Lama update-nya gak? Telat gak? Aduh gomen! Salahin aja modem saya yang pulsanya selalu abis giliran di butuhin. Jadi aja saya telat publish - alasan

Oh, ya untuk kalian yang punya akun FFn, jangan lupa berpartisipasi dalam IFA 2011 ya! XD untuk info lebih jelas silahkan hubungin para humas Naruto. Saya humas Gakuen Alice soalnya, bukan Naruto. Ok, ini last chap kok.

Disclaimer:

Kadang saya mikir, apa Masashi Kishimoto hapal semua nama tokohnya, ya? Kalau saya gacul satu tokohnya gak ketauan kali, ya? #slapped

Pairing:

Sasuke. U – Ino. Y

Summary:

Aku percaya jika permohonanku akan terkabul. Ia kembali padaku, walau dalam bentuk seseorang yang lain. Seseorang yang akan menemaniku dan menjagaku sepertimu dulu. Dia Uchiha Sasuke. For SISTER, RnR please


Chiisana Negai

By

Hime Uguisu

A

Naruto Fanfic


小さな願い

Ino's POV

"If you place a parchment with your wish written on it into a small bottle, and let it drift into the sea, then one day your wish will come to fruition."

-Regret Message (Kagamine Rin)-

Kulirik jam dinding yang tergantung di kamarku. Menunjukkan waktu sudah mulai sore. Aku pun segera mengambil jaket ungu-ku yang kuletakan di atas kursiku. Memakainya dan segera berjalan meninggalkan kamar ini. Sebelum keluar rumah, aku sempat berpamitan pada ayahku yang sedang makan di ruang makan. Aku pun berjalan menyusuri jalanan yang sudah sangat kukenal ini. Mencari sebuah vila tempat pemuda itu menginap.

Kuketuk pintu kayu itu. Lalu pintu itu pun terbuka tanpa aku harus menunggu lama. Sosok bermata onyx yang sudah tak asing lagi buatku pun muncul. Wajah datarnya tergantikan dengan sebuah senyuman tipis.

"Ayo jalan-jalan!" ajaknya kemudian keluar dari vila itu. Menutup pintunya dan menggenggam tanganku seenaknya. Aku diam saja, selama dia tidak terlalu mengganggu. Kulihat di tangan kirinya ia memegang sebuah plastik. Penasaran, aku pun bertanya juga.

"Itu apa yang kau bawa?" tanyaku. Ia sedikit bingung sampai akhirnya menyadari tatapanku tertuju pada kantung plastik yang di bawanya. Ia pun menunjuk plastik itu.

"Kembang api," jawabnya santai. Aku mengangguk-angguk.

"Sekarang kan masih sore," ujarku melihat ke arah langit yang mulai berwarna jingga.

"Aku tahu. Makanya kau harus temaniku sampai malam," ucapnya sambil menyeringai. Dasar seenaknya! Aku hanya mendengus sebal. Aku menuntunnya terus menuju ke tepi pantai. Di sini juga ada beberapa orang yang duduk di atas pasir putih sambil menatap ke hamparan lautan luas. Menunggu sang surya untuk tenggelam dan menerangi belahan dunia lain. Aku dan Sasuke mendudukkan diri, sedikit menjauh dari beberapa orang di pantai ini.

Ini bukanlah musim liburan, jadi tak banyak yang berkunjung ke pantai ini. Mungkin hanya orang-orang yang memang tinggal di dekat sini, seperti aku. Kulihat Sasuke menatap lurus, menantikan matahari terbenam yang sebentar lagi akan membuat langit semakin jingga. Setelah menunggu beberapa menit, pemandangan indah itu pun muncul. Aku melirik ke arah Sasuke yang tersenyum. Sejenak, ia terlihat berkilau karena jingganya langit ini. Membuatku sedikit tertegun melihatnya.

"Kau kenapa?" suaranya menyadarkanku dari lamunanku tadi. Aku gugup menjawabnya. Kedapatan oleh seseorang yang sedang kau perhatikan wajahnya itu sungguh memalukkan bagiku. Ia masih menatapku untuk menunggu jawaban. Hanya gelengan kepala yang dapat kuberikan.

"Aku tidak apa-apa, hehe" jawabku sambil memberikan cengiran. Ia kembali menatap laut yang terlihat menguning itu. Tangannya tiba-tiba saja semakin menggenggam sebelah tanganku dengan erat.

"Tau tidak, dulu sekali saat aku masih kecil, banyak kenanganku dengan keluargaku di pantai ini," Sasuke berujar tiba-tiba. Aku agak heran mendengar penuturan ceritanya yang tiba-tiba. Sorot matanya menerawang jauh. Seperti ia sedang menyaksikan kenangan yang hanya terputar di kepalanya.

"Lalu kenapa sekarang kau tidak berkunjung dengan keluargamu lagi?" Tanyaku.

"Mereka sekarang sudah sibuk sendiri dan tak ada lagi yang perduli padaku," jawabnya. Sebuah senyum pahit nampak di wajahnya. Aku terus menatapnya, seakan menunggu bibir itu untuk melanjutkan ceritanya.

"Rasanya sakit saat semua orang terdekat kita berubah, dan hanya kita sendiri yang tertinggal di belakang dengan berjuta kenangan yang telah mereka lupakan dan diganti dengan kenangan mereka bersama orang lain," Sasuke mengatakannya. Sebuah kalimat yang seakan menggambarkan perasaannya saat ini. Perasaan seseorang yang ditinggalkan. Sama denganku, hanya saja aku ditinggalkan untuk selamanya.. oleh seseorang yang sangat penting untukku. Entah kenapa ucapannya seperti mengorek kembali kesedihan hatiku. Ibu dan Sai..

Kurasa ia kembali ke sini untuk kembali mengulang kenangan itu. Mungkin itu sebabnya ia bertingkah seperti anak kecil. Melakukan hal-hal yang kekanakan. Ia.. hanya ingin menikmati saat-saat yang dulu telah ia lalui bersama keluarganya. Harusnya aku membantunya dengan membuat kenangannya semakin indah. Dan itu yang akan kulakukan saat ini.

Langit malam sudah gelap. Kini sang surya sudah benar-benar pergi. Dan dewi malamlah yang kini bergantian memberikan sinarnya. Banyak orang yang sudah meninggalkan patai ini. Kini, di sudut pantai ini, hanya kami berdua yang masih terduduk dengan tatapan memandang jauh.

"Sudah sepi nih, kita nyalakan kembang api yuk!" ajaknya. Ia mulai berdiri. Melepaskan tangan hangatnya yang tadi menggenggamku. Ia mengeluarkan kembang api yang dia maksud dari dalam plastik putih itu. Ternyata kembang api yang besar. Ia memegangnya. Aku berdiri di sampingnya. Bersiap menatap langit yang sebentar lagi akan terhiasi dengan kembang api yang indah. Ia mengambil korek dari dalam saku celananya untuk menyalakan sumbu ini.

"Dulu kau juga suka melihat kembang api seperti ini?" tanyaku.

BLAR

Kembang api pertama menghiasi angkasa yang kini gelap. Kilau terang dari percikan api itu membuatku terkagum. Ia tersenyum. Kali ini wajahnya terlihat lebih bercahaya dari sebelumnya, karena pantulan dari kembang api yang muncul lalu menghilang itu.

"Iya, dulu aku suka menyaksikannya," jawabnya. Aku tak bisa menahan untuk tak tersenyum lagi. Ia melihat ke arahku dengan mata onyx-nya yang sekelam malam itu. Suara-suara kembang api yang ia luncurkan ke langit terdengar menemani kami berdua.

"Terima kasih ya, Ino" ucapnya tiba-tiba. Aku sedikit kaget, namun detik berikutnya aku memeluknya. Mengikuti perasaanku yang rasanya ingin sekali memeluknya yang terlihat menyimpan kesedihan. Sebelah tangannya merangkulku, sedangkan sebelah tangannya memegang kembang api. Kami sama-sama menatap ke langit. Setelah semuanya sudah habis, ia mengeluarkan kembang api yang bertangkai. Aku mengambil satu.

"Aku suka sekali main kembang api yang begini saat kecil!" seruku. Ia mengangguk lalu menyalakan kembang api tangkaiku sehingga terlihat percikan api di sana. Ia juga memegang kembang api dan menyalakannya. Kami sudah mendudukkan diri di pasir yang kering ini. Melihat percikan api kecil yang muncul dari kembang api tangkai yang kini kami pegang. Saling melempar candaan-candaan ringan yang membuat kami berdua tertawa.

"Yaah habis" aku mengeluh saat percikan api di tangkai kembang api yang sedang kupegang sudah mati. Ia memberiku satu tangkai lagi. Lalu ia juga mengambil beberapa tangkai dan kemudian mengantungkannya di batang pohon yang tingginya sama dengannya. Menyalakannya satu persatu hingga pohon-pohon itu terlihat berkelap-kelip. Saat ia ingin menyalakan kembang api milikku, ia terhenti di hadapanku.

"Kau tahu, kau terlihat lebih cantik jika tertawa dan tersenyum seperti malam ini," bisiknya tepat di telingaku. Membuat aku tak dapat menahan semburat merah di wajahku. Perlahan ia semakin mendekatkan wajahnya ke wajahku. Menatapku dengan lembut. Dekaaat.. sekali. Membuat degup jantungku terus berdetak tidak normal. Aku menutup mataku. Tak berani melihat apa yang akan ia lakukan padaku.

Aku tekejut saat merasa sesuatu yang hangat menempel di bibirku. Pria ini pandai sekali memanfaatkan situasi! Dan yang lebih sialannya adalah anggota tubuhku mengkhianati pikiranku. Rasanya aku ingin mendorongnya menjauh, namun yang kulakukan kini hanya diam dan membiarkan ia menciumku. Tidak ada pergulatan lidah atau macam-macam. Hanya ciuman ringan yang hangat. Sampai akhirnya ia melepaskan bibirnya dari bibirku.

Matanya menatapku. Bukan tatapan lembut lagi, melainkan sebuah tatapan serius. Aku hanya bisa menelan ludah paksa melihatnya.

"Apa-apaan sih!" bentakku. Aku mengelap bibirku dengan punggung tanganku. Kini ia menahan pergelangan tanganku.

"Sudah kubilang, aku menyukaimu," ujarnya tiba-tiba. Memutar bola mataku malas. Berusaha agar tak bersikap seperti seorang tsundere.

"Dan sudah kubilang juga, buat aku menyukaimu," setelah aku berkata begitu, ia segera memelukku. Membagi kehangatan denganku di malam yang lumayan dingin ini. Menyandarkan kepanya di bahuku sambil masih memelukku. Ah, kalau begini aku jadi ingat Sai lagi. Dulu pemuda itu yang memelukku seperti ini. Tapi sekarang, bukan dia yang memelukku. Bukan dia lagi yang menemaniku seperti ini.

.

.

.

Tanpa terasa sang mentari telah datang kembali. Mengakhiri malam yang sebenarnya singkat, namun terasa panjang bagiku. Kemarin malam aku dan Sasuke lumayan lama di pantai. Membicarakan berbagai hal. Bahkan dia sampai menceritakan keluarga dan karirnya. Tapi sungguh, aku masih belum percaya kalau dia itu artis sebelum melihat sendiri ia ada di tv. Aku teringat lagi, semalam ia bilang ingin jalan-jalan lagi denganku.

Aku segera bangun dari tempat tidurku dan berjalan menuju kamar mandi. Membersihkan diriku di bawah guyuran dinginnya air. Membiarkan rambutku tergerai basah. Aku terdiam sejenak. Perlahan jariku menyentuh bibirku yang kemarin dikecup olehnya. Masih terasa hangatnya di sana. Apa-apaan ini? Salahkah… jika aku mulai menyukainya? Salahkan jika aku mencoba menyukai orang lain selain Sai? Salahkan jika aku berharap?

Aku keluar dari kamar mandi dengan hanya memakai handuk yang melilit tubuhku. Memilih-milih baju apa yang akan kupakai pagi ini. Aku pun memutuskan untuk mengambil sebuah dress selutut yang berwarna putih. Memakainya dan segera merapihkan rambutku. Kali ini aku memilih untuk mengurainya saja. Lalu aku berjalan keluar kamar. Kulihat ayahku sepertinya belum bangun. Aku pun menyiapkan sarapan untuknya, baru kemudian pergi keluar.

"Hey!" sapa suara yang sudah sangat tak asing lagi bagiku akhir-akhir ini. Ia, Sasuke, sudah berdiri di depan rumahku dengan hanya memakai celana pendek selutut dan kemeja santai. Pemuda itu melambaikan tangannya padaku. Aku berlari menghampirinya.

"Kau sudah di sini," kataku berbasa-basi.

"Cepat ganti bajumu! Aku ingin kau menemaniku berenang di pantai hari ini," ia menyuruhku dengan seenaknya lagi. Aku sedikit heran.

"Hah? Berenang katamu?" tanyaku untuk meyakinkan. Ia mengangguk. Namun kini aku menggeleng. Memakai bikini di depannya? Tidak! Aku sudah lama sekali tidak memakai pakaian renang macam itu. Ia menaikan sebelah alisnya.

"Tidak mau berenang?" tanyanya.

"Bukan begitu. Maksudku, aku berenang memakai ini saja. Tidak ke tempat yang dalam juga, kan.." jawabku. Ia menghela nafas panjang sebelum akhirnya mengajakku untuk ke pantai. Sepertinya ia benar-benar ingin mencoba apa yang ada di sini. Telapak kaki kami membekas di pasir pantai yang mulai basah terkena ombak air ini. Aku dan Sasuke berjalan semakin dekat ke air saat ini. Ia menggenggam ke dua tanganku. Mengajakku untuk berjalan semakin ke tempat yang dalam. Dasar!

"Walau aku tinggal di dekat pantai, aku jarang berenang lho," ujarku tiba-tiba.

"Sudah kuduga," balasnya sok tahu. Kini kami sudah mencapai ketinggian air yang lumayan. Kira-kira sedadaku deh. Ia masih saja memegang tanganku.

"Sekarang apa?" tanyaku. Ia tersenyum lalu mengacak-acak rambutku pelan.

"Kau itu.. tidak suka bersantai-santai sedikit ya?" ia malah balas bertanya dengan pertanyaan yang tidak nyambung. Habisnya ia sering sekali mengajakku dengan tidak sabar, lalu setelahnya malah diam bersantai seperti ini. Tubuh kami sedikit terbawa ombak pelan yang melintas.

"Aku hanya dua minggu lho di sini," katanya. Aku bungkam seketika. Apa maksudnya ini? Jadi.. setelah dua minggu ia akan pergi meninggalkanku? Meninggalkanku sendirian? Apakah memang begini takdirku? Selalu ditinggal sendirian seperti ini. Apa nantinya ini juga akan berakhir? Eh tunggu dulu! Apanya yang 'berakhir'? dari awal memang tidak pernah memulai apapun kan? Aku hanya tersenyum miris.

"Oh, jadi kau mau pergi."

"Kau sedih?" ia bertanya. Dari senyum dan tatapannya, jelas sekali ia ingin menggodaku. Dia terkadang menyebalkan. Tapi terkadang juga bisa terlihat begitu menyedihkan. Bahkan ia juga terkadang.. terlihat sangat bersinar di mataku. Apa sih yang aku pikirkan? Jaga imej! Jaga imej!

"Tidak. Kenapa aku harus sedih? Siapa kau memangnya?" uuh.. aku tahu kalimatku barusan benar-benar membuatku terlihat seperti gadis tsundere.

"Aku sungguh-sungguh lho! Karena itu, sebelum aku pergi.. jadilah pacarku, ya?" ucapan Sasuke kali ini membuatku semakin kesal. Ia ingin aku jadi pacarnya, lalu ia pergi meninggalkan aku setelah itu? Dan membuatku menunggu dengan harapan kosong. Apa-apaan sih dia itu!

"Tak usah di bahas. Kalau kau tak bisa lama-lama di sini, ya tinggal nikmati saja liburanmu," balasku. Itu membuatnya murung seketika.

"Kenapa kau tak pernah menjawabnya 'tidak' atau 'ya' saja?" ia menahan bahuku seperti waktu itu lagi. Aku menggeleng cepat. Lalu mulai berjalan menjauh darinya. Ia berenang mendekatiku, hingga kini ia kembali berdiri di depanku. Tangannya menahan bahuku lagi.

"Ayolah…" ia memaksa. Aku kan hanya tidak mau jadi pihak yang selalu ditinggalkan. Itu saja kok.

"Tidak sekarang," jawabku. Kurasakan pipiku mulai memanas. Apa barusan yang aku bilang coba? Ughh.. Aku berjalan dengan agak sulit, melewati air ini, menuju ke tepian. Sasuke masih terus mengikutiku. Sesekali aku melirik ke arahnya yang mulai tersenyum-senyum penuh arti. Aku tahu, aku tahu, itu karena ucapan ku barusan yang berkesan memberi harapan padanya. Atau kalau boleh jujur.. akulah yang berharap ia terus mengejarku…

.

.

.

Hari-hari selalu kulalui dengan bersamanya selama beberapa minggu ini. Bermain layangan di pantai lah.. Naik sepeda mengelilingi daerah sini lah.. sampai mengumpulkan batu karang ataupun cangkang kerang yang bagus. Semua kegiatan kekanak-kanakkan memang, tapi aku sungguh menikmatinya. Dan hari ini, aku menatap kalender dengan lesu. Kutatap beberapa tanggal yang telah kucoret dengan spidol, dan kini aku menatap tanggal yang belum di coret.

Hari ini, tepat 2 minggu setelah ke datangan Sasuke. Dan itu membuatku gusar. Ia akan pulang ke Tokyo hari ini. Kalau kalian mau tau, Tokyo jauh sekali dari tempatku sekarang. Kenapa? Kenapa aku selalu jadi pihak yang ditinggalkan. Kemarin juga ia hanya tersenyum padaku saat kutanya besok ia akan pulang. Ia tak memberi jawaban pada pertanyaanku. Membuat hatiku semakin resah. Aku tahu, dan aku juga tahu kalian tahu, aku.. mulai menyukainya.

Aku memutuskan untuk berjalan keluar dari rumah. Berada di dalam kamarku membuatku semakin tak nyaman. Semoga dengan melihat pemandangan atau merasakan hembusan angin pantai dapat membuatku sedikit terhibur. Atau aku lebih berharap bisa bertemu dengannya hari ini. Tanpa pikir panjang lagi aku segera berpamitan dan pergi keluar rumah.

"Apa aku ketuk villanya saja?" aku bergumam sambil terlihat berfikir. Aku pun memutuskan untuk membuka pagar villa itu. Namun saat aku sudah membuka pagar villa itu, aku baru sadar ada sesuatu yang hilang. Tidak ada, mobil yang senantiasa terparkir di halaman villa ini sudah tidak ada. Mungkinkah? Aku cepat-cepat lari menuju pintu villanya. Membuka paksa kenop pintu itu. Terkunci. Demi tuhan, ada suatu rasa panik dan tak nyaman di hati ini. Takut, takut untuk ditinggalkan lagi.

"Buka pintunya, brengsek!" aku menendang pintu tak bersalah tersebut. menimbulkan bunyi 'duagh' yang lumayan kencang. Berharap penghuninya akan membukakan pintu itu. Tetap tak ada jawaban. Aku kesal, berlari menuju tepian pantai sambil terus menatap kesal. Menuju tempat biasaku melemparkan botol-botol kaca dengan pesanku ke lautan luas. Berdiri di sana seorang diri dengan kaki yang rasanya ingin melemas.

"Mana? Katanya harapanku akan terkabul! Kalau Sai tidak bisa kembali.. setidaknya berikan aku penggantinya! Tapi sekarang apa? Aku ditinggalkan lagi?" aku mengamuk sejadi-jadinya entah pada siapa. Berteriak pada hamparan laut biru yang tak mengerti apa-apa. Yang selalu aku salahkan jika aku merasa kesepian. Dan seperti biasa.. hanya deburan ombaklah yang membalas semua amukanku. Dengan kesal aku terus menendang-nendang air yang sampai kapanpun tak akan pernah merasa. Melampiaskan amarahku pada pasir dan apapun yang ada di hadapanku kini.

Aku terduduk sambil memeluk lututku. Menenggelamkan kepalaku di antara lututku. Menangis di sana. Sendirian. Aku tak mau ditinggal sendirian lagi. Kali ini benar-benar terasa singkat bagiku. Kenapa saat aku sudah mulai menerima kehadirannya.. ia pergi? Kenapa.. ia tak menyatakan perasaannya lagi padaku?

Setiap ada pertemuan

Pasti ada perpisahan di akhirnya

Begitulah kehidupan terus berputar

Berjalan dan dengan seenaknya memutar-mutar nasib manusia

Nasib para pemain sandiwara dalam panggungnya

"Kenapa? Hiks.. hiks.. aku kesepian," bahuku mulai bergetar. Bingung, aku selalu bingung bagaimana harusnya aku mengekspresikan emosi jiwaku yang meletup-letup. Bingung, pada siapa aku harus berbagi rasaku jika tak ada lagi seseorang di sampingku.

Sesuatu tak ada yang selalu indah,

tak ada yang selamanya sempurna,

dan tak ada kata abadi.

Pada akhirnya hanya akan jadi..

kenangan yang berputar bagai untaian kaset rusak

"Aku benci padamu!" teriakku di sela-sela isak tangisku. Semakin memeluk lututku dengan erat. Namun seketika aku tersentak saat merasakan sesuatu yang hangat memelukku dari belakang. Dapat kurasakan ia menyandarkan kepalanya di bahuku. Apakah ini hanya ilusi semata? Ilusi yang dibuat oleh sang penguasa lautan untuk menghiburku. Aku tolehkan kepalaku ke belakang. Mataku terbelalak melihat siapa yang kini memelukku. Dia..

"Sasuke!" teriakku. Sasuke melepaskan pelukannya dariku. Membuatku bisa berbalik untuk menatapnya. Mata kami bertemu. Aquamarine meet onyx. Saling memandang keindahan pualam masing-masing.

"Siapa yang kau benci?" ia bertanya. Aku membiarkan tetes air mataku tetap meleleh. Mengalir perlahan membasahi pipiku. Kupukul bahunya dengan agak kencang. Kami terduduk di pasir ini. Tak lagi memperdulikan celanaku yang akan kotor nantinya.

"Kau! Sialan! Apa-apaan sih!" balasku. Ia hanya memberi senyum tipisnya. Angin membuat helaian blonde-ku bergerak mengikuti arahnya.

"Kau takut kehilanganku, ya?" lagi-lagi ia menggodaku, lengkap dengan senyum dan tatapan jahilnya. Membuatku selalu ingin melayangkan tinju ke wajahnya. Aku menggeleng. Melipat tangan di depan dada, dan membuang muka dengan angkuh.

"Tidak! Siapa juga yang takut kehilanganmu," jawabku. Ia menertawakanku sambil mengacak-acak rambutku, hal yang menjadi hobinya baru-baru ini mungkin.

"Kalau begitu aku pergi yaa.." ucapnya yang langsung membuatku membalik, kembali menatapnya. Ia tertawa lagi melihat ekspresi kagetku. Puas kau Uchiha? Puas kau? Aku segera berdiri, ia juga ikut berdiri.

"Ja..jangan," ucapku pelan seperti berbisik. Namun rupanya si Uchiha itu dapat mendengarnya. Buktinya ia senyum penuh arti. Aku berani bertaruh wajahku mulai merah. Ia berjalan mendekat ke arahku. Memelukku lagi. Aku tidak melawan. Aroma mint yang menyegarkan terasa saat ia memelukku.

"Jadi sekarang.. kau mau jadi pacarku?" tanyanya untuk kesekian kali. Ini orang.. ngotot sekali sih! Tapi aku senang kok. Rasanya ucapan 'iya' sudah siap meluncur dari mulutku tapi,

"Untuk apa? Kau juga akan meninggalkanku di sini dengan kegalauanku kan?" bentakku. Salahkan mulutku yang tidak kompak dengan otakku, ya! Bukan aku yang salah, Sasuke! Bukan-aku!

"Siapa yang bilang aku akan meninggalkanmu di sini?" tanyanya. Aku heran. Lalu kulepaskan pelukannya dan memegang bahunya dengan kedua tanganku. Menatap lurus ke matanya.

"Jadi kau tidak akan pulang ke Tokyo?" aku balas bertanya. Ia menggeleng. Aku menatapnya lesu.

"Aku harus pulang ke Tokyo, jadi aku ingin kau ikut denganku," sumpah, aku kaget mendengarnya. Beberapa detik hening. Aku mencoba meyakinkan bahwa telingaku tidak salah dengar. Mencoba mencerna kembali tiap katanya. Sampai akhirnya aku kaget juga setelah beberapa detik berlalu.

"HAH?" aku berteriak kaget. Lupa kubilang pada kalian, ayahku juga sudah mengenalnya selama ini karena ia sering ke rumahku. Dan hubungannya dengan ayahku akrab sekali! Apa seorang player memang jago menarik simpati orang? Oke kita ralat, dia bukan player.

"Iya, aku sudah bilang pada ayahmu lho kemarin," jawabnya santai. Aku mengguncang-guncangkan bahunya.

"Bilang apa? Kau bilang apa?" tanyaku antusias. Kenapa ayahku tak cerita apapun padaku. Sikapnya masih biasa saja tuh.

"Aku bilang aku ingin melamarmu dan membawamu tinggal di kota," jelasnya. Ia membingkai wajahku dengan tangannya. Menatapku dengan lembut. Membuatku serasa lemas saat itu juga. Ia mendekatkan wajahnya padaku. Sampai bibir kami bertemu kembali. Ia melumatnya perlahan. Membuat sedikit saliva menetes dan membuatku serasa merinding. Ia lalu melepaskan ciumannya itu dan masih tetap membingkai wajahku.

"Jadi, kau mau kan.. menikah denganku?" tanyanya.

"Astaga, kita bahkan belum pacaran," jawabku sambil memijat keningku. Perasaanku campur aduk. Antara senang dan bingung. Apa lautan sebegitu marahnya karena selalu jadi sasaran kemarahanku sampai ia membuat Sasuke harus mengajakku pergi meninggalkan pantai ini? Labil sekali..

"Ayolah.. jawab dong kali ini," ia memohon padaku. Kali ini ia menggenggam ke dua tanganku. Membuatku salah tingkah dan melirik ke kiri dan kanan. Berharap mendapat bantuan entah berupa apa. "Tatap aku," ujarnya lagi sambil memegang daguku dan mengarahkan wajahku pada wajahnya. Membuatku gugup seketika.

"Fine! Puas kau sekarang?" jawabku dengan sedikit membentak. Padahal wajahku sudah merah begini tapi bisa-bisanya aku membentak seperti itu. Ia tersenyum puas lalu memelukku lagi. Mencium pipiku dan membuat wajahku tambah memanas.

"Kau tau, kau benar-benar tsundere," bisiknya. Aku menginjak kakinya dan mendorongnya menjauh dariku.

"Dasar gila! Sudah ayo ke rumahku, dan mobilmu di mana?" aku berusaha mengalihkan topik. Sebal sekali rasanya kalau di sebut 'tsundere'. Apalagi di sebut olehnya. Ia menunjuk ke tempat yang tak jauh dari pantai berpasir ini. Di sana terparkir mobilnya. Aku mengangguk-angguk saat melihat mobilnya ternyata ada di sana. Ia menggenggam sebelah tanganku. Mengajakku pulang ke rumahku.

.

.

.

"Jadi benar boleh? Lalu ayah akan tinggal di sini?" tanyaku pada ayahku. Sekarang kami berada di ruang tamu rumahku. Ayahku duduk di single sofa sambil tersenyum ke-bapak-an (?). Dengan lembut, ia mengelus kepalaku.

"Ino, kau sudah besar. Dan apa Uchiha itu tak bilang padamu bahwa ayah akan pindah ke Tokyo juga?" pertanyaan sekaligus jawaban ayah membuatku semakin bingung. Mereka menyebalkan! Menyembunyikan hal-hal seperti ini dariku. Ayahku melirik ke arah Sasuke yang terduduk di sampingku. Memberi isyarat padanya untuk menjawab.

"Ya, ayahmu akan pindah ke sebelah rumah 'kita' nanti,"

"HAH?"

"Iya Ino, sayang. Nanti kalian akan menikah di kota, kan?"

"HAH?"

"Iya om, jadi.. hari ini kau akan pindahnya. Ayahmu akan menyusul"

"HAAH?"

"Nanti ayah akan pindah satu minggu lagi, saat pernikahan kalian,"

"STOP!" teriakku sambil memegang telingaku. Kepalaku pusing sekali mendengar mereka bicara. Sumpah, bagaimana bisa aku tidak di beri tahu rencana yang sudah tersusun rapih seperti ini. "Kenapa kalian baru memberi tahuku hari ini? Mendadak sekali!" bentakku.

"Karena aku ingin ini jadi kejutan untukmu," Sasuke yang menjawab. Senyuman kembali terlukis di wajahnya. Melihatnya, membuatku melupakan kekesalanku tadi. "Jadi sekarang cepat bereskan barang-barangmu!" perintahnya. Aku menatap memelas kepada ayahku.

"Tak apa-apa. Ayah percaya padanya kok. Kalau sampai kau di sakiti olehnya, nanti kan tinggal berlari ke rumah ayah," lalu setelah berkata begitu, ia tertawa. Ayahku itu memang agak 'antik' sih. Bisa-bisanya mengijinkan putri satu-satunya pergi dengan laki-laki yang baru di kenalnya 2 minggu. Apa pesona Uchiha juga sudah mempengaruhi otak ayahku? God!

Aku berjalan menuju kamarku. Meninggalkan ayah dan Sasuke yang sedang berbincang akrab di ruang tamu. Memperhatikan seluruh isi kamarku. Kamar yang sudah menemaniku bertahun-tahun. Aku mengambil koperku yang terdapat di atas lemari. Memasukkan pakaianku ke dalamnya. Barang-barangku juga. aku mengambil bingkai foto yang terletak di atas mejaku. Menatapnya dengan pandangan sendu.

"Sai, aku tak akan pernah melupakanmu kok. Kuanggap kau yang mengirimkan Uchiha itu padaku. Terima kasih ya," aku berbicara sambil menatap foto yang terpajang di sana. Fotoku dengannya, Sai. Wajah lesuku tergantikan dengan senyum simpul di wajahku. Kumasukan juga foto itu ke dalam koperku. Setelah merasa semuanya siap, aku membawa koper itu menuju ruang tamu. Ayah langsung menatap ke arahku. Aku berjalan mendekatinya sambil membawa koper besar itu. Ayah langsung memelukku.

"Jaga diri baik-baik, ya. Tunggu ayah" ia mengelus kepalaku dengan penuh kasih sayang. Tanpa terasa air mata mengalir lagi dari mataku. Membasahi baju ayahku.

"Pasti. Ayah sehat-sehat ya sampai kami menjemputmu minggu depan," ucapku memeluknya semaki erat. Setelah cukup lama berpelukkan, ayah pun melepaskan pelukannya. Menepuk pelan bahuku sambil menatapku dengan yakin.

Seperti yang kubilang di awal kan?

Akan ada perpisahan dari setiap pertemuan

Namun perpisahan itu adalah

Awal dari sebuah kisah pertemuan yang baru

Yang perlu kita lakukan hanya melangkah maju

Maju tanpa melupakan yang lalu

Namun maju tanpa kembali mengok ke belakang

Aku dan Sasuke memasuki mobil sedan elit miliknya itu. Bersiap meninggalkan pantai penuh kenangan ini. Kenanganku dengan ayah, Sai, dan juga Sasuke. Mataku menatap lurus pada deburan ombak tempatku mengadu. Tempatku melayangkan segala permohonan. Sampai akhirnya tuhan mengabulkannya. Mengabulkan keinginanku.

Baby, I just want you to know

That you make me feel so beautiful

And no matter what happens

I am never gonna let this go

'Cause I know that we're meant to be

Together, forever*


The End

*= Brand New Breeze (Kin'iro no Corda)

Huwaa.. ending macam apa ini? Chapter macam apa ini? Sasuke macam apa ini? Ino macam apa ini?

*digampar*

Maaf updatenya lama dan telat!

Maaf kalau masih ada typo! Ngantuk-ngantuk bela2in ngerjain nih ==a #ya..terus?

Oke, Reviewnya please.. *flirting gaje*