Disclaimer: All character belong to Masashi Kishimoto. But this story purely mine. I don't take any profit from this work. It's just because I love it.

Warning: AU, miss-typo, miss-OOC(?), diksi asdfghjkl-_- purely friendship Team-7. Jadi, kalian tidak akan mendapati pair romance antara NaruSakuSasu disini. It's about their friendship and their relation each other.

Side storyof Trois (I, Both, Us!)—akan lebih baik dibaca prekuelnya dulu supaya bisa lebih dapet feel friendship mereka:)

©LastMelodya

.

Trois

Chapter 3: Sakura's Wedd

.

Karena pada akhirnya, hanya kepada langit-lah matahari, hujan, danbahkan angin, kembali berpijak.

.

Adalah Nara Shikamaru.

Si angin yang baru. Yang mendesak masuk tanpa peringatan ke dalam situasi itu. Yang membuat langit kembali cerah, tak lagi kelabu.

Pria itu bilang, ia adalah angin. Terbang bersemilir membentuk gelombang tanpa izin. Meminta pada langit dengan sangat yakin. Seolah hidup mereka berdua sudah tertoreh takdir dengan licin.

"Menikahlah denganku, Sakura."

Ada perasaan hangat yang tak asing menelusup ke dalam rongga dada sang gadis. Menjalar pelan, hingga merasakan kehangatan itu membungkus keseluruhan dirinya. Ah, jatuh cinta.

"Apa kau sedang melamarku?" jawab sang gadis pelan. Netranya menatap lurus-lurus langit cerah di atas sana. Dari tempat yang akhir-akhir ini menjadi favoritnya—dan dia.

Terdengar suara kekehan kecil setelahnya. "Menurutmu?"

Sakura menoleh, menatap dalam-dalam iris hitam pada mata tajam itu. Matanya menyipit pelan. "Asal kau tahu, aku hanya akan menerima lamaran seorang pria tampan yang memegang kotak beludru berisi cincin manis di dalamnya, berlutut di depannya, di tengah-tengah hamparan lilin yang menyala atau hamparan bunga di taman. Bukannya malah di atap rumahku seperti ini!"

Shikamaru tertawa. "Yasudah kalau tak mau."

Sakura tersenyum.

Ada saat dimana sang angin begitu dingin, namun tak jarang akan terasa hangat. Langit memiliki ketiganya—matahari, hujan, dan angin. Namun, hanya satu yang pasti—

—angin akan selalu bersamanya.

Entah saat matahari bersinar, hujan turun, siang hari, malam hari, dan hari-hari selanjutnya.

"Tak ingin berusaha merayu, Shikamaru?" ujar Sakura lagi, menggoda.

Shikamaru tertawa sekali lagi. "Untuk apa?"

"Untuk membuatku menerima lamaranmu."

Tawa sang pria berhenti, tergantikan dengan sebuah senyum tipis yang mengartikan banyak hal. Sebelah tangannya terulur untuk mengambil sesuatu di kantung celananya. Kemudian sebelah tangannya yang lain meraih tangan gadis itu, membelai jari-jemarinya sekilas sebelum menyematkan sebuah cincin berlian pada jari manis gadisnya tersebut.

"Karena bagaimanapun caraku, aku tahu kau akan tetap menerimaku."

Sakura tersenyum, senyum termanis yang pernah ia berikan kepada seorang pria. Dan satu kecupan di bibir ia hadiahkan untuk sang pria beruntung itu.

"Aku mencintaimu."

Dan setelahnya, satu pelukan erat.

.

.

.

.

Sasuke ingat, pertama kali ia melihat Sakura adalah saat masa orientasi di sekolah menengah atasnya. Mungkin saat itu gadis itu tak sadar bahwa Sasuke sudah memerhatikannya—salahkan rambut mencoloknya yang berwarna merah muda itu.

Gadis itu begitu terlihat. Begitu mudah di capai. Seolah memang sudah tercipta begitu terang dari sananya. Membuat eksistensinya dengan cepat disadari oleh sekelilingnya. Dan itu hal yang Sasuke kagumi.

Setelah adegan 'dua Uzumaki Naruto' itu ia merasakan dirinya semakin tenggelam dalam cahanya gadis itu. Kedekatan mereka tak membuat dirinya berhenti mengagumi gadis itu secara diam-diam—tak seperti Naruto yang lebih terang-terangan.

Sakura bukanlah tipe siswi populer—populer dalam arti seperti Ino atau Karin yang memiliki banyak fans dan di puja-puja. Juga seperti dirinya dan Naruto. Namun tak jarang ia menemukan beberapa pria mendatanginya dan menyatakan cinta pada gadis itu. Ia lebih cocok di bilang manis. Jenis siswi cerdas, lugas, dan supel yang justru membuatnya disukai banyak orang dan tak memiliki musuh.

Diam-diam menghanyutkan.

Sasuke sempat menyangka ia telah jatuh cinta pada gadis itu sebelum akhirnya ia menyadari benang merah antara mereka bertiga; ia, Sakura, Naruto.

Hubungan ini lebih rumit dari hal sekedar cinta. Ada sebuah lingkaran tak kasat mata yang perlahan terbentuk seiring bertambahnya waktu yang mereka lewati bersama. Ia merasa ini lebih kekal dari cinta. Lebih kuat.

Dan saat adjektif 'sahabat' terlontar, segalanya terlihat jelas.

Ini yang dinamakan lingkaran persahabatan. Sebuah benang takdir yang mengikat kuat di luar cinta. Persahabatan. Dan Sasuke pun menyematkannya diam-diam dalam hati.

Sahabat. Sahabat. Sahabat.

Sampai akhirnya ia mengerti sendiri arti dari kata itu yang sebenarnya. Sebuah perasaan kekal yang mampu membuatnya merasa memiliki keluarga baru.

Melihat Sakura menangis adalah hal yang biasa untuk Sasuke. Sebagai seorang gadis satu-satunya dalam lingkaran persahabatan ini, Sakura yang paling sering menangis. Dan ia maupun Naruto hanya akan harus berada pada posisinya masing-masing. Mereka tahu itu.

Lalu, melihat Sakura tertawa adalah hal yang lebih biasa. Tak sehari pun dilewatinya tanpa sebuah tawa. Emotional. Karena segala emosi dalam diri gadis itu akan terlihat sangat jelas pada wajahnya. Begitu pun saat sedang senang, tak segan untuk tertawa barang sejenak.

Dan melihat jatuh cinta juga sudah sering ia alami. Namun, untuk yang satu ini ia akan lebih berjaga-jaga. Bersama Naruto, diam-diam mereka selalu mencari asal-usul setiap pria yang mengajak kencan Sakura.

Tapi, sekarang. Ada perasaan yang tak biasa saat ia melihat gadis itu berada di tengah altar, memakai gaun pengantin berwarna putih tulang yang melekat di tubuhnya dengan sangat indah. Bersama dengan seorang pria semampai di sampingnya.

Seperti perasaan saat sesuatu miliknya direbut secara paksa.

Ia tak tahu dimana sesaknya, dan tak tahu apakah Naruto juga merasa seperti ini. Namun, setelah mengingat sifat Sakura yang menangis di pernikahannya juga pernikahan Naruto kemarin, mungkin perasaan ini memang melingkupi mereka bertiga.

Mungkin inilah yang dinamakan persahabatan. Sesuatu hubungan yang tak sama dengan cinta. Inilah efek dari rasa persahabatan itu sendiri.

Hei, Sakura menikah! Sepertinya baru saja mereka merayakan ulang tahun Sakura yang kelimabelas kemarin. Tiba-tiba semuanya telah berlalu. Sepuluh tahun berlalu dengan begitu cepat.

Tapi Sasuke juga merasa, ada perasaan bahagia yang menjalari hatinya. Sahabat perempuannya itu sudah dewasa. Ia sudah memakai gaun impiannya dan menemukan pangerannya.

Astaga, bahkan ia dan Naruto tak sempat menyelidiki Shikamaru lebih jauh lagi.

Ah, ia tertawa dalam hati. Apalagi yang ia khawatirkan? Teman nanasnya satu itu sudah tentu pria yang pantas untuk Sakura. Cerdas dan tangkas. Hm, lumayan tampan meski tak setampan dirinya, sih.

Sasuke kembali memusatkan pandangannya pada kedua mempelai yang tengah bersiap-siap mengucap janji itu. Hatinya menghangat. Dan untuk pertama kalinya, ia ingin melakukan apapun untuk kebahagiaan Sakura.

Menghela napas pelan, ia menyaksikan detik-detik mengharukan itu.

Semoga kau bahagia, Sakura.

.

.

.

"Nara Shikamaru, apakah kau bersedia mencintai Haruno Sakura dengan sepenuh hatimu, saat suka maupun duka, sampai maut memisahkan kalian?"

Hening sejenak setelah ucapan sang pendeta mengucapkan janji suci itu. Sebelum akhirnya sebuah suara tegas bergema memecahnya, membuat seluruh tamu dalam ruangan ini menahan napas dalam-dalam.

"Aku bersedia."

Tak tahu berapa banyak napas yang terdengar mendesah lega saat itu. Yang pasti, segalanya terlihat begitu membahagiakan saat sang pengantin pria mengecup lembut sang pengantin wanita.

Naruto tersenyum pelan. Ada perasaan hangat yang menggebu-gebu dalam rongga dadanya. Sampai-sampai ia ingin menangis saat itu juga jika tak sadar ada banyak orang di ruangan itu.

Sekelebat perasaan sesak yang asing dirasakannya juga. Ah ini yang Sakura-chan rasakan juga saat pernikahanku dan pernikahan Sasuke. Pikirnya sejenak.

Ada memori-memori lama yang terkuak kembali. Saat-saat mereka bertiga masih remaja, melakukan segala hal tanpa pikir panjang, tanpa perhitungan akan akibatnya nanti. Naruto tersenyum mengingat masa-masa itu. Saat si langit masuk perlahan diantara matahari dan hujan, sampai akhirnya sang langit mampu merengkuh keduanya.

Ia pernah berpikir hidup akan terus seperti itu. Bertiga. Dirinya, Sakura, Sasuke. Hidup sudah terlalu benar saat itu. Dengan Sakura sebagai penyeimbang antara dirinya dan Sasuke. Bagaimanapun, ia masih berpikir kalau hidup tak akan berubah.

Namun waktu terus berjalan dan mereka semakin dewasa. Pikiran mereka berkembang sendiri sampai akhirnya seluruh gagasan naifnya itu menghilang dengan sendirinya. Ia jatuh cinta, Sakura jatuh cinta, Sasuke jatuh cinta.

Maka hidup adalah pilihan.

Naruto sempat menertawakan pemikirannya yang menandaskan bahwa mereka bisa saja menikah bertiga. Karena dengan itu, semuanya berjalan dengan normal.

Namun seluruhnya telah diatur. Begitu pun takdir mereka. Kebahagiaan tak hanya dapat di raih melalui satu orang saja. Ada lebih banyak kebahagiaan yang dapat kita gapai dari orang-orang selanjutnya.

Dan mereka pun mengerti akan kekasih.

Sebuah gagasan yang tak kalah mendalam dari kata persahabatan itu sendiri.

Yeah, mereka memiliki pasangan hidup masing-masing. Dan akhirnya persahabatan itu tak akan kekal secara fisik. Namun hati.

Naruto menoleh kearah Sasuke di sampingnya. Ada ekspresi tak terbaca yang tak dapat ia ucapkan dengan kata-kata. Yang mungkin sama dengan ekspresi miliknya saat ini.

Kemudian netranya beralih pada gadis yang terlihat paling cantik di altar sana.

Oh, Kami-sama. Sakura-nya telah menikah. Sudah ada pria lain yang memiliki andil paling besar atas wanita itu dibandingkan dengan dirinya dan Sasuke.

Sejak kapan ia menyadari gadis itu tumbuh dewasa dan sempurna? Ia sadar, mereka bertiga terlalu sibuk dengan lingkaran yang diam-diam mengikat mereka, sehingga tanpa disadari satu per satu harus tumbuh. Mereka sudah terlalu lama melihat diri mereka bertiga adalah satu. Maka, inilah saatnya mereka semua melihat satu per satu dari mereka.

Naruto mengehela napas pelan saat matanya bertemu pandang dengan biner indah Sakura.

Semoga Sakura-chan selalu bahagia.

.

.

.

"Hihi, kau menangis Naruto."

"EH—enak saja! Teme, tuh, berkaca-kaca!"

"Hn?"

"Ah, payah. Melihatku menikah saja menangis!"

"Heh, sudah diamlah Sakura-chan. Kami kesini untuk menculikmu! Cepat bawa, Teme, sebelum Shikamaru kembali kesini."

"Hn."

"Eh, EH—apaan-apaan kalian! LEPASKAN!"

"Hn. Tak akan."

"Diamlah Sakura-chan. Kau juga harus menunda malam pertamamu kali ini, huh."

"NARUTO-BAKA! Kau tak akan mendapat jatah makan malam dariku!"

"Cih, Hinata-chan tentu akan memasakkannya untukku dengan senang hati."

"Sasuke-kun! Aku akan membuang seluruh persediaan TOMATMU DI KULKASKU!"

"Hn, Ino sudah membelinya banyak kemarin."

"AKU AKAN MENCUBIT KALIAN!"

Nyut.

"Ah!"

"Aw!"

Sang gadis tersenyum senang setelah itu, sebelum akhirnya menghambur kearah dua pria tersayangnya tersebut dan memeluk keduanya erat-erat.

"Aku sayang kalian, baka!"

Dan suara isakan kembali terdengar.

.

.

Sun are warmed, rain are cold. That's why there is a sky behind them both; sky will embraced it.

.

.

-Finish-

.

Author's note:

Helloooooo, LastMelodya kembali:') kali ini update-nya nggak kilat ya, ehehe. Itu karena aku masih mikir bagaimana kira-kira penyelesaian yang pantas untuk cerita ini. dan akhirnya … this is it. Gombal banget kayaknya ya-_- Mohon maaf yang sebesar-besarnya kalau tidak memuaskan:')

Aku memasukkan sudut pandang Naruto dan Sasuke juga pada chapter terakhir ini. Itu karena aku ngerasa dua chapter kemarin itu friendship-nya kok agak kurang, ya-_- beda sama Trois (I,Both,Us!): Prolog, yang memang aku niatkan just friendship. Tapi semoga chapter ini kerasa:')

Terima kasih untuk review-nya dicerita ini maupun prekuelnya BronzeQueen18290, Guest(aku juga suka ShikaSaku kepinginnya bikin shikasaku lainnya setelah ini. Yah, lihat saja nanti ehehe. Makasih sudah membaca dan menunggu fic ini:') juga bikin aku senyum2 karena reviewmu*?*), milkyways99, noname, DarkBlueGirl(haha dan akhirnya memang gak ada kakashi sampai tamat:') hihi syukurlah kalau gak keliatan terimakasih yaaa), Kimeka Reikyu(Terima kasih semangatnya ehehe memang susah, ya update kilat kalau belum niat. Nah, ini chap 3-nya. Gimana, gimana? Udah gak galau kan? Ehehe), .3(Terima kasih juga sudah membaca cerita ini:') nah, gimana menurutmu chapter ini? Masih kurang suka sama sasu kah? ehehe), Faris Shika Nara(syukurlah kalau berasa:') terimakasih ya) juga untuk Uchiha Jidat, miki, dan Manguni yang sudah me-review prekuelnya:')

Yosh! Semoga kata-katanya dapat tersampaikan dengan baik. Dan akan berkesan walaupun terlampau sederhana:')

Terakhir, RnR please?^^

LastMelodya