Disclaimer in chapter one


Tale 8: Long Live the King


Lazlo sudah bangun sebelum sinar mentari pagi menyentuh permukaan laut. Dia melihat persiapan yang dilakukan oleh Elenor dan Lino, sesekali ikut tertawa saat Lino mengeluarkan komentar mengenai kenapa dia harus mengenakan pakaian formal seperti ini. Padahal rakyatnya sudah terbiasa melihat Lino dengan pakaian yang biasa ia kenakan, jeans pendek yang kemeja yang tidak pernah dikancing (waktu pertama kali Lazlo bertemu dengan Lino, dia kagum karena pria itu tidak sakit meski dengan pakaiannya yang minim dan udara malam Obel yang lebih dingin dibandingkan Razril). Sesekali mereka membicarakan mengenai rencana yang akan dijalankan untuk mengambil Obel dari Kooluk.

"Sekali-kali kau harus menunjukkan statusmu, Lino." Kata Elenor sambil membantu Lino mengenakan jubahnya. "Orang akan lupa kalau tidak terbiasa."

Lazlo kembali mengunyah rotinya sambil memperhatikan dengan seksama bagaimana Elenor memasangkan ikat pinggang Lino.

"Hei, sakit!" protes Lino.

"Ck, sudah waktunya untuk diet, Lino." Gerutu Elenor yang kesusahan memasangkan ikat pinggang Lino.

Mau tidak mau Lazlo tertawa mendengar omelan Elenor. Dia berlari keluar saat Lino hendak melemparnya dengan Golden Seal. Yang tentu saja langsung membuat sang tactician marah, bahkan dia sampai memukul kepala Lino. Lazlo lupa kalau Lino sudah berumur hampir separuh abad karena tingkah lakunya yang terkadang seperti anak kecil.

"Lino sedang bersiap-siap?" tanya Kika yang sedang berdiri di depan elevator.

Lazlo mengangguk. "Nampaknya Lino harus mulai diet, atau Setsu harus mencari penjahit pakaian untuk membuatkan pakaian kerajaan yang baru bagi Lino."

"Apa kau sudah sarapan?" Kika mengalihkan pembicaraan. "Masih ada waktu sebelum kita sampai di Obel."

Seharusnya Lazlo mengatakan kalau dirinya sudah makan roti, tapi dia malah bertanya. "Apa yang lain sudah sarapan?" tanya Lazlo.

"Iya. Hervey baru saja mengetuk kamarku untuk mengajakku makan."

Lazlo mengangguk. "Kalau begitu, ke lantai tiga?" tanya sang kstaria Razril sebelum menekan tombol turun di elevator.

Untungnya Lazlo berhasil menghindari tatapan sang kapten kapal The Grishend itu. Ketika mereka tiba di lantai tiga, semua kru sedang sarapan. Suara obrolan para prajurit bergabung dengan suara alat masak. Para koki kewalahan melayani mereka semua. Pagi hari saat mereka akan merebut Razril, Lazlo terlalu gugup sampai-sampai dia tidak sarapan, sehingga dia hanya bisa mendengarkan keluhan Funghi yang harus memasak non-stop dari pagi-pagi buta. "Tapi semua itu sepadan, Lazlo." Ucapnya dengan senyum bahagia.

Hari itu Jewel, Chiepoo dan Keneth membawakan sarapan ke kabin Lazlo, dan mereka berempat mengutarakan perasaan mereka. Lazlo merasa lega karena bukan hanya dirinya yang gugup sebelum pertarungan besar itu. Dan dia sangat bersyukur karena ketakutannya tidak terjadi.

Belum sempat Lazlo bertanya apakah Kika ingin sarapan bersama, teriakan Tal mengejutkannya. "Hei Lazlo! Ayo bergabung bersama kami!" Tal melambaikan tangannya. Dia duduk bersama ksatria Razril yang lain, sedang menikmati sarapan.

Kika menepuk pundak Lazlo. "Jangan makan terlalu banyak." Dan berjalan pergi meninggalkan Lazlo sendirian di depan elevator. Kika menghampiri anak buahnya yang sibuk bertengkar karena makanan, seperti biasanya. Beberapa bulan yang lalu, mereka masih duduk sesuai dengan kelompok masing-masing, dan mereka yang tidak punya kelompok memiliki pilihan untuk membuat kelompok baru atau menyendiri. Tapi sekarang, mereka semua sudah membaur. Tidak ada lagi kelompok eksklusif.

Lazlo tersenyum sebelum berjalan menuju ke Tal dan yang lainnya.

"Jadi, apa kau sudah mengatakan kepada Kika kalau kau menyukainya?" Jewel menyikut perut Lazlo sesaat setelah pria itu duduk di sebelahnya.

Tal memuncratkan minuman yang baru saja ia teguk ke wajah Chiepoo, Paula tersedak makanan yang belum selesai ia kunyah. Chiepoo mengomel-ngomel sambil membersihkan wajahnya dan Keneth memberikan air putih untuk Paula. Sedangkan Lazlo, Lazlo hanya bisa menutupi wajahnya menggunakan kedua tangannya dan menggeram marah. Jewel tertawa bahagia.

"Kau, kau suka Kika?" tanya Tal gugup.

"Aku kira Jewel hanya bercanda saja." Tambah Paula.

Lazlo ingin membantah kalimat teman-temannya, tapi dia mengurungkan niat. Dia melirik Kika yang sedang terlibat percakapan serius dengan Helmut. Agak aneh melihat mantan petinggi Kooluk bisa bercakap-cakap dengan seorang bajak laut. Lazlo menggeleng. "Aku tidak," ia menghela napas. "masih ada hal yang jauh lebih penting dibandingkan percintaan."

Kelima teman Lazlo saling melempar pandang.


Beberapa orang yang cukup dekat dengan Lino secara pribadi sempat tertawa saat melihat penampilan rapi sang raja. Sangat aneh, melihat Lino berpakaian sesuai dengan statusnya. Sang raja hanya menggeram kesal dan mengatakan kalau ini semua ide dari Elenor. "Untuk menjatuhkan moral lawan." Begitu kata Lino.

War room hampir penuh saat Lino masuk ke dalam ruangan itu. Helmut baru selesai menjelaskan kalau Troy sudah pergi dari Obel untuk kembali ke El Eal, ketika Lazlo bertanya kenapa, Helmut menggeleng. "Mungkin Governor akhirnya sadar kalau Cray adalah orang yang berbahaya."

Begitu mendengar nama Troy disebutkan, Lazlo membeku. Dia tahu cepat atau lambat dirinya harus berhadapan dengan Troy. Dia teringat pertarungan pertamanya dengan Troy, sungguh memalukan. Bahkan dia tidak bisa menggores pipi Troy, sementara Troy dan Colton menyerang mereka dengan mudah. Seolah-olah mereka sedang bertarung melawan anak kecil, bukannya tiga ksatria Razril. Jika saja Lazlo menggunakan Rune milikinya waktu itu... Tapi ada kemungkinan dirinya tidak akan selamat...

"Oke, Lazlo," suara Elenor menarik sang pemimpin keluar dari alam pikirannya. "tentukan siapa yang ikut dengan siapa. Walau aku menyarankan kalau kapal Razril ikut dengan Dauntless, The Grishend akan lebih cepat untuk bergerak dan menyerang lawan dari belakang. Sementara kapal Razril bisa menjadi umpan untuk mengalihkan perhatian lawan."

"Atau mereka bisa menyerang lawan saat Dauntless menjadi umpan." Gumam Agnes. Sedetik setelah dia mengucapkannya, Agnes langsung pucat. "Oh, maafkan saya Lady Elenor, saya tidak..."

"Tidak apa-apa, Agnes." Elenor melambaikan tangan sebagai tanda kalau dia tidak merasa tersinggung. "Malah aku senang karena kau akhirnya bisa memahami sedikit tentang taktik."

Agnes tersipu malu karena mendapat pujian.

Lazlo memberikan acungan jempol kepada Agnes sebelum menatap Elenor dengan serius. "Aku setuju dengan usulmu. Tapi semoga tidak harus ada yang menjadi umpan. Dauntless dan kapal Razril bisa menyerang kapal musuh dari dua arah secara bersamaan. Dan The Grishend bisa ikut membantu menyerang atau langsung menuju ke pelabuhan Obel untuk memulai serangan darat." Lazlo melirik Kika untuk meminta saran atau pendapat mengenai rencananya.

"The Grishend akan membantu Dauntless menenggelamkan satu kapal baru setelah itu kami menuju pelabuhan Obel."

Ketika Lazlo ingin menyarankan agar kapal Razril menyusul kapal Kika, Elenor mengatakan. "Jika informasi yang diberikan oleh Helmut benar," perempuan berambut merah itu melirik sang jenderal. Meski dia sudah memberikan banyak informasi mengenai Kooluk, bukan berati semua orang langsung menganggapnya sebagai teman. Apalagi mereka yang berasal dari Razril. "ada tiga kapal di Obel. Dua yangakan menghadang kita, dan satu lagi bersembunyi di tebing tempat Dauntless dulu disimpan."

"Tunggu, bersembunyi?" Lino mengerutkan kening. "Bagaimana kau tahu? Dan apa yang harus kita lakukan?"

Elenor tidak sempat menjawab karena seorang awak kapal masuk dan membawa berita bahwa pasukan Kooluk yang ditugaskan di Obel sedang menuju ke arah mereka. Setelah memerintah semua untuk bersiap-siap, Elenor menepuk punggung Lino dan bertanya. "Sudah siap untuk kembali menjadi raja Obel yang sah?"

"Iya. Tapi apa kau mau menjelaskan mengenai kapal yang bersembunyi itu?" Lino mengikuti Elenor keluar dari war room.


Satu kapal Kooluk berhasil ditenggalamkan oleh The Grishend yang tiba-tiba muncul dari arah berlawanan. Mereka bersorak senang, sorakan penuh kemenangan mereka bertambah besar saat sebuah kapal keluar dari lubang besar yang menganga di dekat dermaga dan mulai menembaki kapal utama 2nd fleet Kooluk.

Lino tertawa senang saat mendengar suara anaknya berteriak menggunakan terompet pengeras suara. "Apakah ini rencanamu?"

"Aku ingin meminta maaf karena telah menggunakan anakmu seperti ini," Eleno bertolak pinggang. "tapi aku tidak bisa memikirkan cara yang lebih bagus untuk mengambil alih kapal tersebut dari Kooluk."

Lino menggeleng. "Tidak apa-apa. Kau membuat keputusan yang benar, Elenor." Setelah itu sang raja menyuruh awak kapal untuk mencari terompet pengeras suara, supaya dia bisa berkomunikasi dengan anaknya.

Lazlo menatap Elenor yang berdiri di sebelahnya, merasa puas dengan jalannya pertemuran saat ini. "Kenapa hanya ada tiga kapal saja? Apakah ini tidak terlalu sedikit untuk menjaga Obel?" Lazlo tidak tahu apa rencana Troy saat dia meninggalkan Obel, tapi Lazlo yakin kalau pria itu tidak akan membiarkan Obel jatuh dengan mudah ke tangan mereka.

Elenor mengangguk sejutu. Ini baru pertama kalinya Elenor berhenti berpura-pura tegar dan menunjukkan kegelisahannya, menunjukkan kalau dirinya adalah manusia, bukan hanya seorang pengatur strategi yang handal. "Aku punya firasat tidak enak mengenai semua ini..." Dauntless berada jauh di belakang garis pertempuran, nampaknya kapal yang dipimpin oleh Wakil Komandan Katarina membuat semangat para tentara Razril yang bertugas di kapal itu berlipat ganda, apalagi hampir semua ksatria Razril berada di sana.

"Aku sudah menyuruh Akagi dan Mizuki untuk mencari informasi mengenai pertahanan Obel yang terbaru setelah Troy pergi." Elenor mengehal napas. "Tidak ada perbedaan, kecuali Troy membawa kapalnya kembali ke El-Eal." Dan hingga sekarang Akagi dan Mizuki masih berada di daratan Obel untuk mencari tahu jumlah prajurit yang tersisa.

"Mereka benar-benar ingin mempertahankan El-Eal huh?"

"Jika mereka kehilangan kastil itu, maka mereka tidak bisa melakukan serangan ke Island Nation."

Suara terompet menggema dari medan pertempuran, semua pasang mata tertuju ke arah kapal utama 2nd fleet Kooluk yang sekarang diapit oleh The Grishend, kapal Razril dan kapal milik Kooluk sendiri. Lino meneriakkan pujian-pujian untuk para tentara dan mereka yang sudah bertarung dengan sangat bagus hari ini. Dia sangat bersemangat, terlalu bersemangat bahkan. Akagi muncul setelah Mizuki, mereka melaporkan kalau jumlah tentara di daratan ada sekitar 300. Hampir sama dengan jumlah prajurit yang dimiliki pasukan Lazlo. Begitu ketiga kapal merapat dengan Dauntless, Lino langsung meneriakkan nama anaknya. Dan sang tuan putri tidak buang-buang waktu untuk segera berlari (Lazlo mendengar pekikan ngeri Setsu saat melihat Flare meloncat ke Dauntless) ke dalam pelukan ayahnya.

"Aku tidak ingin berhubungan dengan kalian." Suara Colton terdengar, membuyarkan lamunan Lazlo tentang keluarga.

"Hah, coba lihat itu!" Keneth menganggukan kepala puas. Dia bukan orang pendendam, tapi entah kenapa setelah dikalahkan oleh Troy dan Colton, Keneth sangat dendam kepada mereka berdua.

"Colton tidak berdaya tanpa Troy di sampingnya!" ledek Chiepoo.

"Akhirnya posisi kita terbalik." Kata Jewel senang.

"Lebih baik kalian bunuh saja aku," Colton menatap Lazlo. "Dari pertama kali aku melihatmu, aku tahu kalau kau akan membawa masalah. Seandainya Sir Troy tidak sebaik itu kepada kalian..." Wajah Colton yang tadinya datar tiba-tiba berubah menjadi penuh kebencian dan jijik. "Jadi desas-desus itu benar, kau bergabung dengan mereka..."

"Saya melakukan ini demi menyelamatkan prajurit-prajurit," jawab Helmut kaku dan dingin.

Lazlo melirik pria itu, kemudian kembali menatap Colton dan menggeleng. "Kami tidak ada niat untuk membunuh Anda."

Seorang awak kapal berlari ke arah Lazlo. "Ada kapal musuh yang mendekati kita dari arah belakang!"

Semua yang mendengarnya terkesiap.

"Itu, itu armada pribadi Governor." Kata Colton setelah melihat bendera yang berkibar di masing-masing kapal yang baru saja muncul.

"Huh, aku tahu kalau pertemuan barusan terlalu mudah. Ternyata mereka memiliki kapal yang banyak." Kata Lino kesal. "Apa kita bisa melewati ini?"

"Ada tiga kapal, aku rasa kita masih sanggup melawan mereka. Dauntless akan maju ke medan perang." Ujar Lazlo setelah meneropong armada yang berlayar ke arah mereka.

"Tidak ada waktu untuk istirahat. Semuanya, kembali ke pos masing-masing!" teriak Elenor.

Disaat semua sibuk melaksanakan perintah Elenor, Lino menepuk pundak Lazlo. "Aku akan bergabung dengan Flare dan yang lainnya di kapal baru kita. Aku serahkan Dauntless kepadamu."

Lazlo mengangguk.

Pertarungan ini sangat mudah, tidak butuh waktu lama bagi mereka untuk membakar kapal-kapal itu, semua serangan yang dilakukan oleh musuh tidak begitu membahayakan pasukan Lazlo. Kebahagian karena berhasil mengalahkan musuh langsung menguap saat melihat tidak ada pasukan yang meloncat keluar dari dalam kapal yang membara. Kapal yang terbakar dan masih berlayar ke arah Dauntless.

"Ayah, lihat!" teriak Flare.

Ketiga kapal itu menambah kecepatan mereka, dan dengan besarnya angin semakin membuat api semakin membesar.

"Apa yang mereka pikirkan?!" teriak Lino. "Apa mereka ingin menghancurkan kita dengan kapal mereka?"

"Mungkin, mungkin memang itu tujuan awal mereka." bisik Colton. "Jika mereka dibawah perintah Cray."

Elenor mendengus. "Cray, tentu saja." Ia menghela napas panjang.

Ada beberapa prajurit yang berteriak panik, menyuruh pengemudi kapal untuk membawa Dauntless menjauh, ada yang menjawab kalau mereka tidak bisa menghindar lagi. Tidak peduli secepat apa Dauntless.

Dia tahu satu cara untuk menghentikan kapal-kapal itu. Lazlo mengusap tangan kirinya. Elenor melihat gerakan itu. Sang ksatria Razril menatap sang tactician. "Kau tahu apa yang harus kau lakukan, Lazlo. Gunakan Rune milikmu."

"APA KATAMU?!" Keneth terkesiap.

"Hei, apa kau gila?!" protes Jewel.

"Kami tidak akan mengizinkanmu menyurh Lazlo menggunakan Rune itu!" Chiepoo berdiri di antara Lazlo dan Elenor.

"Maaf, tapi hanya itu satu-satunya opsi yang kita miliki. Gabungan Rune semua orang di kapal ini paling hanya bisa menghancurkan satu kapal. Kita tidak punya waktu lagi." Elenor mendelik marah. "Jika kau tidak punya saran yang lain, jangan mempertanyakan pengalamanku."

Lazlo menyentuh pundak Chiepoo sambil tersenyum. "Tidak apa-apa, Chiepoo."

"Apa maksudmu tidak apa-apa, Lazlo?!" Jewel mencengkram pundak Lazlo. "Kau nyaris pingsan saat terakhir kali kau menggunakan Rune ini. Dan sudah berapa kali kau tidak sadarkan diri setelah menggunakannya?!"

Lazlo menatap The Grishend, Kika masih berada di sana. Apa Kika punya rencana untuk menghentikan kapal ini? Atau sekarang dia sedang berusaha menenangkan Dario dan Hervey yang pasti sedang mengeluarkan ide-ide gila untuk menghancurkan kapal musuh. "Hanya ini pilihan yang kita miliki sekarang, Jewel." Lazlo melepaskan tangan Jewel dari pundaknya.

"Kalian yang takut akan kekuatan Rune, silahkan menjauh dari sini. Tidak akan ada yang menghentikanmu." Elenor memberi perintah.

Beberapa orang mulai mundur. Tapi Chiepoo, Keneth, Jewel, Paula, Tal dan Elenor tidak mundur.

Lazlo berjalan ke haluan, baru berhenti setelah dirinya benar-benar tidak bisa melangkah lebih jauh lagi. Ia mengembuskan napas sebelum membuka sarung tangannya. Warna merah darah dan suara memekakan telinga menenggelamkan suara-suara lain. Semua orang terkesiap, walau mereka tahu tidak ada cara lain selain menggunakan Rune of Punishment.

Kika yang melihat semua ini dari The Grishend hanya bisa mengepalkan tangan, rahangnya terkatup rapat.


Yu dan Carrie mengusir orang-orang yang berada di dalam kamar Lazlo, bahkan kelima sahabatnya. Walau Jewel dan Tal sempat protes, mereka sudah keluar sekarang. Hanya tinggal Yu dan Carrie yang berada di kamar Lazlo untuk memeriksa kondisinya. Lino sudah bertanya mengenai kondisi Lazlo, tapi jawaban yang dia dapatkan hanya berupa gelengan kepala. Dengan berat hati Lino keluar dari ruangan Lazlo (setelah agak dipaksa oleh Flare karena saat itu banyak orang yang ingin melihat kondisi Lazlo), dan meminta Yu untuk merawat Lazlo sebaik mungkin.

Lino menyuruh Flare dan Setsu untuk beristirahat terlebih dahulu di kamarnya. "Aku ingin bertemu dengan Elenor sebentar." Flare, yang biasanya membantah, kali ini melaksanakan perintah ayahnya tanpa bicara apa-apa. Setsu terkejut, tapi dia tahu kalau sekarang memang bukan waktunya untuk membantah.

Begitu Lino membuka pintu kamar Elenor, dia terkejut melihat Kika sudah ada di sana. Sang pirate berdiri di tengah ruangan. Tubuhnya kaku, rahangnya mengeras dan tangannya terkepal dengan erat. "Kita tidak tahu bagaimana kondisi Lazlo, dan kau malah mabuk-mabukan?" tanyanya dingin.

Elenor menatap ke arah pintu. "Oh, apa kau juga ingin memarahiku karena aku menyuruh Lazlo menggunakan Rune miliknya untuk menyelamatkan kita?"

Kika melirik ke belakang, tidak tertarik dengan Lino untuk saat ini. Matanya kembali tertuju kepada Elenor yang melipat kedua tangannya, memasang tampang kesal.

"Aku," Lino menghela napas. "aku rasa tanpa disuruh sekali pun Lazlo akan tetap menggunakannya untuk menyelamatkan kita." Ia melirik Kika, namun perempuan itu tidak memberikan reaksi. "Dan tidak, aku tidak datang untuk memarahimu. Aku hanya ingin tahu apa yang harus kita lakukan selanjutnya."

Kika memutar tubuh, matanya membara karena amarah. "Apa kau lupa kalau Lazlo–"

"Aku tidak lupa, Kika!" potong Lino. "Aku tidak lupa kalau Lazlo sedang terombang-ambing diantara hidup dan mati setelah dia menyelamatkan kita! Aku tidak akan lupa dengan kekuatan Rune of Punishment! Bukan hanya dirimu saja yang pernah kehilangan orang yang kau cintai karena Rune itu, Kika!" Lino menggeram marah.

Suasana yang tadi tegang dan panas mendadak sunyi dan dingin. Hanya sesekali terdengar embusan napas dari ketiga orang di dalam ruangan ini.

Hingga Elenor tertawa terbahak-bahak.

Kika dan Lino menatap perempuan berambut merah itu dengan kening berkerut.

Elenor menunjuk Kika. "Siapa yang mengira kalau Lazlo berhasil membuat orang paling tenang yang aku kenal bisa kehilangan kendali," lalu menunjuk Lino. "Dan membuat orang yang tidak suka membicarakan perasaannya mulai membicarakan perasaan?"

Lino mendengus kesal. "Ini tidak lucu, Elenor."

"Memang tidak," Elenor meneguk minumannya. "Tapi akan aku katakan sekali lagi, dan akan terus aku katakan. Kita tidak bisa melakukan apapun saat ini, kecuali menunggu Lazlo siuman. Tidak ada gunanya berlari kesana-kesini dalam keadaan panik. Jadi," Elenor menaruh botol minuman kerasnya di atas meja. Dia terlihat seperti Elenor Silverberg, sang tactician legenda. "Sekarang kita harus mempersiapkan diri untuk merebut El-Eal. Dan Lino, kau harus kembali ke Obel untuk mengurus beberapa hal sebagai raja."

Lino terdiam beberapa saat. "Kau benar, aku harus melihat bagaimana kondisi Obel sekarang."

Elenor menatap Kika yang sudah duduk. "Jika aku memberikan perintah kepadamu, apakah kau mau melaksanakannya?"

Kika mendelik marah. "Tentu saja."

"Oke, kalau begitu aku serahkan semua prajurit Kooluk yang menyerah kepadamu. Bujuk mereka untuk bergabung dengan kita, meski aku yakin kalau itu tidak akan begitu sulit."

Setelah Lazlo menggunakan Rune of Punisment, hampir separuh dari prajurit Kooluk yang berada di darat langsung menyerah.

"Kika," panggil Lino. "maaf aku tidak bermaksud teriak kepadamu seperti itu."

"Tidak apa-apa," Kika mengibas-ngibaskan tangannya. Ia menatap Lino. "Kita semua mengkhawatirkan Lazlo."

"Kau tahu," terdengar nada menggoda dalam suara Lino. "mungkin kau harus menyatakan perasaanmu kepada Lazlo."

Kika terkesiap. "Aku tidak..."

Lino tertawa saat melihat reaksi Kika. "Aku dengar Lazlo seorang pemancing yang handal."

Kika menepuk keningnya.


Hari sudah malam saat Kika masuk ke kabin Lazlo. Dia baru saja selesai melaksanakan perintah Elenor. Dugaan sang tactician terbukti benar, tidak sulit untuk mengajak para prajurit untuk bergabung dengan mereka. Sedangkan untuk mereka yang tidak mau bergabung, Lino memberikan satu kapal kecil untuk membawa mereka pulang ke wilayah Kooluk. Semua kapal sedang diperbaiki,Rune cannon juga sedang diisi lagi.

"Oh, Lady Kika." Yu terkejut saat melihat Kika berdiri diambang pintu.

"Maaf, apa aku harus keluar?" Kika tidak tahu kalau ada orang selain Lazlo di sini.

Dokter Yu menggeleng. "Tidak, tidak perlu. Jika kau mau, kau boleh menunggu Lazlo hingga siuman." Sang dokter tertawa malu sambil menggaruk-garuk bagian belakang kepalanya. "Sebetulnya aku ingin membantu Carrie di klinik, tapi dia mengatakan kalau aku harus menjaga Lazlo. Aku tahu Lazlo memang prioritas kita, tapi sebagai dokter aku tidak bisa..."

"Aku paham, dokter." Kika memotong penjelasan Yu. "Kau boleh pergi sekarang. Aku akan menjaga Lazlo. Jika itu tidak apa-apa?"

"Ya, tentu saja tidak apa-apa, Lady Kika. Sebetulnya aku ingin meminta tolong kepada salah satu sahabat Lazlo, tapi mereka sedang diberi tugas khusus oleh Lady Elenor." Dokter Yu merapikan barang-barangnya.

Kika mengerutkan kening. Dia baru kali ini mendengar Elenor memberikan tugas khusus untuk kelima orang itu.

"Jika ada perubahan dengan Lazlo–"

"Aku akan segera memanggil Anda," Kika mengangguk paham.

Dokter Yu tersenyum dan pamit pergi. Meninggalkan Kika sendirian dengan Lazlo yang belum sadarkan diri.

"Mungkin ini ide buruk," desah Kika. Tapi dia tidak tega meninggalkan Lazlo sendirian. Akhirnya Kika menarik kursi ke dekat tempat tidur, dan membaca buku yang selalu ia bawa kemana-mana.


Lazlo menggeram kesal saat ia kembali terbangun di ruangan gelap dan mengerikan yang selalu ia datangi setiap kali dia pingsan setelah menggunakan Rune of Punishment. Bola cahaya terlihat sangat jauh, lebih jauh dari terakhir kali Lazlo berada di tempat ini. Anehnya, tidak ada suara-suara mengerikan seperti yang dia dengar sebelumnya. Atau Lazlo yang sudah mulai terbiasa dengan semua ini sehingga dia tidak risih lagi mendengarnya?

Ketika bayangan sosok pemilik Rune sebelumnya muncul, Lazlo terkesiap. Sebetulnya dia sudah tahu siapa yang akan dia lawan sekarang. Tapi tetap saja dia menciut saat melihat sosok Glen berdiri di hadapannya. Tidak, itu bukan komandan Glen. Itu hanya bayangannya yang terperangkap di dalam Rune ini. Sebab jika itu adalah komandan Glen yang asli, dia tidak akan kalah hanya dengan satu serangan.

"Kau, kau jauh lebih kuat dari yang aku ingat..."

Lazlo menelan ludah.

"Kau sudah tumbuh besar, Lazlo. Aku bangga." Mungkin ini hanya bayangan Lazlo saja, tapi dia bersumpah kalau sosok di depannya sempat tersenyum sebelum berubah menjadi butiran debu.

Lazlo terjatuh di atas kedua lututnya. Untuk kedua kalinya dia melihat komandan Glen tewas. Dan tidak ada yang bisa dia lakukan.

.

.

.

.

.

Perlahan-lahan Lazlo membuka kelopak matanya, kemudian menutupnya dengan cepat. Sebab dia yakin kalau dia masih bermimpi. Jika tidak, bagaimana mungkin sekarang Kika berada di dalam kabinnya? Terdengar suara buku ditutup.

"Lazlo?" panggil Kika pelan.

Mau tidak mau Lazlo membuka lagi kelopak matanya, dan dia tidak kecewa, sebab dia melihat kelegaan terpancar dari mata Kika. "Um, berapa lama aku pingsan?"

"Tiga hari," jawab Kika sambil memberikan air putih untuk Lazlo. "Semua baik-baik saja dan Lino masih sibuk mengurus Obel. Mungkin dia tidak bisa ikut dengan kita untuk beberapa saat, begitu juga dengan Katarina. Dia diminta kembali ke Razril untuk mengurus beberapa hal terkait dengan ksatria Razril."

"Oh." sahut Lazlo."Jadi aku berhasil menghancurkan kapal-kapal itu?"

Kika mengangguk, dia terlihat bangga. "Ya, kau berhasil."

Belum sempat Lazlo bertanya kenapa Kika berada di sini, pintu kabinnya terbuka. "ASTAGA, LAZLO! KAU SUDAH SADAR?!" pekik Jewel nyaring.

Seketika itu juga kelima sahabat Lazlo sudah berada di dalam kabinnya. Lazlo kewalahan menjawab pertanyaan-pertanyaan mereka. Dia nyaris tidak melihat Kika keluar dari kamarnya, tapi sebelum Kika menutup pintu kabin, dia tersenyum kepada Lazlo.

Ya, itu sudah lebih dari cukup untuk sekarang.