A/N : RnR Please?


Chapter 14


"Perkenalkan, aku Akashi Seijuurou. Aku kapten tim basket Teiko dan juga teman anak anda— Tetsuya."

DEG!

Bila Seijuurou tetap tenang dan memasang wajah yang terlihat seperti tidak terjadi apa apapun, lain halnya dengan Katashi. Tampang terkejut dan mata yang terbelalak kini menghiasi paras wajahnya yang terlihat letih.

Tentu saja hal ini tidak luput dari penglihatan Seijuurou dan yang lainnya, termasuk Tetsuya.

"Otou-san? Ada apa?" tanyanya bingung.

Mirip seperti sebuah mantra, pria bersurai cokelat itu tersadar dari lamunannya— atau lebih tepatnya, dari rasa terkejutnya. Sedangkan yang lain hanya menatapnya dengan bingung.

Dan oh, jangan lupa dengan suasana yang canggung sebagai hasilnya! Ingin melepas suasana yang tidak nyaman ini, dengan sigap, Katashi langsung memasang tampang berwibawanya kembali, seraya menatap Tetsuya, kemudian Seijuurou, secara bergantian.

Ia lalu berdehem pelan, "Tidak apa-apa, Tetsuya," balasnya singkat—

— namun tidak berefek pada Tetsuya yang masih sibuk menerka-nerka dibalik wajahnya yang kelewat datar, mengenai apa yang ada dalam pikiran ayahnya itu.

"Be— "

"Hm. Paman sepertinya tidak menyangka akan bertemu denganku lagi secepat ini. Aku benar, 'kan, Kuroko-san?" sambung Seijuurou.

"A-ah, ya. Begitulah," jawabnya singkat. Selang beberapa detik, Katashi kembali membuka mulutnya , "Tidak 'ku sangka bisa bertemu lagi denganmu seperti saat ini, Akashi-kun."

"Eh? Jadi Otou-san dan Akashi-kun sudah pernah bertemu? Kapan?"

Walau wajahnya terkesan datar, tapi sinar matanya tetap tidak bisa menyembunyikan fakta bahwa ia sangat antusias mengenai pertemuan antara ayahnya dengan remaja beriris heterochrome itu.

Ingat? Tetsuya tidak pernah memperkenalkan Seijuurou dan anggota Kiseki no Sedai pada orang tuanya. Jadi, tidak heran kalau ia seperti ini.

"Waktu itu, kami berpapasan di supermarket."

"Benar. Lebih tepatnya bertabrakan, sih. Waktu itu, ayah sedang terburu-buru. Makanya ayah tidak memperhatikan sekitar dan malah berlari dengan kencang. Akhirnya menabrak Akashi-kun," ujarnya seraya mengingat kembali kejadian tersebut. "Sekali lagi, maafkan paman, ya."

Seijuurou tersenyum tipis, "Sudah aku bilang kalau itu tidak masalah, Kuroko-san."

"Nah, daripada itu, apa kalian mau buah? Ah, Tetsuya-kun bilang kalau ini pemberian kalian. Terima kasih banyak ya!" Mana lalu menunduk sopan, "Maaf sudah merepotkan kalian."

"Maa maa~ Sama sekali tidak merepotkan kok, Ibunya Kurokocchi!"

"Aa.. Lagipula, sebagian besarnya itu dari si ke— "

"Kau mau bilang apa, Daiki?"

Aura mencekam kini kian terasa dalam ruangan itu. Lantas, semuanya— kecuali Tetsuya dengan wajah datarnya dan Murasakibara yang sedang asyik bermesraan dengan keripik kentangnya— langsung bergidik ngeri. Midorima, Momoi, dan Kise, langsung mendoakan Aomine agar dia selamat dari sang iblis merah — ya, kurang lebih seperti itu, mungkin. Sedangkan remaja berkulit tan itu sendiri malah mengutuk perkataannya tadi.

Aomine tertawa garing, "Ma-maksudku si ke-ke-KETUA! Ya, sebagian besar buahnya dibeli oleh ketua tim basket kami. S-Seperti begitu! A-Ahahahaha!," ujarnya sambil menggaruk kepalanya yang sama sekali tidak gatal— atau mungkin, Aomine kutuan? Entahlah. Hanya dia dan Tuhan yang tahu.

"Hmm"

"A-Apa?"

"Tidak"

Di lain sisi, Katashi terus-menerus memperhatikan satu-satunya sosok yang beriris heterochrome itu. Ia merasa takjub dengan aura di sekeliling Seijuurou yang membuat ia dipatuhi— atau ditakuti?— oleh anggota timnya. Katashi menyimpulkan hal tersebut berdasarkan atas apa yang ia lihat baru-baru ini. Bahkan, ia pun sempat merasakan hal yang sama seperti mereka.

'Inikah Akashi Seijuurou?' batinnya sambil terus menatap Seijuurou yang sedang memojokkan remaja bersurai biru tua itu agar ia mau mengatakan yang sesungguhnya. Aomine sendiri langsung sembah sujud meminta pengampunan pada sang kepala suku— maksudnya, Akashi Seijuurou.

"Akashi-kun, jangan sering marah-marah," timpal Tetsuya tanpa berpikir panjang, "Nanti Akashi-kun jadi cepat tua. Mirip kakek-kakek. "

"Pfft—!"

Kedua iris mata aquamarine-nya yang terlihat bagaikan dua bola kristal itu menatap bingung teman-teman se-tim-nya. Semuanya terlihat seperti sedang sibuk menahan sesuatu. Oh ayolah! Midorima yang tadinya terlihat kalem-kalem saja, kini terlihat sedang berusaha menyembunyikan semburat merahnya dengan cara menutup wajahnya dengan tangannya yang terbalutkan perban itu. Lalu Momoi yang sebenarnya tidak terkena batuk, malah terus-menerus berdehem entah kenapa. Sedangkan Aomine dan Kise, mereka berdua terlihat sedang bersusah payah menahan air mata yang mulai keluar di setiap sudut mata mereka, sambil tangan kiri mereka memegang perut dan tangan kanan menutup mulut mereka masing-masing. Bahkan si bayi raksasa itu pun tersendak kripik kentangnya sendiri, hal yang sebenarnya langka terjadi bila kita berbicara soal Murasakibara si tukang makan yang— profesional?

"Kalian kenapa?" tanyanya seraya sedikit memiringkan kepalanya. Benar-benar seperti anak kecil yang masih polos tanpa dosa, pikir mereka kompak.

"Ti-tidak apa-apa, Kurokocch— ppfft!"

"Ryouta. Persiapkan dirimu untuk latihan 4 kali lipat setelah kita sampai di rumahku nanti," ucap Seijuurou dengan senyuman khasnya seraya menunjukkan sinar mata yang seakan-akan dapat membunuh setiap orang yang melihatnya. Kise yang terlihat pucat pasi bagaikan mayat adalah bukti konkritnya.

Kedua iris Seijuurou kembali menatap Aomine, Midorima, dan Murasakibara satu-per-satu secara bergantian. Ia kembali menyunggingkan senyumannya yang khas dan berkata, "Begitu pula denganmu, Daiki. Shintarou dan Atsushi, latihanmu akan 'ku gandakan dua kali lipat. Sedangkan kau, Satsuki, kau sungguh beruntung hanya menjabat sebagai manager di sini— "

Momoi langsung memamerkan senyuman manis penuh kemenangan pada keempat temannya, yang langsung menyambutnya dengan tampang kesal. Namun, senyumannya itu hanya bertahan hingga Seijuurou berkata, " — jadi kau hanya perlu membersihkan lapangan bersama dengan Tetsuya. Itu yang ingin kukatakan tadi, Satsuki. Lain kali, dengarkan orang lain berbicara sampai selesai."

Nah, sekarang malah si ace yang unjuk gigi. Pertama karena teman masa kecilnya itu tidak jadi bergembira di atas penderitaannya. Dan yang kedua, ia senang karena walaupun seram-seram seperti itu, Seijuurou juga orang yang adil dan tidak membeda-bedakan. Mau laki-laki atau perempuan, itu sama saja. Kalau salah, ya salah.

Sedikit kesal melihat tampang Aomine yang mirip dengan orang yang minta ditonjok. Meski demikian, Momoi tetap melihat sisi positifnya. Toh, dia bisa lebih lama lagi berduaan dengan sang pujaan hati.

"Begitu seterusnya selama satu bulan ini. Dan aku tidak menerima penolakan."

Seijuurou berhenti sejenak. Kedua iris heterochrome-nya lalu menatap satu-satunya remaja berwajah datar dan bersurai baby blue itu.

"Dan tambahan untukmu, Tetsuya. Tidak akan kubiarkan kau mengkonsumsi apa pun yang berbau vanilla selama seminggu ini."

Itu titahnya. Namun Tetsuya tetap memasang wajah datar bagaikan tembok itu. Meskipun pengguna misdirection itu tahu benar kalau dirinya tidak sanggup bila harus dijauhkan dari pujaan hati— vanilla maksudnya. Ahh, memikirkannya saja tidak sanggup.

Tanpa ragu, anak beriris aquamarine itu menatap balik kedua iris merah-emas Seijuurou. Tatapannya seakan-akan meminta pertanggung-jawaban dari sang kapten. Belum lagi, dengan polosnya Tetsuya berkata, "Memangnya aku salah apa, Akashi-kun?"

Astaga! Seijuurou benar-benar menyesal tidak sempat merekam ucapan dari makhluk biru muda yang berdiri di hadapannya itu. Ingin rasanya ia menjitak kepala Tetsuya saat ini. Siapa tahu dengan begitu, Tetsuya bisa mengingat kembali kalau dirinya sudah menyamakan Seijuurou dengan kakek-kakek, sudah membuat Seijuurou menjadi bahan tertawaan yang lainnya, juga sudah membuat ia malu di depan orang tua Tetsuya sendiri.

Tapi berhubung karena kedua orang tua Tetsuya ada di sini, dengan ikhlas, Seijuurou mengurungkan niatnya itu.

Ia mendesah, "Pikir sendiri."

Tetsuya malas berdebat saat ini. 'Hanya seminggu… kamu pasti bisa Tetsuya..' batinnya berusaha untuk tegar. Lagipula ia sudah terbiasa melihat Seijuurou yang seperti ini. Tidak jarang bahkan ia sedikit membantah. Walau ujung-ujungnya ia menyerah juga. Mungkin ini salah satu cara Seijuurou untuk mengekspresikan dirinya? Jadi lebih baik Tetsuya ikut saja, hingga Seijuurou lelah sendiri menggunakan caranya yang seperti ini.

Katanya perintahnya itu absolut. Mutlak. Tidak terbantahkan. Dan itulah yang menjadi motto kebanggaan Seijuurou hingga saat ini. Semua orang yang mendapatkan titah darinya harus tunduk pada perintah tersebut. Dan memang begitulah reaksi setiap orang terhadap ucapannya. Karena jika tidak demikian, pasti ada saja yang akan ia berikan pada mereka yang tidak patuh sebagai sanksinya.

Itulah salah satu alasannya, mengapa ia menjadi orang yang paling ditakuti di sekolahnya— bahkan mungkin di mana pun ia berada.

Pernah sekali Seijuurou merasa sangat heran melihat anggota Kiseki no Sedai, termasuk sang manager, Momoi Satsuki, yang terus-menerus mematuhinya —walau terkadang ia mendengar umpatan Aomine, yang dulunya lebih sering dilontarkan oleh Haizaki— dan melaksanakan perintahnya, namun mereka tidak pernah bersatu untuk menjatuhkan sosok Akashi Seijuurou dari 'tahta' yang ia duduki saat ini. Malahan mereka bersusah payah membuat pesta kecil-kecilan dan mengajak kapten timnya untuk ikut bergabung bersama-sama. Midorima bahkan tidak pernah bosan mengajaknya bermain shogi. Murasakibara yang sering menawarinya salah satu maibou kesukaannya. Aomine yang bahkan berusaha keras agar Seijuurou mau menyorakkan yel-yel mereka secara bersama-sama. Momoi yang tidak berhenti membantu Seijuurou dalam mengatur strategi untuk memenangkan pertandingan. Bahkan Kise yang akhir-akhir ini menawarinya untuk menjadi model, sama seperti dirinya, yang langsung ditolak mentah-mentah oleh remaja beriris heterochrome itu.

Juga—

"Akashi-kun, tidak lelah?"

— salah satu anggota timnya yang selalu memperhatikannya di balik wajahnya yang kelewat datar. Seijuurou akui, dari seluruh teman yang bisa dibilang dekat padanya, hanya Tetsuya-lah satu-satunya orang yang bisa memahami dirinya. Walau memakai topeng setebal apapun, Tetsuya pasti tidak memperhatikan topengnya itu. Yang diperhatikan malah apa yang sesungguhnya ia rasakan saat itu.

Seijuurou senang bukan main. Ia senang karena ada orang yang bisa memahami dirinya. Namun di saat yang sama, ia juga sedih melihat paras Tetsuya yang benar-benar mirip dengan adiknya. Hatinya malah berkata bahwa Tetsuya adalah adiknya. Ia yakin betul. Ditambah lagi, ia tidak merasa bahwa ayahnya punya saudara kandung, mengingat beliau adalah anak tunggal. Namun, di satu sisi, masih banyak hal yang terasa ganjil di mata Seijuurou. Jika memang Kuroko Tetsuya adalah adiknya, lantas kenapa ia tidak mengingat Seijuurou sedikit pun? Tetsuya juga tidak terlihat sedang mencari orang tua aslinya. Apa dia hilang ingatan? Tapi apa penyebabnya? Juga kalung yang diberikan oleh bibinya— Kiyomi— itu berada di mana? Mengapa ia tidak pernah melihatnya sama sekali?

Untuk saat ini, Seijuurou tidak mau pusing dengan hal itu. Yang ia tahu, Tetsuya ialah satu-satunya orang yang dengan berani menanyakan apa yang ia ingin tanyakan— pada seorang Akashi Seijuurou sekalipun, seperti yang ia lakukan baru-baru ini.

Seakan mengerti arti dari sorot mata Tetsuya, Seijuurou langsung membalasnya dengan seringai kecil, "Kau meremehkanku, Tetsuya?"

Tetsuya memutar bola matanya, seakan tidak tertarik dengan ucapan Seijuurou.

"Terserah."

Tetsuya merasa sedikit dongkol karena Seijuurou, bukannya menjawab, namun malah memasang seringaian khasnya dan malah balik menantangnya— setidaknya, itu yang berhasil ia cerna dalam otaknya saat ini. Ia juga sedikit menyesal karena sempat mengkhawatirkan kapten timnya itu.

Khawatir? Tetsuya sendiri tidak tahu mengapa ia menggunakan kata itu pada orang yang tidak begitu dekat dengannya. Biasanya ia tidak memberikan perhatian lebih ataupun sampai sebegitu mengkhawatirkan teman-temannya, kecuali keluarganya.

.

.

.

Tunggu..

.

Keluarga?

.

.

.

**Setting Skip**

.

.

Hari sudah menjelang malam. Matahari yang memancarkan sinarnya, kini sudah tidak begitu nampak lagi. Digantikan oleh indahnya langit senja sebelum akhirnya ditaburi oleh kerlap-kerlip bintang yang membuat langit tampak hidup walau di malam hari.

Setelah Tetsuya dan teman-teman tim basketnya pergi, Mana mulai sibuk mengatur pakaian mereka, serta barang-barang lainnya sambil bersenandung. Alasannya? Karena mereka akan keluar dari rumah sakit besok siang.

Kalau mau dibilang, sebenarnya dokter masih belum memperbolehkan Katashi untuk pulang karena besarnya kemungkinan bahwa pria bersurai coklat itu tidak beristirahat di rumah dan malah menyibukkan dirinya dengan segala macam pekerjaannya. Namun, bukan Kuroko Katashi namanya jika ia hanya diam dan berbaring di atas kasur yang bernuansa serba putih itu tanpa melakukan apa pun. Oleh sebab itu, ia berupaya dengan keras agar dokter yang menanganinya mau mengizinkannya untuk pulang. Dan akhirnya, ia berhasil. Seperti inilah jadinya.

"Nah, selesai! Dengan begini, kita pasti tidak akan kerepotan esok hari! Iya'kan, suamiku?"

Katashi tidak membalas. Menunggu saminya bersuara ialah hal yang tidak akan Mana lakukan, kapan pun dan di mana pun itu. Ia tahu, bila Katashi tidak menjawab seperti ini hanya karena dua hal. Yang pertama, karena ia sedang tidur. Atau yang kedua, karena ia sedang berpikir. Tidak mungkin Katashi tidak mendengar ucapan Mana pada saat ini. Toh, mereka'kan berada di ruangan yang sunyi dan tertutup. Ditambah lagi, ruangan ini ukurannya tidak begitu luas. Sudah seharusnya Katashi dapat mendengar suaranya.

Dan ternyata perkiraannya benar. Katashi sedang tenggelam dalam pikirannya saat ini. Sampai-sampai suara istrinya yang begitu dekat pun tidak ia dengar. Sekali lagi, Mana memanggilnya, "Anata*?"

Katashi masih tidak bergeming. Raut wajahnya tetap sama. Dahinya tetap saja mengerut. Kedua iris mata coklat yang senada dengan warna surai rambutnya masih saja bersembunyi di balik kelopak matanya itu.

"Ada apa, ana— "

"Nee, mama ..."ujar Katashi secara tiba-tiba. Kedua kelopak matanya mulai memperlihatkan iris coklatnya yang terlihat sendu.

Mana tahu, jika suaminya sudah bersikap seperti ini, sudah pasti ada hal yang serius yang ia ingin bahas dengannya. Dan hal yang paling tepat ia lakukan pada saat ini ialah menunggu lanjutan perkataannya.

Dan benar saja, Katashi kembali membuka mulutnya, "Apa ... yang kita lakukan ini benar? Tidak salah sama sekali?" tanyanya dengan memasang wajah yang cukup serius.

Mana membalas, "A-apa maksudmu, anata?" tanyanya dengan senyuman yang terlihat dipaksakan.

Katashi mendesah, "Aku sangat yakin kalau kamu tahu mengenai apa yang 'ku tanyakan padamu saat ini, mama. Dan aku, inginkamu menjawabnya...," ujarnya sambil menatap kedua iris mata Mana secara lekat-lekat, "...dengan jujur."

Seakan mengerti tatapannya, kedua kaki Mana langsung terasa lemas, sehingga ia tidak sanggup berdiri dan akhirnya jatuh terduduk di atas lantai kamar rumah sakit yang dingin.

"Mama..."

Mana menunduk. Surai rambutnya yang indah menutupi wajahnya yang terlihat sedih.

"Aku ... tidak tahu."

Katashi tidak membalas jawaban Mana. Membiarkan keduanya diselimuti oleh keheningan dan dinginnya malam tersebut.

.

.

**Setting Skip**

.

.

"AKASHICCHII~~!

"..."

"AKASHICCHIII~~!"

"..."

"MOUU, AKASHICCHI! Hidoi-ssu~~!" rengek Kise menjadi-jadi.

Sejak tadi— tepat saat bel pulang berbunyi, model bersurai kuning itu tidak henti-hentinya berkicau di sekitar Seijuurou dengan suara cemprengnya yang memekakkan telinga. Tentu saja kapten beriris heterochrome itu lebih memilih untuk mengabaikan rengekannya.

"AKASHICCHII~~~~~~~!"

"Kise-kun. Aku sarankan agar Kise-kun diam-diam saja. Kise-kun masih ingin hidup, 'kan?"

"Te-tentu saja-ssu!"

"Kise-kun pintar, ya?" ucapnya singkat dengan tatapan polos.

"KU-KUROKOCCHI!"

"Ya?"

"Sudahlah Tetsu. Meskipun ini benar-benar kejadian langka, tetap saja kau tidak boleh membuatnya besar kepala seperti itu! " timpal Aomine.

"Justru karena itulah aku memujinya, Aomine-kun."

"HIDOIII!"

"Lihat siapa yang bicara. Jangan bilang kalau kau cemburu karena Kise masih lebih pintar darimu, Ahomine?"

"Haaahhh?!"

"DIAM," titah sang kapten beriris heterochrome itu.

"B-BAIK!" jawab mereka— khususnya remaja berkulit tan dan model serba kuning itu— dengan kompak.

Tidak lebih dari 3 detik setelahnya, kini semua mata menatap sosok Akashi Seijuurou. Lalu iris mata mereka langsung tertuju pada benda yang dipegang oleh kaptennya itu. Dan... Uh oh, rupanya, ponsel Seijuurou sudah berdering sejak tadi. Mereka sampai-sampai tidak mendengar dering ponselnya akibat kehebohan yang diciptakan oleh makhluk-makhluk pelangi itu sendiri.

Seijuurou langsung mengangkat ponselnya— setelah mengecek terlebih dahulu siapa yang memanggil di layar ponselnya itu.

"Selamat siang, Eiji-san. Ada apa?" tanyanya.

"S-Selamat siang, tuan muda. Maafkan saya, t-tapi, apakah nona Eru sedang bersama... dengan Anda?"

Mendengar dari cara Eiji berbicara, Seijuurou berani bertaruh bahwa pelayan setianya itu pasti sedang dihadapkan dengan suatu masalah. Dan sangat yakin, jika beliau mulai mengikut-sertakan nama adik perempuannya, maka pastilah adik kecil-nya yang manis itu adalah penyebab utamanya.

"Tidak, Eru sedang tidak bersamaku," jawabnya tenang. "Bukankah seharusnya dia sudah pulang sejak tadi?"

Ah, sepertinya Eru menghilang.

Sementara Seijuurou sedang sibuk menelepon dan yang lain sibuk memperhatikan pembicaraan sang kapten, sayup-sayup Tetsuya mendengar ada sedikit keributan di dekat pintu gerbang.

'Mungkinkah?'

Tanpa berpikir panjang, Tetsuya langsung berlari menghampiri keributan yang ada. Dan benar saja, surai merah ciri khas sang Akashi mulai terlihat.


"Ja-jangan mencubit pipiku!"

Kedua tangan mungil Eru langsung berada di kedua pipinya. Berniat untuk melindunginya dari seragan tangan-tangan yang nakal dan gemas, meskipun pipinya itu sudah mulai kemerahan.

Eru benar-benar merasa kesal setengah menyesal telah datang ke sekolah kakaknya itu. Mau pulang bersama katanya, sampai-sampai ia rela berjalan kaki dari sekolahnya hingga ke tempat ini. Walaupun dari Teiko ke sekolah Eru tidak begitu jauh, tapi perlu berjalan kaki selama kurang-lebih 20 menit untuk sampai ke sana. Sungguh perlu perjuangan bagi anak kecil seusianya.

Lelah memang. Pakai 'sangat' lagi. Tapi Eru terus berpikir bahwa sebentar lagi ia akan bertemu kakaknya. Dan kakaknya pasti senang dan terharu melihat perjuangan Eru saat ini.

Heh, alih-alih senang, melihatnya saja belum. Belum lagi siswa-siswi di SMP Teiko itu rada-rada mengesalkan— tidak, tidak termasuk Seijuurou-niichan dan kakak-kakak pelangi lainnya yang sedang menginap di rumahnya itu— , ditanya A, jawabnya malah F. Ditanya soal keberadaan kakaknya, Akashi Seijuurou, jawabnya malah "Waaahh, imutnyaa~ Kamu pasti bukan adik si Akashi Seijuurou itu, 'kan?" atau "Anak kecil ini seorang Akashi? Wew, kamu pandai bercanda, ya 'dik? Kamu tidak boleh bohong, soalnya wajahmu tidak sadis kayak si Akashi," bahkan dilontarkan pertanyaan gak jelas yang menguji kesabaran, "Aww, Adik kecil mau kakak gendong? Mau kakak beli'in cucu?"

Hah? Cucu? Memangnya cucu itu bisa dibeli begitu saja? Apa orang tuanya tidak sedih kalau dirinya dijual? Kakek-neneknya tidak bakalan rindu dengan cucunya? Jadi, apa kalau dirinya sudah besar, lantas ia harus membeli cucu untuk meneruskan keturunannya?

Eru bingung. Otaknya sudah mulai dibatas maksimum. Mau bagaimana lagi, baru ia mau mencerna sesuatu, eh, malah ribut sana-sini. Sungguh, Eru merasa lelah fisik maupun mental. Ia tidak terbiasa dikerumuni bagaikan gula di tengah para semut. Ia berharap untuk cepat menemukan kakaknya yang entah berada di mana.

"Eru-chan!" ucap Tetsuya setengah berteriak begitu ia berhasil menyelinap ke tengah-tengah kerumunan tempat Eru berada.

Tangis haru mulai keluar dari pelupuk mata Eru. Setelah berapa lama ia menunggu, akhirnya ada orang yang ia kenal menghampirinya. Dengan segera, ia berlari ke arah remaja bersurai aquamarine itu dan memeluknya dengan erat.

Tetsuya pun membalas pelukan Eru sambil mengelus surai merah si Akashi berukuran mini itu dengan lembut, "Syukurlah, Eru-chan baik-baik saja. Akashi-kun menghawatirkanmu," ujarnya sambil menghapus air mata Eru.

"Eh? Jadi dia benar-benar adik si Akashi?" tanya seorang siswa yang ikut berkerumun di situ.

Tetsuya mengangguk. Sedangkan Eru menatap mereka dengan kesal karena tidak ada yang mau mempercayainya.

Mengetahui hal tersebut, orang-orang yang berada di sekitar situ langsung bubar tanpa dikomando lagi. Mereka takut kena hukuman dari Akashi Seijuurou karena sudah membuat adiknya menangis.

"Mau aku gendong?"

Pandangan Eru kembali terfokus pada remaja bersurai baby blue di depannya ini. Lalu ia mengangguk pelan. Dengan berhati-hati, Tetsuya menggendong mini Akashi dalam pelukannya. Kemudian berjalan menuju lokasi Seijuurou dan teman-temannya yang lain.

Jujur saja, Eru sangat malu bila digendong seperti saat ini. Namun apa daya, kaki mungil Eru sudah terasa akan lepas begitu saja bila ia berjalan lebih lama lagi. Ia memang seorang Akashi, tapi ia juga manusia. Percaya atau tidak, kakaknya pun pasti pernah merasa letih.

Dalam gendongan Tetsuya, Eru bisa mencium aroma vanilla yang tidak asing lagi baginya.

"Tetsuya-niichan pakai shampoo dan sabunnya Seijuulou-niichan?" tanya Eru sedikit penasaran.

Tetsuya menggelengkan kepalanya pelan, "Tidak, Eru-chan."

Sedang yang dijawab hanya ber-'ohh' ria.

"Memangnya kenapa?" kali ini giliran Tetsuya yang bertanya.

"Soalnya Seijuulou-niichan juga suka pakai yang belaloma vanilla. Makanya Elu tanya."

Tetsuya hanya diam. Begitu pula dengan Eru yang terlihat sedikit mengantuk. Begitu seterusnya sampai mereka bertemu dengan Seijuurou dan yang lainnya.

.

.

**Setting Skip**

.

.

"Ingat, Eru. Minta maaflah pada Eiji-san karena kamu sudah membuat beliau khawatir. Mengerti?" ucap Seijuurou dengan pelan namun tegas.

Gadis kecil itu mengangguk mantap, "Elu mengelti, Seijuulou-niichan."

"Bagus," ujarnya sambil mengelus surai merah adiknya itu.

Perlahan, pintu yang besar berwarna merah marun tersebut terbuka. Menampilkan sosok Eiji yang masih kuat, berdiri sambil menunduk hormat memberikan salam pada tuan mudanya beserta teman-temannya. Namun semuanya dapat melihat dengan jelas raut wajah Eiji yang terlihat sangat lega setelah melihat sosok Eru yang baik-baik saja. Eru kini sudah maju dan memeluk Eiji seraya meminta maaf atas apa yang sudah ia lakukan tadi. Karena jujur saja, Eru sama sekali tidak berniat untuk membuat orang-orang menjadi khawatir.

Dan tentu saja, pelayan setianya itu hanya mengelus surai merah Eru yang entah yang keberapa-kalinya dielus hari ini.

"Tidak apa, Nona Eru. Yang terpenting, Nona Eru tidak apa-apa," ucapnya tulus, "Tapi, aku harap Nona tidak melakukan hal ini di kemudian hari. Bila Nona mau, aku atau Nakamura-san bisa mengantar Nona ke sekolah Tuan Muda."

Eru mengangguk.

"Nah, jadi Eru perlu dihukum apa karena sudah membuat Eiji-san khawatir?"

Suara yang tidak asing lagi bagi Seijuurou, Eru, dan Eiji, kini mulai terdengar dari arah tangga. Surai baby blue yang senada dengan kedua iris matanya mulai terlihat di hadapan semuanya. Akashi Yutaka ternyata sudah pulang lebih awal dari yang ia sudah janjikan kepada anak bungsunya.

Melihat sosok sang ayah, langsung Eru tersenyum lebar seraya menghampiri Yutaka. Dan tanpa basa-basi, ia langsung melompat kepelukan ayahnya itu.

"Tou-chan!"

"Otou-san pulang, Eru, Seijuurou."

"Sejak kapan Tou-san pulang?" tanya Seijuurou sambil berjalan menghampiri ayahnya.

"Sejam yang lalu. Berhubung masalah cepat diselesaikan, makanya Tou-san langsung berangkat pulang," ujarnya, lalu menatap Eru, "Lagipula Tou-san sudah janji sama Eru bahwa Tou-san akan pulang cepat, 'kan?"

Yang ditanya hanya mengangguk senang. Seijuurou hanya tersenyum melihat adik dan ayahnya itu.

Merasa ada yang terlupakan, Seijuurou langsung mengalihkan pandangannya ke arah teman-teman se-tim-nya itu. Mengisyaratkan mereka untuk masuk.

"Tou-san, ini teman satu timku di Teiko. Mereka akan menginap di sini hingga pertandingan nanti," jelasnya.

Yutaka menaikkan kedua alisnya. Lalu memperhatikan mereka satu per satu.

"Perkenalkan, nama saya Midorima Shintarou," ucap Midorima yang berinisiatif untuk memperkenalkan diri terlebih dahulu.

"Aku Momoi Satsuki."

"Aomine Daiki. Salam kenal paman!", ujarnya membuat Yutaka tersenyum dan mengangguk.

Lanjut pada si bayi raksasa. Dapat terlihat jelas bahwa bayi raksasa itu sedang berusaha menelan maiubo-nya. Setelah itu, mulailah ia bicara, "Murasakibara Atsushi. Senang berkenalan dengan Anda, papanya Aka-chin."

Yutaka mengernyitkan dahinya. "Aka-chin?"

"Aku! Aku! Aku! Aku Kise Ryouta-ssu~. Teman baiknya Akashicchi!" — yang langsung dikoreksi mentah-mentah oleh Seijuurou sendiri. Alhasil, Kise langsung mengeluarkan air mata buayanya sambil berkata, "Akashicchi! Hidoi-ssu!"

Yutaka hanya tertawa pelan melihat tingkah laku remaja blonde dengan putranya itu. Sepertinya kehidupan Seijuurou tidak setenang yang ia harapkan dengan adanya kehadiran Kise Ryouta itu.

"Kamu seorang model, 'kan?" tanya Yutaka.

"Betul-ssu~~"

Yutaka kembali menangguk. Lalu kedua iris matanya kembali memperhatikan mereka semua tanpa terkecuali. Dan layaknya duplikat, Yutaka mendapati dirinya sedang membayangkan kalau remaja dengan kedua iris matanya yang bagaikan bola kristal itu adalah Akashi Tetsuya yang sudah tumbuh menjadi anak remaja. Benar-benar mirip.

'Benar apa yang Keiko katakan.'

Yutaka lalu menghela nafas panjang, "Lalu namamu?" tanyanya sambil tersenyum lembut.

Ia membungkuk, "Kuroko Tetsuya. Senang berkenalan dengan Anda, Akashi-san," ujarnya sopan.

Dan ia sadar, bahwa dalam hati, dirinya sudah mulai bimbang.

'Sebenarnya… aku ini…

.

.

siapa?'


*Anata : Biasa digunakan sebagai panggilan sayang, khususnya bagi mereka yang sudah menikah


(Ahola readers yang setia menunggu terupdatenya fiction ini..

Udah setahun ya? :'D

Ada yang kangen gak? *digampar*

Maafkan aku, fiction ini malah sempat hiatus..

Berhubung diriku baru selesai SMA, kemarin-kemarin tuh persiapan ujian, makanya gak ada ide sama sekali untuk ngelanjutin ini..

Alias kena WB..

Maafin aku m(_ _)m

Sip, terima kasih bagi readers yang masih mau mampir di fiction ini, bahkan yang nyempat-nyempatin untuk review..

Terima kasih juga buat kalian yang sudah nge-favo, nge-follow, atau bahkan keduanya.. ( /\)

Juga yang menjadi silent readers!

Sekali lagi, TERIMA KASIH UNTUK DUKUNGAN KALIAN~ :D )