Disclaimer: Kasi tau ga ya? Ah penasaran kan? Hmm, kasi tau ga ya? Hayo penasaran ya? Cieeeeeeeee bangets! *ditimpuk sendal* *pasang muka innocent* Well, humor-nya minta ditonjok-_-v. Oke jelas bgt ini punya tante kita (kita? Gue aja kali lo kaga usah:p) tercinta, J.K. Rowling! *tebar confetti* (sumpah author lagi stress jadi begini)
Genre: Romance, Friendship
Pairing: Draco Malfoy (pacar gueeeeeeeeeeeeeeehnyaaah!) — Katskrom Malfoy! coret! maksud gue, Hermione Granger ;)
Rating: Jelas gue pake T. Aman deh bener.
katskrom,
Chptr 2
Randomly Feelings:
The Worst Day (ever?) for Prince of Slytherin
Hermione memilih tidak makan malam di Aula Besar dan bersantai di asramanya, membuat sebuah sandwich ayam di pantry lalu memakannya sendirian. Ya, sendirian, tanpa ada Si-Pangeran-Licik-Manja-Menyebalkan itu. Ada sedikit rasa rindu menggorogotinya. Sebentar, rindu? Ah ayolah! Mana mungkin Hermione merindukannya? Padahal baru saja satu jam lalu mereka bertengkar, bagaimana bisa Hermione rindu padanya?
Tidak, Hermione menggelengkan kepalanya. Ia tidak boleh punya perasaan apapun kepada Draco kecuali sebagai teman, hanya sebatas teman.
Badannya masih terasa sedikit gemetar gara-gara melewatkan hampir satu jam ketiduran di tepi danau. Ah ya itu bukan masalah besar, pikirnya. Ia menyambar buku "Ramuan Tingkat Atas" yang sedari tadi di biarkannya tergeletak di meja. Lebih baik ia membaca saja, itu lebih baik. Dariapada membuang-buang waktu untuk memikirkan seseorang yang jelas-jelas tidak peduli padanya, bukan?
Beberapa saat kemudian ia sudah hanyut dalam bukunya. Suasana menjadi sunyi, tak ada suara apapun, yang ada hanya suara buku yang di bolak-balik oleh Hermione. Rasanya ada yang aneh. Untuk pertama kalinya, Hermione Granger, Si Kutu Buku Hogwarts merasa bosan membaca?
Tapi Hermione bertahan, membiarkan matanya untuk terus membaca. Bosan. Ia menyerah, "Lebih baik aku sudahi saja membacanya. Mungkin aku sudah mengantuk" pikirnya. Ia menguap kecil, berniat menutup bukunya saat matanya menangkap sesuatu dari buku yang di pegangnya.
"Ini..." katanya-katanya terputus, tapi ia tersenyum. Rasa kantuk dan bosannya telah hilang di gantikan sebuah rasa senang—jahil, seolah penuh kemenangan. Ia memutuskan untuk melakukannya, membaca—lagi—perlahan dan memahami lalu mengingatnya dengan runtut.
Suasana Aula Besar begitu ramai, tak terkecuali di meja Slytherin. Bahkan beberapa diantara mereka, ada yang menyatap makanannya penuh-penuh—Greg dan Vincent—yang langsung di sambut pelototan jijik teman-temannya. Sementara yang di pelototi hanya nyengir tak berdosa.
Berbeda dengan Pangeran Shylethrin yang sejak tadi terdiam, ia menoleh ke seluruh arah, mencoba mencari Putrinya—bukan—Putri Gryffindor maksudnya. Tapi hasilnya nihil, gadis itu tak terlihat di manapun bahkan di meja Gryffindor sendiri. Biasanya ia akan duduk di sana, di bangku meja asramanya tepat di seberang mata Si Pangeran, diapit oleh kedua sahabatnya, Weasel dan Pothead (jangan salahkan Draco yang sudah terbiasa dengan panggilan itu). Ada rasa yang kecewa saat ia tak melihat Putrinya di tempat ini.
Draco mendengus pelan. Ia bahkan tak menyentuh makanan yang ada di depannya. Pikirannya berputar mundur. Ia ingat saat sore tadi waktu ia mencium gadis itu, Putrinya. Ia merasa ada sesuatu yang berbeda saat bibirnya menyapu bibir hangat nan mungil itu. Jujur, ia menginginkannya lagi. "Dimana kau?" gumam Pangeran lirih, bicara pada dirinya sendiri.
"Siapa yang dimana, Drake?" tanya Blaise yang ada di sampingnya, mengerutkan kening.
"Tidak. Bukan siapa-siapa."
"Oh" lalu Blaise kembali sibuk dengan pai coklat yang ada di hadapannya. Tiba-tiba dia teringat sesuatu, ia mengambil sebuah buku di tasnya dan menyerahkannya pada Draco. "Eh iya, ini tolong berikan ini pada Hermione. Tadi buku ini tertinggal di tepi danau."
Draco terbelalak tapi dengan cepat, ia kembali memasang topeng dinginnya. "Di tepi danau? Kalian berduaan?"
Blaise menyeriangi jahil, "Cemburu, Drake?"
Hampir saja Draco menyemburkan jus anggur yang sedang diminumnya jika ia tidak langsung membentengi dirinya sendiri dengan Occlumency. Bisa di pastikan jika hal itu terjadi, Pangeran Slytherin akan menjadi tontonan karena menyembur-jus-anggur-di-depan-muka-Blaise-dengan-tidak-elitnya. "Tentu tidak, Blaise. Apa gunanya aku cemburu? Tapi maksudku apa yang kalian lakukan? Ah jangan bilang kalian berkencan? Hei kenapa tak memberitahuku? Kau kan sahabatku, Blaise! Setidaknya aku ingin menjadi orang pertama yang mengucapkan selamat padamu." Draco nyerocos tanpa henti, terdengar tulus memang. Ya, ia pasti tulus mengatakan hal itu asal gadis itu bukan Putrinya.
Blaise hanya tersenyum. Draco memang benar-benar berubah setelah perang. Ia menjadi lebih dewasa, lebih baik dan lebih berperikemanusiaan. Bukan hanya Draco yang berubah, orang tuanya pun juga begitu pula dengan orang tua Blaise sendiri, orang tua Pansy dan seluruh pelahap maut yang masih hidup (dan mau bertobat, tentu saja) beserta keluarganya. Setelah dibebaskan dari ancaman penjara di Wizengamot oleh Harry Potter, meminta maaf padanya dan semua orang serta berubah menjadi lebih baik. Akhirnya, semuanya damai. Indah, bukan?
"Ah, Drake. Maaf tapi aku harus merahasiakan ini dulu. Dia bilang dia tidak siap. Bukan berarti kami benar berkencan tapi asal kau tahu saja, aku memegang rahasia terbesarnya. Rahasia seorang Putri Gryffindor." Ia menekankan kata terakhir sambil tersenyum. Draco terlihat kaget, matanya menyiratkan itu meski wajahnya datar. Blaise tahu, ia terlalu tahu bagaimana dan apa seorang Draco Malfoy sebenarnya.
"Oke aku mengerti." jawab Draco, mengambil buku Hermione dari tangan Blaise. "Ceritakan padaku saat dia sudah mengijinkanmu. Bagaimana?" Draco nyengir kepada Blaise sambil kembali konsentrasi pada pai apelnya. Sial! Sial! Dasar Zabini, bisa-bisanya ia main rahasia-rahasiaan denganku, rutuk Draco dalam hati. Tentu saja sekali lagi ia menutupi emosinya.
"Apa sih yang tidak untukmu, Drakie honey?" godanya Blaise yang langsung mendapat pelototan tajam dari Pangeran Slytherin. Betapa Blaise menyukai panggilan khusus dari Pansy, mantan kekasih Draco itu—yang ia akui cukup menggetarkan jiwa. Sementara yang di goda hanya bisa memaki-maki sahabatnya dalam bahasa Latin.
"Hei Draco! Blaise!"
Refleks Draco dan Blaise menoleh ke asal suara. Betapa kagetnya mereka melihat Cedric pirang Diggory sudah duduk manis tepat di sebelah Draco sambil tersenyum ramah. Tentu saja bukan masalah lagi jika ada murid asrama lain yang duduk bukan pada meja asramanya. Bagaimana pun juga sekarang semuanya sudah berbaur menjadi satu. Tidak, bukan itu masalahnya. Bukan juga para gadis Slytherin yang sudah siap tumbang karena melihat senyum menawan Cedric. Masalahnya: apa mau Cedric di Hogwarts mengingat dia sudah lulus dua tahun lalu? Terlebih lagi tadi dia menyapa...apa? Draco? Blaise? What the hell going on here?
"Diggory?", Draco mencoba menyakinkan dirinya sendiri untuk saat ini, melihat kondisi Blaise yang masih terjebak dalam keterkejutannya. Draco tahu Cedric juga ikut dalam perang beberapa bulan lalu bersamanya dan yang lain, tapi...bukan berarti ia akan semudah itu menyapa Draco dan Blaise dengan nama kecil mereka bukan? Dan, apa maunya datang kemari? Ia kan sudah lulus!
Blaise berdehem kecil, sesaat setelah menghapus ekspresi keterkejutannya. "Apa kabar, Diggory? Lama tak berjumpa." sapanya sopan. Ia berusaha keras mengabaikan tatapan penasaran hampir seluruh murid yang ada di Aula Besar terutama dari murid Slytherin sendiri.
Cedric tersenyum ramah sebelum menjawab sapaan calon kawan Slytherinnya itu. "Baik, Blaise. Kalian sendiri? Wah Hogwarts sama sekali tak berubah sejak 2 tahun lalu. Mmm, kecuali untuk beberapa bagian yang di rekonstruksi pasca perang 2 bulan lalu, ya kan?". Sesekali ia melambai pada para juniornya di Hufflepuff dan murid-murid lainnya yang menyapanya. Terlihat sekali mereka bingung kenapa seorang Cedric Diggory yang sudah lulus 2 tahun lalu bisa ada di Hogwarts. Tapi setelah melihat Cedric berbicara serius (hanya Draco yang memasang ekspresi tidak santainya) dengan Draco Malfoy, Sang Pangeran Slytherin dan sahabatnya, Blaise Zabini, membuat beberapa orang yang ingin menanyakan akan hal itu mengurungkan niatnya. Jangan cari mati dengan Slytherin yang sedang serius, pikir mereka.
Draco menghela napas bosan. "Cukup basa-basimu, Diggory. Kenapa kau duduk di sini? Di meja kami? Bukan di meja Hufflepuff? Dan...apa yang sedang kau lakukan disini?", tanyanya langsung. Ia benci bertele-tele. Setidaknya perkataan dinginnya tadi mampu menyembunyikan rasa penasarannya.
Sedang yang di tanya hanya bisa tertawa renyah, membuat Blaise menaikkan sebelah alisnya. "Kau sama sekali tak berubah, Malfoy. Well, aku menawarkan kata 'teman'. Bolehkah aku memanggilmu dengan Draco mulai sekarang? Setidaknya kita harus memulai ikatan pertemanan saat ini. War was over, boys."
Draco terdiam untuk beberapa saat. Teman, eh?. Tidak buruk juga sebenarnya. Dengan masih memasang ekspresi dinginnya, ia hanya mengendikkan bahu. "Terserah apa maumu."
Cedric balas tersenyum. Ia menoleh ke arah sahabat Pangeran Slytherin yang tepat berada di seberangnya. "Blaise?"
"Why not? Friends? That's not bad anymore!", ucap Blaise sedang memasang cengiran lebarnya. Lalu wajahnya kembali terlihat serius. "Sebenarnya apa ada urusan apa disini, Cedric?"
Cedric memutuskan untuk tidak menjawab dahulu. Ia lebih memilih mencomot cupcakes kecil berbagai rasa yang ada di hadapannya. Lalu memakannya dengan segelas coklat hangat yang sejak tadi tidak meminumnya. Setelah ia memakan beberapa kue dan menelannya, ia menoleh ke arah Draco dan Blaise dengan ekspresi yang—cukup kaget. "Hah? Jangan bilang kalian tak tau?"
Perkataan itu langsung mendapat perhatian dari Blaise, sedang Draco berusaha tetap terlihat cool dan datar meski ia sekarang sudah memasang telinganya lebar-lebar. "Masalah apa? Ada sesuatu yang kami tak ketahui kah, Cedric?", bisik Blaise pelan. Hanya untuk berjaga-jaga, mungkin saja Cedric ada misi rahasia disini.
Cedric menyeruput coklat hangatnya, sejenak ia tertawa kecil, membuat kedua Slytherin yang ada di hadapannya bingung. "Ah ayolah! Aku sedang tidak ada misi rahasia disini. Pekerjaanku di Departemen Sihir benar-benar melelahkan tau." Ia kembali terkekeh saat mendapatkan death glare dari kedua teman barunya yang merasa di permainkan. "Sebenarnya aku diundang untuk membicarakan pesta untuk para veteran perang. Dan yeah, pesta akan segera diadakan beberapa minggu lagi. Jelas kalian diundang tentunya. Tapi mungkin Profesor Dumbledore pun belum membicarakannya dengan kalian, eh? Mmm, sepertinya kalian harus berterima kasih padaku karena berkat aku, kalian mengetahui hal ini lebih dulu dari yang lain. Let's get the party, boys!"
"Oh begitu...", gumam Blaise lirih seraya mengutuk dirinya sendiri sebelum mulutnya berceloteh keras dengan kata: APA!. Untung sedetik sebelumnya, ia berhasil menguasai diri. Betapa malunya ia jika ketahuan kehilangan kendali seperti itu nanti. Sedang Draco—yang sedang dipayungi Dewi Fortuna juga, bersyukur karena tidak menyemburkan jus anggurnya tadi. Oh betapa beruntungnya mereka.
Cedric ikut mengangguk. Ia mencomot cupcakes lagi saat tiba-tiba ia teringat dengan sesuatu. "Hei kudengar kau jadi Ketua Murid Putra, eh Draco? Bersama Mione sebagai Ketua Murid Putri berarti. Selamat untukmu!", ucapnya tulus.
"Ya, terima kasih, Cedric." Entah kenapa ia merasa sedikit jengah saat mendengar Cedric mengucapkan nama Hermy. Ia yakin sekali ada penekanan tersembunyi saat Cedric mengucapkan itu!
Blaise yang sepertinya bisa membaca pikiran Draco, hanya tersenyum jahil sambil menggeleng-gelengkan kepalanya perlahan. Sayang, Draco tidak tau kalau Hermione juga menyimpan rasa yang sama dengannya. Hmm, ini tidak akan menjadi seru jika Blaise memberitahukan hal itu secepatnya.
"Oh ya, mana Mione, Draco?", tanya Cedric tiba-tiba sambil celingukan mencari gadis Gryffindor itu.
Draco menyeriangi. "Untuk apa kau menanyakannya padaku? Meskipun kami berdua adalah Ketua Murid, bukan berarti aku selalu tau dimana dia berada.", jawabnya dengan sedikit kaku. Oke, sekarang ia benar-benar curiga dengan si pirang coklat yang satu ini. Apa maunya menanyakan Putrinya? Hermy itu Putri Gryffindornya. Dan...—tunggu—Merlin, sekarang ia merasa seperti seorang kekasih yang benar-benar posesif.
Sepertinya Cedric tidak ambil pusing dengan nada yang dipakai Draco. Ia malah mengatakan sesuatu yang mengejutkan bagi kedua Slytherin itu—terutama Sang Pangeran, membuat Draco yang dulu mungkin akan segera merapalkan Crucio telak di wajahnya. Bahkan Blaise pun akan berpikir beribu-ribu kali untuk menghadapi situasi seperti ini, terbukti sekarang ia menunduk, melahap sup hangat—sekarang dingin—yang sedari tadi diabaikannya. Sup itu bahkan lebih baik dari air muka Draco yang kelewat sangat dingin.
"Aku hanya ingin mengajaknya ke pesta minggu depan bersamaku. Mungkin juga itu saat yang tepat untuk menjadikannya kekasihku. Bayangkan saja jika nanti kami menikah. Hermione Jane Diggory. Not bad, eh?"
Draco berjalan keluar dari Aula Besar dengan langkah gusar. Diggory SIALAN!, umpatnya berkali-kali dalam hati. Mulanya, ia menganggap Cedric sebagai perusak mood. Tentu saja siapa yang tidak risih dengan seseorang yang dulu bertindak sebagai musuh tiba-tiba menjadi sok akrab dan bersikap ramah? Cih, menyebalkan. Dan...sayangnya, sekarang Cedric sudah resmi menjadi temannya. Setidaknya si pirang coklat itu tidak seburuk yang ia kira. Bahkan Blaise pun juga menganggap begitu. Yah, mau bagaimana lagi? Benar juga kata Cedric tadi "—War was over, boys." sebagai sebuah pembuktian, mereka semua sama, teman. Ya, ia menerima ajakan itu. Juga saat Cedric mengatakan soal pesta para veteran perang tadi, mungkin rencana pesta minggu depan akan menyenangkan. Mungkin...saat itu ia sudah jadian dengan Putrinya. Mmm, atau ia akan menyatakan cintanya saat itu? Dan, sayangnya, sekali lagi, Cedric benar-benar merusak moodnya yang tadi sempat membaik. Apa katanya? Kekasih? Menikah? Bah! Tidak mungkin! Draco akan mempertahankan Hermione bagaimana pun caranya!
Ah ya jangan lupakan juga masalah tentang Blaise tadi. Apa yang sebenarnya terjadi di antara Blaise dan Putrinya? Apa mereka berkencan? Apa ada hubungan khusus? Apalagi tadi Blaise bilang ia memegang rahasia terbesar Putrinya! Ah kalau saja ia tidak berada di Aula Besar, ia akan memaksa Blaise memberitahunya dan berujung pada adegan Draco mengakui kalau ia menyukai Putri Gryffindor itu. Tapi ia tak peduli, toh Blaise sahabatnya dan ia pasti mendukung Draco soal itu. Tapi bagaimana kalau ternyata Blaise juga menyukai Putrinya?
Sempurna sudah semuanya. Saingannya kini makin gencar menunjukkan wajah mereka di depan Putrinya. "Arrgggh!" Draco mengacak-acak rambut pirang platinanya sendiri dengan satu tangannya, sementara yang satu mencengkram erat buku Hermy dari Blaise tadi, membuatnya tampak berantakan dan hampir menyaingi rambut Harry. Ia mempercepat langkah, berharap Putrinya ada di Asrama mereka.
Hermione memutuskan untuk membuat ramuan itu sekarang juga jadi paginya besok ia langsung bisa balas dendam pada Pangeran Manja itu—Pangerannya. Menurutnya ini sedikit lucu, entah kenapa nama ramuan yang tengah di buatnya itu terdengar aneh. Ia tak pernah mendengar namanya. Apa mungkin ini ramuan berbahaya? Ilegal?, pikirnya. Kalaupun iya, kenapa ramuan ini berada dalam buku yang bisa dijangkau semua orang? Cepat-cepat ia mengenyahkan pikiran itu. Ramuan ini terlihat tidak berbahaya sama sekali. Bahkan bahan-bahannya pun tergolong mudah di dapat. Ia tak sabar menunggu esok hari, bayangan Draco yang telah meminum ramuannya ini membuatnya terkikik geli.
"Kau kenapa sampai terkikik seperti orang gila? Oh ya kau sudah gila! Gila karena merindukanku eh Hermy? Dan jangan bilang tadi kau sedang membayangkanku"
Tanpa menoleh pun Hermione tau siapa yang sedang berbicara. Dari suaranya, nada dan penekannya, cara bernapasnya (yang menurutnya terdengar sangat menggoda)...semuanya. Ia hafal benar. Jantungnya berdegup kencang saat mendengar langkah kaki berjalan ke arahnya. Merlin, tidak. Jangan sekarang, jangan biarkan dia mendekat padaku. Ku mohon.
Tapi percuma saja Hermione berdoa seperti itu, Merlin tidak mengabulkannya. Kini sesosok cowok gagah, rambut pirang platina berantakan yang malah terlihat innocent, badan tegap, wajah tampan, tatapan mata setajam elang, mata kelabunya yang seolah bersinar terang telah berdiri di depannya.
"Kenapa kau melihatku seperti itu sih?" tanya Draco heran. Bukannya apa-apa, ia benar-benar bisa berhenti bernafas kalau Hermione menatapnya seperti itu. Mata hazelnya yang hangat itu, rambut coklat semak belukarnya yang kini telah berubah menjadi halus, gigi-gigi besar yang kini telah berganti dengan deretan gigi mungil nan rapi, bibir merah jambu yang pernah ia cium...Oh Merlin! Bahkan hanya dengan memandangku, dia berhasil membuat detak jantungku berdegup tak karuan!
"Tidak apa-apa."
Draco hanya bisa menarik nafas perlahan. Ah yeah, gadis ini menyebalkan sekali! Jelas-jelas tadi ia melihatku sampai tak berkedip! Bilang saja kalau dia terkena pesona Pangeran Slytherin ini, kenapa susah sekali? Well, gengsi mengalahkan segalanya, pikirnya.
Sebenarnya Draco lebih memilih untuk langsung pergi ke kamar saat itu. Ia hanya ingin menenangkan pikiran dan memperbaiki moodnya gara-gara Cedric-Sialan-Diggory itu! Ia hampir sampai di depan tangga kamarnya jika ia tiba-tiba tidak teringat buku dari Blaise, jadi ia memutuskan untuk membalik badan dan meyodorkan sebuah buku ke arah Hermione. "Ini, tadi Blaise menitip ini, katanya tertinggal di tepi danau."
Hermione meraih bukunya dari tangan Draco, sedangkan pikirannya mundur ke kejadian saat itu...
Flashback on
Hermione merasa sangaaaaaaaaaat kesal pada Slytherin licik-manja-ah-menyebalkan itu. Ia benar-benar membuat emosi Hermione menempati ubun-ubun dan siap keluar. Saking kesalnya, akhirnya Hermione malah memilih bersantai. Seperti saat ini, ia sedang membaca di tepi danau. Setidaknya suasana di sini lebih tenang. Angin semilir membuat matanya terasa berat sampai akhirnya ia tertidur. Anehnya ia malah terbayang senyum hangat Pangerannya. Tawanya. Seringaiannya. Sungguh tampan, batinnya. Ia terlelap, merasakan atmosfir dingin nan sejuk yang menyelubunginya. Hingga ia merasa bahunya bergetar.
"Hermione...Hermione...Hei Hermione!"
Benar saja, ia membuka mata dan melihat Blaise Zabini ada di depannya. Sejenak raut mukannya terlihat khawatir. "Ah Hermione, apa yang kau lakukan disini? Membaca lalu tertidur kah?". Ia tertawa pelan, melihat Hermione tertidur sambil mengenggam bukunya.
Hermione mengangguk kecil. Ia tekikik. "Ah ya Blaise tadi aku membaca eh karena hawanya sajuk aku malah ketiduran. Kau sendiri?"
"Aku baru saja bangun tidur dan akan segera ke Aula Besar. Mau ikut?"
Hermione menggeleng. "Aku mau langsung ke asrama saja. Aku tidak terlalu lapar." Ia membereskan buku-bukunya yang menggunung di sampingnya serta beberapa pena bulu dan tintanya lalu memasukkannya ke dalam tas kecil—yang sudah ia beri mantra perluasan—dengan rapi. Ia segera bangkit dan baru saja akan berjalan pergi tepat saat Blaise mengatakan, "Yakin nih? Kau tak ingin melihat Drake? Oh apa aku harus memanggilnya Dray? Itu panggilan sayangmu ya? Wah atau Pangeranmu saja?"
Dan kata-kata itu sukses membuat Hermione membatu. "A-p-ap-apany-apanya?" ia merasa mukanya bersemu. Ia berbalik menatap mata Blaise yang sekarang sudah berbinar jahil.
"Aku mendengarmu jelas menggumamkan nama Draco. "Dray...Dray...PangeranKU" sambil tersenyum ceria. Apa yang sebenarnya terjadi, Putri? Bermimpi indah di negeri dongeng, eh?"
Hermione merasa wajahnya terbakar dan benar-benar memanas sekarang. "Ber-berhenti mengungkit hal itu, Blaise. Please...", ia bisa mendengar suaranya sendiri bergetar. Bodoh sekali! Kenapa aku bisa tidak sadar kalau aku menggumamkan nama Dray dalam tidurnya? Untung yang memergokiku hanya Blaise, kalo orang lain? Apalagi kalau Dray sendiri, uh aku lebih memilih pingsan 3 minggu di Hospital Wings!
"Tenang, Mione. Jangan khawatir, rahasia ini aman bersamaku."
Hermione mengangguk kecil dan segera berlari kencang. Ia tak ingin Blaise menyudutkannya terlalu lama. Samar-samar, ia mendengar Blaise meneriakkan namanya. Tapi ia mengacuhkannya, toh mungkin Blaise akan menggodanya lagi.
Flashback off
Sekarang Hermione mengerti kenapa Blaise meneriakkan namanya. Ia lupa menginggalkan bukunya di tepi danau. Untung saja tidak hilang, kalau iya, mungkin sekarang ia sudah terkapar di St. Mungo karena caci maki Madam Pince. Oke mungkin tidak separah itu, tapi mau di taruh di mana harga dirinya jika sampai buku itu hilang? Hermione Granger—Putri Gryffindor—Ketua Murid Perempuan menghilangkan buku perpustakaan? Heck, sungguh berita lucu!
"Oh ya tolong sampaikan terima kasihku pada Blaise"
"Hn", jawab Draco singkat. Sejujurnya ia benar-benar penasaran apa yang sebenarnya sedang terjadi. Tapi ia memendamnya sebentar. Sepertinya baik Hermione maupun Blaise ingin hal itu menjadi rahasia. Shit, umpatnya dalam hati.
Hermione berusaha keras agar rona merah tidak muncul di pipinya. Bisa-bisa Dray mengaitkan rona merah itu dengan Blaise, mengingat Draco mungkin sudah tau kalau dia tadi berduaan dengan Blaise di tepi danau. Jadi ia memilih untuk diam.
Draco ikut terdiam. Hening melanda. Keduanya sibuk menyelami pikiran masing-masing. Hingga Draco merasa ada yang aneh, sepertinya Putrinya ini beniat membuat sebuah ramuan. Tapi ramuan apa? Ia ingat betul Profesor Slughorn tidak memberi mereka tugas membuat ramuan apapun. Hmm, mencurigakan.
"Kau sedang membuat ramuan apa Hermy? Seingatku tidak ada tugas ramuan tadi pagi."
Pertanyaan yang sudah di duganya tentu saja. "Bukan urusanmu, Dray. Aku hanya ingin membuatnya saja tau."
"Oh begitu ya? Wah kukira kau membuat Amortentia untukku lalu memasukkannya ke dalam cokelat panasku esok pagi dan saat aku meminumnya, aku akan berkata, "Hermione, will you marry me?" Ah sungguh indah kan?", ujarnya sakartis.
Hermione memandangnya kaget, "Salah besar Pangeran, memang ramuan ini untukmu, tapi ini bukan Amortentia." Dengan cepat Hermione menguasai diri dan berusaha menutupi perubahan emosi yang terlihat sekali di wajahnya. "Sudah sana cepat tidur."
Tanpa basa-basi, Draco menaiki tangga menuju kamarnya walau dalam hati ia mengumpat berulang kali saking penasarannya dengan ramuan apa yang di buat Putrinya itu. Amortentia kah? Tidak. Ramuan itu tidak memerlukan biji , banyak hal yang ia sedang pikirkan sekarang. Pertama, rahasia Blaise dan Putrinya itu, lalu tangannya yang sudah gatal untuk meng-Obliviate Cedric akan rencananya di pesta minggu depan—Ah! Ia mengacak-acak rambutnya frustasi. Ia benar-benar tak habis pikir kenapa ada kesialan berturut-turut hari ini. Coret. Ciumannya tadi sore bersama Putri Gryffindor tadi tak terlalu buruk, haha. Tapi tetap saja hal itu tidak lebih baik dari kesialan yang lain. Dan yang sekarang sangat mengganjal di pikirannya adalah masalah ramuan itu. Mungkin aku bisa menyeledikinya besok, tekadnya lalu bergerak ke tempat tidur.
.
.
To be Continued
.
Kats's note: maaf lama ga update v._.v salahkan rasa malas yang menyerang diri ini (-_-). Buat yang udah review makasih banget:"))
Btw, sekarang gue mau nyempetin bales review readers nih hehe:p
Kennp: Ini udah update hehe
Fidya Raina Malfoy: Ini udah panjang ga? Kalo ga gue usahain next chptr lebih panjang dari ini;)
Himeka Kyousuke: Eh? Adegan kisunya? Haha iya sih gue juga mikir gitu
Diggory Malfoy: Makasi;) nah ini udah update kan? Hmmm, intinya Cedric masih hidup sih cuman ga surat-suratan gitu. Tapi thanks bgt buat sarannya:)
liana iz slyfindor-girl: Makasi;) ini udah update, nih kasi next chptr *dilempar sendal*
Lily love snowdrop: Haha, iya ambil pake aja Mantra Anti-Kantuk-Tahan-Melek-nya gapapa kok. Iya! Buat ulangan! *semangat 45* iya kan 4yAnK Draco (lebay-_-v)
Thia Nokoru: Makasi ya:) ini udah update hehe
Just Ana: Dumbledore masih hidup kok, Snape juga. Jujur ga tega bikin mereka mati. Apalagi mantan gue, Cedric *lap ingus*. Thanks sarannya!
uchiha akira: Ini udah update(; iya oke cinta segitiga? Boleh juga tuh hoho
dramione lovers: Iya dong pasti;) makasi ya!
Evelyn 'Eve' Potter: Heaaa._. bukannya apa-apa sih tapi gue ga sejago itu. Tapi makasi bgt buat pujiannya(; cerita lo juga bagus kok! Keep writing, dude:p
Reader: Yap, dan gue ngerti kok. Sebenernya emang niat dari awal gitu *ngeles* eh ga ding beneran. Oke hehe makasi sarannya;)
Aiwha Katsushika: Iyap, thanks:)
lonelyclover: Siaaaap! Update!
Laland: Yak dan ini gue update ada cedmione-nya tp ga surat-suratan. Moga berkenan deh (cielah bahasa gue:p)
Scooby-doo: Oke(; moga chptr ini ga mengecewakan yak
EveeL: Iya makasi;) jangan peluk Draco! Dia punyaku! *ala sinetron telenovela* (lebay-_-v)
no name: Thanks dan ini udah update;)
Dan suatu kehormatan (ini serius guenya) bagi gue, dapet pujian, kritik, saran dari readers sama authors senior. Gue bakal terus belajar!
Yak thanks banget-banget-bangetan buat yang review ato sekedar mampir dan baca tapi ga ngeriview ato cuman mampir dan di pikir fanfic gue jelek trus ga jadi baca (nasib banget-_-). Gue masih newbie jadi harap maklum kalo ada yang kurang berkenan.
Trus, moga chptr ini ga ngecewain! Banyak banget yang request CedMione, so gue masukin aja hehe:p
Lalu...tunggu update chptr 3! Ada yang mau nyumbang ide? Review boleh dong3
