Chapter 11: Talk about Ours
Disclaimer: Masashi Kishimoto
Rating: T
Warning: TYPO(S), Abal, AU, OOC, Boys Love, Freak, and So on.
DO NOT LIKE DO NOT READ~
Pria berambut pirang panjang itu hanya mampu memijat kepalanya dengan kasar sembari sesekali menyesap minuman yang ada di hadapannya. Mata birunya menatap ke dua pasang makhluk yang sedang tertunduk dalam diam—sedang berpikir atau mungkin menggerutu karena acaranya terganggu. Deidara mendelik kesal saat melihat Sasuke masih sempat-sempatnya mencoba menggoda bocah pirang berumur tiga belas tahun yang duduk bersampingan dengan Sasuke. "Yah! Kau ini sudah di ambang tebing masih saja sempat-sempatnya melakukan adegan colek mencolek," geramnya kesal sembari menendang kaki Sasuke, yang ditendang hanya memberikannya tatapan mematikan. "Kyuubi sebaiknya kau dan Naruto memakai baju lengan panjang saja untuk beberapa hari ini. Kau tidak mau jika Bibi dan Paman mempertanyakan luka kalian, bukan?" Kyuubi dan Naruto hanya mampu menggangguk pelan sembari sesekali memegang luka mereka.
Kyuubi memegang luka di telapak tangannya dengan pelan, "Ini cukup gampang disembunyikan. Kalaupun ketahuan mungkin aku bisa mengatakan bahwa tanganku terkena petasan ketika bermain dengan Deidara."
"Yah! Kenapa kau membawa-bawa namaku? Nanti aku yang disalahkan, bodoh!" ujar Deidara sembari mengarahkan kepalan tangannya ke kepala Kyuubi. Itachi hanya memplototi Deidara dalam diam. "Apa? Kau kira aku takut dengan plototanmu? Heh, dalam mimpi bocah!"
BLETAK
"Aku lebih tua tiga tahun darimu, wanita! Camkan itu!" Itachi menyeringai penuh kemenangan saat mendapatkan Deidara hanya terdiam sembari memegangi kepalanya dengan kesal.
"Ha ha! Tua-tua bangga."
"Tua-tua Bangka yang benar, bodoh!"
Deidara dan Sasuke menutup rapat mulutnya saat merasakan tatapan Itachi seakan-akan menembus kepala mereka. Bukan salah mereka jika Itachi terlalu bangga dengan umurnya. Yah, sebagian besar orang memang sedikit sensitif akan umur mereka. Kembali menyadari keyataan bahwa orang tua mereka akan tiba di Tokyo besok pagi hanya membuat Itachi semakin galau dengan keadaan yang mereka hadapi sekarang. Mungkin semuanya terlihat biasa saja namun Itachi tahu bahwa semua ini perlu diselesaikan secara baik-baik. Apalagi mereka belum mendapatkan kabar apa-apa dari Shisui dan Obito. Itachi sendiri tidak tahu apa yang terjadi beberapa jam sebelum akhirnya dia dan Kyuubi melakukan adegan sedikit panas di dapur tadi. Mungkin … rezeki memang tidak kemana.
Naruto yang sedari tadi mengikuti percakapan dan mengamatinya dengan seksama kini angkat bicara, "Umm, sepertinya semua akan baik-baik saja kalau kita bersikap biasa saja besok. Lagipula ini sudah malam dan aku mengantuk." Naruto tersenyum lebar ke arah Deidara saat Deidara memerhatikannya dengan seksama. Senyuman lebar itu tiba-tiba menghilang saat matanya menangkap seringaian Deidara.
"Huh? Benarkah kau mengantuk, Naru? Seingatku beberapa menit yang lalu kau sedang sibuk melakukan adegan panas dengan Sasuke."
Hening
"Brengsek kau pantat ayam beraninya kau! Apa yang sudah kau lakukan pada Naruto? Hah!" Kyuubi mencoba menerjang Sasuke namun Itachi berhasil menahannya di tempat. Kyuubi hanya mampu melempar Sasuke dengan cangkir minuman Deidara.
"Hei rubah itu minumanku!"
"Kau hanya sirik karena kau belum berhasil mencium Itachi, kan?" tanya Sasuke pada Kyuubi. Tatapan mengejek terpampang jelas di wajah tampan Sasuke yang membuat Kyuubi tambah geram dengan kelakuan tersebut.
"Ka-Kau minta dibun—"
"Sudah kok sudah."
Kata-kata Deidara yang memutus omongan Kyuubi mendapat perhatian sempurna baik dari Sasuke maupun dari Kyuubi. Kedua pria tersebut masing-masing mengangkat sebelah alisnya bingung dengan omongan Deidara barusan. Deidara yang mendapati reaksi unik tersebut hanya mampu menyeringai lebar. Ternyata mereka sama-sama tidak tahu menahu soal kelanjutan hubungan mereka masing-masing. Dasar adik kakak yang bodoh. "Yup! Tadi, aku melihat Itachi sedang mencium kyuubi."
BLETAK
Sasuke mendengus pelan dan mendudukkan dirinya di sebelah Deidara. Matanya menatap intens ke arah Naruto yang sedang mengobati kepala Deidara yang sedikit tergores akibat Kyuubi mengetuk kepalanya menggunakan cangkir pada sesi pertemuan di ruang tamu beberapa menit yang lalu. Sepertinya semuanya berjalan terlalu cepat, bahkan Sasuke pun menganggapnya seperti itu. Heran mengetahui bahwa Kyuubi sudah begitu dekat dengan Itachi. Hmm, mungkin memang itu yang dinamakan jodoh? Entahlah, menurut Sasuke apa yang baik sekarang cukuplah baginya untuk dinikmati. Sibuk melamun, Sasuke tidak sadar bahwa dua pasang bola mata langit menatang intens ke arahnya. "Huh? Apa?" tanyanya mengalihkan pandangannya ke arah Deidara dan Naruto dengan bingung.
"Kau melamun," ujar Naruto seraya tersenyum tipis.
Sasuke mengerutkan alisnya tak mengerti dan mendengus pelan. "Hn." Hanya itu tanggapan Sasuke sebelum akhirnya dia mengacak surai Naruto dengan pelan. "Jika kau sudah selesai mengobati Deidara sebaiknya kita ke kamar?"
Pertanyaan yang terdengar seperti perintah tersebut hanya ditanggapi Deidara dengan bosan. "Ya, ya, ya pergilah kau wahai para bocah yang sedang ingin melakukan hal-hal yang mesum," ujar Deidara seraya bangkit dari duduknya dan meninggalkan dua pasang manusia yang sedang mencoba menghilangkan warna kemerahan dari wajahnya. Deidara berhenti sejenak sebelum menginjak lantai dapur, "Bersiap-siaplah untuk besok. Kuharap kalian bisa jadi actor yang baik. Selamat malam," ucap Deidara tanpa membalikkan tubuhnya dan menghilang dari pintu menuju dapur tersebut. Meskipun Deidara sudah tak terlihat, Naruto dan Sasuke hanya menggangguk kecil.
Shisui menatap Shino yang sedang asik membaca berkas-berkas yang baru saja diantarkannya ke kediaman pria dengan kacamata hitam berwarna bulat tersebut. Setelah kejadian beberapa jam yang lalu nampaknya mereka berhasil mendapatkan beberapa informasi-informasi yang sangat penting. Shino merapikan berkas-berkas tersebut dan menumpuknya menjadi satu. Pandangannya kini beralih ke pria yang ada di hadapannya dan dengan senyuman tipis dia berujar, "Bagaimana kalian bisa membebaskan Kabuto begitu saja?"
Shisui mendengus pelan dan menyamankan duduknya pada sofa berwarna hitam tersebut seraya menyesap cairan yang mengisi cangkir yang dipegangnya. "Kami tidak akan melepaskannya. Ketua sudah memutuskan bahwa Kabuto akan menjadi tawanan di kantor pusat Suna. Mereka akan membantu kepolisian. Kau tahu meskipun Kabuto digelari dokter gila … kemampuannya sebagai seorang dokter tidak bisa dianggap remeh. Dia dokter yang hebat."
"Maksudmu, kalian akan memperbudaknya, begitu?"
"Hem, kata kasarnya seperti itu. Tapi Kabuto menyerahkan diri secara langsung. Dia juga mangatakan bahwa kejadian ini hanyalah sebuah permainan kecil. Menurut yang kepolisian Suna dapatkan, Juugo—korban Kyuubi pada saat di sekolah menengah—memanglah mengalami koma dan kehilangan memori yang cukup lama. Namun, kurang lebih setahun yang lalu Juugo sudah berhasil sembuh dari amnesia sementaranya. Juugo sendiri telah mengakui bahwa dia sudah melupakan hal tersebut." Shisui menghela napas panjang mengakhiri kalimat panjang lebarnya dan kembali ditanggapi dengan sebuah pertanyaan dari Shino.
"Alasan dia menyerahkan diri?"
Shisui tampak terdiam sejenak dan menggembungkan pipinya lalu mengeluarkan udara dari mulutnya sehingga pipinya mengempes. "Sebuah pancingan. Dia tahu bahwa kepolisian Suna akan memanfaatkannya. Dengan berulah seperti inilah dia mencoba mencari perhatian kepolisian Suna. Hmm, setidaknya itulah tujuannya dalam satu tahun ini. Dia mengatakan bahwa lingkup pekerjaannya sudah tidak sehat dan yah, dia memutuskan tepatnya menyerahkan dirinya bahwa menjadi budak polisi lebih baik. Entahlah, siapa tahu isi otak seorang dokter sepertinya, hahaha." Tawa Shisui ditanggapi dengan kekeh kecil dari Shino sembari memperbaiki letak kacamata miliknya.
Derap langkah yang mendekat ke arah tempat mereka sedang berbincang nampak membuat mereka berhenti sejenak dan mengalihkan pandangannya ke arah dua sosok yang sedang tersenyum ramah ke arahnya. Shisui mendengus geli saat mengetahui siapa kedua orang tersebut. "Kau tahu aku cukup terkejut bahwa kalian bekerja di bawah seorang Aburame. Yang membuatku merasa heran bukanlah seperti yang ada di pikiran kalian—"
Kedua orang tersebut menautkan alisnya tak mengerti mendengar perkataan Shisui.
—melainkan, aku bingung kenapa Aburame mau menerima orang seperti kalian, hahaha."
"Yah! Kau pikir kau hebat, huh? Kau bahkan tidak mampu mengejarku saat aku mengambil passport milikmu," ucap Obito sembari menyeringai ke arah Shisui yang memandangnya dengan tatapan mengejek sembari memanyunkan bibirnya.
Sasori yang berdiri di sebelah Obito hanya mendengus pelan dan menatap Shisui dengan tatapan mengejek, "Tebak siapa yang bahkan tidak tahu mengenai sepupunya yang menjadi satu dari dalang kejadian utamanya, heh. Menggelikan."
"Ka-kau! Dasar muka wanita sialan!"
"Apa kau bilang keriting? Jaga ucapanmu ya!" Sasori sudah mengepalkan tangan kanannya dan siap memukul Shisui namun tangannya ditangkap oleh Shino dengan pelan.
"Silahkan berkelahi di dalam rumahku dan hancurkan barang apapun sesukamu. Tapi, gajimu akan berkurang 5 persen dari setiap benda yang kau hancurkan. Saya permisi kalau begitu. Selamat malam Uchiha," ucap Shino pelan membuat Shisui menyeringai penuh kemenangan dan Sasori hanya mampu mengutuk dalam hati sembari menendang pelan kaki Obito yang sedang terkekeh di sebelahnya.
"Selamat malam, Aburame. Senang bisa berbagi denganmu," ujar Shisui sembari bangkit dari duduknya dan menghadapkan tubuhnya ke Sasori. Adegan saling tatap antara Sasori dan Shisui berlangsung selama beberapa detik sebelum akhirnya Shisui membentuk jari telunjuk dan jempolnya seolah-olah sebuah pistol. "Bang! Uchiha selalu menang." Shisui tersenyum tipis dan melangkahkan kakinya meninggalkan Obito yang menatapnya dengan mulut terbuka sedangkan Sasori hanya mampu menyeringai menanggapi omongan Shisui barusan.
"Uchiha kampret," ucap Sasori kesal saat Shisui sudah keluar dari rumah tersebut. "Lihat saja mukanya sok tampan sekali! Haaah lihat saja kau, dasar keriting!"
Obito hanya tersenyum kecil melihat kelakuannya tersebut. Selama dia bekerja dengan Sasori dia cukup sering melihat karakter temannya yang sering berlebihan seperti ini.
.
.
Shikamaru menguap lebar dan merangkul Kiba dari samping sembari ikut membaca pesan yang ada di layar ponsel bocah Inuzuka tersebut. Senyuman tipis yang tertera di bibir Kiba membuatnya ikut tersenyum. Kiba nampaknya tak berniat untuk memalingkan pandangannya dari layar ponsel miliknya tersebut. Shikamaru mengacak surai coklat tua Kiba dengan pelan. "Kau senang dia mengabarimu?" tanyanya pada bocah dengan dua tato segitiga terbalik di kedua pipinya tersebut.
"Yeah, Naruto baik-baik saja. Aku sangat khawatir saat dia sama sekali tak mengabariku. Si rambut duren itu memang tahu bagaimana cara membuat orang cemas haha awas saja kalau dia datang besok pagi. Akan aku botaki!" balas Kiba antusias membuat Shikamaru mengerutkan hidungnya dan mendengus geli dengan reaksi bocah yang disukainya tersebut.
"Sebaiknya besok kau jemput aku. Aku tidak punya kendaraan."
"Kenapa bisa begitu?"
"Si bocah tukang pijat merampasnya dariku," ucap Shikamaru malas saat mengingat kejadian dimana Shino langsung menarik lengannya dengan kasar dan membawa lari motornya bgitu saja.
"Hahaha baiklah Tuan Rusa!"
"Hentikan bocah Labrador," balas Shikamaru malas sembari mencubit kedua pipi Kiba dengan pelan.
Keesokan Harinya
Deidara menatap layar ponselnya dengan senyuman tipis. Seraya meletakkan ponselnya di atas meja, Deidara berjalan menuju Kyuubi yang sedang menyembunyikan kepalanya dibalik lipatan tangannya—Kyuubi sedang duduk di salah satu kursi yang ada di meja dapur. Deidara menyeringai dan mencubit kedua pipi Kyuubi dari belakang dengan kuat. "Ayolah ceria~~~ kenapa kau begitu suran rubah~~~" ucapnya tak mengindahkan protesan dari Kyuubi yang pipi terasa sangat sakit. "Bersiaplah ke sekolah, kau tidak mau menemui Nagato dan Pein?" tanya Deidara.
Kyuubi mendelik kesal ke arah Deidara sembari kembali menyembunyikan kepalanya—kali ini kedua telapak tangannya digunakannya untuk menutupi kedua pipinya. "Aku masih mengantuk."
"Memangnya semalam kau bercinta dengan Itachi, ya?"
"Ya begit—hei! Kau mau menjebakku, ya?"
Deidara hanya tertawa kecil melihat gelagat canggung Kyuubi. Matanya kemudia menangkap figur Itachi yang sedang berjalan menuju mereka. Seringaian tipis kembali terukhir di bibir ranum Deidara. Itachi yang sudah berpakaian rapi kemudian menghampiri Kyuubi. "Pagi, Kitsune," ucapnya lalu mengecup bibir Kyuubi dengan pelan.
"Ouch, my virgin eyes!"
Kyuubi hanya mendecih kesal dan menyapa balik Itachi dengan suara yang sangat pelan namun masih dapat didengar oleh Itachi. "Wanita sirik. Padahal itu pasti pengen juga," ujar seseorang dari ambang pintu dapur yang membuat ketiga orang yang ada di dapur tersebut membalikkan badannya dan menatap ke sosok yang ada di pintu dapur tersebut.
"Sialan! Sedang apa kau di sini pria boneka?" tanya Deidara pada sosok yang tak salah lagi adalah Sasori.
Sasori tersenyum tipis dan mendudukkan dirinya di salah satu kursi yang kosong. Matanya beralih pada minuman yang ada di depannya—milik Kyuubi—dan langsung menegaknya. Tak mengindahkan tatapan marah dari sang empunya. "Aku hanya ingin pamit. Aku akan ke Suna ikut dengan Shisui. Aku ditawari pekerjaan yang kurasa sangat cocok untukku. Itu saja."
Mendengar ucapan Sasori tersebut, Kyuubi dan Itachi hanya menatap Deidara yang tampak termenung—berpikir keras. "Dei—"
"Aku akan memeriksa apakah Naruto dan Sasuke sudah bersiap-siap. Kyuubi segera habiskan minumanmu."
Kyuubi menggigit bibir bawahnya dengan sedikit kuat saat ucapannya dipotong oleh Deidara. Kyuubi tahu bahwa Deidara tidak menyukai berita akan keberangkatan Sasori—sepagi itu. Tak ada satupun dari mereka bertiga yang tak tahu bahwa Deidara cukup menyukai keberadaan Sasori selama dia berada di rumah tersebut. Kyuubi baru sadar kalau dia menggigit bibirnya dengan terlalu kuat saat Itachi menyentuh bibirnya. "Hei, berhenti menggigitnya. Kau membuat bibirmu berdarah," ucap Itachi sembari mengelap bibir Kyuubi dengan selembar tisu. Kyuubi mengedipkan matanya dan menghembuskan napasnya. Semenjak kepergian Deidara ternyata dia sedang menahan napasnya. "Deidara akan baik-baik saja, Kyuu. Benarkan, Sasori?"
Sasori yang mendengar pertanyaan Itachi tampak ragu untuk menjawabnya, namun akhirnya dia tersenyum tipis dan mengangguk pelan.
Kyuubi hanya mendengus dan matanya terpaku pada ponsel yang ada di atas meja. Dengan cepat tangannya mengambil ponsel tersebut. Tanpa diberi tahu pun Kyuubi tahu itu ponsel Deidara.
Kalian tidak perlu menjemput kami. Karena kami sudah menyuruh seseorang untuk menjemput kami. Sebaikanya bersiap-siap sajalah di rumah.
Kyuubi menatap pesan yang ada di layar ponsel tersebut. Melihat nama pengirimnya Kyuubi tahu sekali bahwa itu pesan yang dikirimkan oleh orang tuanya. Matanya kemudian beralih pada sosok Deidara yang kembali memasuki dapur. "Aku akan pergi. Sebelum menjemput Paman Minato dan Bibi Kushina aku ingin memastikan sesuatu dulu. Baiklah aku pergi du—"
"Dei."
"Huh?" Deidara menatap Kyuubi dengan heran dan betapa terkejutnya dia saat Itachi menarik tangannya dan mendudukkan Deidara tepat di hadapan Sasori.
"Sebaikanya kau bicarakan masalahmu dulu sebelum kau berbohong kepadaku," ucap Kyuubi sembari mendorong tubuh Itachi keluar dari dapur tersebut.
"He-hei!" protes Deidara sembari mencoba berdiri dari kursinya. Namun gagal karena Sasori sudah lebih dulu memegang kedua bahunya dan kembali mendudukkannya. "Ap-apa maumu?"
"Seperti yang dikatakan Kyuubi barusan."
"Tapi aku merasa tidak punya masalah yang perlu dibicarakan denganmu," protes Deidara. Kepalanya tertunduk menolak untuk menatap mata Sasori.
"Baiklah, kau tidak punya. Tapi aku punya," kata Sasori sembari tersenyum tipis.
Atap Sekolah
Saat ini Sasuke dan Naruto sedang duduk berdua di atas gedung sekolah Naruto. Sasuke memutuskan untuk menghabiskan jam istirahatnya berduaan dengan Naruto. Sasuke mengakhiri ciumannya dengan menggigit pelan bibir ranum milik Naruto. Naruto hanya mampu tersipu malu saat Sasuke menangkup wajahnya dengan pelan. "Kau tahu Dobe, kau terasa manis sekali." Naruto yang mendengarkan omongan Sasuke tersebut hanya mampu tersenyum lebar dan menggaruk belakang kepalanya dengan pelan.
"Ehem."
Sasuke dan Naruto memalingkan wajahnya dan melihat Kyuubi sedang berdiri di depan pintu menuju atap tersebut. Rambutnya acak-acakan dengan sekotak jus apel di tangan kirinya. Matanya menatap malas ke arah kedua bocah yang sedang asik bemesraan tersebut. "Uchiha, ada yang ingin kutanyakan soal Itachi."
Sasuke hanya mengangguk dan bergeser sedikit agar Kyuubi bisa duduk di sebelah Naruto. Naruto yang melihat Kyuubi mendudukkan dirinya hanya bergumam senang sembari memainkan surai milik kakaknya tersebut. "Kau sudah makan Kyuu-nii?" tanyanya sembari merapikan rambut Kyuubi yang berantakan. Kyuubi hanya menanggapinya dengan senyuman lebar dan anggukan semangat.
"Itachi, aku … aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya. Saat aku menanyainya soal Naruto pagi ini sepertinya dia mengalami kesulitan untuk mengingatnya," lirih Kyuubi pelan namun mampu didengar jelas oleh Sasuke dan Naruto. Naruto yang mendengar pertanyaan tersebut hanya memalingkan wajahnya dan menatap datar ke gedung yang ada di seberangnya. Tidak suka dan tidak tertarik. Itulah yang ada di pikiran Naruto saat itu.
Sasuke menghela napas dan mengalihkan pandangannya pada awan biru yang memayungi mereka. "Waktu Itachi duduk di bangku sekolah menengah, aku sudah cukup mengerti tentang apa yang dialaminya. Aku tidak begitu mengingat penyakit apa yang dideritanya."
"Penyakit?" tanya Naruto saat omongan Sasuke menarik perhatiannya.
"Ya, penyakit yang dideritanya. Penyakit itu semacam sebuah trauma. Ketika dia melihat darah, pikirannya seakan-akan hilang begitu saja dan dia akan melakukan hal-hal yang bahkan tidak diinginkannya. Saat melihat darah, Itachi akan memasang tampang senang, senang yang berlebihan. Seakan-akan dia bergantung hidup dengan darah tersebut. Aku pernah mencuri dengan kalau Itachi sering disiksa oleh kakekku karena dia selalu membantahnya. Suatu hari terjadi kekacauan besar dan perebutan kekuasaan di perusahaan Uchiha. Kakekku yang pada saat itu memimpin mati terbunuh tepat di ruang kerjanya dengan darah yang menggenang. Lalu … lalu Itachi-lah yang menemukan kakekku dalam keadaan tersebut. Pada saat itu Itachi masih berumur sekitar tujuh tahun. Dia belum terlalu mengerti semua hal—
—dan Itachi yang pada saat itu memang sangat membenci kakekku sangat senang melihat kejadian tersebut. Dia berpikir bahwa tidak ada lagi orang yang akan memukulnya karena dia tidak mau patuh. Kedua orang tuaku menemukannya sedang tertawa terbahak-bahak di hadapan mayat kakekku. Semenjak itu, ketika dia marah terhadap seseorang dan orang itu terluka, niat untuk melukai orang tersebut menjadi semakin menjadi-jadi. Hal yang menyedihkan adalah … biasanya dia tidak akan mengingat kejadian atau perbuatan yang dia lakukan dalam kondisinya tersebut."
Mendengar penjelasan Sasuke, Naruto dan Kyuubi hanya mampu terdiam—tenggelam dalam pikirannya masing-masing. Kyuubi menutup kedua mukanya dengan telapak tangannya. Berusaha menghilangkan keringat yang membasahi wajahnya. Mata merahnya kembali menatap Sasuke. "Lalu, apa yang terjadi dengannya? Bagaimana dia bisa sembuh?"
Sasuke kembali mengatur napasnya. Sebenarnya mengingat masa lalu ini juga merupakan suatu hal yang sangat tidak diinginkannya. Tapi ini demi Kyuubi dan Naruto. Mereka sangat membutuhkan penjelasan ini. "Itachi tidak pernah berniat untuk sembuh. Kedua orang tuaku berusaha sekuat tenaga untuk mengobatinya namun selalu gagal. Penyakitnya terus mendarah daging sampai suatu saat Ibuku mengajakku untuk bepergian. Itachi ingin ikut namun Ibuku melarangnya karena saat itu sekolahnya mengadakan ujian. Karena marah denganku, Itachi mencoba melukaiku dengan cara sengaja mendorongku dan aku terjatuh di tangga. Malihat darah yang mengucur dari kepalaku, aku masih dapat mengingatnya dengan jelas. Seringaian itu. Itu sangat menyeramkan. Dia kemudian memukuli kepalaku dengan penggaris besi yang ada di tangannya. Saat itu aku sangat takut. Namun aku memberanikan diriku untuk memegang kedua tangannya dengan kuat dan menatap kedua matanya dengan lekat—"
—Aku tidak tahu apa yang kulakukan. Yang kulihat hanyalah Itachi yang menatapku dengan air mata yang mengucur deras dari kedua bola matanya dan … aku tidak tahu lagi. Karena setelah itu aku tidak sadarkan diri dan saat bangun aku sudah berada di rumah sakit. Ibu mengatakan semenjak itu Itachi … dia mendatangi Ibuku dan bertekad untuk sembuh."
GREP
Sasuke tersenyum tipis saat merasakan Naruto memeluknya dengan erat. Namun hal yang membuatnya terkejut adalah … Kyuubi mengelus rambutnya dan tersenyum ke arahnya. "Terima kasih dan maaf sudah menyita waktmu, Sasuke. Aku pergi dulu. Daaah Naru-chan~"
Naruto melepaskan pelukannya dan melambaikan tangannya ke arah Kyuubi dan menatap Sasuke yang masih terpaku di tempat. "Ada apa denganmu?" tanyanya sembari menatap wajah Sasuke dengan lekat.
"Aku hanya sedikit terkejut."
"Terkejut?" tanya Naruto lagi yang kini mendudukkan dirinya di paha Sasuke. Sasuke hanya mampu mendesis pelan. Entah kenapa dia selalu merasa seakan-akan Naruto memiliki dua kepribadian. Dan yang saat ini sedang berada di atas pahanya adalah Naruto yang sexy. Wow.
"Pertama, Kyuubi mengelus kepalaku. Kedua, dia tersenyum. Ketiga, dia mengatakan terima kasih dan maaf. Bukankah itu hal yang baru, Naru?"
Naruto yang mendengar penjelasan Sasuke hanya bisa menganggukkan kepalanya tanda dia setuju dengan omongan Sasuke. Sasuke yang dihadapkan oleh Naruto versi sexy hanya mampu menelan ludah. Namun selintas pertanyaan membuatnya menepis semua pikiran kotor yang ada di otaknya. "Dobe, siapa yang memberikanmu senjata itu?"
Naruto nampak memiringkan kepalanya sembari memikirkan pertanyaan Sasuke. Seringaian tipis terukir manis di bibir ranumnya. Dengan perlahan dia mendekatkan bibirnya ke telinga Sasuke dan menggigit telinga itu dengan pelan. Sasuke yang mendapat perlakuan langka seperti itu hanya mampu menahan napasnya sembari menunggu jawaban Naruto. "Danzo," bisiknya dengan nada pelan, "Danzo Sai," lanjutnya sehingga membuat Sasuke membulatkan kedua matanya. Belum sempat Sasuke ingin protes, Naruto memutuskan untuk menjelaskannya. "Sai, dia adalah agen ganda dari Suna. Dia memberikannya padaku untuk berjaga-jaga jika Kabuto menemuiku. Tapi, dia sempat mengatakan kalau Kabuto tidak akan menyakitiku. Aku percaya padanya dan aku menerima pemberian itu."
"Hn," tanggap Sasuke singkat membuat Naruto mengangkat sebelah alisnya bingung. Melihat ekspresi Sasuke sepertinya Naruto tahu apa yang terjadi.
"Hei, kau cemburu? Ahahaha ayolah Sasuke. Kau tahu aku sangat mencintaimu." Naruto mencoba menggoda Sasuke sembari mencubit kedua pipi Sasuke.
"Seperti kau mengerti tentang cinta, Dobe."
"Tentu saja aku tahu, Teme!" bantah Naruto kesal mendengar Sasuke meremehkannya.
"Prove it, then." Sasuke menatap Naruto dengan intens sebelum akhirnya seringaian tipis terukir di wajah tampannya.
"Sure," ucap Naruto dan dalam waktu sekian detik, Naruto sudah melumat bibir Sasuke.
Muku tersenyum ramah saat melihat Shino dan Obito menghampirinya. Saat ini mereka sedang berdiri di depan sebuah café yang sangat familiar tentu saja bagi Muku. Yah, café langganan Muku dan Kyuubi. Mereka bertiga masuk dan duduk di meja paling pojok tepat di sebelah jendela. Setelah memesan akhirnya Shino mulai angkat bicara. "Kudengar Danzo memutuskan untuk bekerja di kepolisian Suna."
"Yah, dia jelas akan membantu Kabuto. Kau tahu bukan jika Danzo adalah lulusan kedokteran?"
"Yap, kudengar juga begitu. Danzo-san memang sangat hebat!" ucap Obito penuh dengan semangat.
Muku menatap Obito dengan senyuman tertarik. Pria itu mirip sekali dengan Naruto. Ceria dan berisik. Dalam hati Muku tertawa kecil jika mengingat keempat orang tersebut. Muku tahu jika orang tua mereka akan kembali hari ini. "Kira-kira mereka bagaimana, ya?" batin Muku sembari menyamankan duduknya. "Ah, lalu apa tujuan utama kalian menemuiku?"
Shino memperbaiki letak kaca matanya dan menepuk pundak Obito dengan kuat. "Temanku yang satu ini, ingin sekali mempelajari keahlianmu?"
"Keahlianku?"
"Yah, dalam pembuatan senjata api."
"Tapi kau harus mau bekerja sama dengan rekan kerjaku." Muku tersenyum tipis ke arah Obito. Dia tahu sekali jika Obito sangat suka bermain kucing dan anjing dengan orang itu. Ini akan menyenangkan.
"Tentu saja! Siapapun orangnya aku pasti akan akur dengannya, hehehe." Obito tertawa lebar sembari menggaruk-garuk belakang kepalanya dengan canggung.
"Kalau begitu kau akan menjadi rekan baru Shisui."
Hening
Hening
Hen—
"APA?!"
Sasuke dan Itachi sedang sibuk merapikan pakaian pasangan mereka masing-masing. Seindah mungkin menghilangkan jejak tentang luka yang di dapatkan Namikaze bersaudara tersebut. Sasori baru saja menghubungi Itachi kalau orang tua mereka sedang dalam perjalanan menuju rumah mereka. Setelah acara 'penyelesaian masalah' anatara Sasori dan Deidara. Deidara memutuskan untuk menemani Sasori ke Suna. Yah, dengan hasil seperti itu mendandakan bahwa acara penyelesaian mereka berlangsung dengan sangat dan bahkan terlampau baik. Selang berapa menit Uchiha bersaudara dan Namikaze bersaudara sedang duduk manis di ruang tamu dan merencanakan sinetron dadakan dimana mereka harus berakting jika semuanya baik-baik saja.
TING TONG
Suara bel tersebut membuat para Uchiha dan Namikaze yang ada di dalam rumah tersebut terlonjak kaget. Dengan cepat mereka mencoba merapikan pakaian mereka dan duduk rapi bersampingan. Itachi beranjak dari duduknya dan membukakan pintu untuk siapapun tamu yang sedang berkunjung ke rumahnya. Yah, tentu saja orang tua Namikaze dan Uchiha.
Mereka sengaja memutuskan untuk berkunjung ke kediaman Uchiha terlebih dahulu karena Minato dan Kushina menitipkannya pada putra Uchiha. "Naru-chaaaaan~~" teriak Kushina saat melihat putra bungsunya sedang duduk bersebelahan dengan Kyuubi. "Kitsune kau tambah tampan," lanjutnya sembari memeluk kedua putranya dengan erat. Tentu saja ditanggapi dengan pelukan balik dari Naruto dan Kyuubi yang mencoba melepaskan diri dari ibunya. "Dasar kau masih saja tidak manis!" bentak Kushina pada Kyuubi.
"Sudah kukatakan aku bukan wanita! Dasar penyihir!"
TWITCH
BLETAK
"Sudah lama tanganku tidak merasakan kepalamu Kitsune."
Kyuubi hanya mendecih pelan dan mengangguk ke arah Ayahnya. Matanya kemudian beralih kepada keluarga Uchiha yang sepertinya tak seheboh keluarganya. Mereka tampak biasa saja namun masih diselimuti kehangan kasih sayang. Kyuubi tersenyum tipis dan kembali mendudukkan dirinya.
"Naru merindukan kaliaaan~~" ucap Naruto manja sembari memeluk kedua orang tuanya.
"Yah, Sasuke juga sepertinya merindukan Ayahnya."
TWITCH
Dahi Sasuke berkedut kesal mendengar ucapan Kyuubi barusan. "Diam aku rubah jangan seenaknya menyampaikan perasaan orang!"
"Heh pantat ayam! Aku sudah baik-baik menjadi perantara untuk orang gengsian seperti dirimu! Seharusnya kau berterima kasih padaku!"
"Kyuubi tolong tenang seb—"
"Diam kau keriput! Adik ayammu ini memang seharusnya diajarkan bagaimana menghargai usaha orang lain!"
Itachi kembali memijat keningnya dengan kuat mendengar ocehan Sasuke dan Kyuubi. Sementara orang tua mereka hanya mampu cengo melihat adegan déjà vu tersebut. Tiba-tiba ponsel Fugaku berbunyi dan membuat kericuhhan itu mereda seketika.
"Halo?" jawab Fugaku dengan suara beratnya. "Begitukah? Tapi Kami baru saja sampai di Tokyo." Fugaku tampak mengerutkan keningnya dan kemudian menjawab. "Baiklah, kami akan secepat mungkin kembali ke sana." Fugaku kemudian menutup ponselnya dan menatap orang-orang di hadapannya dengan pandang lelah. "Mereka meminta kita secepat mungkin kembali ke Amerika karena proyek kita sepertinya berbenturan dengan rencana awal."
"Hehhh? Jadi harus balik ke sana?" tanya Mikoto dan Kushina bersamaan.
"Sepertinya begitu."
Mikoto dan Kushina menghela napas lelah kemudian menatap ke arah putra-putra mereka. "Maaf ya, tapi sepertinya aku harus menitipkan Naruto dan Kyuubi lagi pada kalian," ucao Kushina dengan nada sedikit tidak tega.
Mikoto tersenyum ramah. "Sepertinya kalian harus kami tinggal lagi. Apa tidak apa-apa kalian tinggal bersama lagi untuk beberapa minggu?" tanyanya sedikit ragu.
Namikaze dan Uchiha bersaudara saling pandang sebelum seringaian tipis terukir di bibir Uchiha bersaudara dan senyuman lebar pada Namikaze bersaudara.
"No problem!" jawab mereka kompak membuat kedua orang tuanya memicingkan mata tajam.
"Sejak kapan kalian akur?" Tanya Kushina.
"Sejak kejadian 'itu' kita mulai akur," jawab Naruto dengan nada riang.
"Apa maksudnya dengan 'itu', Naruto?"
"Pokoknya 'itu'."
Orang tua mereka kembali memicingkan mata tajam melihat kelakuan putra-putranya. Kushina kemudian menarik Sasuke dan Itachi dengan kasar kemudian membisikkan sesuatu yang membuat Uchiha bersaudara tersebut menyeringai tidak jelas. Setelah itu Kushina kembali berdiri di sebelah Minato. "Apa yang kau katakan pada mereka?" tanya Minato penasaran. Fugaku sepertinya mencuri dengar di belakang Minato secara diam-diam.
Kushina tersenyum lebar dan berbisik kecil yang masih mampu didengar oleh Fugaku. "Aku hanya menyuruh mereka untuk menggunakan pengan saat berhubungan sex satu sama lain."
Hening
Hening
Hen—
"What the fuck?!" teriak Minato dan Fugaku bersamaan.
TAMAT
Okeee cerita Oyabun yang satu ini sudah tamat seelah sangat lama hiatus. Ini oyabun kurangin humornya dan nyoba banyakin romancenya, cukupkah? /plak
terima kasih semuanya yang masih ngikutin cerita ini, I lov yu gays~~ /dibunuh