I don't own anything except this fiction.

Warning(s) : OOC, short chapter

Pairing : Oga x Hilda

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

Angelica A. Chloereve Presents

.::.

_Wind_

.::.

—A Beelzebub fan fiction—

-.-.-.-.-.-.-.-.-.-.-

"Ooii, Tatsumiii …! Lagi-lagi kau mengurus Beru-chan dengan kasar, ya?" Misaki, putri sulung keluarga Oga, mengomeli adiknya yang sedang meninabobo-kan Berubo–bayi iblis yang diurus oleh si Bungsu keluarga Oga–di kamar Tatsumi.

Lantas, si pemilik kamar pun menoleh ke arah sumber suara. Dan–oh, juga Hilda. Wanita bermata hijau emerald yang merupakan pengasuh dan 'ibu' dari Berubo itu juga ikut menoleh ke arah gadis berambut hitam pendek tersebut.

"Enak saja! Bisanya cuma menuduh! Aku mengurus Berubo dengan baik, juga! Sejak kapan aku mengurusnya dengan kasar, hah?" pemuda berambut hitam itu membela dirinya. Suaranya meninggi.

"Lantas, bagaimana kau menjelaskan maksudmu ketika kau menggantung Beru-chan di dahan pohon dengan tali yang banyak serangga yang ia takuti, hah?! Saat kau dan Beru-chan jalan-jalan ke gunung!" balas Misaki tak mau kalah. "Jelas-jelas itu membuktikan kau mengurusnya dengan kasar dan tidak baik, Baka!" Ia mengambil ancang-ancang untuk menginjak kepala adiknya.

Kedua mata Tatsumi membelalak. "Dasar Penguntit! Bagaimana kau tahu soal itu, hah?!" tanya Tatsumi kesal pada kakaknnya.

"Tentu saja aku tahu! Aku mengawasimu dan Beru-chan selalu, tahu!" jawab Misaki. "Sudah kubilang kan, uruslah Berubo dengan baik dan dengan kasih sayang! Layaknya kaulah yang menjadi ayah Beru-chan! Uruslah sebaik mungkin, Tatsumi!" Ia berjalan mendekati adiknya.

Hilda yang melihatnya hanya diam. Mata hijau emerald-nya terus melihat 'pemandangan' di depannya. Kasih sayang? Apa itu? batinnya dalam hati.

"Seperti ini!" Kini Misaki onee-chan yang mengambil alih Berubo–yang sedari tadi ditimang oleh adiknya–dan meninabobokannya juga. Namun, kali ini dengan cara yang berbeda dari Tatsumi. "Nyanyikan lagu tidur untuknya dengan lembut. Elus-eluslah kepalanya dan gerakkan lenganmu ke kanan-kiri agar ia cepat terlelap," Misaki menjelaskan. Ia meninabobokan Berubo dengan penuh kasih sayang–terlihat sekali oleh gerakannya yang lembut dan tatapan lembutnya pada Berubo, layaknya seperti ibu.

Perlahan kedua mata Berubo tertutup. Hingga akhirnya terdengar deru halus napas tidurnya. Ia sudah terlelap sekarang.

Misaki pun dengan hati-hati memindahkan Berubo ke ranjang Tatsumi. "Selamat malam, Beru-chan! Mimpi indah, ya," ujarnya pelan sambil mengecup pelan pipi Berubo yang terlelap.

Ia pun membalikkan badannya, menatap adiknya yang berdiri berlawanan dari ranjang tidurnya. "Kau mengerti, kan? Uruslah dengan baik disertai kasih sayang ketika kau mengurus Beru-chan," ujarnya sambil menyilangkan kedua tangan di depan dadanya.

"Ya, ya, yaaa …, aku mengerti," jawab Tatsumi seadanya, tidak terlalu peduli apa yang barusan dikatakan kakaknya.

Dan, langsung saja, sebuah cekikan menghantam lehernya. "Jangan bersikap tak peduli, Tatsumi! Kau harus ingat dan mencontohkan apa yang tadi kukatakan dan kulakukan!" omel Misaki.

"Arrgh …, hhh …, i-iya! A-aku m-mengerti! C-cepat le-lepaskan a-ak-ku!" jawab Tatsumi yang kesakitan dan kesulitan bernapas.

Misaki pun melepas cekikannya pada adiknya itu. Ia pun menghela napas, "Ingat, ya, Tatsumi! Kalau kau mengulanginya lagi, aku akan membunuhmu!" ancamnya dengan senyuman mematikan dan mengerikan–menurut Tatsumi. "Baiklah. Selamat malam," ujarnya sambil berlalu dari kamar adiknya.

Tatsumi yang melihatnya hanya tersenyum kecut. Ia juga merutuki kakaknya. Sedangkan Hilda–yang sedari tadi diam saja–baru menyadari Misaki telah hilang dari kamar Tatsumi. Mata hijau emerald-nya itu terbelalak, mengingat sesuatu yang hendak ia tanyakan. Ia pun segera bangkit dari kursi yang ia duduki, lalu menyusul gadis berambut hitam pendek itu.

"A-ano …, tunggu!" Hilda berseru kepada Misaki yang hampir menuruni tangga.

Menyadari dirinya dipanggil, Misaki pun menoleh. "Oh! Hilda-chan! Ada apa?" sahutnya dengan senyum khasnya.

"Ano …, boleh aku tanya sesuatu?" Hilda bertanya.

"Tentu! Kau ingin menyanyakan apa, Hilda-chan?" kakak dari Tatsumi Oga itu balik bertanya.

"Apa itu "kasih sayang"?" Hilda pun akhirnya mengajukan pertanyaannya.

Misaki agak terkejut juga mendengarnya, terlihat dari kedua matanya yang membelalak. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. ""Kasih sayang"? Hmm …, itu ... seperti–apa, ya? Yang jelas, itu adalah hal yang pertama dirasakan seseorang kepada orang yang disayanginya yang selanjutnya akan menumbuhkan rasa cinta di hatinya. Seperti memberikan kebahagiaan pada seseorang. Hal itu bisa terjadi pada siapa saja. Baik sahabat, teman, keluarga, saudara, dan yang lainnya," jelas Misaki dengan senyumannya.

Hilda sedikit terdiam tatkala mendengar rentetan kalimat penjelasan itu. Kemudian, setelah otaknya memproses apa yang didengarnya barusan, ia pun menganggukkan kepalanya, tanda bahwa ia mengerti.

"Daaan… yang terakhir adalaaaahh …," tiba-tiba gadis itu bekata lagi, melanjutkan ucapannya dengan menggantungkan kalimatnya dengan sengaja, "… kasih sayang itu bisa kau lakukan pada Tatsumi lho, Hilda-chan! Begitupula sebaliknya!" Ia tersenyum sambil meletakkan jari telunjuknya di bibirnya dengan kepala yang ia miringkan ke kanan, memberikan tatapan genit pada 'istri' adiknya itu.

Hilda terkejut mendengarnya. "M-memangnya … bagaimana caranya? Dan ... bagaimana cara mengetahui bahwa ia memberikan kasih sayangnya ... padaku?" Ia masih sedikit tidak mengerti.

"Yaaa … caranya sih perhatikan saja dirinya. Perhatian pada dirinya. Dan, untuk mengetahuinya, kau tak dapat melihatnya, namun, akan dapat kau rasakan, Hilda-chan!" jawab Misaki masih tersenyum. "Dan aku yakin sebenarnya ia melakukan hal itu padamu tiap hari! Dan besok, besok, sampai seterusnya!"

Mendengarnya, Hilda jadi blushing sendiri. Tidak menyangka apa yang tadi ia dengar dari gadis satu ini. "Begitu, ya …," gumamnya. Mata hijau emerald-nya masih memancarkan ketidaksangkaannya.

"Nah, sudah dulu ya, Hilda-chan! Tunggu saja besok! Seminggu ke depan kau perhatikan Tatsumi dan cobalah rasakan kasih sayang darinya! Oke?" Misaki menepuk-nepuk pundak Hilda. "Aku ke bawah dulu, ya! Oh ya, kemungkinan besok aku, kaa-san, dan tou-san akan pergi! Jadi ..., baik-baik ya, dengan Tatsumi dan Beru-chan! Konbanwa!"

Hilda hanya mengangguk. Ia masih diam berdiri, membeku akan apa yang ia dengar barusan. Walau sudah sedikit mengerti, ia masih mencerna kalimat-kalimat yang Misaki lontarkan tadi.

Benarkah apa yang dikatakannya tadi? Memangnya, kasih sayang yang dimaksud itu seperti apa? Dan… akankah besok aku merasakan kasih sayang dari lelaki bodoh itu? batinnya dalam hati. Hah, entahlah. Tunggu saja besok …

_To Be Continued_