tidak menyadari Sakura masih mengajakku ngobrol. Preman itu benar-benar gila, dia membawaku pergi jauh dari dunia. Melupakan Sakura. Melupakan segalanya. Astaga… apa aku melewatkan sesuatu?

"Aduh… pig, masa nggak ngerasain sih? Si Uchiha, honey… dia akhir-akhir ini selalu ngedeketin elo."

"Ngng… masa sih?" aku memutar otak melahap dangoku.

"Loe emangnya nggak nangkep sinyalnya?"

Aku mengeluarkan ponsel, "Ah, sinyalku penuh kok! Liat nih."

"Arrggghhhh…. Bukan sinyal itu PIG! Dasar Babi otak kecil! Sinyal pendekatannya si…" Tapi tiba-tiba Sakura mendadak diam. Matanya mendelik ke belakangku. "Doi" lanjutnya pelan.

"Doi? Siapa itu doi?"

"Hei! Seru seorang cowok di belakangku. Dari suaranya aku langsung tahu dia cowok yang sedang kami bicarakan. Si Doi. Si Sasuke Uchiha. "Sedang apa, pagi-pagi gini udah jajan di kantin…" katanya sambil duduk melahap manju yang juga baru saja dibelinya di warung yang sama denganku.

"Belum sarapan," kataku kikuk. 'kok bisa-bisanya sih nih orang muncul pas lagi diomongin'

Sasuke mengangguk sambil menelan manjunya. Cowok ini sebenernya cute. Dan juga populer di sekolah. Dengan rambut raven melawan gravitasinya, wajahnya sungguh manis. Badannya berisi dan tinggi badan proposional. Oiya, nilai plusnya ia cerdas dan sangat cool. Namun entah mengapa di depan kami ia bisa begitu cerewetnya.

Eh, apa yang Sakura bilang tadi? Dia menyukaiku, kayaknya masih terlalu imposible ya, to be happened. Aku suka Sasuke. Dia sobatku. Ya, untuk beberapa minggu terakhir, sepertinya ia mengklaim sendiri kalau dia sobatku, dia selalu mengajakku ngobrol. Tapi emh… bukankah aneh rasanya dia bersahabat denganku kalau dia menyukaiku dalam kondisi khusus? Secara banyak cewek yang di buat patah hati karna ditolak mentah-mentah olehnya.

"Jadi, ada yang mau balik ke kelas? Kayaknya tadi sudah bel masuk," katanya dengan datar.

Aku tersenyum meringis. 'Apa benar dia menyukaiku?' Kami-sama, gara-gara Sasuke datang, aku lupa Shika sekarang ada di mana.


Fyuuuh, akhirnya selesai updet.

Ini masih Prolog, saya usahakan secepatnya update lagi

Ini Fic khusus untuk event SISTER

Jadi mohon review ya *puppy eyes :D