A/N: Ahaha.. ini tema yang ditentukan dan isi jauh sangat. Terus ini ga dicek jadi ya.. baca sajalah.

Disclaimer: Kuroko no Basket © Fujimaki Tadatoshi.

Warning: AOKISE. Romens-gagal, alay, garing, OOC?, dsb.


Aomine bukanlah orang yang romantis.

Ini dibuktikan pada saat Aomine menyatakan perasaannya pada Kise. Saat itu mereka sedang bermain one-on-one seperti biasa, sampai akhirnya tiba-tiba Aomine menunjuk Kise dan bilang, "Mulai sekarang akan jadi pacarku, Kise."

Reaksi pertama Kise: Tertawa. Tertawa sampai ia benar-benar puas sekali. Aomine langsung marah-marah karena malu. Aomine bukanlah Akashi yang bisa seenkanya memerintah, meski begitu, dalam hati Kise merasa bahagia sekali. Senang, gugup, semua jadi satu. Beberapa hari setelah itu, Kise langsung dilanda penyakit orang jatuh cinta: Ceroboh, suka melamun, ngegalau, dsb.

"Apa yang harus kulakukan, Kurokocchi?"

"Terima saja, kau juga menyukainya 'kan, Kise-kun?"

Siangnya, pada saat jam makan siang, Kise langsung berlari menuju ruang siaran radio Teikou, meminta izin untuk memakainya pada pihak yang bersangkutan, dan mengumumkan kalau ia menerima pernyataan Aomine, dengan konsekuensi seisi sekolah tahu.


DUAK. "Kenapa tiba-tiba memukulku sih, Akashi?!"

"Jujur saja aku capai melihat kau dan Ryouta," terang Akashi, "Aku tahu kau dan Ryouta sama-sama menyukai satu sama lain, jangan tanya aku tahu darimana, kenapa tidak pacaran daripada seperti ini?"

Aomine mendengus, sambil memutar-mutarkan bola basket dengan jari telunjuk kanannya, "Merepotkan sekali."

"Besok kau harus menembak Ryouta, atau latihanmu akan kunaikkan 10 kali lipat." Titah Akashi yang lalu meninggalkan Aomine yang sudah membeku bersama Murasakibara yang senantiasa mengekornya dengan berbagai macam makanan ringan.

"APA-APAAN ITU?!"


Aomine bukanlah orang yang romantis.

Ini terlihat pada saat bulan kedua mereka berkencan. Jika pasangan pada umumya merayakannya dengan pelukan hangat atau ciuman dipagi hari sambil berkata, "Happy 2nd mensiversary*, dear!", maka beda dengan Aomine dan Kise. Di bulan kedua mereka pacaran, mereka merayakannya dengan bermain one-on-one seperti biasa dilapangan basket dekat rumah Aomine. Kise tidak merasa keberatan kok, meski cara perayaan ini agak aneh, tetapi ia tetap menikmatinya.

Mereka bermain sampai larut malam. Aomine memutuskan untuk mengakhiri permainan mereka. Kise sudah tepar dipinggir lapangan. Ia merasa capek sekali, sampai berdiri saja tak mampu. Peluh membasahi tubuhnya. Sepertinya ia akan beristirahat sebentar disini—tanpa memperdulikan kemungkinan flu atau apapun.

"Hei Kise, lihat ke atas."

Kise membuka matanya. Ia terkejut. Ia terpesona oleh pemandangan didepannya. Sebuah langit malam penuh dengan bintang yang terbentang sejauh mata memandang. Ini sangat cantik. Kise tersenyum tipis. Ia tidak bisa percaya kalau Aomine bisa menemukan tempat sebagus ini.. ia pasti sudah bekerja keras.

"Met bulan kedua, Ryouta."

"Terima kasih, Daikicchi!" balas Kise sambil memeluk Aomine erat.


"Kau tak akan merayakannya?" tanya Kuroko disaat jam makan siang.

Aomine melihat Kuroko dengan tatapan bingung. Perayaan? Apa yang harus ia rayakan?

"Bulan kedua kau jadian dengan Kise-kun." Ujar Kuroko seakan bisa membaca pikiran Aomine.

"Oh," Aomine mengunyah roti isinya, "Memangnya harus ya? Repot banget!"

Kuroko mendesah. Dihirupnya lagi vanilla milkshake kesukaannya. "Aku kasihan pada Kise-kun."

"Apa maksudmu, Tetsu!" Aomine berteriak kearah Kuroko, namun ia mengabaikannya dan tetap meminum milkshake-nya.


Aomine bukanlah orang yang romantis.

Ini terbukti pada bulan ke-6 mereka pacaran. Aomine sibuk mengurusi SMA barunya, begitu pula Kise, jadi mereka jarang menghabiskan waktu bersama, apalagi dengan jarak kedua sekolahnya yang berjauhan. Lagipula Kise tidak keberatan dengan hal itu. Mereka berdua sibuk, jadi ia bisa memaklumi hal itu.

Tapi.. setidaknya ia ingin Aomine menelponnya meski cuma sebentar.

Krriiiing.

Pik. "Yo Kise, kau disana?" sapa Aomine dari seberang telepon. Kise tidak bisa berhenti tersenyum seperti orang idiot. Aominecchi itu belajar membaca pikiran dari Kurokocchi atau gimana sih?

"Aominecchi! Lama tak bersua!" seru Kise ceria, berusaha menyembunyikan nada sedihnya, "Apa kabarmu?"

'Apa kau menelepon untuk merayakan bulan ke-6 kita?'

"Baik, meski Satsuki selalu mengomeliku tentang pendaftaran ke Touou blablabla." Keluh Aomine, "Bagaimana Kaijou?"

"Menakjubkan!" Kise berbohong, "Ne, aku baru saja melihat gym di Kaijou, dan itu luaaass sekali! Kupikir aku akan betah disini. Aku harap kau ada disini, Aominecchi!"

'Kalau kau disini kita jadi bisa merayakan bulan ke-6 kita bersama.'

"Kise—"

"Kudengar Touou juga keren!" Kise menghiraukan panggilan Aomine. Dirinya mulai terisak, "Apa kau senang di Touou—?"

"Kise," potong Aomine, "kau menangis?"

Ap—apa?

"Ti-tidak! Jangan ngawur deh, Aominecchi! Mengapa aku harus menangis? Aku 'kan sedang senang—"

"Jangan bohong, Ryouta. Aku tahu kalau kau sedang menangis." Aomine bersikukuh. Kise jadi terdiam. Ia memang tidak pandai berbohong.

"Kenapa?"

'Karena aku merindukanmu—' Ingin sekali Kise menjawab seperti itu, tapi ia malu. Ia takut Aomine malah akan mentertawakannya.

"Hah," Aomine menghela napasnya, "Hei, tutup matamu sekarang."

"Hah?"

"Kubilang tutup matamu sekarang! Dan dengarkan baik-baik, jangan tanya!" perintah Aomine. Kise pun akhirnya menurut saja.

'Kira-kira Aominecchi mau apa ya—'

"Cup,"

Kise membelalak. Suara tadi..

"Hadiahku di bulan ke-6! Kau pikir aku lupa ya? Aku harus pergi, dadah!" Aomine memutus teleponnya dengan terburu-buru.

Kise terkulai lemas. Ditutupi muka tampannya yang sudah memerah hebat. Kise tertawa, Aomine masih memikirkannya.

Perlahan, Kise mulai membuka hp-nya, dan mengirim pesan pada Aomine, "Terima kasih, Aominecchi. Hadiah bulan ini dariku akan kubalas saat kau kembali nanti."


Aomine melihat kalender sejenak. Rasanya hari ini ada hal penting yang ia lupakan.

Rapot sudah, uang bayaran sudah, blablabla mengenai Touou sudah semua, tapi rasanya masih ada yang kurang.

"Kau tidak merayakan setengah tahunmu dengan Ki-chan?"

Ah. Ia baru ingat.

"Mattaku, kau benar-benar hopeless ya, Dai-chan! Setidaknya telepon Ki-chan kek!" keluh Momoi.

Aomine menjulurkan lidahnya pada Momoi, tidak perduli dengan perkataan Momoi, sementara tangannya sibuk mencari kontak Kise dengan was-was.


Aomine bukanlah orang yang romantis.

Terbukti pada saat bulan ke-9 mereka berkencan. Pagi-pagi buta Kise sudah bangun pagi, mandi, merapikan diri, dan memasak sarapan pagi karena Aomine bilang ingin kerumahnya. Tentu ia tegang. Aomine dirumahnya, di hari perayaan mereka, tanpa kedua orang tuanya dirumah, entah apa yang akan Aomine perbuat.

Namun sampai matahari hendak berselimut dibalik kaki bukit, Aomine tidak kunjung datang. Apa sekarang ia benar-benar lupa? Bahkan ia tidak menerima satu pesan pun dari yang bersangkutan, meski ucapan selamat mengalir deras di handphone-nya. Mulai dari Kuroko, Akashi, rekannya di Kaijou, bahkan sampai murid sekolah lain—macam Kagami, Takao, dll. Mungkin Aomine sudah tidak suka lagi padanya, mengingat Kise baru saja kalah dari Aomine di Interhigh.

"Benda sial Gemini hari ini adalah baju." Kata Midorima disalah satu sms-nya. Kise menatap sms itu sekali lagi dengan mata memicing. Masa ia harus percaya pada ramalan itu sih? Ini tak masuk akal! Dan kalau Midorimacchi sampai mendengarnya bisa-bisa ia ditimpuk oleh satu buku tebal berisi penuh dengan ramalan Oha-Asa.

Mungkin ia harus mencoba ya..

Ting Tong.

"Sebentar!" Kise segera berlari menuruni tangga dan membuka pintu depan kecoklatannya. Di depan pintu rumah, ia melihat ada buket mawar merah yang besar, beserta seorang dim dengan jas lengkap dari atas sampai bawah. Kise sweatdrop. Ini Aominecchi?

".. Apa yang kau lakukan?" sekarang giliran Aomine yang keheranan. Setelah berangkai kata-kata romantis yang ia susun dibantu oleh Satsuki dan segenap personil Kiseki no Sedai (atas ancaman Akashi tentunya), ia malah mendapati Kise yang topless dan kancing celana jeans yang juga hampir terlepas.

"Bu—bukan yang seperti kau pikirkan, Aominecchi! Ini saran Midorimacchi—"

"Mungkin ada untungnya aku menonton tontonan si kacamata pagi ini." kata Aomine sambil mengigit ujung benda bulat keperakan yang terhubung—astaga apakah itu borgol?—dengan seduktifnya. Kise menelan ludahnya, ini akan menjadi malam yang panjang.

"Ayo kita bicarakan mengenai ini, Ryouta, di ranjang."

Sepertinya Kise harus menitipkan krim penghilang rasa sakit kepada daftar belanja ibunya.


"Lucky item Virgo hari ini adalah sebuket bunga mawar."

Aomine memicingkan matanya kepada sosok kacamata didepan rumahnya. Ia sudah telat kerumah Kise, sekarang masalahnya bertambah dengan adanya Midorima disini!

"Kalau mau lebih beruntung lagi, bawalah borgol ini. Ini juga akan meningkatkan hubungan asmaramu dengan seorang Gemini." Terang Midorima sambil menyerahkan 'lucky item'-nya.

"Aku akan SANGAT beruntung kalau kau cepat pergi dari sini!" nada Aomine meninggi. "Ngapain sih kau disini?"

"Jangan berpikir kalau aku sengaja kesini ya! Aku hanya kebetulan mempunyai barang-barang itu saja, jadi daripada sayang mending aku kasih ke kamu!"

"Bohong~ Padahal Shin-chan kemarin mati-matian nyari gara-gara gak mau 'anu' nya melayang digunting Akashi." Ledek Takao. Midorima memberi tatapan membunuh terbaiknya.

"Aku tidak but—"

"Kalau begitu aku pergi dulu! Jangan lupa 'lucky item'-nya!" Midorima langsung melesat meninggalkan rumah Aomine, meninggalkan si lelaki tan yang hanya bisa bengong karena tidak mengerti.

"Ck, apa-apaan itu, dasar tsundere.."

Tak lama kemudian, Midorima kembali, kali ini dengan membawa Akashi dan personil Kisedai lainnya. Minus Kise tentunya.


Aomine tidaklah romantis.

Hari ini adalah tepat setahun mereka berkencan. Mereka memutuskan untuk merayakannya dengan perayaan normal. Makan, nonton, ke taman hiburan, atau apapun itu. Mereka janjian didepan restoran Maji, dan hebatnya Aomine tidak lupa maupun telat, ia datang lebih pagi dari biasanya.

Kise tegang. Ia menanti hadiah dari Aomine. Tahun ini ia membelikan Aomine sepasang sepatu kets idaman Aomine, yang harganya lumayan mahal tapi kualitasnya mendewa. Aomine berterima kasih mengenai itu. Ia langsung memakainya dan mengatakan bahwa ia tidak sabar untuk menggunakannya saat bermain basket nanti.

Kise mengingat-ingat hadiah-hadiah yang diberikan Aomine. Hadiahnya tidak begitu istimewa, namun sanggup membuat Kise berdebar kencang. Aomine selalu mengejutkannya—meski ia tidak yakin kalau semua hadiah itu hasil ide dia sendiri—karena itu ia sangat menantikan hari ini, bahkan dari jauh-jauh hari. Bahkan Kise sempat berimajinasi mengenai hal ini/

"Kise," Aomine berbisik sambil melingkarkan pinggangnya yang ramping. Nafasnya menggelitik telinga kirinya, sementara tangan kanannya bergerak hingga sejajar dengan dirinya. "Hadiahku bulan ini adalah.. aku."

GA. MUNGKIN. BANGET.

Aomine jadi mendadak jadi kayak gitu! Bukan Aomine banget deh! Kise sendiri saja sampai bergidik membayangkannya. Bisa-bisanya ia ngarep ketinggian sampai pada taraf tidak termaafkan(?) seperti itu! Gila! Benar-benar gila! Diusirnya khayalan sinting itu dari pikirannya.

"Oi," Aomine menepuk pundak Kise dari belakang, "ngapain bengong?"

"G—g—gak!" Kise menjawab dengan terbata-bata, mukanya masih merah karena tadi.

"Filmnya masih 2 jam lagi. Aku bosan. Kutanya sama mereka disini ada lapangan basket apa nggak, ternyata ada tapi agak jauh. Mau tanding?" ajak Aomine. Selalu ya mengisi waktu luang dengan basket.

Kise melihat kearah antrian bioskop. Itu memang sangat panjaaang! Wajar sih, mengingat ini adalah weekend. Semua orang pasti ingin menonton, terutama para pasangan-pasangan bahagia diluar sana. Kise tersenyum, bermain one-on-one sebentar bukanlah hal buruk.

"Ayo!"

..

..

..

Namun karena pada dasarnya kedua bocah ini adalah maniak basket, mereka keasikan bertanding sampai melewatkan film yang akan mereka tonton.

"Huwaaaaaaaaaa, Aominecchi sih mengajakku main terus!" rengek Kise. Ia berguling-guling di tengah lapangan basket saking ngambeknya. Kekanak-kanakkan sekali.

"Kau sendiri menantangku terus!" bela Aomine. Ia dan Kise sekarang jadi saling adu mulut tidak mau mengakui kesalahan masing-masing. Keduanya sama-sama kekanak-kanakan.

Setelah saling berguling-guling di lapangan, akhirnya Kise berdiri, membersihkan celananya, dan memantul-mantulkan bola basket dengan tangan kanannya sambil menunjuk Aomine dengan jari telunjuk kirinya, "Bagaimana kalau kita tentukan dengan satu ronde lagi, Aominecchi? Yang menang yang benar dan berhak memerintah yang kalah!"

"Siapa takut? Ingat, yang bisa mengalahkan aku cuma aku!" ujar Aomine bersiap-siap melakukan satu ronde pertandingan basket lagi.

..

Tak peduli berapa banyak waktu yang berlalu, Kise tetap saja tidak bisa mengalahkan Aomine.

Terkutuklah Kagami dan Kuroko yang berhasil mengalahkannya. Karena dengan itu, Aomine jadi rajin berlatih, dan kemampuannya menjadi lebih tidak dapat dipercaya. Kise sendiri juga berkembang, ia bisa menggunakan Perfect Copy dalam rentang waktu yang lebih lama, namun tetap saja ia kalah.

"Sudah menyerah?" ejek Aomine. Ia melakukan formless shot yang seakan mentertawakan kegagalan Kise.

"Hm." Kise ngambek karena kalah. Ia duduk bersila sambil menunggu 'keputusan' pemenang. "Kau menang, Aominecchi. Sekarang kau mau apa?"

'Apapun asal jangan memakai nekomimi atau sejenisnya..' Kise harap-harap cemas. Seorang Aomine bisa melakukan apa saja terhadapnya, apalagi dalam kondisi seperti ini. Ih membayangkannya saja takut.

Aomine diam. Ia tampak berpikir. Setelah cukup lama, akhirnya ia berjalan mendekati Kise, menarik kerah kemeja Kise—tanpa memeperdulikan teriakan keberatan yang bersangkutan—dan membawanya kedalam sebuah ciuman.

"Ini," Aomine menyisipkan sebuah cincin ke jemari manis Kise, "untukmu."

Kise menatap cincin itu lekat-lekat. Sebuah cincin mungil berwarna perak kebiruan dengan batu berwarna keemasan ditengahnya. Lalu di bagian dalam cincin ada sebuah ukiran bertuliskan 'AoKi'—sebuah istilah yang melambangkan mereka berdua. Kise tidak percaya ini. Apa mungkin..?

"Aominecchi, ini.."

"Kau," Aomine menunjuk Kise, "Mulai sekarang akan menjadi istriku."

Kise melongo.

Dimana lamaran romantisnya?

Padahal tadi suasananya sudah pas sekali.

"Hmph, kau bodoh sekali, Ahominecchi."Sebodoh pada saat kau menembakku.

"A-apa maksudmu mengataiku seperti itu!"

Aomine misuh-misuh, lalu menggelitiki Kise. Kise tidak bisa berhenti tertawa sehingga ia mendorong Aomine agar ia berhenti tetapi malah terjatuh tepat diatasnya.

"Aominecchi, kau ingat kan kalau kita belum cukup umur untuk menikah?"

"Errrr… iya kurasa," Aomine mengeryit. Sejak kapan ada peraturan seperti itu?

"Tapi kurasa aku akan menunggu," Kise mengecup cincin itu, "2 tahun lagi, aku akan menagih janjimu, Aominecchi."

Aomine menatap bola mata keemasan Kise erat-erat, lalu menyunggingkan sebuah senyuman. "Ya. Asal kau tidak cepat bosan saja."

"Aku tidak akan bosan dengan Aominecchi-ssu! Karena aku cinta Aominecchi-ssu!" Kise mencium Aomine di pipi, membuat si pemilik rambut biru tua itu sedikit memerah.

"…Mungkin malah aku yang bakal bosan denganmu ya."

"Aominecchi jahat-ssu!"

Kise memukul dada Aomine dengan pelan, namun dihentikan Aomine ketika ia memegang pergelangan tangannya erat.

"…Aominecchi?"

"Ah, tidak." Aomine mengusap matanya, berusaha menghilangkan 'pikiran tidak-tidak'nya, "Mau main one-on-one lagi?"

"Un!"

Dan keduanya pun bangkit, dan kembali men-dribble bola basket yang sempat terlupakan.

.

.

.

.

Kise tersenyum lebar ketika melawan Aomine. Tak henti-hentinya ia memandangi cincin berwarna perak kebiruan itu.

Aomine tidaklah romantis, dan Kise tahu itu, tapi ia tetap mencintainya sepenuh hati.

FIN


A/N: Maksa banget saya publish hari ini, karena ini fic mau dijadiin kado buat… CHARLES GREY! Selamat ultah Grey-san! (Eh bener kan ya? Saya kadang suka tertukar antara anda dan Mint-san!) Semoga UN-nya sukses ya! Lalu satu lagi buat… SAYA SENDIRI. HAPPY BIRTHDAY SEMOGA MAKIN GA MALES DAN MERATIIN PELAJARAN BUKANNYA MALAH MIKIR PLOT FANFIC! #okerusuh

Oke, jadi yang dicetak miring itu ya flashback, tau kan? Btw, flashback buat yang terakhir rencanyanya bakal saya jadiin spin-off gitu. Berminat? #ga

Abaikan yang diatas, bagaimana fic ini? Sampaikan lewat… taulah.

~Sign,

Mochiyo-sama