My new life in anime world kurobas.

Summary:

Yukina terlempar ke dunia anime kurobas karena permohonan yang di ucapkannya sebelum tidur, yang ternyata pada saat itu bersamaan jatuhnya bintang. Teman, keluarga, serta lingkungannya berubah menjadi serba anime. Yukina makin bingung dan frustasi ketika ia benar-benar bertemu dengan para Kiseki no sedai. Itulah awal permulaan kisahnya dalam kehidupan barunya di dunia anime dan awal permulaan sebuah cinta.

Pen name:

Genre: Romance

Pairing: Akashi/Oc

Warning: typo(s), Geje, AU, OOC,

©Fujimaki Tadaoshi

A/N : Yoo aku datang lagi setelah menghilang #plak he he maap ya nih udah dilanjut kok.

RnR please?

Ready read:

Yukina bengong dengan posisi terduduk. Meski tatapanya lurus ke depan tapi pandangannya kosong. Kejadian enam jam yang lalu telah menyita pikirannya. Sewaktu dirinya bersama Akashi di Gym. Yukina boleh saja menganggap tingkah mereka yang lalu itu konyol dan kekanakan. Namun sesuatu hal membuatnya berulang kali tertegun.

Akashi tertawa. Ini hal yang langka jika mengingat kebiasaan pemuda merah itu (meski kelakuan menyeringai itu tetap saja melekat padanya yang sudah mendarah daging itu) tapi tetap saja, itu merupakan hal yang teramat jarang terutama bagi Yukina. Seingat Yukina Akashi hanya sesekali tersenyum. Itu pun hanya tipis dan tak kentara.

Mengingat kembali Akashi yang tersenyum lebar dengan bola matanya yang menyorot hangat membuat jantungnya tanpa sadar bergemuruh. Yukina mengangkat tangan kanannya, menyentuh pelan dadanya dan merasakan debaran aneh. Yang jelas, cerminan Akashi siang tadi begitu mempesonanya.

Secara perlahan rona merah merambat dari wajahnya sampai terasa ke puncak ubun-ubun. Meski hanya bayangan, Yukina merasa puncak kepalanya seperti beruap. Dia malu sekali. Tidak! Apa yang aku pikirkan! Dengan beringgas Yukina menyambar bantal yang tak jauh darinya menutupi hingga seluruh wajahnya yang sudah memerah sempurna.

Ini jelas asing baginya. Yukina belum pernah sedikit pun merasa aneh dengan perasaannya yang sekarang. Di kehidupannya yang dulu tidak sekali pun ia merasa begitu berdebar-berdebar hingga membuat wajahnya berhias rona merah muda karna malu. Jadi jangan salahkan dirinya yang merasa canggung dengan hal baru yang disebutnya aneh ini. Oh, membayangkan kembali membuat wajahnya kambali memanas.

"Yukina-cchi, Kau di dalam?" Tanya Kise di balik pintu.

Yukina mengangkat wajahnya menoleh pada pintu yang diketuk Kise. "Hm, tumben dia mampir ke kamarku." Gumam Yukina heran. Gadis itu mengangkat bahu cuek sebelum bangkit dan membukakan pintu.

"Ada apa Kise?" Tanyanya langsung.

Yukina mengerutkan dahi saat Kise mendadak tampak gugup saat berbicara. "Um, apa kau sibuk?"

"Kurasa tidak." Kata Yukina.

Yukina merasa untuk sesaat tadi Kise tampak mendesah lega. Sebelum Yukina sempat mencecarnya dengan pertanyaan Kise terlebih dulu berucap. "Kalau begitu ayo ke pantai." Ujarnya ceria seperti biasanya.

.

.

"Dai-chan, apa-apaan kau ini membawa majalah pornomu ke latihan kali ini." Momoi menatap sebal teman sepermainannya yang terbaring malas membaca salah satu majalah favorinya.

"Hentikan ceramahmu Satsuki. Kau membuat telingaku panas." Ujar sang empu acuh tak acuh.

"DAI-CHAN!"

Aomine mengabaikan Momoi yang semakin murka. Pemuda itu merasa bosan. Tidak ada hal yang menarik untuk ia kerjakan untuk saat ini selain membaca majalah Mai-channya dan tidak mengacuhkan seruan makian dari gadis surai merah muda—Momoi Satsuki.

Malam kian larut, kamar yang dihuni oleh mahluk wana-warni itu semakin mericuh (termasuk Akashi yang dengan senang hati melempari mereka dengan gunting kesayangannya). Jadi karena mood sang pemuda remang itu sedang tidak baik, ia lebih memilih untuk menyendiri. Tidak disangkanya Momoi memergoki Aomine yang lagi-lagi membaca majalah yang dianggap Momoi barang nista. Aomine merasa kesal, apa salahnya laki-laki membaca majalah semacam ini. Bukankah itu normal jika seorang remaja menyukai gadis imut berdada besar? Itulah yang sering dipikirkan Aomine. Sayang pikirannya itu ditentang keras oleh teman-temannya.

Aomine melirik pada Momoi tanpa disadari sang gadis yang sibuk mengoceh memberikan nasehat-nasehat tak berati bagi Aomine. Momoi itu perempuan yang manis. Aomine menyadari itu. Momoi juga sering jadi bahan rebutan pemuda-pemuda di kelasnya. Bahkan ada yang membentuk fansclub khusus untuk Momoi.

Selama ini Aomine tidak pernah memperhatikan Momoi secara mendetail. Tapi untuk pertama kalinya ia memperhatikan Momoi.

Gadis itu memiliki pesona tersendiri. Auranya hangat terkadang cerah seperti mentari. Surai merah jambunya yang panjang terjuntai lembut pada punggung. Bola mata pinknya yang terbingkai oleh bulu mata yang lentik menambah keelokannya. Ditambah dengan hidung mancung serta bibir mungil yang mengundang para pemuda untuk mencumbunya.

Jadi bagaimanakah rasanya jika Aomine membayangkan dirinya memerangkap wajah Momoi dengan kedua tangannya dan mengecup bibir itu…

Aomine membenturkan kepalanya pada tembok dengan keras. Momoi yang tanpa menahu langsung berteriak heran dan khawatir. Tunggu, kenapa dia jadi berpikir mesum sekarang. Dan apa-apaan imajinasi liarnya yang barusan itu!? Mencium Momoi? Apa dia sudah sinting. Ah dia ingat, tadi dia sempat terkena Ignite Pass milik Kuroko di kepalanya pantas saja sekarang dia berpikir aneh.

Aomine menoleh pada momoi. "Satsuki," Momoi memandag bingung Aomine "ambil pemukul baseballdan benturkan itu pada kepalaku."

"Hah?" untuk kedua kalinya Aomine membuat Momoi melongo.

"Apa yang kau tunggu. Ayo cepat." Aomine berdecak tak sabar. "Kalau begitu biar aku saja." Aomine beranjak.

Momoi yang sudah pulih langsung pias. Nah lhoh, ada apa dengan teman masa kecilnya ini? "Tunggu Dai-chan, kau ini kenapa sih. Dai-chan Hei."

.

.

Akashi menatap datar dua lembaran kertas yang ia genggam. Seringai kecil terukir pada wajah miliknya. Pancaran matanya meliliki berbagai arti. "Heh, sepertinya kita mendapatkan lawan yang pantas." Akashi berani bertaruh, pertandingan final kali ini akan sedikit kasar untuk rekan setimnya dan mungkin juga…

Untuk dirinya.

Pemuda heterokromia itu meletakan dua kertas tadi di meja dan berjalan pergi dalam keheningan. Pada lembaran kertas itu terselip sebuah sobekan Koran. Di sana tercetak tebal dan seluruhnya memakai huruf kapital.

CIDERA YANG DIALAMI LAWAN SETELAH MELAWAN TEAM HANABUSA

.

.

Yukina tidak pernah sedikit pun mengalihkan tatapannya pada Kise. Jelas pemuda itu sedang menghindari titik temu dengan sorot matanya yang tajam menilik seperti apa pemikiran sang surai pirang itu. Benar, Yukina memang sedang membaca pikiran pemuda itu. tapi usahanya selalu gagal lantaran Kise selalu sanggup berkelit.

Untuk urusan biasa tentu Yukina akan langsung menjitak Kise atau sebagainya yang biasa dia lakukan jika kekonyolan kise mulai kumat. Tapi untuk sekarang ini Yukina tidak melakukannya lantaran Kise yang sekarang bertingkah aneh. Keceriaannya cenderung berlebihan untuk menutupi sesuatu. Yang jelas Yukina merasa Kise yang dihadapinya saat ini sedang merasa canggung dan gugup. Tapi kenapa?

"Kise langsung saja. Jadi apa yang ingin kau sampaikan padaku?"

Kise berhenti berceloteh dan sebagai gantinya dia menatap netra keunguan yang menyorot tajam bak menganalisis apa yang akan Kise lakukan kemudaian. Ternyata memang sulit menutupi sesuatu jika harus berhadapan dengan gadis yang memiliki surai sewarna bulu gagak ini. Kilat di matanya juga selalu terlihat cerdas.

"Ha ha ha ternyata Yukinacchi tahu jika aku ingin mengutarkan sesuatu." Kise tertawa seolah ucapannya yang barusan itu adalah candaan.

Yukina mengangkat satu alisnya dengan memasang pose bersidekap.

Kise berhenti. Kepalanya tengandah menatap sang Diana yang tampak memukau di malam hari. Deburan ombak sayup-sayup membelai pedengaran Kise seolah memberikan semangat untuk segara mengatakannya.

Yukina masih diam menunggu dengan sabar. Dia tahu kali ini Kise sedang serius dan mungkin sikap diam pemuda itu memiliki arti. Mungkin saja dia sedang merangkai kata-kata sebelum diucapakannya.

Yukina melihat Kise menarik nafas sebelum ia keluarkan. Kise kembali berpaling menatap Yukina dengan sorot mata yang tidak pernah sekali pun dilihat Yukina. Bola mata topas itu berpendar aneh memandang Gadis didepannya dengan beribu arti dibaliknya. Tanpa sadar Yukina merasa paru-parunya sesak.

"Apakah sudah tidak ada tempat untuku, Yukina?"

Dan untuk pertama kalinya Kise mengucapkan namanya tanpa imbuhan yang biasa digunakan pemuda pirang itu.


-To be Continued-


A/N: Akhirnya setelah masa hiatus kembali bangkit :) ha ha ha ini susahnya kena penyakit WB yang sulit banget dihindari oleh para Author semacamku. Maaf jika ada sedikit aneh untuk ceritanya karena otak dan jari-jari jadi kram karena sudah jarang mengetik gara-gara WB TAT.

Terima kasih sudah memberi semangat dengan Review kalian. Oh ya, terima kasih juga untuk seseorang yang sudah membuatku bangkit dari WB.

Jujur lho, sebenarnya fict ini mau aku hapus (atau mungkin dis continue)karena selain dulu tidak ada inspirasi faktornya juga datang dari plot yang berantakan. :3 tapi setelah membuat chapter ini aku jadi mepertimbangkannya kembali.

Oh ya untuk jawaban Review kalian sebelumnya, sudah ditentukan kalau pair yang akan aku sisipkan adalah AoMomo sesuai pilihan reader (jadi maaf ya yang sudah memilih pair KuroMomo). Meski hanya sekilas adegannya dan entah itu bisa dikatakan hint atau bukan kuharap lumayan untuk mengawali permulaan kisah kedua pair ini.

Nah, Review please ;)