MAAF SAYA TELAT BANGET orz

Buat anon tahutempe-san, Alaude cowok kok. Semua chara gendernya tetap kok. Klo gender bender saya udah lapor duluan OwO

Disclaimer : KHR! punya Akira Amano-sensei. Hal-hal yang nyempil-nyempil disini milik yang punya/membuat.

Warning : OOC, AU gaje, BL, Nggak lucu karena author galau, terlalu banyak plesetan, klise, terlalu banyak iklan.


#

Rasa takut adalah hal yang wajar.

Perasaan itu pula yang menjalari sebagian besar orang yang berkumpul di depan rumah milik Primo Cavallone yang mendadak sunyi dan galau sejak pagi tadi.

Bagaimana tidak? Mereka yang awalnya meragukan kebenaran dari berita sungguh lebay itu saja baru berdiri 6 meter dari depan pagar rumah dan sudah berkeringat dingin.

Rumah yang membuat mereka panas dingin itu sebenarnya biasa saja. Sumpah. Rumah berdinding putih polos dan berpagar amat panjang dari depan sampai belakang halaman belakang –kalau padang rumput dekat sawath untuk memelihara kuda masih bisa dikategorikan sebagai halaman—itu dalam kesehariannya normal-normal saja. Cuma karena sugesti dan tak adanya suara-suara berisik yang biasanya terdengar satu desa saja rumah tersebut jadi menakutkan.

"Ini seriusan rumahnya Cavallone?" Skull si pria serba warna janda mengernyit ngeri.

"ADA APA DENGAN AURA KEGELAPAN EXTREME INI!?" Jerit Knuckle meratapi rumah di hadapannya itu.

"Knuckle! Kok kamu jadi ketuleran Cozart gitu sih?!"

Giotto mangap lebar. Pemuda tampan setengah baya ini benar-benar tak pernah menyangka. Tak ada sedikit pun –sedikit pun, saudara-saudara— bayangan akan adanya hari seperti ini.

"Ketuk pintu-nya sana, kora!" Colonnello mendorong-dorong Skull si pria warna janda.

"Ogah!" Skull beringsut menjauh.

"Masa' kalah sama anak-anak. Mereka aja tadi berani mengetuk pintunya lho~" Luce mengatakan hal itu dengan senyum penuh arti.

Reborn memandang rumah itu dengan kosong. Bukannya dia takut, mana mungkin seorang mafiosso cool macam dia takut, dia cuma bosan. "Pulang aja yuk."

"Yuk." G. mengiyakan dan mereka berdua langsung pergi.

"WOOI!" Teriakan Cozart tak digubris oleh mereka. Tamatlah riwayat mereka, pikir Cozart dengan segala kalimat hiperbolis yang ada di kamusnya. Sekarang siapa yang berani memanggil pasangan paling maut se-desa itu?

Saat para orang dewasa sedang sibuk-sibuknya, anak-anak yang unyu di Desa Cosa Nostra merencanakan hal lainnya. Sesuatu yang harus mereka ketahui dan menyangkut hidup mati mereka saking kepo-nya mereka.

Mencari nama asli Primo Cavallone.

"Jangan-jangan…" Gokudera selaku pemimpin misi tak jelas ini memulai dengan wajah serius. "Primo Cavallone itu 'dia yang namanya tak boleh disebut'!"

Sesaat mereka semua mencerna perkataan tersebut dalam diam.

"Gokudera kamu kebanyakan baca novel…" Ujar Enma.

"…Memangnya ada yang jual novel disini?" Mukuro memandang Gokudera dengan skeptis.

"Novel itu apa?" Tanya Tsuna polos.

Gokudera jadi lupa tujuan awalnya dan berbalik ke arah Tsuna. "Novel itu—"

Tapi sayangnya sang bocah dengan model rambut cumi-cumi itu tak bisa menyelesaikan penjelasannya pada sang boss kecil tersayang karena terinterupsi sebuah boneka landak yang melayang dan mendarat mulus di wajahnya.

Semua menoleh ke si pelempar boneka landak itu.

"HIBARI?! Sejak kapan kamu ada disini extremeee!?" Seru Ryouhei.

Hibari menggembungkan pipi dengan kesal, membuat Dino yang ada di belakangnya harus menampar diri sendiri agar tak tertular virus bakteri DNA menular bernama 'pedo' dari Daemon yang konon dapat menular lewat udara.

"Habisnya kita lagi bosan, tapi banyak yang kumpul depan rumah, jadi kita keluar lewat belakang deh." Dino malah menjawab pertanyaan Ryouhei.

"Lewat belakang? Kan jauh banget!" Ujar Yamamoto yang malah membayangkan halaman belakang rumah Dino itu pegunungan.

"Kan tinggal lompat pagar…"

"Sebodo!" Teriak Gokudera. "Terus, si Fon gimana? Dia keluar nggak?" Pertanyaan beruntun ia tujukan pada Dino dan Hibari.

"Itu dia… Fon nggak keluar-keluar juga…" Dino menghela nafas.

Chrome yang sedari tadi berdiri disamping Uni dan berdiam diri tiba-tiba memotong. "Bagaimana kalau… Kita kesana saja?"

"Nggak boleh. Berbahaya." Kata Hibari datar.

Uni bengong. "Kenapa memangnya?"

"Karena terlalu ramai." Ujar si anak berambut hitam itu dengan nada 'aku-juga-tak-suka-ramai'.

"…Ha?"


#

Sementara itu didepan rumah yang bersangkutan, terdengar teriakan-teriakan yang amat tak etis sampai-sampai membuat para tetangga sekitar penasaran.

"WOOOOI CAVALLOOOOONE! KELUAAAAR KORAAAA" Colonnello manjat pohon depan rumah itu.

"CAVALLONEDIRECTION KALAU MASIH TIDUR BANGUN DOOOONG!" Cozart berteriak, tapi jauh-jauh dari pagar rumah Cavallone.

"HOOI JURAGAN SATE KUDA JELEK KELUAR HOOOOOI!" Giotto berteriak pula, entah mengapa dengan nada nggak mau kalah.

"Fon-kun!" Luce ikutan teriak.

"ALAUDE TSUNDERE KELUAR NGGAK ELOOOO!"

Semua menoleh ke arah Longchamp dan Skull.

"Kok gitu sih teriaknya!" Lal protes. Dia sudah berdiri jauh-jauh dari para idiot kurang kerjaan yang sudah sangat nekat dan putus asa dalam usaha menyelidiki rumah Cavallone. Sebenarnya mereka nggak perlu teriak-teriak gitu juga jika seandainya mereka nggak takut sama Alaude.

"Kalian berdua nggak sayang nyawa rupanya." Komentar Verde sangat nancep.

Giotto mengais tanah. "Gimana nih…? Nggak keluar-keluar juga itu orangnya."

"Fon ada di dalam nggak sih?" Gerutu Skull.

Tapi tanpa mengenal kata menyerah, Colonnello berkata dalam usaha menyemangati usaha berteriak yang sangat gaje dan nggak efektif itu. "Ya udah, kita teriak sekali lagi bareng-bareng, yang keras, kora!"

"CAVAAALLOOOOOOONE! ALAAAAUDEEE! FOOOOON!"

Hasil dari teriakan-teriakan mereka bukannya memancing keluar yang empunya rumah, malahan mereka memancing hiu—eh, memancing kemarahan seseorang yang sedang sibuk nongkrong di atas tiang listrik.

"VOOOOOOOOOOOOOIII! SIAPA ITU YANG TERIAK-TERIAK!?"

Padahal si Squalo sendiri dengan sangat bombastisnya berteriak melebihi batas Hz yang ditentukan.

"KALIAN NGAPAIN SIH, VOOOI!"

"…Kita lagi latihan tante!" Balas Cozart tanpa pikir panjang. Mungkin pikirannya sedang ke TV.

Hening sejenak.

"VOOOOOOOOOOOOOOOOOOOOI! SIAPA YANG TANTE!?"

Teriakan yang terakhir itu, karena mengandung amarah dan kejengkelan, memancing satu orang lagi. Bedanya kali ini dia keluar dari dalam rumah si juragan kuda.

Seorang pemuda dengan monyet kecil diatas kepalanya dan biasanya selalu menampilkan senyum tenang 'saya beresiko' baik saat dia sedang senang mau pun saat benar-benar kolestrol tinggi.

"H…Halo, Fon…"

Fon, si pemuda yang namanya disebut-sebut terus sedari tadi, mengumbar senyum tipis dengan aura gelap yang membuat semua orang siap-siap ambil langkah seribu.


#

"Kayaknya tiang listrik dari arah situ agak miring deh." Komentar Levi yang lagi asyik minum kopi di warungnya G. sembari memandang ke arah rumah Primo Cavallone.

"Tau ah gelap." Jawab G. dengan cuek, matanya sibuk menyusuri koran di hadapannya.

"Sekarang ada asap pula— Makin miring lagi!?"Gamma yang lagi nongkrong disana ikut mengomentari.

"Aaaaaargh bakal ada pemadaman bergilir lagiii!"

G. dengan sangat kesalnya, karena keberisikan yang sungguh lebay dari para pengangguran dihadapannya itu, berkata. "Zudah makan zaja dulu zana…!"

Levi tersedak.


#

Air tenang itu menghanyutkan. Orang pendiam itu berbahaya. Kaliamat-kalimat itu terbukti dengan pemandangan yang dilihat Lampo yang kebetulan lewat di depan rumah Primo Cavallone.

Kata-kata yang tepat untuk menggambarkannya adalah… Kacau balau.

Cozart dan Giotto yang bergetar hebat dipojokan jalan, Squalo setengah tergantung kebelit kabel listrik, Verde yang pundung dengan posisi 'orz', Colonnello yang terlempar dengan teriakan 'koraaaa', serta Skull dan Longchamp yang dalam keadaan setengah hidup dan nyaris tak berbentuk.

Luce dan Lal hanya menonton dari jauh.

"Ampun Fon-sama…." Skull bersimpuh.

Fon, yang sepertinya sudah normal kembali itu, balas menjawab. "Tolong lain kali jangan berteriak-teriak seperti itu ya? Aku kan jadi tak bisa meditasi dengan tenang..."

"I..Iya…" Longchamp berusaha berbicara dengan suara parau.

Sementara itu, dari arah yang berlawanan, kumpulan anak-anak yang unyu mengintip dari balik tiang listrik yang masih utuh.

"Apa kubilang." Hibari entah mengapa mendengus bangga.

"Me…Memang berbahaya…" Tsuna shock.

Dino, Uni dan Chrome membuat catatan mental dalam diam. Yamamoto bingung sendiri. Enma menahan Ryouhei yang hendak berteriak extremeee. Satu-satunya yang masih bisa berpikir normal adalah Gokudera

"Ini kesempatan kita! Ayo kita masuk!"

Tapi Dino menahannya.

"Telat, fratello sama Alaude udah keluar." Jarinya menunjuk ambang pintu rumahnya sendiri.

Dan benar saja.

Berdirilah dengan tegak seorang pria berambut putih pirang yang berwajah sangar dengan ke-uke-an yang terselubung (?). Tangannya tengah menyeret seseorang yang setengah sadar, rambut hitamnya berantakan seperti habis bangun tidur –pada kenyataannya memang begitu-. Pria itu tampak seperti Dino yang beberapa (Belas? Puluh?) tahun lebih tua, perbedaan diantara dua bersaudara Cavallone itu hanya warna rambut.

Giotto yang sudah bangkit dari pojok jalan kembali shock. Demi payungnya Tsuna yang warna oranye terang, seumur hidup dia nggak pernah lihat Alaude menyeret Primo Cavallone.

Mata tajam seorang Alaude memandang ke arah Fon. "Ada apa ini?"

Yang ditanya tersenyum, membuat Skull dan Longchamp bergidik ngeri. "Sepertinya mereka mencari kalian?"

Semua mundur, kecuali Giotto –yang kebetulan paling depan, jadilah ia korban.

"He…Hei! Kenapa aku yang jadinya di depan!?" Giotto panik.

"Tidak apa-apa Giotto, kami mendukung dari belakang." Ujar Verde

Colonnello benar-benar mendukung (mendorong) bahu Giotto.

Giotto menyerah.

"…Halo kalian berdua…"

Alaude menatapnya dengan amat tajam.

"…..Pagi." Balas si Primo Cavallone dengan wajah ganteng yang mengantuk.

"INI UDAH SIANG BEGO." Teriak Giotto.

Tiba-tiba sebuah bendar perak berbentuk bundar yang tersambung dengan rantai melintas di atas kepala Giotto.

"Sedang apa kalian semua berkumpul di depan rumahKU." Tanya Alaude dengan nada yang tidak menunjukkan sebuah pertanyaan. Tangan kirinya memutar-mutar sebuah borgol kedua yang siap dilemparkan. Dapat dilihat darimana kemampuan Hibari Kyouya melempar boneka landak berasal.

Tapi, ini kan rumahnya Primo Cavallone? Kenapa dia bilang rumah'ku'?

"Sebenarnya….Semua orang bertanya-tanya…" Giotto berusaha merangkai kata-kata dengan pelan agar tak disambit borgol lagi. "…Kok tumben hari ini kalian nggak berantem?" Si pria pirang bertanya to the point agar semuanya segera berlalu dengan pandangan menuduh ke arah si Primo Cavallone.

"Si bodoh ini." Tuding Alaude dengan wajah datar. "Ketiduran di kandang kuda. Butuh waktu 5 jam dari jam 6 pagi tadi untuk mengobrak-abrik seluruh istal."

Hening.

"Terus, gue mesti bilang 'wow' sambil koprol, gitu?"

"Jaga mulutmu, Cozart." Kata Primo Cavallone.

Dan tiba-tiba lagi, kali ini Alaude melempar Primo Cavallone sampai Giotto harus menyingkir.

"Kamu yang jaga mulutmu!" Teriak Alaude. "Dan kebiasaanmu itu!"

"Kebiasaan?" Giotto dan Primo Cavallone mengatakannya hampir berbarengan.

"NGURUSIN KANDANG KUDA SAMPAI LARUT MALAM APA MAUMU COBA!?" Luruh sudah tampang cool yang dipasang pria berambut pirang itu. Dino dan Hibari yang melihat itu dari kejauhan kaget.

Semua yang mendengar itu shock. SHOCK. Dari sekian banyak orang yang demen banget teriak-teriak di desa ini, Alaude ada di urutan paling bawah dalam list mereka.

Fon adem ayem aja di samping mereka.

"KAMU LEBIH SAYANG SAMA SCUDELLIA DARIPADA AKU YA?!"

Giotto dan Cozart sama-sama berbalik badan dan membungkuk sedalam-dalamnya sambil mukul-mukul tembok. Semua orang yang mendengar itu menahan tawa, tak ingin diborgol. Tapi kapan lagi mereka bisa melihat seorang Alaude ngambek?

"Saranku sih itu kuda disate aja—"

Lal menjitak Colonnello.

"Bodoh." Primo Cavallone menghela nafas dan mendatangi Alaude sampai jarak mereka tinggal beberapa senti lagi. "Kenapa kamu berpikir seperti itu?"

Skull dan Cozart menyanyikan 'Karena Alaude Ingin Dimengerti' di latar belakang sebagai sound effects, yang langsung disambit oleh Lal.

Primo Cavallone melanjutkan. "Aku hanya terlalu sibuk (mengurus kuda) sampai tak memperhatikanmu (dan Fon, dan Dino, dan Hibari), maafkan aku ya…"

Semua sudah ber'aaww' ria di belakang mereka ketika Alaude dengan mata berkaca-kaca menatap pria bersurai hitam itu dan mengucapkan nama si pria dengan nada yang amat-bukan-Alaude….

"Raffaello…."

KRIK.

Anak-anak unyu yang masih mengintip dari tempat persembunyian mereka cengo semua.

"Apa tadi katanya, kora?" Colonnello mangap.

"Yang mana?" Giotto berbalik ke arah Colonnello.

"Itu, barusan."

"…Raffaello?"

"Hah?"

"Raffaello katanya." Giotto mulai tak sabar. Dia tak sadar sih, kalau yang lain belum pernah mendengar nama asli Primo Cavallone selain dirinya yang teman masa kecil si juragan kuda itu.

"HAH?"

"RAFFAELLO! Itu namanya dia-"

Para anak-anak unyu yang mendengar itu berteriak kaget dari tempat persembunyian mereka.

"EEEEEEEEEEEEH!?"


#
A.N. + Curhatan + Bacotan


Kalau ditanya kenapa saya ngasih nama Primo Cavallone seperti itu, jawaban saya adalah biar kembar sama F*rrero Giotto. Ehehehe…. Aaah, mengapa dikau tak official, Cavallone… hiks.

Maaf, saya ninggalin fic ini kelamaan ya? Saya minta maaf sebesar-besar-besar-besar-besarnya, soalnya saya lagi galau (malas) dan lagi demen nonton anime-anime baru #dilemparkeringbasket#ditusukgunting#dilindesskateboard

Ok, sekian kicauan saya. Kalau ada ide atau masukan atau kritikan saya terima dengan senang hati. Flame juga boleh (kalau ada), kalau bisa flamenya yang rain ya #dibogem#bukanyangitu.

FANFIC INI SAYA TINGGAL LAGI YAH, CIAO *ngacirpindahfandomlagi*