Disclaimer: "I don't own all characters in here. They are belongs to them self. If I can, I would do it ! xD I make no money from this—please don't sue me."

Title: Decode

Author : blackorange aka nda

Rating : M

Cast : Yunjae

Genre : More violences, more angst, more lust, more actions, and moooooooooorrrreee Yunjae~ ! xDDD

Backsong : Decode – Paramore

Length this chapter : 15 pages MsW

WARNING! This FF is filled with scenes of violence, bad languages, and adult scenes. The under age, is expected not to read it.

[Chapter 1]

Kepercayaan .. seperti sesuatu yang bentuknya abstrak –bentuk yang sulit di tebak. Tidak terlihat oleh kasat mata. Seperti sebuah ilusi yang hanya tercipta dalam benak dan perasaan seseorang. Sedikit sulit untuk bisa menunjukkannya secara gamblang. Hanya bisa terlihat dan terasa ketika rasa kepercayaan itu tersampaikan dengan baik oleh pihak yang terlibat.

Kepercayaan itu .. bisa juga seperti sebuah sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran. Namun, terkadang kepercayaan yang sudah di bangun tak selamanya berbuah manis. Rasa pahit yang terkadang di dapat ketika menyadari bahwa kepercayaan itu menyimpang bahkan melewati garis kebenarannya –dan itu salah. Contohnya saja seperti sebuah kepercayaan yang di bangun pada beberapa ratus tahun silam yang mengatakan bahwa bumi itu datar. Namun, setelah penelitian tentang bentuk bumi yang ternyata bulat, membuat kepercayaan bahwa bumi itu datar runtuh saat itu juga.

Rasanya sudah cukup menyakitkan jika kepercayaan itu hancur begitu saja ketika mengetahui bahwa rasa kepercayaan itu salah. Maka dari itu, apakah kalian percaya tentang love at first sight? Cinta pada pandangan pertama –sebuah perasaan yang tumbuh secara spontan ketika melihat seseorang dalam pertemuan pertama. Sebuah perasaan yang sebenarnya tidak bisa disimpulkan apakah itu perasaan cinta, nafsu, atau hanya sekedar mengagumi. Benar-benar abstrak 'kan?

Cinta pada pandangan pertama, terdengar sedikit tidak logis dan konyol. Bagaimana mungkin seseorang bisa mencintai orang lain hanya dengan sekali lihat? Tanpa mengetahui apa-apa tentang dirinya. Cinta itu, sesuatu yang harus di jalani dengan melalui suatu proses. Proses yang cukup panjang untuk bisa membentuknya secara utuh. Berawal dari proses saling mengenal satu sama lain, saling berbagi, dan saling mengerti. Tidak dengan cara instan yang hanya dengan sekali lihat.

Bagaimana kalau ternyata cinta pada pandangan pertama itu membuat hidupmu hancur? Menghancurkan dirimu secara perlahan ketika cinta itu semakin membuatmu terbuai olehnya. Tertipu oleh indahnya cinta. Cinta itu manis, namun terkadang sadis dan ..

.. cinta itu buta. Teori seperti itu, tidak berlaku dalam permasalahan ini, karena ini menyangkut sebuah kepercayaan. Kepercayaan yang dimana rasa itu akan menuntunmu pada sebuah cinta sejati yang kau cari selama ini, bukan hanya sekedar nafsu sesaat ketika kau melihatnya untuk pertama kali. Tidak ingin sembarangan mempercayai penglihatan mata yang terkadang berbohong. Percaya begitu saja pada penglihatanmu yang ternyata salah, akan membuatku sakit.

Jadi, apa kau percaya dengan love at first sight?

~.~.~.~.~.~

Langit berwarna hitam pekat ditaburi sedikit bintang dan juga bulan yang terbentuk sempurna –bulan purnama yang sangat mempesona –memancarkan cahaya terangnya di tengah-tengah gelapnya yang menyelimuti malam. Angin malam berhembus pelan, membuat ranting-ranting pohon saling bergesekan dan menimbulkan suara gemersik. Suara gemercik air mancur buatan yang terletak di pekarangan rumah tidak lagi terdengar. Airnya sudah lama mengering. Tak ada suara jangkrik yang membuat suasana bising. Seolah-olah takut untuk menimbulkan suaranya pada suasana hening mencekam yang begitu mengudara di kediaman rumah Jung.

Terlihat 2 orang pria di ruang tengah kediaman Jung, saling berhadapan tanpa melakukan percakapan apapun. Mata yang saling menatap seolah-olah cukup membuat keduanya untuk memahami satu sama lain. Menatap begitu dalam ke dalam masing-masing mata orang yang ada di hadapannya tanpa mau mengedipkan matanya barang sedetikpun. Takut-takut terjadi suatu hal yang akan membahayakan keselamatan diri mereka jika mengedipkan mata. Keduanya terus seperti itu untuk beberapa menit lamanya, hingga akhirnya salah satu dari mereka memecah keheningan yang begitu menyiksa keduanya.

"Hi baby~" sapa seorang pria dengan tubuh tinggi tegap, warna kulit kecoklatan terbakar sinar matahari, iris mata yang berawarna coklat, dan juga rambut hitamnya yang membuat dirinya terlihat begitu tampan. Suara baritonnya yang seolah menggema di telinga orang yang ada di hadapan pria tampan itu terdengar sangat sexy. Orang yang ada di hadapannya itu, sedikit terkejut ketika pria tampan itu menyapanya. Namun, dengan cepat dia menghilangkan rasa keterkejutannya. Orang itu tersenyum pada pria tampan yang ada dihadapannya.

"Hi honey~" orang itu balik menyapanya dengan suara lembutnya yang mampu membuat lutut pria tampan itu terasa lemas. Namun, pria tampan itu mencoba untuk menopang berat tubuhnya agar tak terjatuh.

"…."

"…."

Lagi. Untuk kedua kalinya mereka terdiam. Mencoba membaca apa yang dipikirkan orang yang ada dihadapannya dan rasanya .. sulit. Ini terlalu sulit untuk bisa menebaknya. Tak biasanya mereka tidak bisa membaca apa yang dipikirkan masing-masing. Seperti ada dinding beton yang menghalangi kontak batin mereka. Dinding beton yang dibangun keduanya.

"So .. long time no see, huh?" pria tampan itu mencoba –lagi untuk mencairkan suasana yang begitu mencekam tanpa memutuskan kontak mata mereka yang bagaikan magnet yang saling tarik menarik. Hingga rasanya suasana itu mencekik leher mereka dan membuat mereka sulit untuk bernapas. Pria tampan itu berjalan perlahan mendekati orang yang ada di hadapannya itu. Orang yang selama ini dia cintai dengan sepenuh hati. Orang yang telah merebut semua perhatiannya pada orang itu dalam pertemuan pertama mereka. Pria tampan itu mencoba memperkecil jarak diantara keduanya. Jarak yang terasa begitu jauh hingga puluhan mil, namun kenyataannya, jarak yang memisahkan keduanya hanya berjarak 3m saja.

"Yea~ long time no see." Orang itu menjawab –lagi dengan suara lembutnya. Pria tampan itu tersenyum. Dia menghentikan langkahnya ketika dirasa jarak diantara keduanya hanya beberapa centi saja.

"Uhm .. do you want to tell me something, baby?" ucap pria tampan itu sambil mengelus pelan pipi kiri orang yang ada dihadapannya menggunakan punggung tangan kanannya. Pipi putih seputih susu yang terasa lembut dan juga dingin. Orang itu tersenyum dan melingkarkan lengannya di sekitar pinggang pria tampan itu.

"I guess, you who wants to tell me something, my dear~" jawab orang itu yang membuat pria tampan itu tertawa pelan.

"Are you sure my baby?" Tanya pria tampan itu mencoba menahan segala emosi yang sudah siap meledak setiap saat jika dia melakukan sedikit saja kesalahan dalam pergerakannya.

"Of course dear, I'm sure." Orang itu masih menatap mata kecoklatan milik pria tampan itu. Menatapnya dengan kedua bola matanya yang besar, bulat sebulat bulan purnama yang memancarkan sinarnya, dan juga iris mata berwarna hitam pekat sepekat langit malam yang membuat pria tampan itu jatuh cinta untuk ke sekian kalinya. Tatapan yang begitu memabukkan hingga rasanya bisa membuat gairah keduanya meningkat. Seolah-olah mengulang kejadian dimana pertama kalinya mereka saling betatapan, pertama kalinya mereka bertemu, pertama kalinya mereka merasakan getaran-getaran hebat di dalam dada, dan pertama kalinya mereka merasakan perasaan yang begitu membuncah.

*Flashback

Lampu Kristal yang begitu megah dan mewah tergantung sempurna di tengah-tengah ballroom The Palazzo Resort-Hotel-Casino at The Venetian, hotel mewah yang terletak di 3325 Las Vegas Blvd South, Las Vegas-Nevada. Sejauh mata memandang, terlihat begitu banyak para konglomerat yang sedang menikmat sebuah pesta yang diadakan di hotel berbintang 5 itu. Dekorasi yang di dominasi dengan warna emas dan juga merah menambah suasana terlihat semakin elegan dan berkelas. Berbagai orang dari mancanegara memenuhi ballroom itu. Termasuk seorang pria berkewarganegaraan Korea yang sedang menikmati wine-nya dengan sorot matanya yang tajam memperhatikan setiap detail yang ada di dalam ruangan besar itu. Pria itu terlihat sangat tampan dengan jas hitam hasil rancangan Alexander Amosu yang terbalut sempurna di tubuh tegapnya.

Tiba-tiba saja seseorang yang melintas di hadapannya begitu menarik perhatiannya hingga pria tampan itu terus menatapnya. Seperti ada medan magnet yang menyedot perhatian pria tampan itu pada seseorang yang melintas di hadapannya beberapa detik lalu hingga orang itu menghilang di balik kerumunan orang-orang.

"Cantik." Gumamnya tersenyum sambil menatap kerumunan orang-orang yang tadi menelan tubuh orang itu hingga menghilang.

"Yunho!" seseorang berteriak memanggil namanya. Pria tampan itu menoleh dan mendapati, seseorang yang sangat dipercaya olehnya berjalan mendekatinya.

"Max!" Yunho balik menyapanya.

"Persiapan sudah selesai. Semuanya sudah berada dalam posisi masing-masin dan .. dia sudah datang." Ucap Max dalam bahasa korea yang fasih. Yunho menganggukkan kepalanya.

~.~.~.~.~.~

"Kau darimana saja Hero hyung?" Tanya seorang pria imut dengan suaranya yang sedikit cempreng pada seseorang yang baru saja muncul dihadapannya. Bahasa korea yang digunakannya tidak akan bisa dimengerti oleh orang-orang yang berada di sekitarnya.

"Ah~ mianhae Xiah. Aku .. tersesat." Jawab orang yang tadi dipanggil Hero itu sambil sedikit menundukkan kepalanya –merasa malu.

"Ck! Silly." Gumam Xiah.

"Apa kau menemukannya?" Tanya Hero pada Xiah yang sedang meminum sampanye-nya. Xiah menatap Hero dengan sudut matanya, kemudian mengangguk mengiyakan.

"There." Tunjuk Xiah pada sebuah akuarium besar yang berada tak jauh dari tempat mereka berdiri. Hero menatap akuarium yang ditunjuk Xiah. ".. jas hitam dan juga tongkat kepala ular kobra yang dia pegang." Lanjut Xiah menunjuk seseorang yang berdiri disamping akuarium besar itu.

"Ok. Thank's! I'll be back!" ucap Hero sambil sedikit berlari mendekati target yang menjadi incarannya. Sebuah revolver berukuran mini dia keluarkan dari dalam lengan jas putihnya dan menyembunyikannya di genggaman tangannya. Bersiap-siap untuk melakukan aksinya.

~.~.~.~.~.~

"Salvatore Maranzano yang menamakan dirinya Capo di tutti capi –bos segala bos." Gumam Yunho mengingat berkas yang semalam dia baca. "..ketua mafia Itali-Amerika yang sulit tercium kejahatannya oleh polisi bahkan FBI." Lanjutnya sambil menatap satu titik –seseorang yang berdiri di samping akuarium besar yang berada di dalam ballroom. Yunho tersenyum."Let's we see." Yunho melangkahkan kakinya mendekati akuarium besar itu.

Hero berjalan perlahan mendekati akuarium besar yang berisikan ikan-ikan laut dan juga terumbu karang yang memperindah tampilannya. Hero berjalan memutar di balik akuarium sepanjang 5m itu. Menyembunyikan tubuhnya dari penglihatan orang-orang. Hero memeriksa peluru di revolver mini-nya. Sebelum mencapai targetnya, Hero menatap sekumpulan ikan-ikan yang berenang dengan bebasnya di dalam akuarium itu. Terlihat begitu bebas hingga membuat Hero sedikit iri. Namun, tiba-tiba saja pandangan Hero teralihkan dari ikan-ikan yang berenang itu pada seseorang yang sedang menatapnya di sisi lain dari akuarium itu. Tatapan matanya seolah mampu menyihir Hero untuk terus menatapnya.

Yunho terpaku ketika dirinya melihat seseorang yang tadi menarik perhatiannya, kini berada di hadapannya. Hanya akuarium besar yang memisahkan keduanya. Orang itu balik menatap Yunho dan Yunho berani bersumpah, mata itu .. mata terindah yang pernah dia lihat. Dadanya berdegup dengan cepat. Keduanya berjalan perlahan mengikuti jalur akuarium yang memisahkan mereka tanpa melepaskan pandangan mereka satu sama lain.

Hero menatap orang yang berada di sebrang akuarium itu. Menatapnya tanpa berkedip, seolah tidak ingin melepaskan kesempatan itu. Hero terus berjalan menelusuri sisi akuarium itu. Hingga akhirnya, ujung akuarium itu sudah terlewati oleh keduanya. Tak ada pembatas di antara keduanya. Pandangan nyata itu kini terlihat jelas. Hero menyembunyikan revolver mini-nya di balik lengan jas putihnya. Takut-takut orang itu menyadari apa yang sedang digenggamnya. Keduanya terdiam, masih menatap satu sama lain. Seperti ada suatu tarikan magnet yang membuat keduanya berjalan saling mendekati. Bahasa tubuh yang terlihat, menujukkan bahwa mereka saling tertarik satu sama lain. Hero menatap dalam mata kecoklatan Yunho. Mata yang seolah-olah menunjukkan sisi misterius dan juga sisi hitamnya. Yunho balik menatapnya. Mata yang begitu indah dan bersinar, seperti ingin menunjukkan suatu rahasia yang hanya diketahui oleh dirinya sendiri. Keduanya terhanyut dalam tatapan mata yang begitu melupakan tujuan utama mereka.

Rasa itu seperti .. love at first sight? Ya, mungkin seperti itu.

*end of flashback.

How can I decide what's right

When you're clouding up my mind?

I can't win your losing fight

All the time.

"Ok baby, you win." Gumam pria tampan itu masih mengelus pipi putih yang terasa lembut dipermukaan kulitnya yang sedikit kasar. ".. before I tell you everything, can I ask you something?" lanjutnya.

"Yes honey, everything for you." Jawabnya tersenyum manis, membuat pria tampan itu ingin mengecup bibir merah merekah itu. Namun, keinginannya itu harus dia kubur dalam benaknya. Mengingat, orang yang berada di hadapannya adalah orang yang .. berbeda.

"So .. who are you?" Tanya pria tampan itu pada orang yang ada dihadapannya. Orang itu terkesiap dengan pertanyaan yang dilontarkan pria tampan itu. Namun, dengan tenang dia menjawab.

"What a stupid question. Of course, I'm Kim Jaejoong, your lover. What's wrong with you, Yunho my dear?" jawab orang itu yang mengklaim bahwa dirinya adalah Kim Jaejoong pada pria tampan yang tadi di panggil Yunho olehnya yang –kini sedang tertawa pelan.

"Oh yeah baby, I know that." Ucap Yunho tenang. Yunho menarik leher Jaejoong untuk mendekat pada wajahnya, kemudian Yunho mencium pelan bibir Jaejoong yang sedari tadi sangat menggodanya itu. Jaejoong menutup matanya menikmati ciuman hangat Yunho. Tangan Jaejoong merambat naik hingga ke punggung atas Yunho. ".. but that's not the point, baby." Ucap Yunho di sela-sela ciuman mereka. Jaejoong hanya melenguh pelan. Ciuman hangat yang perlahan berubah menjadi ciuman liar, dan dengan sengaja Yunho menggigit keras bibir bawah Jaejoong hingga merobeknya dan darah segar merembes dari luka yang dibuat Yunho di bibir Jaejoong.

"Auch! That's hurt!" Jaejoong mendorong kuat tubuh Yunho hingga tubuh Yunho mundur beberapa langkah sambil memegang bibirnya yang berdenyut sakit. Yunho hanya tersenyum penuh arti sambil menjilat bibirnya dari darah Jaejoong yang menempel di bibirnya dengan gerakan lambat solah-olah ingin menggoda Jaejoong. Jaejoong menatap tajam Yunho.

"So .. tell me the truth baby, who are you? And then, I won't hurt you." Suara Yunho terdengar berbeda. Seperti terkandung banyak emosi di dalamnya. Jaejoong hanya tersenyum, dan mengabaikan rasa sakit di bibirnya.

"Tell you the truth? I think you are the one who must tell me the truth, honey~." Jawab Jaejoong tetap tenang. Tak ada emosi di dalam ucapannya. Hanya saja, tangan Jaejoong mengepal kuat hingga terlihat ujung-ujung jarinya memutih dan kuku yang menancap di telapak tangannya. Semua emosinya dia salurkan ke ujung jari-jarinya.

"Don't playing with me baby, just say it!" Yunho keras kepala. Emosi yang dia tahan sedari tadi, sepertinya mulai bergejolak di dalam tubuhnya. Jaejoong terdiam. Dadanya terasa sakit, seperti di tusuk begitu saja oleh sebilah pisau. Tiba-tiba saja, terlintas kenangan indahnya bersama orang yang kini ada di hadapannya. Orang yang selama ini dicintainya. Orang yang sudah merebut seluruh jiwa dan raganya.

*flashback

Matahari bersinar cerah di tengah-tengah gumpalan awan putih yang menutupi langit biru di Virginia. Bunga daffodil yang berwarna putih bermekaran di pekarangan rumah kediaman Jung yang memperindah pemandangannya. Rumah sederhana dengan konsep minimalis terasa begitu nyaman untuk di singgahi. Suara gemercik air yang terdengar dari air mancur buatan yang terletak di tengah pekarangan rumah terdengar begitu menenangkan.

Terlihat, Jaejoong sedang memasak sesuatu di dapur. Aroma nasi goreng mengudara di seluruh penjuru rumah itu. Seseorang, berajalan perlahan mendekati Jaejoong. Lengan kekarnya melingkar sempurna di pinggang ramping Jaejoong. Dia mencium lembut tenguk leher Jaejoong.

"Good morning .. Jae~" sapanya dengan suara baritone-nya yang terdengar sexy di telinga Jaejoong. Jaejoong memutar bola matanya ketika menyadari seseorang yang baru terbangun dari tidur panjangnya, menyapanya dengan penggunaan waktu sapaan yang salah.

"Good morning? This's already 01.00pm, Yunho! You are just like little pig." Jaejoong tertawa pelan sambil memukul lengan yang melingkar di sekitar pinggang hingga ke perutnya.

"I'm so tired, you know. Whose fault?" kilah Yunho sambil meletakan dagunya di bahu kanan Jaejoong. Jaejoong hanya tersenyum malu dengan wajah yang memerah. Mengingat apa yang dilakukan mereka semalam. Uhm yeah .. aktivitas malam yang melelahkan namun menyenangkan.

"Yun .." panggil Jaejoong sambil mematikan kompor kemudian membalikkan tubuhnya menghadap Yunho. Yunho menatap mata Jaejoong dengan lembut. Mata yang selalu membuat Yunho tenggelam di dalamnya.

"Mwo?"

"Hahaha~ baiklah kita pakai bahasa korea. Ne?" tawar Jaejoong sambil tertawa karena sifat Yunho yang selalu mencampur aduk bahasa yang mereka pakai untuk berkomunikasi. Yunho mengangguk mengiyakan. "Ehm .. kau tahukan pekerjaanku sebagai fotografer bersifat nomaden?" Tanya Jaejoong. Lagi-lagi Yunho mengangguk mengiyakan.".. nah, mungkin beberapa hari atau beberapa minggu aku akan pergi ke Manhattan untuk menyelesaikan pekerjaanku di sana." Lanjut Jaejoong.

"Manhattan? Kenapa harus di sana? Kau tahu? Jarak Manhattan-Virginia tak seperti jarak rumah kita ke swalayan di jalan besar sana." Ucapan Yunho terdengar kekanak-kanakan. Jaejoong memutar bola matanya sambil merangkul leher Yunho.

"Tentu saja aku tahu Yunho!" jawab Jaejoong sambil memainkan rambut tebal Yunho. Yunho mengerucutkan bibirnya. Jaejoong memberikan ciuman sekilas di bibir Yunho. ".. ada tawaran pekerjaan disana. Kuharap, kau mengerti." Lanjut Jaejoong.

"Tapi .. kapan kau kembali?" Tanya Yunho dengan nada tidak rela membiarkan Jaejoong pergi dari sisinya. Walaupun mereka sudah bersama dalam waktu 2 tahun lamanya –sejak pertemuan pertama mereka, namun tetap saja Yunho selalu tidak bisa berjauhan dengan Jaejoong. Memang, Jaejoong sering kali keluar kota bahkan keluar negeri karena tuntutan pekerjaannya sebagai fotografer. Kalau seandainya bisa, Yunho akan menyuruh Jaejoong berhenti dari pekerjaannya dan menetap di rumah saja. Tapi, Jaejoong tentu saja akan menolak mentah-mentah permintaan Yunho itu. Mau tidak mau Yunho harus bisa mengerti Jaejoong.

"Uhm .. mungkin kalau pekerjaanku cepat selesai minggu depan aku kembali. Kalau tidak .. eerr~ mungkin 1 bulan?"jawab Jaejoong tidak yakin. Mulut Yunho menganga lebar dengan sorotan mata yang seolah-olah mengatakan 'what?!'

"Selama itu kah?" Tanya Yunho pelan sambil mempererat pelukannya di pinggang Jaejoong. Jaejoong menggigit bibir bawahnya, karena sebenarnya dia juga tidak ingin meninggalkan Yunho. Namun, pekerjaan itu memaksanya untuk pergi ke Manhattan dan meninggalkan Yunho sendiri di Virginia.

"Mianhae Yunho~ tapi aku janji, setelah itu aku pastikan aku langsung kembali ke Virginia dan menolak semua tawaran pekerjaan yang nanti ditawarkan padaku. Lagipula, mungkin kau bisa lebih tenang menyelesaikan tulisanmu disini. Bukankah deadline-nya semakin dekat? Bagaimana?" ucap Jaejoong. Yunho menutup bibirnya rapat-rapat, tidak berkomentar apapun. Namun tiba-tiba saja dia teringat pekerjaan yang agak terlupakan olehnya yang tadi dibicarakan Jaejoong. Mungkin, ini saatnya dia menyelesaikan pekerjaannya itu. Kepergian Jaejoong menjadi kesempatan bagus baginya.

"Arasseo." Jawab Yunho akhirnya. Jaejoong tersenyum puas kemudian menarik leher Yunho dan mencium bibirnya sebagai hadiah karena sudah mau mengerti. Yunho menikmati hadiahnya sambil tangannya mencoba mengangkat kaos Jaejoong, namun tiba-tiba saja Jaejoong melepaskan ciumannya dan tangannya menghentikan tangan Yunho yang sudah ingin bergerilya di tubuh Jaejoong.

"Last night, it doesn't enough?" Tanya Jaejoong memincingkan matanya.

"Never." Jawab Yunho nyengir lebar. Kemudian Jaejoong memukul kepala Yunho.

"Pervert! Let's we eat our break –I mean our lunch, ok? It's already cold." Tawar Jaejoong sambil mendorong pelan tubuh Yunho untuk memberikan ruang gerak yang lebih luas agar Jaejoong bisa menyelesaikan pekerjaan memasaknya.

Yunho mengalah, dia berjalan mendekati meja makan dan duduk di kursi meja makan. Menanti masakan dari orang yang dicintainya. Namun, pikiran Yunho tak berada di sana. Pikirannya berkelana pada pekerjaannya yang tertunda. Yunho menopang dagunya dengan kedua tangan yang dia kepalkan dan siku yang bertumpu pada meja makan. Memikirkan bagaimana marahnya Max jika dia tahu, Yunho belum menyelesaikan pekerjaannya. Pekerjaan besar yang merupakan titik puncaknya. Pekerjaan yang sudah dia susun dalam kurun waktu 2 tahun lamanya. Namun, Yunho sering melupakan pekerjaannya itu karena Yunho lebih sering menghabiskan waktunya bersama Jaejoong. Mungkin tembak mati sebagai hukumannya? Pikir Yunho berlebihan. Tapi, saat ini sudah ada kesempatan bagus. Jaejoong tidak ada didekatnya. Itu artinya, Jaejoong akan baik-baik saja. Setelah ini berakhir, semoga saja Yunho dan Jaejoong bisa menghabiskan sisa waktu mereka bersama-sama. Memikirkan ini, membuat Yunho stress, karena pekerjaannya membuat segalanya menjadi berkali lipat lebih sulit.

".…"

"Yun? What happens? You are spacing out." Suara lembut Jaejoong menginterupsi lamunan Yunho. Yunho mengerjapkan matanya dan melihat Jaejoong sudah berdiri di sampingnya. "I'm calling you for fourth times, but you don't give me any respon." lanjut Jaejoong khawatir. ".. are you sick?" Tanya Jaejoong lagi sambil menyentuh lembut kening Yunho dengan punggung tangan hanya menggeleng pelan kemudian memeluk Jaejoong dan meletakan kepalanya di perut Jaejoong. Jaejoong tersenyum kemudian mengelus pelan kepala Yunho.

"I love you, Boo~" ucap Yunho.

"Love you too, Yunnie~"

*end of flashback

Not gonna ever own what's mine

When you're always taking sides

But you won't take away my pride.

No, not this time…

Not this time…

"Say what?!" tanpa sadar Jaejoong menaikkan nada suaranya. Rasanya begitu mengesalkan. Menyesakkan dadanya hingga sulit bernapas. Napas Jaejoong sudah naik turun tak teratur. Jaejoong mencoba menenangkan dirinya, namun rasanya begitu sulit.

Yunho hanya menatap Jaejoong. Tatapannya terlihat sangat terluka. Begitu menyakitkan. Seperti tak ada celah untuk menutupi luka tak kasat mata itu. Kecewa, putus asa, marah, kesal, bingung semua emosi itu bercampur aduk dengan hebatnya. Yunho mencoba meredam emosinya.

"Ok baby, I'm sorry. I didn't mean it." Ucap Yunho sambil mencoba mendekati Jaejoong lagi. Jaejoong terdiam dan hanya menatap Yunho dengan tatapan kosong. Tatapan putus asa dan seperti tidak ada harapan. Yunho menghentikan langkahnya dan menyapu rambutnya dengan telapak tangan kanannya. Betapa stressnya Yunho saat ini. Memikirkan 2 nyawa yang harus dia pilih yang ada dalam genggamannya. Nyawa Jaejoong atau nyawa-nya sendiri.

Begitupula dengan Jaejoong. Ketenangan yang dia tunjukkan tadi hanyalah topeng semu yang bersifat temporer. Saat ini, Jaejoong sangat gelisah dan takut. Jaejoong hanya menatap Yunho dengan tatapan kosongnya. Rasanya Jaejoong ingin memeluk tubuh Yunho untuk mendapatkan ketenangan. Tapi sepertinya, rasa itu sudah menghilang, menguap bersamaan dengan keputusan yang diambil Jaejoong.

Membunuh atau dibunuh.

"It's ok honey~ it's ok." Jawab Jaejoong mencoba tersenyum kemudian berjalan mendekati Yunho dengan revolver mini yang keluar dengan perlahan dari balik lengan jas hitamnya.

How did we get here?

When I used to know you so well.

But how did we get here?

Well, I think I know.

Jaejoong sudah berada di hadapan Yunho dengan revolver mini yang kini berada tepat di perut Yunho. Jaejoong menatap mata Yunho yang sedang balik menatapnya. Perlahan Jaejoong mengangkat revolver itu ke arah dada kiri Yunho dimana letak jantung Yunho yang berdetak seirama dengan detak jantungnya. Jaejoong tersenyum.

"I'm sorry my dear." Ucap Jaejoong sambil menarik pelatuknya. Yunho hanya tersenyum dan menatap mata Jaejoong yang sedang menatapnya.

"I'm sorry too Boo. But .. you're too slow my baby." Ucap Yunho dengan revolver jenis WALTHER P99 terangkat di sisi kepala Jaejoong. Keduanya masih saling tatap, seolah tak ingin memutuskan kontak mata mereka.

'DOR!'

Suara ledakan dari pistol bisa terdengar seolah memecah keheningan malam. Ledakan yang terdengar sangat dahsyat karena 2 pistol yang saling menembakkan pelurunya. Bau bubuk mesiu begitu tercium seiring Jaejoong menembakkan pelurunya ke arah lantai dan kepulan asap terlihat jelas di mulut pistol Yunho yang menembak ke arah dinding di belakang tubuh Jaejoong.

Yunho menahan lengan kanan Jaejoong dan memelintirnya kebawah hingga tembakan Jaejoong meleset ke arah lantai. Sedangkan Jaejoong menangkis tangan kanan Yunho hingga tembakan Yunho meleset ke arah dinding.

"You're so fast Boo~" komentar Yunho tersenyum menyeringai. Jaejoong pun membalas seringaiannya.

"You too, honey~" Jawab Jaejoong. Keduanya terdiam untuk beberapa detik hingga akhirnya mereka saling melepaskan diri, namun gerakan Jaejoong lebih cepat dan lincah hingga akhirnya dia memukul keras ke arah rahang Yunho menggunakan tangan kirinya tanpa adanya pertahanan atau perlawanan. Darah mengalir perlahan dari sisi bibir Yunho. Jaejoong menyeringai, kemudian berkata,"..but, you're so slow without gun."

"Wow! Your punch impressed me. How can you become strong like that, baby? Beside, you are always 'weak' in the bed." Komentar Yunho sambil memegang rahang kanannya yang terasa sakit dan menyapu bibirnya yang berdarah dan mengalir di sisinya dengan punggung tangan kanannya. Jaejoong mendengus pelan.

"Say it again, and I swear I'll kill you!" ucap Jaejoong. Namun, tiba-tiba saja perut Jaejoong terasa sakit hingga rasanya Jaejoong ingin memuntahkan segala sesuatu yang ada didalamnya. Yunho memukul keras perut Jaejoong tanpa bisa Jaejoong hindari. Pergerakan Yunho terlalu cepat. Jaejoong membungkuk dan hampir terjatuh namun sepasang lengan kekar menahannya.

"Then .. make me my Boo~" bisik Yunho sambil menjilat pelan telinga kanan Jaejoong yang membuat Jaejoong bergidik geli. Yunho menyerang titik lemah Jaejoong.

"Sure! Your order is my command, honey." Jawab Jaejoong sambil menendang keras perut Yunho dengan lutut kanannya. Yunho mengerang kesakitan dan berjalan mundur beberapa langkah. Jaejoong mengarahkan revolver-nya lagi tepat di depan wajah Yunho.

"Game over, my dear." Ucap Jaejoong sambil bersiap menarik pelatuknya.

"In your dream!" Yunho menendang keras tangan Jaejoong yang membuat revolver yang dipegang Jaejoong terlepas. Revolver Jaejoong terseret cukup jauh hingga akhirnya berhenti setelah berbenturan dengan dinding. Jaejoong menolehkan kembali kepalanya menatap Yunho, namun WALTHER P99 milik Yunho menyapanya tepat di depan wajahnya.

"Well, I'll just say 'Game Over' and that's mean 'bye~bye~'" Ucap Yunho sambil menembakkan pelurunya tepat di depan wajah Jaejoong. Namun tak sesuai harapan, Jaejoong berjongkok secepat Yunho menembakkan pelurunya dan menendang kedua kaki Yunho yang membuat Yunho terjatuh. Jaejoong merangkak ke atas tubuh Yunho dan menahan kedua lengan Yunho di atas kepala Yunho.

"How could you kill your lover so easy like that? You do not have any heart, hum?" Tanya Jaejoong sambil mencium lembut bibir Yunho. Jaejoong menjiat-jilat bibir Yunho dan menggodanya dengan mengeluarkan suara erangan-erangan sexy. Yunho melenguh pelan dan bergerak-gerak gelisah. Pegangan tangan Jaejoong dikedua lengan Yunho cukup kuat sehingga Yunho tidak bisa melepaskan diri. Tenaganya seolah tersedot bersamaan dengan ciuman panas yang diberikan Jaejoong padanya. Jaejoong mengemut bibir Yunho dan menggigitnya dengan lembut seperti sedang mengunyah permen karet. Namun perlahan, Jaejoong menggigit keras bibir bawah Yunho yang membuat darah mengalir deras ke samping wajah Yunho. Yunho memekik kesakitan. Jaejoong melepas ciumannya kemudian tersenyum. "Revenge is so sweet~" ucap Jaejoong sambil menjilat dan menghisap darah yang berada di bibir Yunho.

"Done, baby?" Tanya Yunho tersenyum menyeringai. Yunho melepas paksa tangan Jaejoong yang menahannya dan itu berhasil. Yunho berguling yang membuat keadaan membalik –Jaejoong berada di bawah tubuh Yunho dan Yunho berada di atas tubuh Jaejoong. WALTHER P99 masih berada dalam genggaman tangan kanan Yunho. Yunho mengarahkannya tepat di kening Jaejoong.

"It's not fair! I'm a guy without gun, but you are! You're such a LOSER!" teriak Jaejoong sambil berusaha melepaskan diri dari Yunho. Namun tubuh Yunho yang jelas-jelas lebih besar darinya itu membuat Jaejoong tak berkutik.

"Eh? Are you already scared to die, baby?" Tanya Yunho. Jaejoong hanya menatap Yunho dengan tatapan tajamnya. ".. don't looking at me with piercing eyes like that baby. Ok, I'll be gentle." Lanjut Yunho sambil membuang pistolnya dan pistolnya terlempar tepat di atas sofa hitam ruang tengah.

"Satisfied, huh?" Tanya Yunho sambil menundukkan kepalanya dan mulai menjilati leher Jaejoong dan menghisapnya dengan sangat kuat yang membuat Jaejoong mengerang keras dan meninggalkan tanda merah-keunguan di leher Jaejoong. Yunho masih terus menghisapnya yang membuat Jaejoong melenguh keras.

"U –uh .. Yun .." Yunho masih terus menjilat, mengecup, dan menghisap leher Jaejoong hingga perlahan turun ke tulang selangkanya dan menjilati jalur tulang selangka Jaejoong. Jaejoong melenguh pelan. Suara desahannya begitu memabukkan Yunho.

"You are so delicious, my baby." Ucap Yunho sebelum akhirnya mencium bibir Jaejoong. Darah yang masih merembes di bibir Yunho ikut berbaur dalam ciuman mereka yang membuatnya terasa manis dan asam. Jaejoong mulai menutup matanya. Yunho menjilat pelan bibir bawah Jaejoong yang membuat Jaejoong membuka mulutnya tanpa ada perlawanan. Luka di bibir Jaejoong terasa menganga lebar ketika Jaejoong membuka mulutnya. Kesempatan itu dipakai Yunho untuk memasukkan lidahnya ke dalam mulut Jaejoong. Membuat pertarungan kecil dengan lidah mereka masing-masing. Suara decakan ciuman basah mereka seolah-olah mampu mengalahkan suara gemersik angin yang bergesekan dengan ranting-ranting pohon. Tangan Jaejoong meremas lengan Yunho kuat-kuat. Ciuman itu semakin lama terasa semakin liar tak terkontrol. Jaejoong yang mulai kehabisan napas, menggigit keras lidah Yunho yang berada di dalam mulutnya membuat Yunho memekik sakit dan melepaskan ciumannya.

"Are you done, pervert?" Tanya Jaejoong menatap Yunho dingin. Yunho nyengir lebar.

"Never."

"Then, I'll make you done." Ucap Jaejoong tersenyum sambil menendang tubuh bagian bawah Yunho dengan lututnya yang membuat Yunho berteriak kesakitan. Yunho berguling ke samping sambil menahan rasa sakit di bagian bawah tubuhnya itu. Jaejoong bangkit dari posisi terlentangnya kemudian berdiri dan melepaskan jas hitamnya yang menyisakan kemeja hitamnya di tubuh Jaejoong. Susana panas yang mereka ciptakan membuat Jaejoong bekeringat banyak.

"Ho –how could you kick my precious thing like that? Don't you like it, do you? Oh geez!" Yunho memejamkan matanya menahan sakit yang luar biasa. Jaejoong hanya menatap Yunho yang sepertinya memang sedang kesakitan. Rasa bersalah tiba-tiba saja menyelimutinya.

"O –oh. I –I didnt mean it. So –sorry." Jaejoong perlahan mendekati Yunho, namun tiba-tiba saja kaki Jaejoong di tarik oleh Yunho yang membuat Jaejoong terjatuh ke lantai. "You jerk!" maki Jaejoong kesal karena kepalanya terbentur lantai yang membuat kepalanya menjadi pusing.

"You must have to learn it Jae~ don't you ever dare trust your enemy!" ucap Yunho sambil mendekati wajah Jaejoong dan memukulnya tepat di pipinya yang membuat pipi seputih susu itu menimbulkan warna lain. Warna kemerahan yang menyakitkan. Wajah Jaejoong terlempar ke samping. Tiba-tiba mulut Jaejoong terasa manis dan asam. Cairan hangat berwarna merah keluar dari dalam mulut Jaejoong. Jaejoong meludahkan cairan merah itu.

"E –enemy? You think .. we are ..?" Tanya Jaejoong tanpa menatap wajah Yunho. Rasa sakit tiba-tiba menyergapnya. Bukan rasa sakit dari pipinya yang dipukul Yunho, namun rasa sakit di dadanya ketika mendengar ucapan Yunho. Yunho pun terdiam.

Do you see what we've done?

We've gone and made such fools

Of ourselves.

Do you see what we've done?

We've gone and made such fools

Of ourselves.

*Flashback

Jaejoong baru saja tiba di Manhattan Regional Airport. Musim semi di Manhattan terasa sangat berbeda dengan musim semi di Virginia. Jaejoong, lebih suka musim semi di Virginia karena 2 alasan. Suasana Virginia yang menenangkan –tak sepadat kota Manhattan– dan juga seseorang yang sangat dicintainya –Jung Yunho.

Jaejoong baru saja selesai melakukan check out-nya di tempat pemeriksaan. Kacamata hitam bertengger di hidungnya yang mancung dan runcing –menyembunyikan mata indahnya. Jaejoong masih mengingat jelas, bahkan perkataan Yunho masih bergaung di dalam telinganya ketika Jaejoong bersiap berangkat ke Manhattan.

'Here! Use this glasses. I won't let anybody see your beautiful eyes since you're not with me! Those eyes are mine and you are mine!'

Jaejoong tersenyum sambil menggelengkan kepalanya mengingat betapa posesifnya seorang Jung Yunho. Tapi yea~ Jaejoong menyukai hal itu. Jaejoong menyeret koper Louis Vuitton ukuran sedang miliknya menuju pintu kedatangan. Kepala Jaejoong menoleh ke kanan dan ke kiri. Mencoba mencari papan nama yang –mungkin tertulis namanya di kerumunan orang-orang yang menjemput. Tiba-tiba sebuah papan muncul di kerumunan orang-orang dengan warna yang sangat mencolok. Background berwarna hijau muda menyala dengan tulisan besar berwarna kuning. Siapa saja yang melihat ke arah kerumunan penjemput, pasti langsung menyadari papan nama mencolok itu. Jaejoong memutar bola matanya dan mendekati orang yang memegang papan nama bertuliskan 'Hero'.

"Bisakah kau melakukan hal yang tidak biasa lebih dari ini? Ini cukup memalukan!" ucap Jaejoong pada orang yang memegang papan nama mencolok itu dengan bahasa korea. Orang itu nyengir lebar.

"Hei, aku cukup pintar untuk membuat sensasi seperti ini. Bukankah aku jadi lebih mudah ditemukan, my beloved hyung?" Tanya orang itu nyengir lebar. Seolah bangga dengan ide briliannya(?).

"Oh yeah, just shut up you dolphin mouth!" ucap Jaejoong sambil menyeret orang itu untuk segera meninggalkan airport. " .. so where is the car, my little dolphin?" Tanya Jaejoong sambil menatap jam Swiss Army yang melingkar sempurna di pergelangan tangannya yang ramping.

"Stop calling me like that! Because I'm not a dolphin!" protes orang itu sambil memajukan bibirnya. Jaejoong menoleh dan sedikit tertawa.

"Ok duckbutt, where is the car? We must be hurry!" ucap Jaejoong lagi sambil tertawa pelan. Orang itu hanya memutar kedua bola matanya kesal.

"You bastard." Gumam orang itu sambil mencibirkan bibirnya. Jaejoong menoleh cepat pada orang itu.

"What? Did you say something bad of me, Kim Junsu?" Tanya Jaejoong dengan nada yang berbahaya. Orang yang dipanggil Junsu itu hanya menelan ludahnya perlahan karena dengan sangat jelas Jaejoong menyebut nama lengkapnya. It's not good.

"No hyung .. eer~ oh that's the car! C'mon hyung!" Junsu menunjuk mobil limousin hitam yang baru saja berhenti di depan mereka. Junsu menghela napasnya lega merasa nyawanya terselamatkan di waktu yang tepat. Bagaimana Junsu tidak takut jika Jaejoong adalah ketua mafia terkuat di Manhattan? Yea, lucky me. Pikir Junsu.

Jaejoong .. eeerr~ sepertinya untuk saat ini kita memanggilnya Hero –sedang menghadiri rapat denan para tetua mafia yang di undang olehnya. Hero akan memperlebar sayapnya hingga keluar Manhattan. Bisnis terselubung yang menguntungkan dan sering di lakukan para mafia di seluruh dunia. Penyelundupan obat terlarang. Yea, bisnis besar ini tentu sangat menguntungkan dan menggiurkan dan Hero membuka peluang bagi para 'teman'nya yang ingin bergabung dengannya. Tentu saja, semuanya ikut bergabung dan Hero puas akan hal itu. Pekerjaannya akan menjadi lebih mudah, cepat selesai, dan tidak akan memakan waktu lebih dari sebulan dan Hero bisa langsung kembali ke Virginia. Yah, perkiraan Hero seperti itu.

"Ok, I put all the investment you have in the list. You just wait for the money that flows into your account. Sorry if for a few weeks I have been missing. I have to prepare everything very carefully. You know who our biggest enemy, right? "ucap Hero pada tetua mafia yang mengangguk-angguk mengerti. Ya, Hero mempersiapkan segalanya ketika dirinya berada di Virginia. Setidaknya, dia bisa lebih tenang melakukan pekerjaannya di sana dan sekarang semuanya sudah tersusun dengan sempurna.

"But Hero, what's about our biggest rival? You-know-who-was-I mean." Ucap salah satu tetua mafia dari negara Mexico. Hero menatap orang itu kemudian tersenyum. Tentu saja Hero sangat mengingat rival terbesarnya itu dan semua rencananya memang untuk memancing rival-nya itu untuk menunjukkan batang hidungnya. Hero sangat menantikan ini 2 tahun lamanya.

"Don't think about it. I have designed it to perfection. So, don't worry." Jawab Hero. Orang itu mengangguk dan tersenyum puas. ".. and our biggest enemy –all the police and the FBI will not be able to track us." Lanjut Hero meyakinkan yang mendapatkan tepuk tangan dari semuanya. Hero sedikit menunduk dan meninggalkan ruangan besar di kediamannya yang bagai istana itu di tengah kota Manhattan. Junsu –orang kepercayaan Hero mengekor dibelakangnya.

"Ok, Xiah let's start it." Ucap Jaejoong pada Junsu. Semua rencananya yang tersusun rapi sejak bertahun-tahun lamanya akan berakhir dengan kemenangannya. Hero menyeringai karena kali ini rencananya tidak akan gagal seperti saat 2 tahun silam. Namun kali ini dengan rasa percaya diri yang tinggi, Hero yakin rencananya akan berhasil.

~.~.~.~.~.~

Seorang pria dengan topi yang menutupi hingga sebagian wajahnya dan juga kacamata hitam yang bertengger di hidungnya yang mancung membuat wajahnya tidak terlihat jelas. Pria itu baru saja tiba di Manhattan Regional Airport pukul 10.00pm. Dia menggendong tas ranselnya dan berjalan ke arah pintu kedatangan. Kepalanya menoleh ke kiri dan ke kanan mencoba mencari papan yang bertuliskan namanya. Pria itu tersenyum ketika melihat namanya ada di salah satu papan nama para penjemput.

"What is the reason took you so long?" Tanya orang yang memegang papan bertuliskan nama pria itu.

"Hum? Sorry, my lover was leaving Virginia this afternoon and I could get my ticket around 07.00pm and the airplane was delayed." jawab pria itu.

"It's ok Yunho hyung. Are you feeling jetlag or something? Your face looks so pale." Tanya orang itu sedikit khawatir.

"Huh? No, I'm fine. Just already miss my lover. Hehehe." Jawab Yunho cengengesan. Orang itu hanya memutar bola matanya.

"Lovebirds." Gumamnya. "Hey, I have never seen your lover. Why you didn't introduce to me? It's almost 2 years! Are you shy?" lanjut orang itu bermaksud menggoda Yunho. ".. even, since you have a lover, you already forget about everything in here. You know? Without me, this situation could be worse." Tambahnya pula seperti membanggakan diri.

"Just shut up you giraffe!" ucap Yunho sambil memukul kepala orang itu sambil tertawa. Orang itu menggerutu pelan sambil memegang kepalanya yang tadi dipukul oleh Yunho.

"You are so mean, little pig!" balas orang itu sambil meleletkan lidahnya.

"YA! Shim Changmin! Are you boring with this life?! Then, I can help you!" teriak Yunho karena orang itu –Shim Changmin sudah berlari meninggalkan Yunho.

"That little bastard. How can he calling me little pig? Who teached him to speaking like that?" gumam Yunho sambil berlari mengejar Changmin.

"YA! Don't you dare to running away!" teriak Yunho pada Changmin yang berlari semakin jauh. Keduanya mendapat perhatian dari para pengunjung di airport Manhattan.

Setelah aksi lari-larian mengejar dan dikejar, keduanya menghirup napas dalam-dalam karena dirasa paru-paru mereka minim oksigen. Terasa kering di tenggorokan. Keringat mengucur deras di sekujur tubuh keduanya.

"Remind me to repay you, little brat!" Yunho menunjuk wajah Changmin dengan telunjuknya. Changmin hanya memutar kedua bola matanya.

"C'mon! Don't playing again. We must be hurry." Ucap Changmin sambil berjalan menuju parkiran airport. Yunho mengekor di belakang Changmin. Terlihat sebuah van hitam terparkir di sana dan Changmin berjalan mendekati van itu.

"Welcome back Sir!" sapa seseorang yang berada di dalam van itu sambil memberikan hormat ketika pintu van bergeser terbuka dan melihat Yunho berdiri disana. Yunho hanya menganggukkan kepalanya.

"So .. what is the results, James?" Tanya Yunho langsung pada poinnya sambil masuk ke dalam van hitam itu dan menatap layar komputer yang berada di dalamnya. Changmin ikut masuk dan menutup pintu van itu. Changmin menyuruh supir untuk melanjutkan perjalanan mereka.

"On Saturday night of March 21st, will be held a party at the Jumeirah Essex House, 160 Central Park NY 10019 Manhattan-New York. All VIP guests will be attend at the party. Including those who involved in the largest embezzlement drugs." James menjelaskan hasil pencariannya. Yunho mengangguk mengerti. Dia melepaskan topi dan kaca mata hitamnya kemudian memakai rompi hitam anti peluru yang di serahkan Changmin padanya dengan tulisan FBI di punggung atasnya.

"The list?" tanya Yunho lagi. James mengangguk dan menyerahkan hasil print out-nya. Yunho membacanya. Begitu banyak daftar nama yang tercetak di kertas itu. Yunho menyeringai. Changmin menatap Yunho dengan sudut matanya. Begitu pula dengan Yunho. Keduanya menggangguk kecil. Sedangkan James masih berkutat dengan komputernya.

"Ok. We have 2 weeks to prepare everything. Make sure it will be perferct." Ucap Yunho yang mendapat anggukan dari James dan Changmin. Sesuatu sudah terencana dalam otaknya 2 tahun lamanya, dan sekarang puncak dari segala rencananya.

Ponsel Yunho bergetar, dan Yunho merogoh saku celana jeans biru tuanya dan melihat siapa yang menelponnya malam-malam begini. Yunho tersenyum ketika melihat caller ID yang muncul di LCD-nya.

"Hi Boo." Sapa yunho tersenyum. Changmin memutar bola matanya.

"Hi Yunnie~"

"So, why you calling me so late? I guess, you should arrived in Manhattan around 03.00pm. Did you arrive safely in Manhattan?" tanya Yunho khawatir. Orang di sebrang telepon tertawa pelan.

"Yes, I did and sorry, I didn't call you when I arrived in Manhattan. You know, I'm so busy in here. The staff didn't let me to make a call. Sorry." Ucap orang itu meminta maaf.

"It's ok Boo. As long as you are okay." Jawab Yunho tersenyum.

"Yun, I want to tell you something." Ucap orang itu yang membuat Yunho sedikit terdiam.

"Ok Boo, what's that?"

"If something bad happen to me, don't get any worried ok?" ucap orang itu dengan suara pelan. Yunho menangkap nada gelisah dari orang itu.

"What's that mean, Boo? Of course if something bad happen to you, I'll feel worry."

"…." Orang itu terdiam. Yunho menunggu dia mengatakan sesuatu lagi.

"Boo, what happened?" tanya Yunho sedikit gelisah. Ingin rasanya Yunho menanyakan di mana Jaejoong berada dan langsung meluncur ketempat Jaejoong. Kebetulan juga Yunho sedang berada di Manhattan. Namun sesuatu menahannya yang membuat dirinya tidak bisa menemui Jaejoong. Changmin menatap Yunho seolah mengerti apa yang dipikirkan Yunho. Yunho melihat Changmin menggelengkan kepalanya. Yunho hanya menunduk.

"Nothing, I just .. miss you so badly!" jawab Jaejoong dengan suara yang dibuat ceria.

"Boo .." lirih Yunho karena merasa ada sesuatu yang aneh pada diri Jaejoong.

"So, have you done with your novel, hum?" Jaejoong mengalihkan topiknya. Yunho menghela napasnya pelan.

"Almost." Jawab Yunho singkat.

"You have to finish your novel, lazyass! Deadline is so close you know." Ucap Jaejoong menyuruh Yunho cepat-cepat menyelesaikan 'pekerjaan' nya.

"Anything for you Boo." Jawab Yunho sedikit tertawa walaupun sebenarnya Yunho masih memikirkan apa yang diucapkan Jaejoong tadi.

"Oh yea. I almost forgot. I want to inform you, I'll comeback so late. Maybe 2 weeks. This job is driving me crazy. I guess, I can finish it in 1 week, but I was wrong. It's ok honey? I'm so sorry." Ucap Jaejoong dengan nada menyesal. Yunho memikirkan ucapan Jaejoong. 2 minggu. Waktu yang tepat ketika Yunho harus menyiapkan segalanya dalam waktu 2 minggu di sini tanpa harus bolak-balik Manhattan-Virginia jika Jaejoong pulang lebih awal.

"It's ok baby. Take your time ok?" jawab Yunho.

"Ok my dear. So, bye~bye~. See you later." Jaejoong memutuskan sambungan teleponnya setelah mendapat balasan dari Yunho.

"Your lover in Manhattan?" tanya Changmin setelah tadi sedikit menguping pembicaraan Yunho. Yunho mengangguk mengiyakan. ".. but, how if she –I mean he figure out about you?" lanjut Changmin.

"Hey little kid, don't you know Manhattan is so extensive? I bet, he never figure out I'm here and I'm working behind the shadows anyway." Jawab Yunho yang membuat Changmin bungkam.

*end of flashback

- TBC -

So.. how with this one? ^^ this is my very 1st yunjae chaptered ff~

If you like it, I'll continue this ff till the end~ just 3 chapter ;)

Gimme your review so I could see if anyone like this story~

Thank you ^^