AISHITERU!

Disclaimer:
Vocaloid bukan milik Suu! Suu cuma punya fic ini beserta OC-nya.

Rating: T

Genre: Romance, Friendship, Hurt/Comfort, School Life.

Warning: GAJE, ANEH, KATA-KATA TIDAK SESUAI DENGAN EYD, TYPO, OOC, DLL. INTINYA SAYA MASIH BEGINNER.

Note: DON'T LIKE? DON'T READ! Hanya terima flame yang wajar, ya... Kalau kritik dan saran, saya terima dengan senang hati, kok.

Summary:
"Mereka masih terlalu polos untuk mengetahui arti cinta. Tapi pasti ada saatnya dimana cinta mereka akan tumbuh dan berbunga."

Author: Saya kembali *melambaikan tangan*

Rin: Lama lagi update-nya.

Len: Sampai kapan kamu mau buat readers menunggu buat kamu ngelanjutin fic jadi-jadian ini?

Author: *jleb* *mojok* Gomenasai.

Rin: Ah, nggak penting. Nggak usah lama-lama. Ayo, mulai aja~


Len POV


Semua ini seperti membawa ulang memori-memori yang terpendam di kepalaku. Rin benar-benar berniat untuk mengulang hal yang sama seperti dulu. Bermain bersama, melakukan banyak hal bersama.

"Len, kalungnya sudah jadi?" ujar Rin sambil mengayunkan tangan kanannya di depan wajahku. Aku langsung tersadar dari lamunanku dan mengingat-ingat apa yang sedang kulakukan. Setelah beberapa detik, aku baru sadar sepenuhnya.

Rin menatapku dengan pandangan memohon. Imut sekali kelihatannya. Melihatnya saja sudah membuatku gemas. Tanpa kusadari wajahku memanas. Aku buru-buru menampar pelan pipiku agar tidak berpikir yang macam-macam.

"Len? Doushite?" tanya Rin lagi. Aku hanya menggeleng lalu tersenyum kecil.

"Gomenasai, ojou-sama. Tadi aku sedang tidak konsentrasi. Tapi kalung bunga ini akan segera jadi, kok," balasku, sama seperti dulu. Tentu saja aku ingat. Semua kenangan bersama Rin, orang yang paling aku sayangi tidak bisa kulupakan begitu saja.

Aku kembali fokus pada rangkaian bunga-bunga yang kubuat sebagai kalung untuk Rin. Sedangkan Rin sendiri sedang sibuk dengan... aku tidak tahu.

"Selesai," kataku dengan puas beberapa menit kemudian. Aku memandangi kalung bunga yang berhasil kubuat. Rangkaian bunga mawar, lili, melati, dan juga anggrek. Pasti cocok sekali untuk Rin. Aku mengangkatnya dan mendekatkan kalung itu pada Rin.

Rin tersentak ketika tanganku sudah menyenggol lengannya. Ia seperti menyembunyikan sesuatu yang dia kerjakan.

"Kirei." Aku dapat melihat Rin membuka mulut kecilnya karena kagum dan matanya bersinar cemerlang. Pasti ia senang sekali karena dapat mengulang masa lalu, meski tidak seindah dulu, tentunya.

Aku hanya tersenyum kecil, senang melihatnya puas.

"Etto... Len, bisa buatkan..." Sebelum Rin selesai berbicara, aku sudah memutuskannya.

"Mahkota untuk ojou-sama?" potongku dengan sebuah senyum terukir di wajahku. Aku masih ingat, sejak dulu Rin suka sekali dengan bunga. Karena ia tidak pandai merangkai bunga, maka ia memintaku. Dan aku membuatkannya kalung, gelang, mahkota, dan lain-lain.

Sementara aku merangkai bunga, Rin terus sibuk dengan halnya sendiri. Aku terus merangkai. Tak lama kemudian mahkota bunga itu pun jadi.

"Rin ojou-sama, sudah selesai," ujarku. Rin mengalihkan pandang dari benda yang ia pegang menuju arahku.

"Aku juga sudah selesai!" serunya senang dengan senyuman manis di wajahnya. Aku mengerutkan kening.

"Apa yang kau buat?" tanyaku.

"Syal!" seru Rin. Ia mengeluarkan sebuah syal berwarna kuning terang. Kemudian dengan cepat ia melingkarkannya pada leherku, tanpa menunggu responku. Aku hanya bisa diam karena terkejut. "Pas, seperti yang kuduga!" serunya dengan puas.

Wajahku bersemu merah. Rin membuatkan syal untukku? Untukku? Dia buat dengan tangannya sendiri?

"I-Ini untukku?" tanyaku pada Rin. Rin hanya menganggukkan kepalanya sambil tersenyum. Aku membalas senyumannya. Kemudian aku menaruh mahkota bunga yang kubuat di kepalanya.

"Sangat cocok untukmu. Manis sekali, Rin," balasku padanya. Aku dapat melihat pipi Rin memerah. Aku hanya tersenyum melihatnya.

"A-Arigatou. Aku suka," balas Rin tergagap sambil tersenyum. Aku meraih kalung yang kubuat juga.

"Mau kupakaikan?" tawarku padanya.

"Te-Terserah Len saja," balas Rin gugup.

Aku mendekat ke arah Rin. Kemudian melingkarkan kalung itu di lehernya. Saat akan memasangnya di belakang, aku merasa ada sesuatu yang aneh.

"Kenapa ini?" Aku mencoba untuk memasang kalung itu, mengancingkannya. Akhirnya setelah beberapa lama, aku dapat memasangnya. Aku menjauhkan diriku dari Rin dan melihat ekspresinya.

Rin tampak agak menunduk.

"A-Arigatou," ujarnya dengan suara pelan.


Rin POV


"A-Arigatou," ujarku dengan suara pelan. Jujur saja, ketika Len memasangkan kalung bunga yang agak "nyangkut" tadi aku merasa jantungku tak bisa berhenti berdetak, berdetak dua kali lebih cepat. Aku dapat melihat Len dari dekat. Aku dapat merasakan napas Len yang lembut di rambutku. Semua itu membuatku teringat akan masa lalu. Aku merasa nyaman.

"Ada yang bisa saya bantu lagi, ojou-sama?" tanya Len dengan sikap formal. Aku tidak terlalu suka itu.

"Len!" Aku memarahinya seperti dulu waktu kita kecil, waktu dia tetap memanggilku dengan ojou-sama.

Len hanya tertawa kecil dan menutup mulutnya. Aku menggembungkan pipiku.

Tiba-tiba saja Len menarik kedua tanganku. Aku kaget ketika tanganku digenggam olehnya. Spontan wajahku memerah.

"Bagaimana kalau kita keliling taman ini? Seperti dulu?" tawar Len dengan ramah. Ia melempar senyum padaku. Wajahku masih memerah, aku tak bisa mengendalikannya. Aku hanya menganggukkan kepalaku pelan.

Kemudian Len bangkit dari duduknya sambil menarik tanganku. Aku bangun dari dudukku dengan bantuannya.

Setelah aku berdiri, Len menggenggam tangan kecilku. Aku hanya membiarkan tangannya menggenggam tanganku. Aku sendiri merasa nyaman. Aku merasa hangat pula.

Aku berjalan keliling taman bersama Len. Sesekali aku menengok ke kiri dan kanan. Taman ini tidak berubah banyak, masih seperti dulu. Indah, asri, dan nyaman. Membuatku ingin berada di sini sepanjang hari.

Kolam ikan yang berada di sudut kolam masih ada. Air mancur tempat burung biasa mandi (A/N: Saya nggak ngerti namanya, gomen -_-) pun masih ada di tengah taman. Bangku-bangku berwarna cokelat masih sama pula, hanya saja agak kotor.

Aku terus melangkahkan kakiku di rumput-rumput hijau yang panjang ini sambil menengok kesana kemari. Len pun begitu. Sepertinya taman ini tidak terlalu terawat. Buktinya saja kotor dan terlihat berantakan. Tapi tetap saja, ini merupakan sebuah tempat yang termasuk penting bagiku.

Aku melihat ke sudut taman. Bagian itu agak gelap. Aku ingat tempat apa itu.


Flashback

"Len, di sana gelap sekali," ujarku sambil menunjuk ke bagian sudut taman yang gelap itu. Aku tidak tahu itu tempat apa, tapi yang pasti sudut itu lebih gelap daripada bagian taman yang lainnya.

"Iya, katanya itu hutan. Yah... Hutan begitu. Gimana ngomongnya? Aku nggak tahu," balas Len sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Aku hanya mengangguk-angguk. Hutan?

"Seram, dong? Hutan itu berbahaya, ya?" tanyaku yang masih polos saat itu.

"Yah... Masalah, seram aku tidak tahu pasti. Tapi ada yang bilang kalau hutan berbahaya. Sebaiknya jangan kita masuki. Kita cari aman saja," jawab Len panjang lebar. Aku menangguk lagi.

Kemudian Len menarik tanganku. Aku tersentak kaget ketika tanganku diraih olehnya.

"Nggak peduli bahaya atau tidak, seram atau tidak, aku akan terus bersamamu untuk melindungimu!" seru Len dengan wajah berseri-seri sambil menatapku.

Aku menatap kedua bola matanya yang indah, seperti memancarkan tekad. Kemudian aku mengangguk kuat-kuat sambil tersenyum.

"Un!"

End of flashback


Aku jadi ingat kejadian itu. Dulu aku begitu polos. Sekarang aku melihat sudut itu lagi, masih gelap seperti dulu.

Aku berhenti melangkahkan kaki lebih jauh untuk menjauhkan diri dari sudut itu. Hutan, maksudnya. Len yang tetap berjalan menjadi tertahan.

"Kenapa?" tanyanya sambil menatapku.

"Itu hutan, kan?" tanyaku tanpa memalingkan wajah dari hutan itu.

Len hanya mengangguk, mungkin dia ingat.

"Aku lupa. Lebih baik kita tidak ke sana, ya?" balas Len. Aku mengangguk.

"Sudah sore, nih. Sebaiknya kita pulang?" tanya Len. Aku mengangguk lagi.

Kemudian aku dan Len berjalan pulang. Mumpung rumah kami berdekatan.

.

.

Aku berdiri di depan pintu rumahku. Aku melihat ke arah rumah Len sebentar sebelum memasuki pintu. Aku melihat Len yang memasuki rumahnya. Aku pun memasuki rumahku.

"Tadaima," ujarku.

"Okaeri. Senang jalan-jalannya?" sambut Kaito-kun. Aku hanya mengangguk kecil.

"Sudah makan?" tanyanya lagi. Aku hanya menggeleng.

"Aku mau makan nanti saja," jawabku pelan.

Kaito-kun mengangguk. Kemudian aku memasuki kamarku.

Di dalam kamar aku melihat pergelangan tangan kananku yang dihiasi bunga-bunga cantik. Gelang bunga yang dibuat oleh Len. Aku mengambil sebuah cermin yang berada di meja dekat tempat tidurku lalu bercermin sebentar. Mahkota bunga yang berada di kepalaku juga masih segar dan indah. Aku hanya tersenyum sendiri.

Dengan pelan aku menaruh mahkota dan gelang itu di meja. Sebelum aku menarik selimut sampai ke dagu, aku melihat kedua barang itu lagi, lalu tersenyum.


Len POV


Aku duduk di kelas. Kayaknya Rin belum datang. Sambil menunggunya datang, aku mengingat-ingat kejadian kemarin. Kemarin aku dan Rin mengulang masa lalu. Tanpa gangguan siapa pun, termasuk Kaito.

Belum sempat aku mengulang semua memori kami kemarin, tiba-tiba ada yang menutup mataku dari belakang.

"Siapa, nih?" tanyaku langsung tanpa basa-basi.

Aku mendengar sebuah tawa yang tertahan.

"Rin, jangan macam-macam," ujarku langsung, begitu menyadari bahwa yang menutup mataku adalah Rin.

Akhirnya aku dapat melihat dengan jelas lagi. Sedangkan Rin menarik kursi yang berada di sampingku dan kemudian duduk.

"Kok, bisa tahu kalau itu aku, sih?" tanya Rin sambil duduk bertopang dagu, sementara wajahnya menengok ke arahku. Pita putih besar yang dipakainya bergoyang sesuai irama angin.

"Kita ini sudah berteman berapa lama, hei?" balasku sambil meliriknya. Rin hanya tertawa kecil.

"Pagi-pagi pacaran. Weii~ Nggak boleh diganggu, nih," aku mendengar seseorang berkata. Siapa lagi kalau bukan sobat... eh, si maniak negi itu?

"Berisik! Siapa yang pacaran!" Aku langsung meneriakinya. Mikuo hanya meringis kemudian mengambil kursi di depanku bersama... aku nggak kenal itu siapa. Eh tunggu. Tapi kalau dilihat-lihat kok, familiar gitu, ya?

"Yo, Len-kun!" serunya sambil melambaikan tangannya padaku. Aku langsung merasa waktu berhenti untuk beberapa saat. Rambut cokelat kekuning-kuningan yang diikat dua dengan tidak begitu rapi dan mata cokelat gelap? Ia membawa lollipop di tangannya. Siapa lagi kalau bukan Yuka-san?

"Yu-Yuka-san?" tanyaku tergagap, memastikan kalau itu adalah dia.

Gadis itu hanya mengangguk. Sementara ia masih terus tersenyum.

"Yuka-chan!" seru Rin. Ia memajukan tubuhnya sedikit, sehingga bisa lebih berbicara dengan luas pada Yuka-san. Aku hanya menatap sekeliling dengan pandangan bingung. Kenapa Yuka-san duduk di depan Rin, di samping Mikuo? Yang penting, kenapa dia bisa berada di kelasku? Bukannya ia tidak sekelas denganku?

"Halo, Rin-chan! Aku pindah ke kelasmu mulai hari ini!" seru Yuka-san dengan bersemangat.

Ara... Yuka-san pindah ke kelasku rupanya? Aku melihat Yuka-san mengedipkan mata ke arahku. Ia dan Rin kemudian berbicara lagi. Aku hanya tersenyum kecil. Yuka-san tetap berusaha membantuku? Baiklah, kubiarkan kalau memang itu maunya.

"Wah? Senang, dong!" balas Rin yang juga bersemangat. Ia mengobrol sebentar dengan Yuka-san. Aku menengok ke arah Mikuo dan memberinya glare. Ia hanya tersenyum-senyum saja padaku.

"Kenapa?" tanyaku dingin padanya.

"Len-chan jahat, ahh~" ujarnya manja.

Aku melempar kotak pensilku ke arahnya. Hasilnya, kotak pensil itu mengenai mukanya secara langsung.

"Darimana kau kenal dengan Yuka-san?" tanyaku lagi.

"Ara? Bukan urusanmu," balasnya. Aku hanya mendengus.

.

.

Aku keluar kelas dengan langkah lesu. Akhirnya pelajaran selesai juga. Sepanjang hari aku mendengar ocehan dari guru-guru yang bergantian mengajar. Huh, benar-benar capek.

Ketika aku hendak keluar dari pintu sekolah, menuju lapangan, aku ditahan oleh seseorang. Aku menoleh ke atas karena orang yang menahanku itu memang lebih tinggi dariku.

"Kaito?" Aku menggumam sesuatu tak jelas, menyebut nama orang itu. Namun aku tidak yakin bahwa ia tidak mendengarnya. Mungkin ia mendengar gumamanku itu.

"Yap," balasnya. Aku hanya menatapnya datar, tanpa ekspresi. Aku nggak suka padanya, sudah kubilang, kan?

"Nani?" tanyaku sambil memasang wajah datar.

"Kamu jangan dekat-dekat dengan Rin, oke? Aku ini calon tunangannya dan kau cuma teman masa kecilnya. Aku lihat kalian terlalu dekat. Kau mau merebut Rin dariku, begitu?" ujar Kaito tanpa memberikanku kesempatan untuk berbicara. Matanya menatapku tajam. Aku hanya diam. Apa maksudnya?

"Kaito-kun!" Aku mendengar sebuah suara yang familiar di telingaku.

Aku menoleh dan mendapati seorang gadis dengan pita putih besar di kepalanya sedang melambaikan tangan. Ia berjalan atau mungkin berlari-lari kecil ke sini. Kemudian menggandeng tangan Kaito.

"Ja ne!" seru Rin padaku sambil tersenyum. Aku hanya diam melihatnya pergi bersama Kaito. Sebelum pergi, Kaito memberiku sebuah senyum licik.

Kaito, aku ini memang hanya teman Rin, tapi tidak kau sadari hubungan yang kuat di antara kami? Sebelum berbicara, lebih baik berpikirlah terlebih dahulu. Atau kau akan menyesal nanti.

.

.

TO BE CONTINUED


Author: Update!

Len: *ngeliat bagian akhir* *kesel* AUTHOR, ANE MINTA MINYAK TANAH!

Author: *shock* Buat apa?

Len: NGEBAKAR KAITO!

Author: *dorong Len masuk ke gudang* Minna, saya mohon review-nya, ya. Supaya saya bisa lanjutin fic ini.