Sepasang mata menampakkan kelereng lavandula pasi. Tubuh gadis berambut sepunggung kini terduduk, menatap bingung perabotan di sekelilingnya. Dia tidak lagi mendapati pepohonan menjulang. Tak juga mendapati sungai dan bebatuan. Mencoba mengingat, gadis itu terbelalak. Napasnya terengah-engah. Bulir-bulir peluh mulai menghiasi pelipis beningnya. Gadis itu ingat kini. Dia dibawa kembali ke desanya. Dia kembali ke Konoha. Meski berperawakan dan berwajah Hyuuga Hinata, sesungguhnya jiwa di dalam tubuh itu adalah jiwa Sasuke. Sasuke dan Hinata bertukar tubuh entah bagaimana. Lagi-lagi ada campur tangan tato yinyang yang mendalangi serangkaian kejadian aneh di antara mereka berdua.

Hinata memijat pelipis. Apa yang harus dia lakukan? Mencoba kabur pun tubuhnya terasa sulit digerakkan, seakan beberapa tim medis menyuntiknya dengan cairan pelumpuh agar sang gadis tidak melarikan diri. Selain itu, dengan tubuh Hinata, tidak mudah untuk mencoba keluar. Dia harus berusaha untuk tidak melukai tubuh itu atau tubuhnya, tubuh aslinya, akan ikut terluka.

Lebih dari itu, dia tidak boleh mengundang kecurigaan dari penduduk Konoha. Jangan sampai ada seorang pun yang menyadari bahwa tubuh mereka tertukar karena Hinata di dalam tubuhnya … Hinata di dalam tubuh Sasuke telah membunuh Neji.

"Kenapa semuanya menjadi seperti ini?" Erang Hinata.

Naruto © Masashi Kishimoto

(I don't take credit for the original content)

AR

SasuHina

Mission of the Romantic Yin Yang

[Home]

Sepasang bola mutiara itu kini menatap sayu pada upacara kremasi yang tersuguh di depannya. Tubuh berbalut yukata putih miliknya mencoba bertopang pada sosok Hiashi. Sang pria sesaat lalu menjemput putri sulungnya, menitahkan sang gadis untuk melihat sang kakak sepupu untuk terakhir kalinya. Isak tangis memenuhi indera pendengaran Hinata. Berkali-kali, sosok-sosok kunoichi yang dia kenali memeluknya. Hinata tentu saja merasa tidak nyaman. Dia bukanlah Hinata. Dia adalah Sasuke. Namun, dia tidak dapat menepis sosok-sosok tersebut. Meski enggan, dia harus menerima dekapan tersebut. Berkali-kali, ucapan turut berduka cita dilayangkan padanya. Meski demikian, dia tidak bisa menangis. baginya, Neji hanyalah mantan rekan. Seseorang yang nyaris satu level dengannya selama di akademi. Dia dan Neji sama-sama disebut sebagai sang genius Konoha. Hanya itu,

Sang gadis mendongak dan bertatap muka dengan pemilik rambut pirang. Sosok itu tampak menyimpan dendan atas apa yang dilakukan oleh Hinata, yang asli, pada Sakura beberapa waktu lalu. Namun, pemuda yang sama tetap mencoba menegur sapa sosok sang gadis Hyuuga tanpa tahu bahwa di dalam sosok sang gadis tersimpan jiwa pemuda buronan yang dia kejar selama beberapa tahun belakangan ini.

"Maafkan aku, Hinata. Aku tidak bisa melindungi Neji. Aku hanyalah pemuda gagal yang bahkan tidak bisa menyelamatkan temannya sendiri." Nada penyesalan terdengar jelas. Hinata tahu sang pemuda pasti menangis sehingga suaranya menjadi begitu parau.

Sosok Hinata melaju dan meletakkan telapak tangannya di bahu Naruto. Gadis itu menggelengkan kepala perlahan.

"Kau bukanlah pemuda gagal, Naruto-kun." Suara lembut itu mengalun, mencoba menirukan sang pemilik suara yang asli sebisa mungkin. Hinata mati-matian untuk tidak menambahkan ejekan seperti "dobe" atau "baka" pada sang pemuda pirang.

Bibir Naruto bergetar. Pemuda itu kembali dalam isakannya. Rasa kesal yang sempat mendekam di hatinya kini luruh. Dia tidak bisa lagi menyimpan dendam pada gadis di depannya. Gadis yang sudah berbaik hati memaafkan kebodohannya. Gadis yang masih bisa menghiburnya.

"Terima kasih, Hinata."


'Jika kupikir, kamar Hinata tidak seperti bayanganku. Sederhana sekali.' Mata Hinata memandangi seluruh penjuru kamar tempatnya berada.

Sesekali, tangannya mengusap ranjang yang dia duduki. Selepas upacara penguburan, dia bergegas kembali ke kediaman Hyuuga. Hiashi hendak mengajaknya bicara lain kali, saat situasi sudah lebih tenang. Hinata tahu, pria senior itu akan menginterogasinya macam-macam, menanyakan apa saja yang dia lakukan selama ini. Apakah ini berarti dia bisa menggunakan anggota klan Hyuuga dan beberapa shinobi untuk menjadi bidaknya? Dia dan Hinata yang asli tidak dapat menemukan cara untuk melepas kutukan tato yin yang. Mungkin saja cara untuk melepas kutukan itu bisa ditemukan jika dia mengerahkan beberapa ninja, misalnya Shikamaru.

Sosok Hinata beranjak mendekati jendela. Gadis itu tampak termenung. Rasanya sudah lama sekali dia tidak menginjakkan kaki di Konoha. Semenjak mengikuti Orochimaru, dia tak pernah lagi berpikir untuk kembali ke desa ini. Kembali berjalan, tangan sang gadis terulur, mengangkat sebuah figura. Figura itu berisi foto Hinata, Hiashi, dan seorang wanita yang diduga kuat sebagai ibu Hinata. Hanabi masih bayi di dalam foto tersebut. Keluarga ini benar-benar seperti keluarganya. Mereka hanya memiliki dua anak. Ketika Uchiha Fugaku, sang ayah, memiliki dua anak laki-laki, Hiashi juga memiliki dua anak perempuan. Bedanya, Sasuke terlahir sebagai bungsu, sedangkan Hinata adalah seorang kakak sulung.

Kemiripan itukah yang membuat segel yin yang benar-benar beraksi pada mereka berdua?

"Kakak?"

Suara ketukan membuat tangan Hinata kembali meletakkan figura ke atas meja. Sang gadis lantas berjalan menuju pintu dan menggesernya, membukakan pintu untuk seorang gadis berambut cokelat panjang yang telah berdiri di ambang pintu.

Gadis dengan tinggi kurang lebih sebahunya itu membawa nampan berisi potongan buah-buahan segar. Sorot matanya datar, tapi Hinata tahu bahwa gadis itu kemari karena mencemaskan dirinya, mencemaskan sang kakak.

"Kakak harus banyak makan buah, sayuran, dan daging. Lihat!" Hanabi menarik lengan Hinata dengan satu tangan. "Tubuh Kakak jadi semakin kurus."

Hinata terkikik tipis sebelum akhirnya menerima nampan dari Hanabi. Sang sulung mengajak Hanabi untuk duduk di sisi ranjang karena itulah hal yang akan dilakukan oleh Hinata yang asli. Adik semata wayang sang gadis mengangguk dan duduk di sisi ranjang.

"Kakak, apa kau akan menceritakan tentang hari-harimu selama berada di luar Konoha padaku?"

Hanabi memandang Hinata lurus. Matanya menunjukkan sirat penasaran dan kecemasan yang kian kentara. Memahami arti pandangan Hanabi, Hinata hanya bisa mengusap puncak kepala sang remaja.

"Aku belum bisa menceritakan apa pun, Hanabi."

Wajah Hanabi tertunduk. Gadis itu tampak kecewa.

"Selama ini, hubungan kita tidak harmonis. Kita bukanlah kakak-beradik yang akrab. Kau akan berlatih seorang diri, sedangkan aku akan berlatih bersama ayah dan Neji. Namun ketika tahu kau menghilang, aku merasa ada sebagian diriku yang ikut hilang. Kakak selalu mengajakku bicara, tapi aku selalu mengabaikan Kakak."

Baru saja Hinata hendak berucap, Hanabi kembali mengimbuhkan.

"Kita baru menyadari perasaan kita yang sesungguhnya setelah kehilangan orang itu, ya."

Lekas, Hinata menarik tubuh Hanabi. Hinata mendekap Hanabi erat. Sejujurnya, Hinata tak harus berbuat apa. Namun, dari yang dia pelajari dalam waktu singkat, setiap gadis bisa ditenangkan melalui pelukan dan itulah pula yang dia tengah lakukan. Tak berapa lama, Hanabi pamit. Gadis itu tampak masih belum puas. Dia masih terlihat haus dengan jawaban. Namun, gadis remaja itu tahu, dia tidak akan mendapatkan jawaban seperti yang diinginkannya untuk saat ini.


Hinata melangkah keluar kediaman Hyuuga setelah meminta izin pada Hiashi. Satu orang bounkei Hyuuga menyertainya. Hinata tak keberatan, dia tak berniat kabur. Sebuah rencana telah tersusun rapi di otaknya. Dia akan memanfaatkan kesempatan berada di Konoha ini untuk mengumpulkan bidak demi melepaskan segel yin yang. Mata sang gadis meneliti setiap hal, seolah mempelajari kembali seluk-beluk Konoha yang mulai terlupakan. Toko yang berjajar, lambang siput yang terlihat di mana-mana, dan anak-anak yang berlarian ke sana-sini. Kembali berjalan, langkah kaki Hinata terhenti. Dua ninja Konoha tengah berdiri di dekat sebuah kedai ramen. Keduanya tampak tengah berbincang ketika sosok Hinata berada tak jauh dari mereka.

'Tim Tujuh …,' batin Hinata. Entah bagaimana, dia bisa melihat sosok dirinya, sebagai Sasuke, dalam bentuk imajiner berada di antara sosok Sakura dan Naruto.

Pemilik safir dan emerald tampak sedikit terkejut. Ketika Sakura hendak menghampiri Hinata, Naruto terlihat mencegahnya. Namun, Sakura menyingkirkan sosok Naruto. Gadis merah jambu mendorong sosok Naruto dan kini berusaha menjangkau Hinata.

"S-Sakura-chan." Hinata memberikan sapaan.

"Jangan kaku begitu." Sakura terlihat maklum dengan sikap Hinata. Bagaimanapun, pertarungan sempat terjadi di antara keduanya yang mana meninggalkan luka di tubuh Sakura. Namun, itu sudah berlalu. Sakura pun tidak ingin memusingkan persoalan tersebut.

Di sisi lain, Hinata berusaha untuk tampak seperti Hinata. Di depan berdiri dua orang mantan rekan satu timnya, dia tidak boleh kehilangan konsentrasi dan lupa berakting sebagai Hinata atau mereka berdua akan menyadari bahwa yang tengah berhadapan dengan mereka adalah Uchiha Sasuke. Hinata bersyukur, pertemuan mereka tak berlangsung lama karena keduanya dipanggil oleh Tsunade. Hinata sendiri memutuskan untuk mengundurkan diri dan melanjutkan jalan-jalannya.


Entah bagaimana, rasa iri berkembang di hatinya. Hinata begitu disayang, begitu mendapat perhatian dari keluarganya. Gadis itu mungkin sempat diabaikan, tapi kini segala bentuk perhatian dia dapatkan. Hinata sempat terpatung ketika kembali ke kediaman Hyuuga dan mendapati aroma zenzai tercium dari genkan. Berakting sebagai Hinata membuat dirinya semakin terperosok dalam penghayatan yang nyata. Dia mulai kehilangan arah, menikmati setiap saat yang dia lalui sebagai Hinata. Sebagai Hinata, dia memiliki keluarga yang menyambut kedatangannya. Sebagai Hinata, dia memiliki keluarga yang bisa diajaknya berbincang. Tiap pagi, Hanabi akan mengajaknya mencuci dan menjemur pakaian bersama.

Inikah kehidupan normal?

Dia tak tahu. Keluarganya telah dibantai. Semenjak pembantaian itu, taka da yang menyambut kedatangannya di rumah. Tak ada yang memasakkannya makanan enak. Tak ada sosok orang tua yang akan memuji atau membimbingnya.

"Kakak, kita siram tanaman di sebelah sana, ya," ajak Hanabi sembari membawa dua penyiram tanaman.


Suara bedebam membangunkan Hinata di pagi buta. Hanabi bahkan turut berteriak memanggil namanya, menyuruh dirinya untuk bergegas terjaga. Mencoba mengusir kantuk, sang gadis lekas beranjak dan pergi keluar, menengok sang sumber suara gaduh di pagi buta. Tampak beberapa pesawat besi melintas di atas Konoha dan menembakkan peluru chakra ke arah kediaman penduduk. Beberapa ninja telah bersiaga dan berhasil melumpuhkan beberapa pesawat. Namun, pesawat lain berdatangan seolah tak ada habisnya.

"Hanabi, kau evakuasi penduduk di sebelah sana!" Titah Hinata.

Hanabi mengangguk dan bergegas berlari ke lain arah, sementara Hinata sendiri melompat menuju bangunan tertinggi. Gadis itu lantas menggunakan jurus pemanggil untuk memunculkan shuriken berukuran besar. Dengan tangkas, Hinata melemparkan dua shuriken besar sekaligus pada sebuah pesawat yang melintas di atasnya, menyebabkan pesawat itu terjatuh. Sang gadis menghela napas dan melihat ke sekitar, menyadari seorang gadis berambut merah jambu yang tengah mengevakuasi warga tanpa menyadari ada pesawat yang hendak menembakkan peluru chakra padanya.

"SAKURA!"

Hinata lekas melompat ke bawah, membopong tubuh Sakura, dan membawa sang gadis ke atas bangunan lain.

Emerald Sakura membulat. Kenapa jantungnya memompa dengan kencang? Bukankah yang barusan membopongnya adalah Hinata? Namun, kenapa rasanya berdebar-debar, seolah baru saja dibopong seorang pemuda?

"SAKURA!"

Ingatan Sakura mereka suara yang beberapa waktu lalu meneriakkan namanya. Sejak kapan Hinata memanggilnya tanpa embel-embel apa pun? Bertanya, Sakura kehilangan konsentrasi dengan pesawat yang masih memburunya, membuat sosok Hinata kembali menarik tubuhnya untuk melompat ke bangunan lain.

Sakura terduduk di atas atap bangunan, sementara sosok Hinata tengah menggerakkan tangan, membentuk segel jurus. Gadis itu kembali memunculkan dua shuriken besar dan melemparnya tepat sasaran. Satu pesawat yang sedari tadi memburu Sakura kini jatuh tepat di hutan terlarang. Iris Sakura melebar. Pandangan sang gadis seolah tengah melakukan trik sulap sampai-sampai yang dia lihat bukanlah sosok Hinata, melainkan sosok pemuda yang menjadi cinta pertamanya. Bagaimana mungkin dia melihat sosok Sasuke di dalam diri Hinata?

Namun, sebagai gadis yang pernah memamerkan diri sebagai ketua pendukung Sasuke, dia tidak mungkin salah mengingat gerakan sang pemuda. Gerakan yang luwes dan terlihat tangguh itu bukanlah gerakan Hinata. Itu gerakan Sasuke. Namun, bagaimana bisa?

"Kau evakuasi yang lain. Aku akan pergi ke sana untuk melihat keadaan!" Hinata berseru sebelum berlari meloncat di antara bangunan demi bangunan.


"Hinata!"

Sosok Hinata mendarat untuk menghampiri pemilik surai pirang yang memanggilnya. Naruto terengah, napasnya begitu memburu. Tampaknya sang pemuda telah mengalahkan lebih banyak pesawat negara besi dibanding dirinya.

Satu pesawat dengan ukuran yang paling besar melintasi Konoha dan mengarahkan serangan ke arah penduduk.

"Hinata, berhati-hati—"

"Aku akan mencoba mengulur waktu. Kau harus berusaha mencapai puncak pesawat itu dan menghancurkan alat pengendali di atasnya."

Naruto tercengang. Hinata tengah mengaktifkan jurus mata, tapi bukanlah byakugan yang sang gadis aktifkan. Naruto justru melihat sepasang mata merah yang tengah menatap pesawat besar yang menaungi mereka.

Mendapati Naruto yang justru mematung, Hinata berseru. "Apa yang kaulakukan? Cepat pergi, Dobe!"

Hinata mencoba menarik perhatian sang pilot dengan mengarahkan banyak shuriken sehingga tembakan yang dilancarkan terus-menerus menargetkan Hinata. Tak berapa lama, teriakan yang dinanti terdengar. Teriakan yang disertai dengan bola cahaya dari atas atap pesawat.

"RASENGAN!"

Pesawat itu terjatuh bersamaan dengan pesawat-pesawat tak berpilot lainnya. Hinata lantas memunculkan banyak shuriken sekaligus dan mengalirinya dengan chidori. Shuriken itu beterbangan dan menghancurkan pesawat-pesawat tersebut hingga hancur menjadi serpihan. Bersamaan dengan itu, fajar tampak mulai menyingsing.

Hinata menarik napas panjang sebelum membantu tim medis mengevakuasi penduduk. Tanpa sang gadis ketahui, Naruto menatapnya nyalang. Gigi pemuda Uzumaki itu bergemeletuk. Dia tidak mungkin salah. Jiwa yang ada di dalam tubuh Hinata saat ini bukanlah jiwa Hinata. Jiwa Sasuke-lah yang saat ini bersemayam di dalam sana. Sejak bertemu di pemakaman Neji, Naruto merasakan kejanggalan. Hinata sama sekali tidak menangis. Selain itu, senyuman yang Hinata berikan padanya bukanlah senyuman Hinata yang biasa. Senyuman itu lebih menyerupai seringai.

"Dasar bodoh."

Naruto membayangkan sosok Sasuke yang tengah mengejeknya. Ya, seringai itu sama persis dengan seringai Sasuke.

Jika perkiraannya benar ….

Tangan Naruto mengepal keras.

'Hinata di dalam tubuh Sasuke-lah yang sudah membunuh Neji.'

To be Continued


Thanks for reading!

(Grey Cho, 2017)