Judul : The legend of prince wind
Chapter 1 :
Author : Kakashy Kyuuga
Disclsimer : Naruto punya om Masashi ^_^
Rate : T
Genre : fantasy, adventure, hurt and romance.
Pairing : Naruhina
Konoha city, siapa yang tak mengetahui kehebatan kota ini? kota dengan segala kesibukan di sepanjang hari 24 jam nonstop dengan aktifitas penduduknya yang tak ada habis-habisnya. Konoha city adalah sebuah Negara yang di pimpin oleh seorang raja yang –eaum lumayan- tua, dalam kota ini kita bisa menemui beberapa hal aneh. Misalnya saat ini, Konoha city terlihat sepi tak seperti biasanya. Jika itu orang pendatang atau turis, mereka akan mengira kota ini adalah kota mati.
Hal itu terjadi bukan karena tanpa sebab, melainkan ini berkaitan dengan mitos, kepercayaan mereka yang turun temurun dari nenek moyang mereka. Di Konoha city ini, entah bagaimana bisa selama ini setiap peristiwa gerhana matahari dalam jangka waktu 5 tahun sekali di Konoha city selalu mengalami gerhana matahari total.
Konon, kejadian ini berkaitan dengan legenda pada jaman dulu kala, saat dimana Konoha city belum ada. Dari desas desus yang terdengar, jika ada anak yang lahir tepat saat gerhana matahari terjadi, maka anak itu adalah anak kutukan alias anak iblis. Anak yang membawa kutukan kegelapan.
Tidak ada yang tahu kebenaran itu, karena sejauh ini belum ada yang mendengar kabar jika ada anak yang lahir tepat di bawah gerhana matahari, jadi penduduk Konoha city tetap merasa nyaman dan tenang.
Tapi, tahukah mereka jika di salah satu rumah bangsawan di Konoha city ini tengah terjadi sesuatu yang sangat di jauhi oleh penduduk Konoha city?
Yah, saat ini tepat di perumahan mewah keluarga bangsawan Uciha seorang wanita cantik bersurai hitam panjang sendirian di kamar yang gelap hanya di temani sebuah lilin dan seorang maidnya tengah berjuang menyelamatkan anaknya yang akan lahir hari ini, tepat di bawah nanungan gerhana matahari.
Dengan susah payah, akhirnya wanita itu berhasil melahirkan anaknya dengan selamat. Masih dalam penerangan lilin itu, wanita cantik itu mengrlus-elus putra keduanya yang baru lahir itu.
"Nyonya, apa yang akan kita lakukan. Anak ini lahir tepat saat gerhana matahari" tanya si maid ketakutan.
"Tidak akan ada yang tahu tentang kelahirannya" kata wanita itu seraya tersenyum misterius pada maidnya. Di saat yang bersamaan pintu yang tertutup rapat itu terbuka dan masuklah seorang pria berusia sekitar kepala tiga mendekati wanita yang tengah menggendong putranya.
"Bagaimana kondisi putra kita, Mikoto-chan" tanya pria yang ternyata adalah suami wanita itu.
"Dia lahir dengan selamat dan sehat, Fugaku-kun" balas wanita itu sembari tersnyum bahagia.
"Baiklah, tugasmu sudah selesai" kata Fugaku pada maid yang membantu istrinya melahirkan. "Sekarang kau sudah bisa pergi" lanjut Fugaku seraya melambaikan tangannya sebagai pertanda pergi.
"Baik, tuan besar" jawab maid itu setengah ketakutan sebelum dia beranjak keluar dari ruangan gelap itu. Langkahnya sempat terhenti saat dia berpapasan dengan putra pertama Fugaku dan Mikoto berdiri di depan pintu dengan tatapan penuh arti.
Dor!
Sebuah peluru timah panas menembus jantung maid itu tepat di depan putra tunggal Fugaku dan Mikoto. Darah segar bermuncratan mengenai wajahnya yang polos.
"Apa kau senang sekarang, kau kini telah menjadi seorang kakak. Setelah ini tidak ada yang akan tahu tentang kelahirannya, dan kau harus berjanji pada ayah akan menjaga adikmu, Itachi" kata Fugaku pada putra pertamanya.
Itachi hanya balas menatap dingin pada ayahnya.
…
Lima tahun kemudian, di rumah bangsawan Uciha. Pemandangan berkabung tengah memenuhi rumah mewah itu, di tengah ruangan terdapat dua buah peti mayat yang tertutup rapat dari rumah sakit.
Fugaku dan Mikoto meninggal dalam kecelakaan pesawat saat akan kembali dari pertemuan bisnis mereka di Negara Suna. Pesawat yang mereka tumpangi terbakar dan menyebabkan mereka berdua seketika meninggal bersama beberapa penumpang pesawat lainnya.
Itachi menatap dingin pada kedua peti mayat yang tertutup itu, sementara di sampingnya berdiri Sasuke, adik bungsunya itu hanya menatap tak mengerti pada orang-orang yang berlalu lalang sambil terisa-isak.
"Oniisan, kenapa mereka menangis di rumah kita? Kemana Tou-chan dan Kaa-cha di saat ada tamu?" tanya sasuke dengan polosnya.
"Mereka sedang sibuk, mereka tidak bisa melayani para tamu. Karena itu kita yang akan mengganti mereka"
"Tapi, niisan. Kapan Tou-chan dan Kaa-chan kembali? Aku sudah kangen pada mereka" suara sasuke kecil mulai terdengar parau.
"Tenanglah, kita akan pergi menyusul mereka. Nanti saat kita sudah besar" jawab Itachi dengan tenangnya, setenang tatapan matanya saat melihat dua peti mayat di depannya.
"Aku janji akan menjaga sasuke, untuk mu, Tou-chan. Dan akan ku bawa dia kembali pada kalian, suatu saat nanti kita akan berkumpul lagi. Aku janji, Kaa-san" batin Itachi.
….
Di salah satu sudut Konoha city, seorang wanita bersurai merah panjang selutut berlarian menghindar dari entah sesuatu yang menyeramkan yang saat ini tengah mengejarnya. Wanita itu terlihat ketakutan, wajahnya yang pucat itu makin ketakutan saat sosok bertudung terkoyak mendekatinya.
"Dimana kau sembunyikan dia?!" suara desisan terdengar dari balik tudung terkoyak itu terdengar bagai terror.
"Aku, aku sudah membunuhnya!" kata wanita itu ketakutan.
"Seharusnya kau tak melakukan ini Khusina, lebih baik kau bekerja sama dengan ku. Dengan begitu semua akan baik-baik saja, begitu pun dengan dia" kata sosok itu.
"Lebih baik aku membunuhnya dari pada menyerahkan dia padamu!" tegas wanita itu tetap bersikeras.
"Khusina, apa kau sadar apa yang telah kau lakukan? Kau telah membuang semua yang kau punya hanya untuk orang itu, dan kini dia telah meninggalkanmu. Kehidupan manusia itu tidak abadi"
"Diam kau! Apa yang kau tahu tentang, Minato-kun! Dia tidak meninggalkanku!"
"Kalau begitu mengapa kau tak menyusulnya!" begitu selesai berkata sosok itu mengeluarkan kabut hitam dari telapak tangannya dan siap di arahkan pada wanita bersurai merah itu.
Namun belum juga kabut itu lepas dari tangannya, sebuah cahaya putih entah datang dari mana menyelubungi wanita itu dalam sekejap hingga membuat sosok bertudung itu menghilang.
Beberapa detik kemudian tempat itu menjadi sunyi, tak ada tanda-tanda akan keberadaan seseorang di sana. Sementara itu dari balik semak belukar seorang bocah kumul berusia 5 tahun dengan tampang baru bangun tidur.
"Kaa-chan~~~" panggil bocah itu.
Sepi, tak ada jawaban. Bocah itu menacak surai pirangnya dengan kesal, iris biru safirnya terlihat berkaca-kaca.
"Kaaaaaa-chan~~~" isak bocah itu pecah, air matanya membasahi pipi chubynya memperlihatkan tiga goresan di ke dua pipinya itu.
"Kaaaaa-chan!" panggil bocah itu tanpa berhenti menangis.
Angin perlahan bertiup menerpa tubuh mungilnya itu, membuat dia sedikit menggigil.
"Naruto~~~" samar-samar dia mendengar ada yang memanggil namanya.
"Kaa-cha!" panggil bocah itu seketika berhenti menangis dan berlari mengikuti arah suara panggilan tadi.
…..
Naruto, bocah kumal itu berhenti di tengah-tengah keramaian Konoha city yang tak pernah sepi itu.
"Disini lebih mengasikan, tidak sunyi seperti di rumah" guman bocah itu seraya berjalan menyusuri jalanan yang ramai dengan pejalan kaki.
Bruk!
Tiba-tiba bocah itu terjatuh, sementara orang yang menabraknya terus berlari menjauhinya.
"Woi! Apa kau tak punya mata!" teriak bocah itu tak terima. "Kau harus meminta maaf padaku!" lanjutnya seraya mengambil kaleng kosong tak jauh darinya, setelah di keker dan target telah terkunci, bocah itu mulai melancarkan serangannya dan_
Pluk! Dengan manisnya kaleng kosong itu mendarat di mahkota berbentuk pantat ayam itu. Dan kalian tahu, apa yang terjadi?!
"KAU!"
Pluk! Dan lagi kaleng yang tak berdosa itu di permainkan dengan tidak berprikalengan oleh kedua bocah yang tak mengenal tatakrama saat pertama kali bertemu.
"Hei, berhentilah kalian! Ini jalanan umum, bukan arena bermain untuk anak-anak!" bentak seorang wanita separo baya dengan ganasnya, tatapan iris merehanya mampu membelah batok kelapa dengan sekali ayun.
"Go-gomen" kata kedua bocah itu kompak.
"Kalian kan berteman, kenapa bertengkar?" tanya wanita itu seraya mendekatkan mereka berdua sontak baku tinju pun tak dapat di elakkan lagi.
Pletok! Pletok!
"Ittaiii~~~" keluh ke dua bocah itu barengan.
"Tali ini tidak akan terlepas sebelum kalian saling memaafkan tak akan bertengkar lagi" kata wanita itu seraya mengikat tangan kedua bocah itu dengan sutas tali berwarna perak.
"Nani, baa-san?! Kenapa aku di ikat sama si teme ini?!" protes si pirang seraya mendeatglare si bungsu Uciha.
"Aku lebih memilih pulang dari pada di ikat sama si dobe payah ini!" seakan tak ingin kalah si hitam pun balas mendearglare si pirang.
"Tali ini tidak akan terlepas sebelum kalian saling memaafkan!" kata wanita itu seraya meninggalkan kedua bocah itu yang saat ini tengah ber-oh-ria.
"Masa tidak bisa di lepas, ikatan kaya gini mah, gampannggg!" dengan pongahnya si pirang yang sok tahu itu mencoba melepaskan ikatan tali yang meliliti tangan kirinya.
"Ikatan ini memang terlihat mudah saja untuk di lepaskan, tapi kenapa si bodoh ini tak bisa melepaskannya?" batin si ayam hitam, uppss sorry. Maksudnya si cute Sasuke.
"Woi, teme jangan liat aja! Bantu aku membukanya!" bentak si pirang aka naruto kesal melihat sasuke adem ayem aja.
"Hn, di lihat dari cara mu membukanya. Tali ini bukan tali biasa, ini adalah tali modern. Mungkin dengan sensor suara tali ini bisa telepas" si pirang aka Naruto menelan paksa ludanya mendengar penjelasan si jenius Uciha bungsu ini.
"Jadi itu kuncinya? Kenapa tak bilang dari tadi!" lagi, benar-benar tidak ada sopan satunnya si pirang ini!
"Kaunya saja yang bodoh!"
"Yah, sudah. Kita lakukan saja!" akhir si pirang mengalah.
"Kau yang duluan"
"Tidak, kamu yang duluan!"
"Aku bilang kamu yang duluan!"
"Aku tidak mau! Kamu yang duluan!"
"Sudah kubilang kamu yang duluan!"
"Dasar keras kepala! Kamu yang duluan!"
"Kamu ya_"
"Aaaaaaa_" rintih keduanya bersamaan karena tali itu tiba-tiba mengerat.
"Tali ini sungguh, aneh!"
"Tali sialan!" maki Naruto kesal!
"Bagaimana jika kita mengucapkannya bersama-sama" usul si bungsu.
"Baiklah_"
"Dalam hitungan ketiga!" si bungsu mulai memberikan kode.
"Satu, dua, tiga!"
"AKU MINTA MAAF!" teriak mereka di tengah-tengah keramaian KOnoha city. Setelah selesai mengucapkannya mereka menunggu rekasi tali itu, satu detik, satu menit namun tak ada rekasi apa-apa dari tali itu.
"Aaaakkkhh! Kau menipuku, teme!" teriak naruto kesal.
"Kau yang bodoh mau tertipu!"
"Memangnya kau merasa tertipu?" si bungsu terdiam mendengar sindiran si pirang. "Katanya ini tali yang menggunakan sensor suara, tapi kenapa tak bisa terlepas?"
"Mungkin kita tak serius mengucapkannya!" sahut si bungsu uciha pelan.
"I, itu, itu bisa jadi. Tapi, tapi sebelumnya ada masalah yang harus kita pecahkan sekarang!" kata si pirang terlihat menahan sakit.
"Kau kenapa, dobe?" tanya si bungsu cemas melihat si pirang kesakitan.
"Aku, aku, aku mau pipiiiiissss!" teriak si pirang pecah seraya berlari sambil menarik-narik tangan si bungsu uciha yang kebetulan terikat dengan tangannya. Dia berlari mengelilingi kota yang baru pertama kali dia datangi itu untuk mencari toilet.
Sementara si bungsu hanya pasrah di tarik kesana-kemari bagai kambing congek. Dia tak bisa menghentikan laju larinya seseorang yang menyimpan hasrat ingin pipisnya.
"Ah, akhirnya. Lega juga setelah selesai~~~" ucap si pirang dengan perasaan yang lega.
"Payah! Kenapa harus di tempat terbuka seperti ini! di depan ku pula!" bentak si bungsu dengan tak mood.
"Kau tak ingin melakukannya disini, teme? Bukannya kau juga sedang menahannya?" seolah tahu apa yang di rasakan si bungsu uciha itu, si pirang menanyakan hal yang sedari tadi dia ingin jeritkan.
"Ta, tapi. Kamu jangan mengintip!" si bungsu terlihat salah tingkah.
"Tenanglah, aku tak akan mengintip. Lagian untuk apa, toh punya kita sa_"
Pletok!
Sebuah benjolan muncul di jidat si pirang.
"Jangan berisik, dia tida bisa keluar!" bisik si bungsu membuat si pirang melongo tak elit.
…
Kedua bocah itu merebahkan tubuh mereka yang kecapean karena berlarian seharian di atas hamparan rumput hijau di tengah padang savanna di pinggiran Konoha city.
"Kenapa kau terlihat sedih saat menabrakku?" si pirang memulai pembicaraan di antara mereka.
"Orang tuaku baru meninggal, mereka meninggal karena kecelakaan pesawat" cerita si bungsu uciha terdengar parau.
"Begitu kah, berarti kita sama" si bungsu uciha menyerngit kaget. "Ibuku entah pergi kemana, aku sudah mencarinya beberapa hari ini namun tak ku temuakan" lanjut si pirang pelan.
"Mungkin ibumu sudah meninggal" terka si bungsu.
"Tidak, aku bisa merasakan detak jantung ibu ku dalam nadiku"
"Kau bisa meraskannya?"
"Yah, aku yakin. Ibuku masih hidup, dia pasti berada di suatu tempat sedang menungguku untuk menjemputnya"
"Kau terlalu mendramatrisi keadaan, itu tidak mungkin"
"Lalu bagaimana denganmu, teme? Apa kau yakin orang tua mu sudah meninggal?" si bungsu uciha memejamkan matanya menyembunyikan iris onyxnya.
"Aku yakin mereka suda meninggal, mana mungkin aku menggali kuburan mereka untuk memastikan itu!" dengus si bungsu. "Tapi, aku masih bisa merasakan detak jantung mereka di nadiku" batinnya lagi.
"Woi, teme. Aku minta maaf, karena telah melemparmu tadi" entah mengapa si pirang memulai permintaan maaf diantara mereka, mungkin dia sudah bisa mengendalikan egonya?
"Akulah yang seharusnya meminta maaf karena aku yang menabrakmu lebih dulu" sahut si bungsu.
"Namaku Naruto" kata si pirang seraya bergerak bangun. "Uzumaki Naruto" lanjutnya seraya menyerahkan tangan kanannya pada si bungsu uciha.
"Sasuke" sahut si bungsu ikut bangun, "Uciha sasuke" lanjutnya kemudian menyambut tangan si pirang.
Di saat yang bersamaan, tali yang mengikat tangan mereka berubah menjadi butiran cahaya-cahaya kecil.
"Teme, lihat!" akhirnya mereka berdua melihat tali itu perlaha-lahan menghilang.
"Apa ini yang namanya alat modern, teme?" tanya naruto dengan polosnya.
"Hn, bukan sepertinya ini bukan berkaitan dengan ilmiah" sahut sasuke berdecak kagum.
"E, eto. Teme, apa tadi kamu mencuci tanganmu?" tanya Naruto tanpa melepaskan tangannya dari tangan kiri Sasuke.
"Kau sendiri?"
Akhirnya perang deatglare pun terjadi kembali.
"DOBE!"
"TEME!"
…
Itulah kisah dua anak manusia yang di pertemukan karena takdir. Jauh dari tempat mereka berdiri, ada sepasang mata beriris merah marun menatap senang pada mereka meski saat ini mereka tengah bertengkar.
TBC.