Decklaimer : Masashi Kishimoto

Warning : AU, OC dan OOC banget, terutama Sasuke hahahaha

Rate : M di bawah 18 tahun, pergi! Jangan kemari...

Pairing : selalu Sasuke dan Hinata

Experience of Love

Selamat Membaca

Lift itu sedang meluncur turun di antara dua lantai ketika mendadak berhenti dan semua lampu padam. Tanpa tanda-tanda peringatan apa pun, baik dari suara roda-roda gigi yang berderit, maupun dari lampu yang berkedip-kedip. Sama sekali tidak ada apa-apa. Semenit sebelumnya bilik sempit itu dengan mulus melesat turun, tetapi pada menit setelahnya kedua penumpang di dalam lift itu tiba-tiba diliputi keheningan yang mencekam.

"Tch, listrik padam" gumam seorang pria, yang adalah penduduk asli Tokyo, pusat ibu kota seperti tokyo bisa mati lampu, dan ia sedang tidak ingin menanggapi gurauan konyol kota itu untuk menggoda para penghuninya.

Hyuuga Hinata tidak menanggapi komentar itu. Pemuda itu pun akhirnya tak ambil pusing, jika pernyataannya tidak ditanggapi, toh ia bergumam tadi untuk dirinya sendiri, hingga akhirnya ia tetap berdiri tegak di posisinya, namun beberapa menit berikutnya ia merasa ada yang aneh, gadis di belakangnya hanya diam, lalu ia memutuskan untuk membalikkan badan dan gadis di belakangnya dapat merasakan pemuda itu berbalik dan memandang ke arahnya. Namun si gadis tak sanggup berbicara dan bergerak. Tubuhnya seakan lumpuh dilanda ketakutan. Ia mencoba bersikap rasional, dengan mengatakan kepada dirinya sendiri bahwa klaustrofobia rasa takut akan terkurung di ruangan sempit dan tertutup yang dideritanya membuat situasi terasa sangat mengerikan, bahwa ia pasti selamat, bahwa ketakutan yang berlebihan seperti ini terasa sangat kekanakan dan konyol. Tapi semua itu sia-sia.

"Kau baik-baik saja" tanya pemuda itu datar

Tidak, aku tidak baik-baik saja, ingin rasanya Hinata menjerit kepada pemuda itu. Tetapi pita suaranya terasa kaku dan suaranya tercekat ditenggorokan, delapan kuku jarinya menancap pada kedua telapak tangannya yang berkeringan. Ia menyadari matanya terpejam rapat. Memaksakan diri membuka mata juga percuma tak ada sinar yang masuk ke dalam lift yang menyesakkan itu, kini mafasnya mulai tersengal.

"Jangan khawatir, mungkin ini tak akan lama" kata pemuda itu lagi dengan suaranya datar tanpa intonasi, mencoba menenangkan gadis itu dengan caranya.

Namun sikap tenang pemuda itu sungguh membuatnya marah. Mengapa ia tidak panik? Ingin rasanya Hinata menuntut apakah pemuda itu berani menjamin bahwa listrik benar-benar akan menyala sebentar lagi. Listrik padam seperti ini bisa berlangsung berjam-jam bahkan berhari-hari bukan? Okay mungkin pemikiran Hinata terlalu berlebihan namun itulah efek dari klaustrofobia.

"Katakan sesuatu, agar aku tahu kau baik-baik saja" kata pemuda itu lagi.

Hinata merasakan sebuah tangan merabanya dalam kegelapan, sejenak sebelum menyentuh pundaknya. Ia terlonjak kaget.

"Tenanglah" ucap pemuda itu lalu dengan segera menarik tangannya dan melanjutkan ucapannya

"Kau menderita klaustrofobia?".

Dengan segera Hinata menganggukkan kepalanya, berharap pemuda itu dapat melihat gerakan kepalanya. Sepertinya pemuda itu dapat merasakan kepanikannya, karena sekarang suaranya terdengar menenangkan.

"Tidak ada yang perlu dicemaskan. Kalau listriknya tidak segera menyala, dinas kebakaran akan mencari orang –orang yang terperangkap seperti kita". Ucap si pemuda mencoba menenangkan gadis yang kini ia ketahui sangat ketakutan itu.

Hinata merasakan sesuatu terhempas dan terjatuh saat mendengar gemerisik lembut pakaian di lantai lift, seolah menyadari rasa penasaran Hinata pemuda itu berkata

"Aku baru saja melepas jaketku. Kau juga sebaiknya melakukannya, agar tidak sesak"

"..." Gadis itu masih saja terdiam tidak merespon perkataan pemuda yang ada di hadapannya.

"Butuh bantuan?" tanya pemuda itu mencoba mempertahankan sikap sabarnya padahal ia sendiripun merasakan kepanikan dan emosi sebenarnya namun demi gadis yang tidak dikenalnya ini ia mencoba tenang dan tidak memperkeruh keadaan. Jika gadis itu pingsan maka keadaan bisa lebih sulit.

Hinata masih saja diam, akhirnya pemuda yang tidak sabaran ini maju selangkah mendekati Hinata, mengangkat tangannya dan menyentuh tubuh Hinata yang tegang.

"Semua akan baik-baik saja" ucapnya sambil meremas pundak Hinata, lalu melangkah mendekat

"Ma... mau apa kau?" tanya Hinata tergagap, ia takut dengan kegelapan ia juga takut kepada pemuda itu, takut jika pemuda itu berlaku kurang ajar kepadanya.

"Membantu melepaskan blazermu, jika tidak kau akan kepanasan dan semakin sulit bernafas" ucap pemuda itu menjelaskan, ia menyadari ketakutan Hinata kepadanya, ia tak ingin niat baiknya diartikan buruk oleh orang yang ingin ditolongnya.

"Siapa namamu?" tanyanya mencoba mencairkan suasana agar si gadis bisa lebih tenang

"Hi...Hinata" dengan segera Hinata menjawabnya.

"Nama yang bagus, mungkin sebaiknya kau juga membuka beberapa kancing blusmu, menurutku blus itu membuatmu gerah" kata pemuda itu

"Kau bukan orang Tokyo?" kata pemuda itu santai, sambil mencoba melepaskan kancing mutiara dan menggulung lengan blus Hinata.

"Bukan, aku sedang berkunjung kemari selama seminggu. Aku akan pulang besok pagi" ujar Hinata, ia telah merasa sedikit baikan. Hanya sedikit.

"Kau sedang mengunjungi seseorang yang tinggal di gedung ini?"

"Ya, teman sekamarku waktu kuliah dan suaminya."

"Nah sudah merasa lebih baik?" tanya pemuda itu saat ia telah selesai merapikan blus Hinata, demi membuat gadis itu merasa nyaman.

Tiba-tiba lampu berkedip-kedip lalu menyala, roda-roda gigi lift mulai bergerak dan setelah itu meluncur ke bawah. Kedua orang asing itu saling memandang dalam jarak yang sangat dekat. Mata mereka sama-sama menyipit. Wajah Hinata tampak pucat. Melihat wajah itu, pemuda yang berada di hadapan Hinata merasa khawatir, walau hal itu tak tampak di wajah tampannya. Namun terlihat dari sorot matanya yang melembut.

Pemuda itu menyeringai jahil, pemuda itu menyentuh bahu Hinata. Hinata tampak seakan nyaris kehilangan kendali dirinya, ia terlonjak kaget.

"Tenanglah, semua sudah kembali normal" ucap pemuda itu.

Bukannya memberi jarak pada dirinya dengan pemuda itu atau mengucapkan terima kasih tapi Hinata malah pelan-pelan roboh ke pelukan pemuda itu. Mencengkram kuat-kuat bagian depan kemeja pemuda itu dengan tangannya yang lembab oleh keringat, dan menangis di dadanya. Pemuda itu bisa merasakan tubuh Hinata bergetar dan ia hanya mengelus punggung Hinata untuk menenangkan gadis itu.

Mereka sampai di lobi dengan mulus. Pintu lift terbuka. Pemuda itu dapat melihat sesosok pria dengan rambut silver dan gigi runcing di depan pintu lift, sepertinya orang itu akan menuju apartemennya, saat melihat seseorang yang dikenalnya akan keluar dari lift laki-laki berambut silver itu dengan segera menghampiri tuannya.

"Sasuke-sama..." sapa pria berambut silver itu lalu membungkuk hormat kepada tuannya.

"Aku baik-baik saja Suigetsu" ucap pemuda yang tadi di panggil Ssuke oleh pria berambut silver itu.

"Anda tadi di dalam lift saat ..." Suigetsu belum menyelesaikan pertanyaannya

"Ya, tapi aku baik-baik saja" jawab Sasuke menyadari apa yang akan ditanyakan anak buahnya. Kini mata Suigetsu melihat gadis yang berdiri lemah disamping tuannya, Sasuke enggan memberikan penjelasan, maka dengan segera ia mengalihkan pembicaraan

"Katakan pada Otou-san besok aku akan menemuinya"

"Tapi beliau menunggu anda sekarang Sasuke-sama" kata Suigetsu mengingatkan Sasuke bahwa perintah ayahnya tidak bisa diabaikan.

"Katakan saja aku sedang tidak enak badan, besok akan ku temui Otou-san di kantornya" seperti tidak ingin di bantah lagi dengan segera Sasuke memencet tombol agar pintu lift segera tertutup. Ia memilih kembali ke apartemenya, mengingat keadaan gadis yang sekarang berada di pelukkannya. Tak mungkin ia meninggalkan gadis itu dalam keadaan rapuh tanpa perlindungan seperti itu.

Lift membawa mereka menuju lantai 22, setelah terdengar suara ting sebagai pertanda mereka tiba, dengan segera pintu lift terbuka dan menampakan koridor apartemen Sasuke. Sasuke menahan tubuh Hinata dengan sebelah tangannya, lalu tangan yang satunya sibuk memunguti jaket, blazer serta tas jinjing Hinata. Kemudian ia membopong tubuh Hinata dan berjalan menyusuri koridor hingga mencapai apartemennya yang terletak di ujung, lalu dengan hati-hati meletakkan Hinata dengan posisi berdiri. Lalu ia merogoh saku celana panjangnya dan mengeluarkan kunci, memasukkan kunci itu ke lubangnya dan pintu apartemen terbuka lebar. Sasuke sekali lagi menggendong tubuh Hinata, melangkah masuk dan merebahkan Hinata di sofa yang sangat empuk. Saat Sasuke berbalik untuk pergi, Hinata mengangkat tangannya seolah ia tak ingin ditinggal pergi oleh pemuda itu, mengerti dengan ketakutan Hinata Sasuke berbisik

"Sebentar, aku akan segera kembali". Lalu buru-buru menuju pintu dan menekan sederetan nomor untuk mematikan sistem alarm, yang secara otomatis akan menyala dalam jangka waktu 15 detik jika ada orang lain memasuki apartemen itu. Setelah itu ia segera menutup dan mengunci pintu apartemennya lalu menyalakan lampu sebagai penerangan serta mengatur intensitas cahayanya. Dengan tiga langkah panjang Sasuke menyebrangi ruangan itu lalu berlutut di depan sofa.

"Hinata?" panggilnya memastikan bahwa gadis itu baik-baik saja walaupun keadaannya masih labil sekarang, mendengar namanya dipanggil Hinata membuka matanya perlahan, Hinata melihat sasuke dengan pandangan kosong, dua butir air mata mengaliri pipinya yang putih seputih pualam,

"Bagaimana keadaanmu?" tanya Sasuke saat menyadari Hinata merespon panggilannya

"A... aku tahu ini konyol, ta... tapi aku benar-benar takut" ucap Hinata sesenggukan

"Sudah, kau sudah aman" ucap Sasuke mencoba menenangkan Hinata. Kini pemuda itu duduk di samping Hinata ia merengkuh tubuh Hinaya menempelkan wajah Hinata di lehernya dan membelai lembut rambutnya. Lalu mengusap lembut punggung Hinata, meyakinkan kepada gadis itu bahwa ia telah benar-benar aman. Sasuke lalu melepaskan pelukkannya lalu berkata

"Sepertinya kau stres, kau butuh sesuatu yang menenangkan" ucap Sasuke lalu berjalan meninggalkan Hinata, menuju meja bar. Ia pun tegang menghadapi keadaan tadi, dan ia pun membutuhkan minuman itu untuk menenangkannya.

Ia melirik Hinata melalu meja bar lalu dengan pelan menuangkan minuman itu ke dalam dua gelas minuman, sepertinya keadaan tadi tidak hanya membuat hinata panik tapi juga menguras tenaganya, Hinata duduk bersipuh di sofa dan menyandarkan kepalanya di sandaran sofa.

Dari semua kemungkinan yang terjadi, Uchiha Sasuke menyelamatkan seorang gadis di dalam lift? Sasuke tersenyum kecut menyadari itu, mengingat ia selalu merasa terganggu dengan makhluk yang bernama wanita, walau tak jarang juga ia mengencani wanita-wanita itu. Kembali ia menatap Hinata, melihat gadis itu dari ujung rambut hingga ujung kaki, ia menyelamatkan gadis yang sangat cantik tetapi tak berdaya sehingga dibopong ke apartemennya, dan sekarang nasib wanita itu berada di tangannya. Lalu ia melangkah mendekati sofa tempat Hinata terduduk, tak akan ada yang mempercayai kejadian yang dialaminya.

Lalu apa yang harus dilakukannya, apa dia harus mencampakkan gadis itu di jalanan setelah kejadian listrik padam? Itu konyol, walaupun hatinya dingin tapi dia bukan orang yang bejat. Lalu apa yang harus dilakukannya pada gadis itu sekarang? Menghubungi seluruh penghuni apartemen dan mencari teman si gadis yang tadi dikunjunginya? Tidak entah kenapa alam bawah sadarnya tak mengijinkan ia untuk melakukan itu. Biarlah gadis itu di sini, setidaknya hingga ia benar-benar baikan.

"Ini minumlah" ucap Sasuke lalu mendekatkan bibir gelas ke bibir Hinata yang tampak rapuh. Mata pucat gadis itu terbuka, kala merasakan rasa yang aneh dari minuman yang baru saja melewati tenggorokannya, Sasuke dapat melihat raut kebingungan dari wajah Hinata dan Sasuke sempat tersenyum samar ketika melihat Hinata terbatuk-batuk dan nyaris tersedak. Sepertinya Hinata bukan gadis Shopisticated, meskipun melihat dari blus sutra yang ia kenakan menyiratkan selera yang cukup tinggi.

"Lagi?" tanya Sasuke

Hinata mengangguk dan membuat Sasuke tercengang saat ia meraih tangan Sasuke dan mendekatkan gelas itu ke bibirnya. Ia meneguk isi gelas itu hingga habis dan menyandarkan kepalanya pada bantalah sofa dan mendesah dalam-dalam. Tindakan Hinata terkesan polos, meskipun lekuk payudara di balik blus yang ketat itu menggugah gairah Sasuke.

Setelah meletakkan gelas Hinata diatas meja, Sasuke meminum minumannya sendiri. Mengingat keadaan wanita itu saat ini, rasanya tidak adil jika Sasuke menatapnya seperti itu, walaupun reaksinya saat ini bisa dibilang manusiawi.

Sasuke mengawasi Hinata saat gadis itu terbaring di atas bantalan sofa. Dengan kepala mendongak keatas, leher lengkung yang tampak menggairahkan, mata separuh terpejam, serta bibir berah yang lembab setelah menimun minuman mahal. Pipinya yang chuby dihiasi rona merah yang menggoda, hidungnya yang mancung namun tidak besar dan bibirnya...

Ohhh Sasuke sebaiknya tidak memandangnya lama-lama. Leher Hinata yang jenjang memperlihatkan tulang selangkanya, sementara di pangkal lehernya yang putih, nampak denyut nadi yang sedikit cepat tapi teratur. Payudara dibalik blus itu terkesan lembut dan mengundang, meskipun tertutup bra. Sasuke dapat melihat pola renda dan tali satin bra itu. Pinggang Hinata ramping dengan ukuran payudara yang errrr diatas rata-rata. Begitu juga dengan paha dan pinggulnya ya proporsional. Tangan Sasuke terasa gatal ingin menyentuh gadis itu. Sasuke menelusuri pandangannya dari kaki Hinata hingga wajah gadis itu, mata Hinata terbuka dan ia memandang kosong langit-langit apartemen Sasuke.

"A... aku tadi ti... tidak bisa bernafas" ucapnya masih dengan nada bergetar, lalu menggigit bibir bawahnya agar tidak bergetar.

"Tadi memang mengerikan tapi sekarang sudah berakhir" ucap sasuke menyentuh kening Hinata dan membelai rambutnya, mencoba meyakinkan gadis itu bahwa semua telah berakhir.

"Tadi itu sangat gelap" ucap Hinata dengan suara lirih, lalu memejamkan matanya kembali.

"Kau tadi benar-benar ketakutan? Maafkan aku" ucap Sasuke menyadari ketakutan Hinata yang bertambah saat ia mendekati Hinata dan mencoba membuka kancing pakaian gadis itu. Lalu dengan segera ia merengkuh tubuh Hinata dan memeluknya.

Tubuh Hinata menempel erat di tubuhnya yang keras, dan diam-diam Sasuke mengerang menyadari tubuhnya memberikan reaksi. Tiba-tiba saja Hinata bukan lagi terkesan seperti gadis lemah yang membutuhkan pertolongan Sasuke, melainkan gadis yang lembut dan feminim, dan terasa jauh lebih menyenangkan dibandingkan wanita-wanita lain yang pernah dipeluknya selama ini.

"Hinataaa" bisik Sasuke parau

Hinata mengangkat kepalanya, mata pucatnya yang bagaikan bulan itu membelalak

"A... aku takut"

"Tenanglah, kau aman sekarang" ucap Sasuke tegas. Hinata kelihatan puas lalu menyurukkan kepalanya pada leher Sasuke, saat bibirnya menyentuh kulit leher Sasuke, ia merasakan sensasi menjalar hingga ke pusat gairahnya.

Tanpa disadarinya, Sasuke mulai menghujaninya dengan kecupan-kecupan ringan di rambut dan pipi Hinata. Sasuke mengangkat dagu Hinata lalu memberikan ciuman pada bibir gadis itu, ia dapat merasakan rasa sake yang tadi diminum Hinata. Pertahanan Sasuke kini benar-benar runtuh.

Sasuke kini menekankan bibirnya di bibir Hinata. Sesaat Sasuke merasakan tubuh Hinata menegang, namun tak berapa lama menjadi rileks kembali, pelan-pelan lidah Sasuke menyelinap masuk dan bibir Hinata merekah. Pada awalnya Sasuke sedikit ragu, namun saat Hinata mengerang, kendali dirinya lepas. Sembari menggeram pelan, Sasuke menjadi semakin agresif. Secara otomatis lidahnya menguasai dan menjelajah ke seluruh rongga mulut Hinata. Tangan Hinata mencengkeram erat bagian depan kemeja Sasuke. kakinya meregang. Ia mengerang lirih. Ya Tuhan apakah saat ini ia sedang berada dalam alam mimpi yang sensual? Tangan Sasuke meraba bagian depan tubuh Hinata, bermaksud melingkarkan lengannya ke tubuh gadis itu, dan mempererat pelukannya. Tapi payudara Hinata itu tampak sangat menggoda sehinga ia mengurungkan niatnya dan malah membelai payudara itu dengan lembut.

Sasuke mengamati wajah Hinata saat ia menyelinapkan tangannya kembali ke payudara Hinata. Dengan perlahan dan lembut ia menangkup dan membelainya. Hinata memejamkan mata dan mendesah panjang, sementara senyum kecil tersungging di bibirnya yang indah. Sasuke semakin berani mengusapkan jemarinya dengan gerakan berputar di dekat puncak dada Hinata. Sasuke bisa merasakan, meskipun hanya lewat blus dan bra, respon Hinata terhadap sentuhannya.

"Hinataaa" bisik Sasuke dengan suara berat sebelum ia menempelkan bibirnya di bibir Hinata, ciuman Sasuke semakin dalam dan belaiannya semakin intensif. Ia menjelajahi sekujur tubuh Hinata, seluruh lekuk sambil menikmati gemerisik bunyi pakaian mereka. Posisi mereka di sofa membuat Sasuke merasa frustasi karena geraknya menjadi terbatas. Sasuke akhirnya bangkit dan membopong Hinata ala bridal style saat itu Sasuke menyadari bahwa Hinata mabuk, bukan dimabukkan. Namun sesuatu di dalam tubuh Sasuke sudah tidak bisa di hentikan, Sasuke mengutuk kekonyolannya, sambil berharap nafsunya segera mereda.

"Sebaiknya kau beristirahat di kamar" ucap Sasuke pada dirinya sendiri, karena ia menyadari Hinata tak akan menjawabnya. Gadis itu mabuk, ia baru tahu bahwa Hinata bukan peminum, namun ia terlanjur memberikan sake pada gadis itu, awalnya ia berfikir Hinata sama seperti wanita-wanita lain yang sering di temuinya akan tenang jika telah menenggak minuman itu.

Sasuke lalu merebahkan tubuh Hinata di atas kasur berukuran king size miliknya

"Selamat tidur" bisiknya lalu berniat mematikan lampu dan menyalakan lampu tidur di samping Hinata

"Tidak" ucap Hinata, lalu meraih tangan Sasuke dan menariknya

"Jangan tinggalkan aku, kau berjanji akan menemaniku" ucap Hinata memelas, Hinata memeluk Sasuke dan payudaranya menempel rapat di dada Sasuke. bayangan tentang payudara Hinata yang errrr besar dengan puncak dada berwarna gelap terpatri di benak Sasuke.

"Hinata" erang Sasuke, akal sehatnya dan respons tubuhnya saling berdebat di benaknya

"Kau tidak tahu, perbuatanmu ..."

"Ku mohon" potong Hinata atas perkataan Sasuke.

Akhirnya Sasuke pun merebahkan diri bersama Hinata, hanya selama beberapa saat saja. Hanya sampai gadis ini tertidur, janjinya pada diri sendiri. Namun Hinata masih memeluknya dengan erat, dan tuntutan feminim gadis itu terasa begitu lembut dan mendesak, dan mampu membungkam protes hati kecilnya. Tangan Sasuke mulai mengusap-usap tubuh Hinata mencoba menenangkan gadis itu. Tubuh Hinata terasa begitu hangat di bawah sentuhan jarinya. Sasuke akhirnya mencium bibir Hinata dalam keremangan dengan bergairah. Menindih tubuh yang ringkih itu dan menjelajahinya.

.

.

.

"Ohhh Kami-sama"

Ini salah. Ia sama sekali tidak tahu apa-apa tentang gadis ini yang kini lebih pantas di sebut wanita. Namun apa yang telah dilakukannya pada wanita itu? Berbagai peringatan muncul di benaknya. Tetapi bibir menggairahkan dan rasa tubuh wanita ini membuat Sasuke melupakan akal sehatnya.

Sasuke tidak pernah ragu menggunakan cara-cara licik dalam upaya memperoleh apapun yang ia inginkan. Tetapi, ia belum pernah memanfaatkan seorang gadis seperti ini, dia masih gadis ketika Sasuke melakukan itu, gadis itu benar-benar mabuk sehingga tak menyadari apa yang dilakukannya. Sementara Sasuke tahu apa yang harus ia lakukan seharusnya dan bukan malah menikmati sensasi itu.

.

.

.

Hinata pelan-pelan membuka matanya, sekali, dua kali mengerjapkan mata pucat itu, lalu menguap, dan membuka matanya sekali lagi dengan malas. Tiba-tiba matanya terbelalak lebar, ia sedang berbagi bantal dengan seseorang yang benar-benar asing baginya. Pria itu pun mendadak terbangun dan menatap tajam kearahnya. Hinata menjerit kaget dan berusaha bergerak menjauhi pria itu. Oh... Kami-sama tangan pria itu berada di payudaranya. Hinata dengan segera berguling menjauhi orang itu, Sasuke mengawasinya seakan Hinata tidak waras. Menatap wanita itu dengan onixnya yang pekat.

Hinata meringkuk di pojok tempat tidur, mencengkeram ujung sprai , kemudian menariknya sampai ke batas dagunya.

"Si...ssiapa kau dan dimana a... aku?" tanyanya walau takut namun ia mencoba memberanikan diri.

"Tch, apa kau tidak ingat bagaimana kau bisa ada di sini?" decih Sasuke, sebenarnya inilah yang dibenci oleh Sasuke, harus menjelaskan pada gadis itu tentang apa yang terjadi, berbeda jika ia tidur dengan wanita-wanitanya selama ini, ketika terjaga mereka akan mengerang manja dan memeluk Sasuke, bahkan tak mengijinkan Sasuke pergi, namun gadis ini berbeda, ia menatap Sasuke dengan ketakutan yang luar biasa, seolah dikepung oleh satu batalyon pasukan tembak.

"Tidak" jawab Hinata, masih tetap memandang wajah pria dihadapannya dengan tatapan menyelidik dan kewaspadaan.

"A... aku hanya tahu ka... kalau aku berada disini bukan karena kemauanku, si... siapa kau?" tanya Hinata kembali

'Damn' Sasuke mengumpati sekali lagi kebodohannya, kemudian menatap Hinata dengan mata tajamnya

"Aku tahu kau tak akan ingat, kau minum sake terlalu banyak"

"Sa... ssake?" ucap Hinata tercekat, karena kaget, ia sama sekali tak pernah menyentuh minuman seperti itu, di dalam keluarganya sangat tidak diijinkan meminum sake apalagi wanita. Mengingat ia berasal dari keluarga baik-baik.

"Ka...kau memberiku sake? Lalu apa lagi? Narkoba?" ucap Hinata histeris, ia kehilangan kendali dirinya.

"Tch, biar ku jelaskan" ucap Sasuke malas, namun memang ia harus menjelaskan, ia menyadari ini salahnya walaupun bungsu Uchiha itu enggan mengakuinya, mengingat sifatnya yang angkuh.

"Sekarang, jelaskan sekarang juga!" pekik Hinata "Lalu dimana pakaianku?" tanya Hinata saat menyadari ia benar-benar seperti bayi baru lahir sekarang.

Sasuke menyibakkan selimutnya, lalu berdiri. Wajah Hinata langsung pucat melihat sosok pemuda telanjang di hadapannya. Pemuda itu berjalan dua langkah menuju lemari dinding sebelum mendengar erangan putus asa. Hinata membekap mulutnya dengan tangan untuk meredam kepanikannya saat melihat bercak merah kecoklatan di seprai itu.

Dengan mata berkaca-kaca Hinata menatap pemuda itu, dan untuk pertama kalinya pemuda itu kelihatan salah tingkah walau tersembunyi di balik ekspresinya yang datar.

"Aku tidak tahu kalau kau masih perawan" ia mengangkat kedua tangannya tanpa peperdulikan ketelanjangannya dan seolah ekspresi Hinata terlalu berlebihan baginya.

"Bagaimana aku bisa tahu itu sebelumnya semua terjadi Hinata?" kata pemuda itu lagi.

"Hinata terbelalak kaget, ia menurunkan tangannya yang tadi membekap bibir

"Ba... bagaimana ka... kau tahu namaku?"

Sasuke tak menjawab pertanyaan Hinata, ia melangkah menuju lemari dan mengambil jubah mandi dari bahan handuk putih, kemudian menyodorkannya kepada Hinata. Saat Hinata mengabaikan pemberiannya, pemuda itu memilih meletakkannya saja di hadapan Hinata. Lalu berbalik

"Kau menyebut namamu saat di lift, kau tak ingat satu lift denganku hm?" tanya Sasuke tanpa menoleh ke arah Hinata, ia tahu Hinata mengenakan jubah mandi yang diberikannya. Ia memilih untuk tak melihatnya sebelum ia menyerang lagi gadis itu karena tak sanggup menahan diri. Lalu Sasuke meraih celana yang semalam sempat ia hempaskan begitu saja dan mengenakannya kembali.

"Kau bilang, kau habis menemui seseorang di gedung apartemen ini!" ucap Sasuke mencoba mengingatkan Hinata. Gadis itu mencoba mengingat-ingat, menyentuh pelipisnya yang berdenyut saat ia memaksa memori otaknya untuk membongkar kenangan kemarin sebelum ia berada di kamar ini, dengan pria menyeramkan itu tentunya.

Iya sekarang Hinata ingat, kemarin ia datang kemari untuk mengunjungi Sakura sahabatnya saat kuliah dan Naruto suami Sakura, setelah itu mereka makan malam bersama, ia sempat di beri sedikit minuman oleh pasangan suami istri itu sebagai jamuan kata mereka, entah apa nama minuman itu, namun setelahnya Hinata merasa sedikit pusing, hanya sedikit karena kesadarannya masih ada. Hinata pamit pulang ketika di rasa waktu telah menunjukkan tengah malam dengan kepala pusing. Ia memasuki lift, tak lama setelahnya seorang pemuda berambut raven dengan gaya yang aneh, serta postur tubuh yang tinggi memasuki lift yang sama dengannya. Hinata hanya melihatnya sekilas saat pemuda itu masuk, namun setelah itu lampu mati dan lift terhenti.

"Ta... tapi itu tidak menjelaskan ke..kenapa aku sampai terbangun di tempat tidurmu, setelah diperkosa" ucap Hinata dengan nada emosi, ia marah, marah pada dirinya sendiri dan keadaannya sekarang, ia tak bisa mengingat kejadian setelah lampu mati itu. Rasa takut membuatnya kehilangan kesadaran diri.

"Diperkosa! Kau bahkan menikmatinya Baka" ucap Sasuke dengan nada tinggi.

"Ya, diperkosa. Aku takkan mungkin mau tidur denganmu begitu saja." Ucap Hinata tak kalah tinggi, ia marah, benar-benar marah pada pemuda di hadapannya.

Hinata mengawasi pemuda itu sedang berusaha keras menguasai diri, menahan emosinya agar tak menyerang gadis itu lagi. Matanya tampak berkilatan, tajam menahan amarah dan frustasi saat menatapnya. Namun bukan Uchiha namanya jika ia tak bisa mengendalikan wajah datarnya.

Hening

"Apa kau menyadari kalau kau menderita klaustrofobia?" tanya Sasuke akhirnya saat ia telah mampu mengendalikan emosinya.

"..." Hinata tak menjawab, ia hanya menganggukkan kepalanya.

"Kau pasti tidak ingat urutan kejadiannya, karena saat itu kau benar-benar terguncang" kata Sasuke melembut, walau masih terkesan arogan.

"Sedangkan mengenai itu, akan ku jelaskan nanti jika kau sudah tenang" Sasuke lalu beranjak dan membuka pintu yang berada di dekat lemari

"Ini kamar mandinya, mandilah agar kau tenang, nanti setelahnya temui aku di meja makan, kita akan membicarakannya agar kau mengingat rangkaian kejadiannya" ucap pemuda itu lalu pergi meninggalkan Hinata sendiri di kamarnya. Hinata masih menatap pintu kamar mandi yang terbuka itu. Hingga pemuda itu kembali membawa blazer, sepatu serta tas jinjing Hinata yang semalam tergeletak di ruang tamunya. Pemuda itu tetap tak mengatakan apa-apa setelah meletakkan barang-barang Hinata lalu keluar meninggalkan Hinata lagi, kali ini ia ingin mandi.

Hinata tidak menyia-nyiakan waktu, dengan segera ia masuk ke kamar mandi, membasuh dirinya, ia merasa kotor, benar-benar nista. Ia menangis, bagaimana ia bisa begitu ceroboh? bisakah kejadian ini dikatakan hanya sekedar kecerobohan?

"Oh Kami-sama, maafkan aku" bisiknya

Setelah merasa cukup bersih dan tenang dengan segera Hinata meraih pakaiannya, tangannya gemetar saat mengenakan pakaian itu.

Siapa sebenarnya pemuda itu? Ia tak tahu dan ia takkan pernah tahu, juga tak mau tahu. Yang terfikir oleh Hinata saat ini adalah, pergi meninggalkan tempat ini.

Dengan hati-hati Hinata membuka pintu kamar dan mengintip keluar, saat dirasa keadaan aman, Hinata mengendap-endap menuju pintu depan, ia tak melihat pemuda tadi saat keluar, ntah ia berada dimana. Hinata merasa senang karena itu, ia bisa pergi tanpa ada hambatan.

"Selamat tinggal Tuan entah siapa namamu" bisik Hinata saat ia telah berada di depan apertemen itu, lalu bergegas menuju lift dan menekan tombol. Saat pintu lift terbuka dengan segera ia berhambur masuk, dalam hati ia berdoa

'Semoga orang tadi belum menyadari kepergian ku'. Ia hanya takut pemuda itu menyadarinya dan segera menelpon lobi dan security menahannya di lobi hingga pemuda itu menemukannya.

Saat lift berdenting dan pintunya terbuka dengan segera Hinata keluar, berjalan terburu-buru menuju pintu keluar, ia mengabaikan sapaan security dan receptionis yang menyapanya ramah. Saat ini yang ada di kepalanya adalah kabur sejauh dan secepat mungkin.

Setelah tiba di hotel tempatnya tinggal selama seminggu di Tokyo Hinata segera mengunci pintu dan menghempaskan tubuhnya di sofa.

"Oh Kami-sama" bisiknya lagi, bagaimana mungkin hal ini terjadi padanya? Ia baru seminggu di Tokyo dan ia begitu lengah dengan keadaan. Bayangan pemuda itu tak bisa hilang dari ingatannya, wangi tubuhnya masih menjalari sensor otak Hinata, sehingga masih lekat diingatannya.

"Bagaimana caranya melakukan itu, hingga aku tak menyadari apapun? Bahkan aku tidak merasa sakit walau pertama kali melakukannya?" pekiknya frustasi, ia benar-benar lelah saat ini.

Dia memang tampan, sangat tampan bahkan, mungkin banyak orang menganggap Hinata beruntung bisa menikmati one night stand (bener g maksud dan tulisannya author g paham tapi maksud author kencan semalam) dengan pemuda setampan itu, tapi menurut Hinata itu tetap bencana.

Bagaimana jika ia telah beristri?

Bagaimana jika ia memiliki penyakit menular dan menularinya kepadaku?

Atau bagaimana jika pemuda itu menderita kelainan seksual?

Hinata menggelengkan kepalanya, menghilangkan kekhawatiran dalam dirinya. Apapun itu semua telah terjadi, hanya satu yang membuatnya tenang saat ini, dokter telah memvonisnya mandul, karena indung telurnya terlalu rentan, serta rahimnya yang berukuran sedikit lebih kecil dari seharusnya. Hal itu membuatnya tenang, dia tidak akan hamil dan ia tak perlu menjalin hubungan dengan pria manapun.

TBC

Wah fic satunya belum kelar Hikari selingkuh lagi... dengan fic ini.

Okay ini fic Hikari dengan rate M, bagaimana menurut reader? Mohon masukkannya...

Jangan lupa review...